Kelayakan Adopsi Prototipe Usaha Home Industry Pineapple Soft Candy (Kasus pada Calon Pelaksana Potensial di Jalancagak- Subang, Jawa Barat)

(1)

24

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani di Indonesia. Dengan wilayah yang cukup luas serta variasi agroklimat yang tinggi membuat Indonesia menjadi daerah yang potensial bagi pengembangan hortikultura, baik untuk tanaman dataran rendah maupun tanaman dataran tinggi. Variasi agroklimat ini juga menguntungkan bagi Indonesia karena musim buah, sayuran dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun.

Komoditi buah-buahan merupakan produk hortikulura yang telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) jika dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa komoditi buah-buahan menyumbang lebih dari 50 persen persentase PDB untuk setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan komoditi lainnya. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan petani pada khususnya.

Tabel 1. Nilai PDB Buah-Buahan, Sayuran, Biofarmaka, dan Tanaman Hias serta Kontribusinya terhadap PDB Hortikultura Indonesia Tahun 2006-2009 No Kelompok

Komoditas

Nilai PDB (Milyar Rupaiah) Tahun

2006 (%)

Tahun 2007 (%)

Tahun

2008 (%)

Tahun 2009 (%)

1.

Buah-buahan 35.448 51,64 42.362 55,16 42.660 53,13 50.595 56,81

2. Sayuran 24.694 35,98 25.587 33,32 27.423 34,15 29.005 32,57 3. Biofarmaka 3.762 5,58 4.105 5,35 2.806 5,13 4.109 4,61 4. Tanaman

Hias 4.734 6,90 4.741 6,17 6.091 7,59 5.348 6,01 Total 53.885 100 76.795 100 80.292 100 89.057 100 Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga yang berlaku


(2)

25 Selain itu, berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian, total produksi buah nasional mengalami peningkatan 5,52 persen selama kurun waktu 2006-2007 yaitu dari 16,17 juta ton di tahun 2007 menjadi 17,51 juta ton, sedangkan luas lahan panen buah-buahan nasional selama kurun waktu 2006-2007 mengalami peningkatan sebesar 28.548 ha yaitu dari 728.218 ha di tahun 2006 menjadi 156.728 ha di tahun 20071. Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang sangat potensial untuk memasuki perdagangan baik perdagangan di pasar domestik maupun internasional. Hal ini dikarenakan produksi buah-buahan di Indonesia cukup besar dan beragam. Permintaan masyarakat terhadap beberapa produk buah-buahan sangat dipegaruhi oleh semakin tingginya tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya konsumsi buah-buahan untuk kesehatan serta gaya hidup modern untuk mengkonsumsi buah sebagai pelengkap setelah makan.

Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003 - 2007 No Komoditas Konsumsi per kapita (kg/kapita/tahun)

2003 2004 2005 2006 2007 1. Alpukat 0.21 0.21 0.10 0.36 0.78 2. Belimbing 0.05 0.05 0.05 0.05 0.10 3. Duku 0.73 0.62 0.10 0.52 4.42 4. Durian 1.56 0.94 0.21 0.78 1.92 5. Jambu 0.21 0.16 0.21 0.21 0.42 6. Jeruk 2.44 2.70 6.14 3.07 3.85 7. Mangga 3.12 1.04 0.26 0.16 0.36 8. Nangka/Cempedak 0.68 0.52 0.26 0.31 0.21 9. Nenas 0.47 0.52 0.47 0.42 0.31 10. Pepaya 2.44 2.34 3.28 2.03 1.61 11. Pisang 7.96 7.59 8.89 7.54 7.80 12. Rambutan 5.72 6.66 0.26 5.10 5.98 13. Salak 1.04 1.61 1.04 1.09 1.09 14. Melon 0.47 0.26 0.47 0.16 0.36 Sumber : Ditjen Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)

1


(3)

26 Pada tabel 2. Dapat dilihat perkembangan konsumsi buah di Indonesia terjadi jumlah konsumsi buah yang fuktuatif di kalangan masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ketersediaan jenis buah itu sendiri, kualitas serta karaktersistik buah yang sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu, gaya hidup serta tren dalam mengkonsumsi jenis buah yang mengandung prestise yang tinggi seperti buah apel, pear dan anggur.

Salah satu buah-buahan yang banyak diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah nenas. Buah nenas adalah buah yang banyak tumbuh di daerah dataran rendah dan banyak dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Hal ini dikarenakan nenas di Indonesia tersedia sepanjang tahun sebab untuk melakukan budidaya nenas tidak mengenal musim seperti komoditas buah durian dan mangga. Nenas juga merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor selain buah pisang dan manggis.

Produksi nenas di Indonesia terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nenas di Indonesia. Peningkatan produksi tersebut dapat dilihat dari perkembangan peningkatan produksi nenas yang ada di Indonesia tahun 2005-2008 pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Produksi Buah Nenas di Indonesia Tahun 2005-2008

No. Tahun Produksi Nenas (Ton)

1. 2005 925.082

2. 2006 1.427.781

3. 2007 2.237.858

4. 2008 1.933.133

Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Berdasarkan Tabel 3. perkembangan usaha budidaya nenas cenderung mengalami kenaikan. Walaupun mengalami penurunan, persentasi penurunan tidak terlalu besar sehingga dapat dikatakan produksi nenas dalam kondisi yang stabil. Fluktiatif produksi nenas dimungkinkan terjadi karena adanya perubahan kondisi pasar yaitu permintaan konsumen dan adanya kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan kondisi cuaca. Adapun peningkatan produksi


(4)

27 nenas yang signifikan dapat disebabkan karena adanya peningkatan pengetahuan petani serta meningkatnya permintaan buah dari masyarakat yang sudah menganggap bahwa buah merupakan salah satu makanan yang penting untuk memenuhi kebutuhan kandungan gizi dan vitamin bagi tubuh yang terkandung dalam buah.

Salah satu daerah sentra produksi buah nenas adalah Kabupaten Subang, dimana Subang memiliki agroklimat yang sangat cocok untuk tumbuh kembangnya buah nenas. Seperti yang kita ketahui juga bahwa daerah Subang menjadikan nenas sebagai salah satu buah unggulan daerah mereka. Subang sejak lama dikenal sebagai penghasil nenas terbesar di Jawa Barat. Produksi nenas Subang mencapai lebih dari 95 persen total produksi nenas di provinsi Jawa Barat. Tiap tahunnya, daerah Subang menghasilkan lebih dari 200.000 ton nenas.2 Jumlah produksi nenas di Subang mengalami peningkatan dari tiap tahunnya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Produksi Nenas di Subang Tahun 2005-2009

No. Tahun Total Panen (ton)

1. 2005 117.538

2. 2006 238.098

3. 2007 254.012

4. 2008 227.738

5. 2009 396.520

Sumber : Badan Pusat Statistik Subang (2010)

Seperti komoditas agribisnis lain pada umumnya, nenas merupakan komoditas agribisnis yang memiliki karakteristik yang mudah busuk, mudah rusak, voluminous, dan memiliki keseragaman bentuk dan ukuran yang beragam. Sedangkan pada umumnya nenas dikonsumsi dalam keadaan segar dan masih sangat sedikit yang dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Saat musim panen, ketersediaan nenas melimpah dan tidak terserap secara sempurna serta tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh pasar seperti mutu dan kualitas tinggi seperti keseragaman bentuk, kesinambungan pasokan dan harga yang kompetitif.

2


(5)

28 Hal ini mengakibatkan harga nenas yang diterima petani rendah dan banyak nenas yang dijual murah serta terbuang karena tidak memenuhi standar dan tidak diserap pasar sepenuhnya.

Dalam upaya peningkatan kualitas komoditas nenas, dibutuhkan suatu terobosan pengolahan pasca panen yang dapat memberikan nilai tambah pada buah nenas. Perbaikan pengolahan pasca panen yang dilakukan adalah dengan penyediaan sarana dan prasarana serta teknologi dalam mengolah buah nenas menjadi komoditas yang memiliki nilai tambah diantaranya melalui pengembangan industri pengolahan buah nenas seperti selai, manisan, dodol, wajit, kerupuk dan keripik nenas. Hal tersebut dimaksudkan agar nenas dapat lebih tahan lama dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

1.2. Perumusan Masalah

Nenas merupakan buah tropika yang banyak disukai oleh masyarakat di Indonesia. Nenas juga merupakan komoditas agribisnis non musiman sehingga selalu tersedia di pasaran. Namun, nenas segar memiliki umur simpan atau shelf-life yang pendek yakni hanya dapat bertahan selama dua minggu pasca panen, sehingga mayoritas konsumen hanya dapat menikmatinya dalam bentuk segar. Permasalahan shelf-life yang pendek dapat mengurangi nilai ekonomis buah nenas itu sendiri dikarenakan buah yang tidak terserap oleh pasar yakni kualitasnya yang kurang baik karena kerusakan ataupun pembusukan sehingga buah-buah tersebut dijual dengan harga yang rendah. Selain itu, bentuk dan ukuran dari buah nenas sendiri menjadi suatu hambatan bagi konsumen dalam proses pembelian. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan nilai tambah buah nenas melalui produk olahan seperti manisan dan dodol. Namun, produk manisan memiliki kelemahan seperti daya simpan yang rendah dan tidak praktis serta belum tentu semua kalangan usia menyukainya.

Semakin meningkatnya pengetahuan dan preferensi konsumen mengenai berbagai macam produk, menjadikan mereka tidak hanya mementingkan sisi kualitas produk melainkan juga nilai tambah lain yang dapat diberikan produk seperti kepraktisan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pusat Kajian Buat Tropika (PKBT) IPB saat ini telah menemukan salah satu produk turunan buah


(6)

29 nenas yang dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis buah nenas melalui memperpanjang shelf-lifenya serta dapat memenuhi keinginan konsumen yaitu produk yang bergizi, enak serta praktis untuk dikonsumsi, dan memiliki rasa yang sama dengan produk aslinya yaitu dalam bentuk Soft Candy atau permen lembut yang diolah dengan bahan baku utama buah nenas, gula dan ekstrak rumput laut sehingga menghasilkan produk yang berbeda dengan produk olahan yang sering dijumpai di pasaran saat ini seperti dodol, wajit dan manisan.

Prototipe yang dibuat oleh LPPM PKBT ini masih dalam skala yang kecil, namun produksi dan penjualan Pineapple Soft Candy menunjukkan respon pasar yang positif, kebanyakan konsumen tertarik untuk mengkonsumsi karena unik dan enak. Produksi yang dilakukan oleh LPMM PKBT dilakukan dengan bahan baku yang berasal dari kebun percontohan PKBT Tajur yang jumlah produksinya masih sangat terbatas. Agar kontinuitas dan kemudahan dalam pasokan buah nenas dapat terpenuhi dalam produksi soft candy, pendirian industri kecil rumahan harus dilakukan di daerah sentra produksi buah nenas yaitu Kabupaten Subang.

Tabel 5. Keragaan Sentra Produksi Nenas di kabupaten Subang Tahun 2003

Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

Jalancagak 2.608 98.880,0

Sagalaherang 12 450,0

Cijambe 133 4.987,5

Cisalak 500 18.750,0

Jumlah 3.253 123.067,5

Sumber : Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Subang (2004)

Dari tabel 5. dapat dilihat bahwa kecamatan yang paling banyak memproduksi nenas adalah kecamatan Jalancagak dengan total produksi satu tahunnya mencapai 98.880 ton dan luas lahan 2.608 Ha yang sangat jauh lebih besar dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

Selain itu, Jalancagak merupakan salah satu sentra produksi pengolahan buah nenas sebagai salah satu makanan khas dan unggulan daerah Subang. Diantranya yaitu dodol nenas, wajit nenas, kerupuk nenas, dan keripik nenas. Pada awalnya, nenas yang tidak terserap oleh pasar diolah menjadi dodol nenas oleh


(7)

30 Kelompok Wanita Tani (KWT) agar dapat memiliki nilai ekonomis serta tidak terbuang. Namun, seiring dengan waktu respon pasar terhadap produk olahan ini semakin meningkat. Pemerintah setempat pun memberikan dukungan dengan baik pada industri pengolahan nenas yang dilakukan oleh KWT yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan bantuan modal serta peralatan.

Teknologi yang digunkan dalam pengolahan buah nenas oleh KUB pengolahan buah nenas masih tradisional seperti tungku kayu dan masih sangat sedikit yang menggunakan teknologi semi modern. Sedangkan produksi pineapple

soft candy menggunakan teknologi semi modern dengan menggunakan alat

pengaduk otomatis dan oven. Selain itu, kemasan yang digunakan oleh industri pengolahan nenas di Jalancagak masih menggunkan plastik dan kertas kardus, sedangkan pineapple soft candy dikemas dalam kemasan aluminium foil sehingga produk dapat lebih tahan lama dan tidak mudah terkontaminasi.

Seperti yang telah dilakukan oleh LPPM PKBT Tajur, prototipe usaha produksi pineapple soft candy merupakan sutau kesempatan yang sangat baik untuk dapat diaopsi oleh para pelaku usaha rumahan pengolahan buah nenas yang ada di Jalancagak Subang guna meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis dari buah nenas. Pengadopsian prototipe pengolahan nenas menjadi pineapple soft

candy yang dilakukan oleh pelaku usaha rumahan potensial yakni pelaku yang

telah melakukan usaha produksi dodol nenas dan produk olahan nenas lainnya perlu dinilai sejauh mana dapat dijalankan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah buah nenas, meningkatkan pendapatan dan keuntungan pelaku usaha dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain itu, ketersediaan dan kontinuitas pasokan soft candy yang akan dipasarkan ke konsumen perlu diteliti manajemen yang cocok agar dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dibutuhkan alat analisis dalam menilai aspek kelayakan non finansial (yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan lingkungan) yang akan diuji pada calon pelaku potensial yang merupakan pengusaha industri rumahan dodol nenas dan produk olahan nenas lainnya yang mengacu pada LPPM PKBT yang telah melakukan usaha ini. Selain itu, aspek finansial dari adaposi prototipe ini harus dihitung dan dinilai tingkat kelayakannya agar dapat diketahui sejauh mana


(8)

31 adopsi tersebut dapat menguntungkan dan berhasil serta dapat meningkatkan manfaatan tambahan yang diterima oleh para pengadopsi. Selain itu, penilaian akan kepekaan usaha tersebut terhadap perubahan harga input maupun output yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha harus dilakukan.

Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut :

1. Apakah produksi pineapple soft candy dapat dijalankan pada tingkat usaha rumahan di Jalancagak?

2. Apakah produksi pineapple soft candy dapat menguntungkan bagi pelakunya dan berapa tambahan manfaat yang dapat diterima oleh para calon pelaksana dengan mengadopsi usaha ini?

3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan produksi pineapple

soft candy?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasakan permasalahan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kelayakan non finansial produksi pineapple soft candy.

2. Menganalisis kelayakan aspek finansial dari produksi pineapple soft candy dan menganalisis tambahan manfaat yang diterima dari adopsi usaha ini. 3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan produksi pineapple

soft candy.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan yang dapat digunakan dalam usaha industri rumahan pineapple soft candy yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha rumahan pengolahan dodol nenas di Jalancagak Subang.

2. Sebagai bahan rujukan yang dapat digunkan oleh pembaca untuk penelitian selanjutnya.


(9)

32 3. Menambah pengalaman dan wawasan peneliti serta sebagai sarana untuk

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di bangku kuliah. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi analisis kelayakan non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi serta aspek lingkungan) dan aspek finansial dari usaha pineapple soft candy yang akan dilakukan oleh calon pelaku potensial (adopter) yakni pengusaha dodol nenas di Jalancagak-Subang sebagai sentra produksi dari buah nenas yang akan dinilai dengan mengacu pada usaha yang telah dijalankan oleh LPPM PKBT Tajur.


(10)

17

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nenas (Anannas comocus)

Sihombing (2009) Tanaman nenas merupakan tanaman rumput yang batangnya pendek sekali. Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun (bertunas anakan). Tumbuhan ini memiliki 30 atau lebih daun yang panjang, berserat dan berduri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal. Kulit buahnya bersisik dan “bermata” banyak. Nenas biasanya berwarna hijau sebelum masak dan berwarna kekuning-kuningan apabila masak.

Buah nenas terdapat di Indonesia sepanjang tahun. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Nenas juga mengandung berbagai senyawa yang berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan disamping sebagai sumber vitamin C buah nenas mengandung enzim bromelain (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease, atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini juga sangat baik dikonsumsi sebagai alat kontrasepsi dalam keluarga berencana. Buah nenas sangat baik dikonsumsi oleh penderita darah tinggi karena dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan mengurangi kadar kolesterol dalam darah sehingga dapat mencegah stroke.

Manfaat lain dari buah nenas bagi kesehatan tubuh adalah sebagai obat penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir, dan kurang darah. Sedangkan untuk penyakit kulit (gatal-gatal, eksim, dan kudis) dapat diobati dengan mengolseskan sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak.

Produksi nenas di dunia berpusat di negara-negara Brazil, Hawai, Afrika Selatan, Pantai Gading, Mexico dan Perute Rico. Di Asia tanaman nenas ditanam di negara-negara Thailand, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Sentra produksi


(11)

18 nenas di Indonesia terdapat di daerah Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Pada masa mendatang amat memungkinkan propinsi lain


(12)

18 memprioritaskan pengembangan nenas dalam skala yang lebih luas dari tahun sebelumnya. Luas panen di Indonesia adalah 165.690 hektar artau 25,24 persen dari sasaran panenn buah-buahan nasional (657.000 hektar). (Kementrian riset dan Teknologi, 2005)

Nenas banyak dihasilkan di Kabupaten Subang adalah nenas jenis/varietas

Smooth Cayanne. Nenas ini memiliki ciri-ciri berukuran besar, berat buah antara

1,5-5 kg (rata-rata 2,3 kg), bentuk buahnya lonjong silindris, warna kulit buah hijau kekuniangan dengan mata yang datar, daging buahnya berwarna kuning pucat sampai kuning, inti buahnya berukuran sedang, rasa buahnya manis asam, rendah serat dan berair serta memiliki aroma yang khas. Karena rasanya yang agak masam, nenas Smooth Cayenne sangat baik digunakan untuk olahan seperti selai, juice, nenas kaleng, puree, dan lainnya.

Luas areal tanaman nenas di kabupaten subang pada tahun 2003 adalah 3.253 hektar dengan produksi mencapai 123.067,5 ton. Sebagai tanaman rakyat, budidaya nenas di kabupaten subang dilakukan secara sederhana di pekarangan rumah dan tegalan. Dengan input teknologi yang terbatas. Bentuk kebun rata-rata belum sehamparan dan letaknya terpencar. Oleh karena itu, produktivitas nenas yang dihasilkan pada umumnya masaih sekitar 20-35 ton/ha. Rendahnya produktivitas nenas juga disebabkan karena tanaman yang diusahakan sebagian besar berumur diatas 10 tahun. Agar tanaman tinggi kualitasnya perlu dilakukan peremajaan tanaman dengan menggantikan tanaman yang lama dengan bibit yang baru. Masa panen nenas di Kabupaten Subang berlangsung sepanjang tahun, panen raya terjadi pada bulan Oktober sampai Januari dengan rata-rata produksi 20-35 ton/ha. Panen sepanjang tahun dapat dilakukan karena petani melakukan pengaturan pola tanam dan pengaturan pembungaan dengan sistem ethrel.

Kabupaten Subang sebagai sentra produksi nenas terbesar di Jawa Barat memiliki potensi akses pasar yang baik untuk pengembangan komoditas nenas, mengingat posisinya yang sangat strategis berjarak 161 km dari Jakarta dan 58 km dari Bandung. Nenas subang merupakan tanaman rakyat yang ditanam secara turun menurun. Nenas tersebut tumbuh baik di lahan kering, karena tuntutan agroklimat yang relatif mudah dipenuhi dan gangguan hama penyakit yang sedikit


(13)

19 oleh karena itu tanaman nenas mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Kabupaten Subang.

Sentra pengembangan nenas di Kabupaten Subang tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Sagalaherang, Jalancagak, Cisalak, Tanjungsiang, dan Cijambe. Pemasaran buah nenas umumnya dipasarkan dalam bentuk segar, dan sebagian diolah menjadi dodol. Rantai pemasaran nenas yang ada di Kabupaten Subang adalah :

(4)Petani-konsumen : petani menjual hasil produksinya ke konsumen dengan cara membuat kios buah di depan rumahnya.

(5)Petani-tengkulak-kios buah dan pasar-konsumen : petani menjual nenas ke tengkulak atau pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual ke konsumen melalui pasar , maupun kios-kios buah.

(6)Petani-tengkulak-perusahaan mitra-konsumen : petani menjual nenas kepada tengkulak atau pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual ke perusahaan mitra (pabrik pengolahan nenas), dan perushaaan mitra menjual nenas olahan ke konsumen.

Buah nenas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan cepat busuk. Oleh karena itu, setelah panen memerlukan penanganan pascapanen yang memadai. Nenas merupakan salah satu jenis buah tropis yang banyak digemari masyarakat dunia, disamping dikonsumsi dalam keadaan segar, buah nenas dapat dipakai sebagai bahan baku industri olahan seperti selai, minuman dan coctail.

Tujuan utama dari pengolahan buah-buahan adalah memperpanjang umur simpan, meningkatkan daya awet produk, memberikan nilai tambah produk, dan meningkatkan harga jual, pada proses pengolahan pangan pelaku usaha harus memperhatikan cara pengolahan pangan yang baik (Good Manufacture

Procedure/GMP). Sehingga keamanan pangan tetap terjamin. Selama proses

pengolahan pelaku usaha menjaga higienitas proses produksi mulai dari penanganan bahan baku, proses pengolahan, proses pengemasan, sampai pada proses distribusi dan pemasaran.

Prospek komoditas buah nenas sangat besar, terutama bila nenas diolah menjadi makanan kaleng seperti selai nenas, sirup buah nenas, dan sirup kulit buah nenas. Pabrik pengalengan biuah nenas sudah banyak di bangun diantranya


(14)

20 yaitu PT Great Giant Pineapple di Lampung. Negara tujuan ekspor adalah Perancis, Jerman dan Amerika Serikat. Walaupun daerah penghasil buah nenas sudah menyebar rata, Indonesia hingga saat ini hanya mampu mengekspor sebagian kecil saja dari kebutuhan dunia, yaitu hanya sekitar 5 persen. Padahal menurut proyeksi kebutuhan nenas dunia akan naik sebesar lima persen dari kebutuhan dunia saat ini.

Usaha agroindustri nenas skala kecil mengolah buah nenas menjadi berbagai produk olahan seperti dodol, manisan, keripik dan jus. Produk-produk tersebut dipasarkan untuk masyarakat menengah ke bawah di beberapa kota tertentu. Namun, karena keterbataasan teknologi dan modal, industri rumah tangga ini belum mampu berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, industri skala rumah tangga ini masih banyak memerlukan bimbingan dan pembinaan dari pemerintah baik dalam pengembangan teknolgi, kesiapan sumber daya manusia, manajemen usaha, modal usaha dan pemasaran.

2.2 Pineapple Soft Candy

Penelitian yang dilakukan oleh Atika Dwifajarsari (2010) yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Soft Candy dan Jus Jambu Merah (Kasus

: ‘Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy’ LPPPKBT,

Tajur dan Jus Jambu Merah ‘JJM’ KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor) bertujuan untuk menganalisis faktor lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi LPPM PKBT dan KWT Turi serta merumuskan alternatif strategi yang harus dilakukan keduanya. Berdasarkan hasil analsis lingkungan internal dan eksternal LPPM PKBT menunjukkan bahwa memiliki kekuatan mutu produk yang baik, dan kelemahan utamanya adalah promosi yang dilakukan masih terbatas, peluang LPPM PKBT adalah perkembangan teknologi yang cepat serta ancamannya adalah perkembangan produk substitusi.

Dari hasil analisis matriks IFE LPPM PKBT didapat total skor sebesar 3,058 dan hasil analisis matriks EFE di dapat total skor sebesar 2,702. Hasil analisis dari IFE dan EFE pada matriks IE menunjukkan bahwa posisi LPPM PKBT saat ini berada pada sel IV yaitu strategi tumbuh dan kembang (growth and


(15)

21 pengembangan pasar, dan pengembangan produk. Hasil analisis SWOT menghasilkan empat alternatif strategi yang dapat dijalankan LPPM PKBT yaitu melakukan pengembangan produk, melakukan strategi perluasan pasar dengan melakukan kerjasama dengan usaha minimarket, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk agar dapat bersaing di pasaran, melakukan strategi penentrasi pasar melalui promosi penjualan.

Maghribi (2010), penelitiannya yang berjudul “ Kajian Produksi dan Penurunan Mutu Permen Jelly Nenas (Ananas cosmosus (L) Merr.) selama Penyimpanan”. Penelitian ini memiliki tujuan yiatu : (1) mengetahui karakteristik nenas subang dan nenas bogor, (2) mengetahui kemasan terbaik untuk mengemas permen jelly nenas (3) mengetahui umur simpan produk dan (4) mengetahui biaya produksi per kilogram permen jelly nenas. Hasil analisis penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nenas bogor dan nenas subang, dimana nenas subang memiliki bentuk buah yang bulat dan pendek, daun yang lebar dan pendek, duri yang terletak hanya di ujung daun, bobot buah 840,40 gram, kandungan air 87,11 persen serta kandungan vitamin C 161,92 mg/100g. Nenas Bogor memiliki bentuk buah yang lebih lonjong dan panjang, bentuk daun yang sempit dan panjang, letak duri di sepanjang pinggiran daun dan kulit, bobot buah 502,31 gram, kandungan air 80,38 persen serta kandungan vitamin C 128,48 mg/100 g. Dari parameter uji, yaitu kadar air, vitamin C, total asam, dan hasil uji organoleptik secara keseluruhan menyatakan bahwa permen jelly nenas bogor yang dikemas dengan alumunium foil mampu mempertahankan kandungan gizi yang terdapat pada permen jelly, yaitu kadar air yang meningkat dari 6,12 persen menjadi 7,18 persen - 9,24 persen. Sedangkan pada kemasan PP dan gelas peningkatan nilai kadar air cukup tinggi yang mencapai 9,98 persen. Selain itu, umur simpan terbaik diperoleh produk permen jelly nenas Bogor dalam kemasan alumunium foil, yaitu sekitar 158,83 hari pada suhu 5o C, 138,39 hari suhu 15o C, dan 107,91 hari pada suhu 35oC. jika dilihat dari penampilan fisik, permen tersebut tidak mengalami perubahan warna, namun terjadi penurunan niali gizi.

Dalam menentukan biaya produksi, bahan baku yang dipilih berdasarkan produk yang memiliki kadar air relatif rendah , kandungan vitamin C dan total asam yang cukup tinggi serta penilaian konsumen pada uji orgaboleptik hasil uji


(16)

22 menunjukkan bahwa permen jelly nenas Bogor secara keseluruhan lebih disukai, baik dari segi warna, tekstur, aroma, dan rasa. Perhitungan biaya produksi meliputi biaya bahan baku, biaya bahan penunjang, biaya mesin dan peralatan, biaya tenaga kerja dan lain-lain. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa biaya produksi untuk membuat permen jelly nenas Bogor dengan kapasitas 36 kg nenas utuh (18 kg bubur nenas) adalah Rp 57.271,37 per kilogram.

2.3 Usaha Kecil Menengah (UKM)

Unit usaha adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga suatu badan dan mempunyai kewenangan yang ditentukan berdasarkan kebenaran lokasi bangunan fisik dan wilayah operasinya. Berdasarkan penggolongan omset yang dimiliki maka unit usaha terbagi menjadi usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar.

Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan dan mempunyai omset penjualan sebesar satu milyar atau kurang selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004)

Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omset penjualan lebih dari satu milyar rupiah sampai 50 milyar rupiah selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004)

Usaha besar adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupaun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omset penjualan lebih dari 50 milyar rupiah selama satu tahun (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004)

Pengertian dari omset penjualan adalah jumlah transaksi yang terjadi antara pihak penjual dengan pihak pembeli selam periode tertentu. Bagi pihak penghasil barang dan jasa (produsen), omset diartikan sebagai besaran nilai atas


(17)

23 produk barang dan jasa yang dihasilkan secara keseluruhan. Tetapi bagi kegiatan yang bersifat perantara (penghubung antara pihak produksen dan pihak konumen ) omset diartikan sebagai nilai transakasi persetujuan atau kesepakatan atas pembelian atau penguasaan barang dan jasa. Dengan demikian nilai omset belum tentu merupakan pendapatan yang sebenarnya yang diterima oleh penjual. Perbedaan perlakuan omset dan keluaran anatar kegiatan ekonomi tergantung pada jenis transaksi yang dilakukan (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004)

Industri pengolahan dibedakan menjadi empat golongan, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Industri besar adalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. Industri sedang adalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja 20 orang sampai 99 orang. Industri kecil aadalah industri pengolahan yang mempunyai tenaga kerja lima sampai 19 orang. Sedangkan industri pengolahan rumah tangga mempunyai tenaga kerja kurang dari lima orang. (Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Subang, 2004)

2.4 Analisis Kelayakan Proyek

Penelitian yang dilakukan oleh Rima Kumalasari (2006) yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Dodol Nenas di Kabupaten Subang, Jawa Barat” bertujuan untuk mengetahui kondisi usaha kecil dodol nenas di Subang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha kecil dodol nenas dan mengetahui status kelayakan usaha dodol nenas subang dilihat dari aspek finansial, teknis dan manajemen. Hasil analisis yang dilakukan adalah usaha dodol nenas dipengaruhi oleh sumberdaya usaha, produksi, distribusi, ketersediaan bahan baku, produk dan harga, kebijakan pemerintah daerah, sosial dan budaya, ekonomi dan lingkungan serta teknologi. Adapun hasil analisis kelayakan usaha dodol nenas di Subang bahwa usaha ini layak untuk dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun dengan menunjukkan nilai NPV yang positif dan nilai IRR yang melebihi suku bunga yang berlaku yaitu 12,5 persen. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha dodol nenas lebih dipengaruhi oleh perubahan harga jual jika dibandingkan dengan perubahan biaya produksi.


(18)

24 Penelitian yang dilakukan oleh Sukirno dan Srihati (2005) yang berjudul “Pengembangan sistem produksi makanan dari bahan baku nenas di Kabupaten Subang Jawa Barat”. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah home

industry teknolgi penglahan buah nenas di Jalancagak Kabupaten Subang

sejumlah 12 unit produksi. Dengan produk yang dihasilkan yaitu dodol nenas, keripik nenas dan wajit nenas dengan total produksi rata-rata 5.922 kg per bulannya yang menghabiskan 16.920 kg bahan baku nenas segar per bulan yang dipenuhi dari pasokan buah nenas di Jalancagak. Pemasarannya meliputi Subang, Bandung, Purwakarta, Jakarta dan Bekasi. Usaha tersebut telah menyerap tenaga kerja sebanyak 32 orang dengan keuntungan Rp 25.000/satu kali proses produksi atau Rp 5.215.000 per unit usaha dengan kapasitas 1.848 kg per bulan. Selain itu, hasil analisis finansial yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai NPV dari usaha pengolahan buah nenas ini bernilai positif dan menghasilkan Net B/C sebesar 2,3. Jadi usaha ini dapat dikatakan layak dan menguntungkan untuk dilakukan.

Tiara (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Srikaya Organik pada Perusahaan Wahana Cory Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis kelayakan non finansial perusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, (2) menganalisis kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahaan Cory dilihat dari aspek finansial, (3) menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakan pengusahaan buah srikaya organik di Wahana Cory terhadap perubahan jumlah produksi srikaya organik serta peningkatan biaya operasional.

Hasil analisis terhadap aspek-aspek non finansial, yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik yang dijalankan oleh Wahana Cory layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena permintaan yang tinggi dan penawaran yang masih terbatas serta harga jual yang tinggi menjanjikan bahwa usaha srikaya organik dapat mendatangkan keuntungan. Berdasarkan aspek teknis, pengusahaan srikaya organik menggunakan peralatan yang relatif sederhana seperti budidaya pertanian pada umumnya. Berdasarkan aspek manajemen perusahaan telah menjalankan fungsi-fungsi manajemen dan


(19)

25 mempunyai struktur organisasi dengan pembagian kerja yang jelas. Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan srikaya organik dapat memberikan kontribusi kepada Negara berupa pajak, ikut serta dalam melestarikan lingkungan karena usaha yang dijalankan tidak menimbulkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan sekiitar proyek, dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar lokasi usaha.

Hasil analisis terhadap aspek finanasial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR dan payback period, pengusahaan srikaya organik oleh Wahana Cory layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV>0 yaitu sebesar Rp 1.034.057.46,24, Net B/C >1 yaitu sebesar 2,75 dan IRR sebesar 26,86 persen, dimana ini lebih besar dari tingkat suku bunga (discount rate) sebesar 9 persen. Serta Payback Period yang diperoleh dalam pengusahaan srikaya organik adalah 5 tahun 8 bulan. Jika dilihat dari analisis switching value, penurunan jumlah produksi pengusahaan srikaya organik adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha dibandingkan dengan penurunan biaya operasional.

Listiawati (2010) melakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Kelayakan Usaha Jambu Biji Kasus di Desa Babakan Sadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor” adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah (1) menganalisis kelayakan usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng ditinjau dari aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, manajemen, dan sosial ekonomi dan lingkungan) dan aspek finansial, dan (2) menganalisis tingkat kepekaan usaha budidaya jambu biji terhadap penurunan jumlah produksi dan harga jual buah jambu biji. Hasil analisis non finansial yang dilakukan menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji studi kasus pada Desa Babakan Sadeng menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan. Analisis aspek pasar menunjukkan peluang pasar jambu biji masih terbuka besar di Indonesia, dimana peluang pasar menunjukkan peluang pasar yang selalu meningkat setiap tahunnya dan semakin mengindikasikan bahwa usaha budidaya jambu biji potensial untuk diusahakan dan dikembangkan di Indonesia. Anlaisis terhadap aspek teknis menunjukkan bahwa aspek teknis dalam kegiatan budidaya jambu biji telah dilaksanakan dengan baik oleh para petani. Analisis aspek manajemen


(20)

26 yang ditinjau pada faktor manajemen para petani dalam kegiatan budidaya manajemen pemasaran, dan manajemen petani dalam kaitannya dengan kelembagaan gapoktan, menunjukkan bahwa manajemen para petani telah dilakukan dengan baik dan sesuai. Segi aspek sosial ekonomi dan lingkungan menunjukkan bahwa usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng telah memberikan manfaat yang cukup banyak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Berdasarkan analisis aspek finansial yang dilakukan pada luas lahan jambu biji 2.300 m2, usaha budidaya jambu biji di Desa Babakan Sadeng layak untuk dilaksanakan pada kondisi normal. Hal ini dapat dilihat dari kriteria investasi NPV sebesar Rp 54.549.700,53, IRR sebesar 29 persen, net B/C sebesar 2,18 persen, dan PP 2 tahun 5 bulan 17 hari. Analisis sensitivitas, jika terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 42,86 persen masih tetap layak. Jika penuunan harga jambu biji 60 persen, yaitu rata-rata Rp 2.000 menjadi Rp 8.000 per kg, maka usaha budidaya jambu biji ini menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga jual jambu biji merupakan variabel yang paling sensitif dan mempengaruhi.

Penelitian mengenai kelayakan investasi yang dilakukan ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Beberapa persamaannya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari, Srihati dan Sukirno, Atika dan Maghribi yaitu buah nenas dan produk turunannya berupa soft

candy, dodol nenas dan jelly nenas. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh

Kumalasari, Srihati dan Sukirno dilakukan di Jalancagak Subang, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Atika dan Maghribi yakni di LPPM PKBT Tajur. Persamaan dengan penelitian terdahulu yakni metode yang digunakan yaitu melakukan studi kasus pada suatu perusahaan atau daerah produksi dengan aspek non finansial dan aspek finansial yang digunakan menggunakan kriteria kelayakan seperti NPV, Net B/C, IRR dan PP. Sedangkan perbedaan lainnya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Listiawati dan Tiara yang melakukan penelitian mengenai buah srikaya organik dan jambu biji.


(21)

27

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian. Selain itu, teori merupakan acuan untuk menjawab permasalahan.

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek yang terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan, dan analisis penilaian pelaksanaan dan evaluasi (Gittinger 1986). Evaluasi proyek sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek agar proyek dapat berjalan sesuai yang diinginkan.

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan & Muhammad 2000). Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa saja ditafsirkan berbeda-beda. Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi. Sedangkan pemerintah dan lembaga non profit dilihat apakah bermanfaat bagi masyarakat luas berupa penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah, dan peningkatan devisa.

Hal-hal yang mendasari untuk menjalankan studi kelayakan proyek investasi jika suatu pihak atau seseorang melihat suatu kesempatan usaha, yaitu apakah kesempatan usaha tersebut bisa dimanfaatkan secara ekonomis serta apakah bisa mendapatkan suatu tingkat keuntungan yang cukup layak dari usaha tersebut. Semakin luas skala proyek maka dampak yang dirasakan baik secara ekonomi maupun sosial semakin luas. Oleh karena itu, studi kelayakan dilengkapi dengan analisa yang disebut analisa manfaat dan pengorbanan (cost and benefit


(22)

28

analysis). Menurut Husnan dan Muhammad (2000) suatu studi kelayakan proyek


(23)

91 Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri atau manfaat finansial. Artinya apakah proyek tersebut cukup menguntungkan bila dibandingkan dengan risiko proyek.

1) Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi Negara tempat proyek tersebut dilaksanakan, yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu Negara.

2) Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek.

Proyek investasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Maka dari itu tujuan dari dilakukannya studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keberlanjutan penanaman modal cukup besar untuk kegiatan yang tidak menguntungkan.

Studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar. Banyak sebab yang mengakibatkan suatu proyek ternyata kemudian menjadi tidak menguntungkan (gagal) diantaranya yaitu : (1) kesalahan perencanaan, (2) kesalahan dalam menaksir pasar yang tersedia, (3) kesalahan dalam memperkirakan teknologi yang tepat guna, (4) kesalahan dalam memperkirakan kontinuitas bahan baku, kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan tenaga kerja dengan tersedianya tenaga kerja yang ada, serta (5) pelaksanaan proyek yang tidak terkendalikan sehingga biaya pembangunan proyek menjadi membengkak serta penyelesaian proyek menjadi tertunda.

Dalam teori, tujuan dari pengambilan keputusan untuk melakukan investasi adalah untuk memaksimumkan tingkat keuntungan dari pemilik modal itu sendiri. Namun, tujuan tersebut apabila dipandang dari aspek yang lebih luas mungkin menjadi tidak begitu penting lagi. Jika proyek akan dinilai dari perspektif yang lebih luas, maka tujuannya seharusnya dalah memaksimumkan

net present value dari semua social cost dan benefit.

3.1.2. Aspek Kelayakan Proyek

Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Menurut Gitinger (1986) aspek-aspek tersebut


(24)

92 terdiri dari aspek teknis, aspek institutional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi.

Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam studi kelayakan adalah aspek pasar, aspek teknis, apsek manajemen, aspek keuangan dan aspek ekonomi Negara. Di lain pihak, Kadariah (2001) menyebutkan bahwa proyek dapat dievaluasi dari aspek teknis, aspek manjerial administratif, aspek organisasi, aspek komersial, asek finansial, serta aspek ekonomi.

3.1.2.1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta strategi pemaaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen (Husnan dan Suwarsono 2000). Proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pemasaran, pengembangan strategi pemasaran, perencanaan program pemasaran, dan pengelolaan usaha pemasaran (Kotler 1997).

3.1.2.2. Aspek Teknis

Menurut Husnan dan Muhammad (2000) aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek selesai dibangun. Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan.

3.1.2.3. Aspek Manajemen

Menurut Husnan dan Muhammad (2000) aspek manajemen meliputi manajemen pembangunan dalam proyek dan manajemen dalam operasi. Manajemen pembangunan proyek merupakan proses untuk merencanakan penyiapan sarana fisik dan peralatan lunak lainnya agar proyek yang direncanakan tersebut bisa mulai beroperasi secara komersial tepat pada waktunya.


(25)

93 Pelaksana pembangunan proyek tersebut bisa pihak yang mempunyai ide proyek itu, bisa juga (umumnya) diserahkan pada beberapa pihak lain. Siapa pun yang akan melaksanakan proyek tersebut, perusahaan (yang umumnya mempunyai ide membuat proyek) perlu mengetahui kapan proyek itu akan mulai bisa beroperasi secara komersial. Aspek manajemen dalam operasi meliputi bagaimana merencanakan pengelolaan proyek dalam operasional.

3.1.2.4. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

Pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan arah apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut sebab tidak ada proyek yang akan bertahan lama bila tidak bersahabat dengan lingkungan (Gittinger 1986). Beberapa pernyataan yang menjadi permasalahan adalah mengenai pencipataan kesempatan kerja, kualitas hidup masyarakat, kontribusi proyek dan dampak lingkungan yang merugikan dari keberadaan proyek.

3.1.2.5. Aspek Finansial

1) Teori Biaya dan Manfaat

Analisis finansial diawali dengan analisis biaya dan manfaat dari suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara fianansial dapat berdiri sendiri (Kadariah 2001).

Dalam analisis proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat penting untuk mengukur besarnya nilai tambah yang diperoleh dengan adanya proyek. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat mengurangi manfaat yang diterima. Sedangkan manfaat merupakan hasil yang diharapkan akan berguna bagi individu atau masyarakat yang merupakan hasil dari suatu investasi. Biaya dan manfaat ini bisa merupakan biaya dan manfaat langsung ataupun biaya dan manfaat tidak langsung.


(26)

94 Biaya dan manfaat langsung adalah biaya dan manfaat yang bisa dirasakan dan dapat diukur sebagai akibat langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu proyek. Sedangkan biaya dan manfaat tidak langsung adalah biaya dan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu proyek. Biaya dan manfaat yang dimaksudkan ke dalam analisis proyek adalah biaya dan manfaat yang bersifat langsung.

Biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri dari biaya modal, biaya operasional, dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, contohnya tanah dan bangunan, pabrik dan mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi dan biaya-biaya lainnya seperti penelitian.

Biaya operasional disebut biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dan yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasional, contohnya biaya bahan mentah, tenaga kerja, biaya perlengkapan serta biaya penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan proyek diantaranya pajak, bunga pinjaman dan asuransi (Kuntjoro 2002).

2) Laba Rugi

Menurut Gittinger (1986), laporan laba rugi adalah suatu laporan keungan yang mencantumkan penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi yang menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut. Laba merupakan selisih antar penerimaan dengan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan pemotongan penjualan, barang yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi mencangkup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output, diantaranya yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.

Komponen lain dalam laba-rugi adalah biaya penjualan, biaya umum, dan biaya administrasi. Pengurangan komponen-komponen tersebut terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan. Penyusutan termasuk pengeluaran operasi bukan tunai yang merupakan proses alokasi biaya yang berasal dari harta ke tiap periode yang menyebabkan nilai harta tersebut menjadi


(27)

95 berkurang. Pengurangan penyusutan terhadap laba operasi sebelum penyusutan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak.

3) Kriteria Kelayakan Investasi

Laporan laba rugi mencerminkan perbandingan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Laporan laba rugi menunjukkan hasil operasi perusahaan selama periode operasi. Namun, Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa dalam menganalisa suatu proyek investasi lebih relevan terhadap kas bukan terhadap laba karena kas seseorang biasa berinvestasi dan dengan kas pula seseorang membayar kewajibannya sehingga untuk mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan perlu dilakukan analisa aliran kas (Cashflow).

Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Tambahan ini merupakan perbedaan antara kegiatan dengan proyek

(with project) dan tanpa proyek (without project), arus tersebut menggambarkan

keadaan dari tahun ke tahun selam jangka waktu hidup (life time periods).

Adapun yang termasuk ke dalam komponen cashflow ini terdiri dari inflow

dan outflow. Inflow biasanya terdiri dari nilai produksi total, penerimaan

pinjaman, grants (bantuan) dan salvage value (nilai sisa). Sedangkan outflow diantaranya adalah biaya barang modal, bahan-bahan, tenaga kerja, tanah, pajak, dan cicilan pinjaman modal.

Sebuah ukuran finansial yang bermanfaat dan sangat penting dalam analisa proyek adalah tingkat pengembalian finansial (Gittinger 1986). Kriteria investasi diklasifikasikan menurut dua kategori yaitu non discounting criteria dan

discounting crtitera. Perbedaan antara konsep ini adalah non discounting criteria

tidak menyertakan konsep time value of money (nilai waktu sekarang) sebagaimana yang diterapkan pada discounting criteria.

Nilai waktu uang adalah konsep dimana sejumlah uang tertentu pada masa yang akan datang akan memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingakan pada waktu sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian kriteria investasi akan jauh lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang yang diwujudkan dengan perhitungan present value yaitu adanya ketidakpastian


(28)

96 dari hasil, harga dan biaya yang diterapkan sepanjang waktu proyek berjalan, serta jika dipertimbangkan secara logis nilai uang yang sama jumlahnya diterima atau dikeluarkan sekarang akan lebih berharga dari pada nilai uang itu di masa yang akan datang.

Menurut Hasnan dan Muhammad (2000), pada umumnya ada lima metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut diantranya metode average rate return, pay back period, present value,

internal rate of return, serta profitability indeks. Selain itu, Gittinger (1986)

menyebutkan bahwa dan yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi net present value, gross benefit cost ratio dan internal

rate of return.

(a) Net persent value (NPV)

NPV atau manfaat sekarang netto adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi (Gittinger 1986). Proyek akan menguntungkan jika NPV bernilai positif. Jika nilai NPV bernilai negatif, maka akan timbul masalah dimana pada tingkat diskonto yang diasumsikan, manfaat sekarang arus manfaat menjadi lebih kecil daripada manfaat sekarang arus biaya. Hal ini mengakibatkan ketidakcukupan untuk menvakup kembali investasi. Lebih baik menanamkan uang di suatu bank pada tingkat diskonto tertentu (atau menginvestasikannya pada proyek lain yang lebih baik) dari pada menginvestasikan di dalam proyek tersebut.

Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu jika NPV lebih besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya jika nilai NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan. Dan jika NPV sama dengan nol berarti proyek sulit dilaksankan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

(b) Internal Rate Return (IRR)

IRR atau tingkat pengembalian internal adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan karena


(29)

97 proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang.

Suatu investasi dikatakan layak apabila niali IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

(c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C atau rasio manfaat dan biaya diperoleh dari bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger 1986). Suatu keuntungan dari Net B/C adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengaibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik. Net B/C Ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan.

Bila Net B/C kurang dari satu maka manfaat sekarang biaya-biaya pada tingkat diskonto tertentu akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan pada proyek tidak akan dapat kembali. Semakin tinggi tingkat suku bunganya, semakin rendah nilai Net B/C yang dihasilkan. Jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, maka Net B/C akan kurang dari satu.

(d) Payback Period (PP)

Payback period atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu

kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi


(30)

98 tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan (Gittinger 1986).

Selama proyek dapat mengembalikan modal investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Apabila sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan maka sebaliknya proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

Payback period berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang

diperlukan untuk menutupi kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan cashflow. Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin baik untuk diusahakan.

3) Analisis Sensitivitas Switching Value (nilai pengganti)

Analisis sensitivitas dengan metode perhitungan switching value (nilai pengganti) adalah suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 1986). Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitive berubah-ubah akibat empat masalah utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi.

Pada Analisis switching value, dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol (NPV=0). NPV sama dengan 0 akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan 1 (cateris paribus). Artinya, sampai tingkat berapa proyek yang akan dijalankan mentoleransi peningkatan harga atau penurunan input dan penurunan harga atau jumlah output (Gittinger, 1986).

Parameter harga jual produk, jumlah penjualan dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun, dalam keadaan nyata ketiga parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu, analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk melihat sampai seberapa persen penuruan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak.


(31)

99 Batas-batas maksimal perubahan parameter ini sangat mempengaruhi dalam hal layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar persentase yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak peka atau tidak sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi.

3.2 Inovasi Adopsi

(Agus Mulyana, 2009) Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over

time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi

adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of

invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.


(32)

100 3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi

(communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan

(5) peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.


(33)

101 5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

3.2.1. Kategori Adopter

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi 3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut

awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. 4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut

akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

3.3. Kerangka Pemikiran Operasional

Nenas merupakan salah satu buah tropika non musiman yang banyak diproduksi di Kabupaten Subang. Karakteristik buah nenas yang memiliki shelf


(34)

102 nenas untuk dijadikan penganan yang memilki daya simpan yang lebih lama serta memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Salah satu produk olahannya yaitu dodol nenas. Kelompok Wanita Tani (KWT) yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) pengolahan nenas yang didukung oleh dinas terkait memproduksi dodol dengan menggunakan bahan baku nenas yang tidak terserap oleh pasar. Namun, seiring dengan waktu prospek pasar dari produk ini menunjukkan respon yang sangat baik. Variasi dari olahan buah nenas pun semakin berkembang. Diantaranya yaitu wajit nenas, kerupuk nenas dan keripik nenas.

LPPM PKBT merupakan suatu organisasi yang bertujuan dalam meningkatkan kualitas dan nilai tambah pada produk pertanian untuk dapat lebih tahan lama, dan memiliki nilai jual yang tinggi yang dapat menghasilkan keuntungan yang lebih baik. Adanya penemuan pengolahan buah nenas yang memiliki shelf life yang pendek dijadikan penganan permen lembut (Soft Candy) yang memiliki rasa yang enak dan tidak merubah rasa serta khasiat buah aslinya menjadikan suatu peluang usaha yang dapat diadopsi oleh pelaku usaha kecil rumahan yang ada di sentra buah itu sendiri yaitu Jalancagak Subang yang telah menghasilkan berbagai produk olahan nenas.

Namun, selama berjalannya produksi soft candy yang dilakukan oleh LPPM PKBT belum dinilai kelayakan usahanya apakah cocok dan layak untuk dilakukan pada skala rumahan lainnya di Jalancagak sebagai suatu tempat yang potensial. Oleh karena itu dibutuhkan analisis investasi terhadap adopsi produksi

pineapple soft candy. Hal ini dimaksudkan untuk melihat dan menilai apakah

usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Untuk dapat menganalisis kelayakan investasi perlu dilakukan kajian mengenai aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kegiatan investasi produksi pineapple soft candy, yaitu dengan menganalisis aspek non finansial dan aspek finansial.

Analisis aspek non finansial menggunakan kriteria kelayakan yang digunakan adalah aspek teknis yang ditujuan dengan adanya ketersediaan bahan baku yang cukup, adanya tempat produksi dan layout produksi yang memadai, serta teknologi dalam memproduksi soft candy yang dapat bersaing di pasar. Asapek manajemen ditujukan dengan pengelolaan dan pengendalian manajemen


(35)

103 yang baik dan benar sesuai dengan kebutuhan usaha, serta bagaimana izin penjualan produk. Aspek sosial dan ekonomi ditujukan dengan bagaimana respon masyarakat sekitar dengan adanya kegiatan usaha dan apakah masyarakat ikut serta dalam kegiatan usaha dan mendapatkan nilai positif dari adanya usaha tersebut. Dari aspek lingkungan ditujukan apakah dengan adanya usaha tersebut lingkungan dapat menjadi lebih baik atau bahakan tercemar karena adanya usaha tersebut.

Penilaian mengenai aspek finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi diantaranya yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period dengan kriteria penilaian yang digunakan adalah jika NPV>0 maka investasi dinyatakan layak untuk dijalankan. Jika NPV<0, maka investasi tidak layak untuk dilakukan. Nilai IRR merupakan nilai persentase untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingakt diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang. Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

Nilai Net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Investasi dikatakan layak untuk dilakukan apabila nilai Net B/C ratio menunjukkan angka lebih besar dari satu, sebaliknya jika nilai Net B/C ratio nya kurang dari satu maka investasi tidak layak untuk dijalankan karena penambahan biaya lebih besar daripada tambahan manfaat yang diterima dalam suatu usaha tersebut. Untuk mengetahui periode pengembalian modal dapat menggunakan payback period. Sedangkan analsis sensitivitas digunkan untuk menilai kepekaan suatu perubahan kondisi tertentu yang masih dapat ditoleransi oleh usaha yang dijalankan atau terhadap kelayakan investasinya.

Hasil analisis dari kelayakan investasi aspek non finansial dan aspek finansial akan menunjukkan bahwa usaha tersebut layak atau tidak untuk


(36)

104 dijalankan. Dari hasil analisis kelayakan investasi yang diperoleh selanjutnya akan disampaikan dan direkomendasikan. Hasil analisis kelayakan investasi produksi

pineapple soft candy juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

LPPM PKBT untuk memperluas usaha soft candy yang telah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai jual dari buah nenas dengan menunjuk pelaku industri rumahan yang potensial. Sebaliknya, apabila dari hasil evaluasi kelayakan yang dilakukan menunjukkan bahwa produksi pineapple soft

candy tidak layak untuk dilaksanakan, maka sebaiknya mencari alternatif lain

untuk mengatasi permasalahan yang ada. Jalancagak-Subang

sebagai sentra produksi buah nenas dan olahannya memiliki pasar dan pelaku yang berpotensial dalam

olahan buah nenas

Prototipe teknologi pembuatan pineapple soft

candy oleh LPPM PKBT

IPB

Adopsi prototipe produksi Pineapple Soft Candy

Aspek Non Finansial : 1. Aspek Teknis 2. Aspek Manajemen 3. Aspek Sosial,

Ekonomi dan Lingkungan

Aspek Finansial : 1. NPV

2. IRR 3. Net B/C

4. Payback Period

5. Sensitivitas Kelayakan Investasi

Layak Tidak Layak

Rekomendasi adopsi prototipe

Pineapple Soft Candy


(37)

105 Gambar 1. Kerangka Berpikir Operasional Kelayakan Investasi Usaha Home


(38)

106

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi utama dari prototipe usaha produksi pineapple soft candy, dan calon pelaksana usaha potensial nenas yang telah menjalankan usaha pengolahan nenas yang ada di Jalancagak Subang. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa LPPM PKBT sebagai lembaga resmi dan induk dari berdirinya usaha soft candy. Sedangkan calon pelaksana potensial nenas di Jalancagak Subang meruakan sasaran subjek yang akan melaksanakan investasi dari usaha produksi pineapple

soft candy ini. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni

2011.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengamatan langsung di LPPM PKBT dan usaha pengolahan buah nenas di Jalancagak Subang dengan melakukan penyebaran kuesioner dan wawancara untuk mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Wawancara dilakukan dengan pihak terkait guna memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan, dimana akan diberikan beberapa kuesioner yang harus diisi dengan dipandu oleh peneliti agar hal yang dimaksud dapat lebih mudah untuk dipahami oleh respondennya.

Penentuan responden dilakukan dengan prosedur pencarian responden dengan teknik convenience yaitu teknik pengambilan contoh dengan non

probability sampling. Teknik pengambilan contoh convenience (kenyamanan)

merupakan teknik pengambilan, dimana responden bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden yang akan diuji/dinilai adalah sebanyak 18 pengusaha dodol nenas yang ada di Jalancagak Subang. Jumlah responden ditentukan berdasarkan pertimbangan dari jumlah pengusaha olahan buah nenas yang tergabung dalam dua kelompok usaha bersama (KUB) yaitu KUB Mekar Sari dan KUB Mekar


(39)

107 Jaya serta tiga usaha pengolahan buah nenas mandiri. Diamana KUB Mekar Sari berjumlah 20 anggota 11 diantaranya adalah pengusaha dodol nenas, sedangkan KUB Mekar Jaya beranggota 10 orang, 4 diantaranya pengusaha dodol nenas. Penentuan sampel dilakukan atas rekomendasi dari ketua kelompok yang menilai bahwa anggota tersebut berpotensi untuk diwawancara serta responden adalah anggota kelompok yang memproduksi olahan nenas menjadi dodol. Selain itu, jumlah sampel yang digunakan bertujuan untuk mengetahui keadaan usaha secara umum dan penentuan jumlah tersebut dilakukan karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan tenaga penulis.

4.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dan observasi dengan pihak yang dianggap paling kompeten di LPPM PKBT serta calon pelaku potensial yang telah menjalankan usaha pengolahan buah nenas yang ada di Jalancagak Subang.

Data-data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti BPS, Dinas Pertanian, kantor Kecamatan, perpustakaan, serta penelusuran melalui internet, buku literatur, laporan-laporan, jurnal, skripsi dan literatur lain yang berkaitan dan mendukung judul penelitian. Data sekunder diantaranya yaitu data produksi buah nenas di Subang, data konsumsi buah nenas, data produksi buah nenas di lima kecamatan di Subang, serta data-data lain yang terkait dengan penelitian.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang dilakukan dalam pnelitian ini adalah analisis kualitiatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi serta aspek lingkungan. Analisis ini akan disajikan dalam bentuk deskriptif atau uraian dari hasil serta dalam bentuk gambar, tabel, maupun grafik yang dapat mudah dibaca dan dipahami.

Sedangkan analisis kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis kelayakan finansial dari adopsi produksi pineapple soft candy. Perhitungan yang dilakukan


(40)

108 menggunakan kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP) serta

analisis sensitivitas. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer yaitu Microsoft Excel. Hasil pengolahan data tersebut disajikan dalam bentuk tabulasi dengan cara memasukkan data primer ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami.

4.4.1 Aspek Pasar dan Pemasaran

Pengkajian mengenai aspek pasar dilakukan dengan menganalisis permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, pesaing dan perkiraan penjualan. Melalui analisis aspek pasar ini dapat dilihat kondisi pasar yang terjadi dan dapat diperkirakan penjualan yang mungkin akan terjadi yang nantinya.

Analisis pasar dan pemasaran pada calon pelaksana potensial yaitu para pengusaha dodol nenas di Subang dinilai mengenai pasar dari produk mereka yatu dodol nenas. Bagaimana kondisi pasar olahan dodol yang mereka jalani, bagaimana strategi pemasaran dodol nenas dan bagaimana pesaing serta segmentasi, target dan potitioning dari produk mereka. Analisis tersebut dapat membantu dalam menilai dari kelayakan pasar yang dimiliki oleh calon adopter usaha pineapple soft candy.

4.4.2. Aspek Teknis

Analisis teknis disajikan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi pengusahaan home industry pineapple soft candy. Penilaian ini dilakukan pada LPPM PKBT serta pada calon pelaksana potensial pengolahan buah nenas yang ada di Jalancagak. Hal yang akan dianalisis yaitu besarnya skala atau jumlah produksi yang dihasilkan, proses kegiatan produksi yang dilakukan serta peralatan produksi yang dugunakan dalam kegiatan pengusahaan home

industry pineapple soft candy. Dalam aspek teknis ini dinilai lokasi usaha, tata

letak atau layout tempat produksi, kegiatan produksi, serta teknologi yang akan digunakan. Penilaian kelayakan aspek teknis dapat dikatakan layak apabila hal-hal tersebut dapat memberikan kemudahan dalam distribusi dan pemeliharaan. Pada


(41)

109 calon pelaksana potensial yang ada di Jalancagak akan dinilai mengenai aspek teknis dari usaha yang akan dijalankan seperti kemampuan mereka dalam menyediakan bahan baku yang cukup, adanya ketersediaan listrik dan air serta kemampuan untuk menerima dan menjalankan teknologi yang telah dijalankan oleh LPPM PKBT. Selain itu, penilaian pun akan dipertimbangkan dengan usaha yang telah mereka jalankan, sehingga pelaksanaan adopsi usaha pineapple soft

candy ini dapat lebih mudah untuk direalisasikan.

Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis ini akan menguji hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam satu usaha yang diusulkan, seperti keadaan tanah di daerah usaha dan potensinya bagi pengembangan usaha, ketersediaan air baik secara alamiah maupun pengadaan (kemungkinan untuk mengembangkan irigasi), serta varietas benih yang cocok. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan inilah analisis secara teknis akan dapat menentukan hasil-hasil yang potensial.

4.4.3. Aspek Manajemen

Aspek manajemen dikaji secara deskriptif untuk melihat sumberdaya manusia dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan dan status badan hukum dari

home industry pineapple soft candy, serta untuk melihat sumberdaya lain seperti

struktur organisasi serta sistem informasi yang digunakan oleh perusahaan. Kegiatan usaha dikatakan layak apabila perusahaan menggunakan sistem manajemen dan mempunyai status secara hukum sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga dapat membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Pada calon pelaksana potensial di Jalancagak akan dinilai mengenai ketersediaan tenaga kerja potensial yang dapat melakukan deskripsi dan spesifikasi kerja yang harus dilakukan dalam usaha home industry pineapple soft

candy. Selain itu dinilai mengenai ketersediaan mereka untuk dapat melaksanakan

manajemen kerja dan SOP yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh PKBT serta adanya kemampuan dalam melaksanakan usaha yang sesuai dengan hukum usaha yang berlaku seperti melakukan izin usaha dan izin produk.


(1)

171 11. Berapa bahan baku yang digunakan dalam setiap satu kali proses produksi

dan berapa jumlah output yang dihasilkan?

Jawab :...

12. Bagaimana layout produksi saat ini? Apakah memungkinkan untuk dibuat layout produksi yang sesuai dengan urutan produksi yang dikehendaki?

Jawab :...

II.Aspek Manajemen

1. Apakah Anda memahami megenai suatu manajemen organisasi? Bagaimana dengan manajemen organisasi dari usaha yang telah dijalankan saat ini?

Jawab :...

2. Apakah kemampuan Anda dalam mengorganisasi suatu tim dinilai sudah efektif?

Jawab :...

3. Apakah saat ini tenega kerja telah melakukan SOP yang baik sesuai dengan harapan Anda?

Jawab :...

4. Apakah calon tenaga kerja dapat diarahkan untuk dapat bekerja sesuai dengan SOP?

Jawab :...

5. Apakah usaha yang saat ini telah berjalan sudha mendapatkan izin dari pemerintah setempat dan badan yang berwenang?

Jawab :...

6. Bagaimana akses usaha dengan pemerintah setempat untuk dapat melakukan izin usaha?


(2)

172 7. Apakah produk yang sudah dihasilkan telah terdaftar di Badan POM? Jika sudah bagaimana Anda mengurus perizinannya dan jika belum apa alasannya? Jawab :...

III. Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan

1. Apakah usaha yang dijalankan daat membantu perekonomian masyarakat sekitar lokasi usaha?

Jawab :...

2. Bagaimana siap dari masyarakat (adat istiadat/kebiasaan) setempat apakah menerima usaha yang Anda jalankan? Dan apabila didirikan usaha baru, bagaimana kiranya respon dari masyarakat?

Jawab :...

3. Bagaimana penanganan limbah dari usaha yang Anda jalankan?

Jawab :...

IV. Aspek Finansial

1. Bagaimana Anda dapat membiayai usaha yang dijalankan?

Jawab :...

2. Apakah Anda melakukan pinjaman kredit pada suatu bank?

Jawab :...

3. Jika pernah, bagaimana Anda dapat melakukan pelunasannya?

Jawab :...

4. Bagaimana dengan biaya operasional dari usaha ini?


(3)

173 Lampiran 17. Gambar Peralatan Produksi Pineapple Soft Candy

Gambar 6. Timbangan Gambar 7. Tungku Pengaduk Otomatis

Gambar 8. Oven Gambar 9. Cooler


(4)

174 Lampiran 18. Gambar Produksi Usaha Rumahan Dodol Nenas

5. Berapa harga jual produk? Dan bagaimana Anda menentukan mark-up untuk mendapatkan laba yang Anda inginkan?

Jawab :...

6. Berapa penerimaan yang Anda dapatkan per bulannya dari usaha ini?

Jawab :...

7. Apakah Anda bekerjasama dengan pihak lain dalam proses distribusi penjualan produk atau langsung menjualnya sendiri? Dan apa alasannya?

Jawab :...

8. Apakah Anda pernah mengalami kerugian, jika pernah apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya?

Jawab :...

Gambar 12. Dapur Produksi dodol Gambar 13. Produksi dodol

Gambar 14. Mesin Parut Gambar 15. Mesin Parut Kelapa


(5)

RINGKASAN

ENENG NURLAILI FATIMAH. Kelayakan adopsi prototipe usaha home industry pineapple soft candy (kasus pada calon pelaksana potensial di Jalancagak-Subang, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS).

Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan produksi pertanian. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani di Indonesia. Buah-buahan menyumbangkan lebih dari 50 persen dari persentasi PDB hortikultura per tahunnya dibandingkan sayuran, tanaman hias dan biofarmaka, akhir tahun 2009 komoditi buah-buahan menyumbangkan 50.595 Milyar Rupiah bagi PDB sektor hortikultura. Salah satu buah tropika non musiman yang banyak dikonsumsi dan diminati oleh masyarakat adalah buah nenas. LPPM PKBT IPB menghasilkan suatu terobosan baru untuk memperpanjang shelf life buah nenas yang mudah rusak dan busuk menjadi olahan pineapple soft candy yang enak dan bergizi. Subang merupakan daerah penghasil buah nenas terbersar di Jawa Barat dapat dijadikan sebagai lokasi dari replikasi produksi ini. Untuk itu perlu dinilai sejauh mana prototipe yang dimiliki PKBT layak dan dapat diadopsi oleh para pelaku usaha pengolahan dodol nenas yang ada di Jalancagak Subang untuk dapat meningkatkan nilai tambah buah nenas dan pendapatan mereka.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengkaji kelayakan non finansial produksi pineapple soft candy. (2) Menganalisis kelayakan aspek finansial dari produksi pineapple soft candy. (3) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan produksi pineapple soft candy.

Analisis dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengkaji aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, aspek ekonomi serta aspek lingkungan. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkaji kelayakan finansial usaha berdasarkan kriteria kelayakan investasi Net Presnt value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) serta analisis sensitivitas.

Hasil dari analisis aspek teknis, adopsi prototipe usaha home industry pineapple soft candy pada calon pelaksana potensial di Jalancagak Subang telah mempertimbangkan hal-hal yang dianggap penting dalam kegiatan usaha tersebut. Hal tersebut adalah lokasi usaha, besarnya skala usaha, kriteria pemilihan alat dan mesin, layout produksi, proses produksi dan jenis teknologi yang digunakan. Sehingga secara teknis kegiatan adopsi prototipe home indistry pineapple soft candy dapat dan layak untuk dilaksanakan. Dimana penilaian terhadap responden bersarkan pengalaman usaha, jumlah produksi, ketersediaan tempat produksi, kapasitas listrik, jumlah tenaga kerja, dan higienitas terdapat 67 persen responden yang layak untuk mengadopsi prototipe ini. Bedasarkan analisis aspek manajemen, pelaku usaha dodol nenas di Jalancagak tergabung dalam usaha kelompok dan mereka telah menjalankan usahanya dengan manajemen sederhana yang cukup baik. Selain itu, mereka melakukan perizinan produksi untuk produknya sehingga kegiatan adopsi prototipe ini dapat dilakukan oleh para pelaku pengolahan nenas di Jalancagak. Bersarkan analisis aspek sosial dan


(6)

ekonomi adopsi prototipe usaha home industry pineapple soft candy ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar yaitu berupa penyerapan tenaga kerja, serta kegiatan ini dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha dodol nenas di Jalancagak Subang. Dalam rencana ke depannya, prospek usaha ini sangat baik dan dapat menambah pendapatan negara jika mampu memasuki pasar luar negeri. Aspek lingkungan adopsi prototipe usaha home industry pineapple soft candy tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Hal ini karena limbah dari buah nenas dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk kompos, pakan ternak dan bahan pembuat serat kain.

Hasil analisis finansial dari kegiatan usaha home industry pineapple soft candy diperolah NPV sebesar Rp 89.179.542,47, Net B/C sebesar 2,71, IRR sebesar 28 persen dan Payback Period 10 bulan 24 hari. Sedangkan hasil analisis kelayakan produksi dodol nenas dan pineapple soft candy dengan perbandingan 50 % : 50% diperoleh nilai NPV Rp 74.333.907,11 dengan nilai Net B/C 2,36, Payback Period 1,08 tahun dan IRR 24 persen. Jika dibandingkan dengan produksi dodol nenas saja, maka produksi dengan pineapple soft candy dapat memberikan nilai manfaat bersih sekarang yang jauh lebih besar yaitu sebesar Rp 3.868.195. Sehingga adopsi usaha ini sangat baik untuk diterapkan pada tingkat usaha pengolahan dodol nenas yang ada di Jalancagak Subang.

Tingkat sensivitas perubahan penurunan harga dari usaha produksi pineapple soft candy ini adalah sebesar 6,49 persen. Sedangkan kenaikan harga bahan baku gula dan nenas adalah 70,78 persen. Penurunan ataupun kenaikan tersebut masih dapat ditoleransi sehingga usaha ini masih dapat dilakukan karena jumlah biaya yang dikeluarkan sama dengan jumlah manfaat tambahan bersih yang diterima. Maka variabel yang paling berpengaruh atau sensitif dalam usaha ini adalah tingkat harga jual.