Penggunaan DNA Barcode Sebagai Alternatif Identifikasi Spesies Udang Mantis

PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF
IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS

RAISA AULIANE SYAFRINA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
RAISA AULIANE SYAFRINA. Penggunaan DNA Barcode sebagai Alternatif Identifikasi
Spesies Udang Mantis. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan YUSLI WARDIATNO.
Udang mantis atau yang dikenal dengan udang ronggeng merupakan salah satu anggota
Subfilum Crustacea Ordo Stomatopoda, Beberapa spesies udang mantis dikenal sebagai komoditi
ekspor dan makanan eksotis. Beberapa udang mantis yang bernilai ekonomi tinggi adalah anggota
famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Udang-udang mantis tersebut biasa ditangkap dari Laut
Jawa dan Laut Cina Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teknik DNA
barcoding sebagai laternatif mengidentifikasi udang mantis sampai ke tingkat spesies. Sebanyak
34 sampel udang mantis berasal dari Jambi, Cirebon, dan Aceh yang digunakan adalah spesimen

koleksi yang diawetkan dalam alkohol. Identifikasi spesies dilakukan berdasarkan morfologi.
Ekstraksi DNA dilakukan dari otot tungkai dan ruas gen CO1 diamplifikasi sebagai ruas DNA
yang dijadikan barcode. Amplifikasi gen CO1 berhasil dilakukan untuk semua sampel yang
kesemuanya menghasilkan amplikon yang multiband. Perunutan nukelotida hanya berhasil
dilakukan untuk tujuh sampel, yaitu Harpiosquilla harpax (Sampel No. 34 dan No. 37 asal Jambi),
Harpiosquilla stephensoni (sampel No. 1 dan No. 2 asal Cirebon), dan Carinosquilla multicarinata
(sampel No. 9 dan No. 11 asal Cirebon, dan No. 22 asal Aceh). Berdasarkan ruas gen CO1, C.
multicarinata asal Aceh memiliki kekerabatan yang berbeda dengan C. multicarinata asal Cirebon.

ABSTRACT
RAISA AULIANE SYAFRINA. DNA Barcode as an Alternative of Mantis Shrimp Species
Identification. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and YUSLI WARDIATNO.
Mantis shrimp or shrimp ronggeng known as a member of the Order Stomatopoda Subfilum
crustaceans, some species of mantis shrimp is known as an export commodity and exotic foods.
Some mantis shrimp that have high economic value are Squillidae and Harpiosquillidae family
members. Mantis shrimp are usually caught from the Java Sea and South China Sea. This study
aims to apply the technique of DNA barcoding as a mantis shrimp laternatif identified to species
level. A total of 34 samples of the mantis shrimp come from Edinburgh, Cirebon, and Aceh, which
is used is a collection of specimens preserved in alcohol. Species identification based on
morphology. DNA extraction was conducted from leg muscle and joint CO1 gene was amplified

as a DNA segment which is used as a barcode. CO1 gene amplification was successful for all
samples which produce a multiband amplicons. Tracking nucleotides only successfully performed
for seven samples, Harpiosquilla harpax (Sample No.. 34 and no. 37 from Jambi), Harpiosquilla
stephensoni (sample No. 1 and No. 2. Cirebon origin), and Carinosquilla multicarinata (No. 9 and
No. 11 from Cirebon, and No. 22 from Aceh). Based on CO1 gene segment, C. multicarinata from
Aceh has a distinct kinship with C. multicarinata Cirebon origin.

PENGGUNAAN DNA BARCODE SEBAGAI ALTERNATIF
IDENTIFIKASI SPESIES UDANG MANTIS

RAISA AULIANE SYAFRINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

Judul Skripsi : Penggunaan
DNA Barcode Sebagai Alternatif Identifikasi
Spesies Udang Mantis
Nama
: Raisa Auliane Syafrina
NIM
: G34070108

Disetujui

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si.
Pembimbing I

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc
Pembimbing II

Diketahui


Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M. Si
Ketua Departemen Biologi

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Agustus 2011
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor yang berjudul Penggunaan
DNA Barcode sebagai Alternatif Identifikasi Spesies Udang Mantis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si dan Bapak Dr. Ir.
Yusli Wardiatno, M.Sc selaku pembimbing, yang telah memberikan ilmu, pengarahan dan
bimbingannya kepada penulis, serta kepada Ibu Dr. Anja Meryandini, M. Si selaku dosen penguji
yang turut memberikan kritik dan saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga
tercinta, terutama almarhum papa (Drs. Syafrizal Abbas), mama (Irina Selviati), kakak (Sarah
Auliani Syafrina), dan adik (Abraham Lintau) atas segala doa yang tiada henti, kasih sayang, dan
dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua keluarga besar zoologi (Ibu

Taruni, Ibu Rika, Pak Tri Atmo, Mba Tini, Mba Ani, Pak Adi, Mba Kanthi, Mba Tetri, Kak Sarah
Nila, Kak Jazi, Kak Uche, Kak Iqbal, Mas Wildan, Mba Dea, Pak Rizal, I Made K, Iqbal, Rindi,
Bisri, Cahyo, Chyntia, Nishe, Renny, dan Noe) yang telah berbagi ilmu serta segala dukungannya,
kepada sahabat seperjuangan (Yakub Hidayatullah, Eva Brialin Agenginardi, Soraya Puspa Jelita,
Aminah, Rina Nurlia, Agessty Ika, Karina Swedianti, Nurul Ichsan, dan Gilar Cahya) atas segala
bantuan, nasehat, dan semangat yang selalu diberikan selama penelitian, dan kepada teman Griya
(Fatmi Harun dan Singgih Widosari). Selain itu terima kasih kepada teman-teman Biologi
angkatan 44 yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan kita semua.
Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar tulisan ini menjadi lebih baik.

Bogor, September 2011

Raisa Auliane Syafrina

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Juli 1989 dari Bapak Ir. H. Syafrizal Abbas (Alm)
dan Ibu Hj. Irina Selviati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 48 Jakarta dan melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Biologi melalui

jalur penerimaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama studi di IPB, penulis aktif sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
Himpunan Mahasiswa Biologi, Manajer Kemitraan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB, dan
berorganisasi di beberapa kepanitiaan seperti IPB Art Contest, Pesta Sains, Program Penghijauan
Mahasiswa Biologi, Biologi Interaktif, Revolusi Sains, Lomba Cepat Tepat Biologi, Masa
Perkenalan Fakultas, dan Masa Perkenalan Departemen. Penulis pernah menjadi asisten praktikum
mata kuliah Struktur Hewan, Perkembangan Hewan, Biologi Dasar, Avertebrata, Vertebrata dan
Genetika Molekuler. Penulis telah melakukan praktik lapangan pada tahun 2010 di Balai
Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI), Kementrian Pertanian, Jakarta.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................................................viii
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
Latar Belakang........................................................................................................................ 1
Tujuan ..................................................................................................................................... 1
Waktu dan Tempat ................................................................................................................. 1
BAHAN DAN METODE ................................................................................................................... 1
Bahan ...................................................................................................................................... 1

Identifikasi Sampel ................................................................................................................. 2
Ekstraksi dan Isolasi DNA...................................................................................................... 2
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA ........................................................................... 2
Perunutan Amplikon dan Analisis DNA ................................................................................ 2
HASIL ................................................................................................................................................ 2
Identifikasi Morfologi............................................................................................................. 2
Amplifikasi dan Visualisasi DNA .......................................................................................... 3
Analisis DNA dan Filogeni .................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 5
SIMPULAN ........................................................................................................................................ 6
SARAN ............................................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 6
LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 8

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Hasil identifikasi spesimen udang mantis .................................................................... 3
Tabel 2 Data spesies hasil identifikasi dan barcode ......................................................................... 4
Tabel 3 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antar spesies udang mantis ................................... 4
Tabel 4 Jarak genetik gen CO1 antar spesies udang mantis berdasarkan model subtitusi K2P ........ 4


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produk PCR berupa pita tunggal yang diuji dengan menggunakan polyacrilamide gel
electrophoresis (PAGE) 6% .......................................................................................... 3
Gambar 2 Hasil rekonstruksi pohon filogeografi pengelompokan sampel berdasarkan ruas CO1
mtDNA menggunakan metode NJ dengan bootstrap 1000x......................................... 5

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid .................................................... 9
Lampiran 2 Visualisasi fragmen DNA (penyajian produk PCR) .................................................... 10
Lampiran 3 Hasil pensejajaran tujuh runutan DNA mantis dengan referensi genbank sepanjang
430 nt ........................................................................................................................... 11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Barcode DNA adalah urutan pendek DNA
yang digunakan untuk mengidentifikasi
spesies secara cepat dan akurat (Meier et al.
2006). Ruas DNA yang bisa digunakan untuk
sistem tersebut harus terstandardisasi.
Barcode DNA juga menjadi salah satu

alternatif pelengkap atau komplemen yang
dapat memperkuat identifikasi morfologi
secara cepat dan akurat (Lahaye et al. 2008).
Barcode DNA menjanjikan beberapa manfaat,
antara lain mengenali spesies, memastikan
keamanan pangan, mengidentifikasi fase larva
yang berbeda dengan fase dewasa, mengontrol
hama pertanian, dan melacak asal usul vektor
penyakit dan serangan hama pada suatu area.
Pada
hewan,
penggunaan
genom
mitokondria (mtDNA) dalam analisis
biogeografi dan sistematik sering tidak sejalan
dengan morfologi. Salah satu penyebabnya
adalah karakter morfologi yang seringkali
memperlihatkan fenomena species cryptic
(hampir mirip). Genom mitokondria hewan
merupakan

genom
sitoplasmik
yang
diwariskan secara uniparental dan tidak
mengalami rekombinasi sehingga species
sibling bisa dipastikan mempunyai mtDNA
dengan nilai kesamaan yang tinggi. Salah satu
ruas mtDNA yang banyak digunakan sebagai
barcode adalah cytochrome oxidase 1 (CO1)
genom mitokondria yang dipopulerkan oleh
Hebert et al. (2003). Gen CO1 pada Crustacea
berukuran sekitar 1500 pb. Dibandingkan
dengan ruas-ruas gen yang lain dalam
mtDNA, gen CO1 memberikan hasil yang
lebih efektif dan mudah untuk diakses.
Teknologi barcoding menggunakan penanda
gen CO1 dari mtDNA dapat digunakan untuk
mengidentifikasi hampir semua spesies hewan
(Ward et al. 2005), baik interspesifik maupun
intraspesifik (Hebert et al. 2003).

Udang mantis atau yang dikenal dengan
udang ronggeng merupakan anggota subfilum
Crustacea, Ordo Stomatopoda, yang terdiri
atas empat famili, yaitu Odontodactylidae,
Lysiosquillidae,
Harpio-squillidae
dan
Squilidae. Beberapa spesies udang mantis,
terutama yang bisa mencapai ukuran >30 cm,
biasa dijadikan sebagai komoditi ekspor dan
makanan eksotis dengan harga yang relatif
mahal (Ahyong et al. 2008). Kelompok udang
ini dicirikan dengan tubuh yang bersegmen,
di belakang kepala terdapat karapas pendek,
kaki beruas-ruas, ukuran tubuh yang besar
dan mata seringkali berbentuk T (Carpenter &
Niem 1998).

Beberapa udang mantis yang bernilai
ekonomi
tinggi
adalah
dari
famili
Harpiosquillidae dan Squilidae. Kedua famili
tersebut biasa ditangkap dari Laut Jawa dan
Laut Cina Selatan. Persebaran udang mantis
di kedua wilayah tersebut dipengaruhi migrasi
larva udang mantis mengikuti pergerakan arus
air laut yang sejajar garis pantai (Barber et al.
2002). Selain itu, dari 450 spesies yang telah
dideskripsikan, 118 (26%) diantaranya bisa
ditemukan di perairan Indonesia (Ahyong et
al. 2008, Moosa 2000). Jumlah spesies udang
mantis yang sangat tinggi di Indonesia (jika
dibandingkan dengan laut Brazilia dengan 35
spesies dan laut Mediterania 10 spesies) tidak
sejalan dengan keterkenalannya sebagai
bagian dari kekayaan biodiversitas Indonesia.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan teknik DNA barcode untuk
mengidentifikasi keanekaragaman spesies
udang mantis yang terdapat di perairan
Indonesia. Menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati, barcode menjadi salah satu
teknik yang berkontribusi cukup signifikan
terhadap pelaksanaan konservasi keragaman
spesies. Konvensi Keanekaragaman Hayati
(Convention on Biological Diversity atau
CBD) adalah perjanjian internasional yang
bertujuan mengembangkan strategi nasional
untuk
konservasi
dan
pemanfaatan
berkelanjutan
keanekaragaman
hayati.
Dengan begitu, aplikasi DNA barcoding dapat
menjawab klaim kepemilikan dan asal
lokalitas komoditas perdagangan suatu
wilayah (CBOL 2008).
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menggunakan teknik DNA barcoding sebagai
alternatif identifikasi keanekaragaman spesies
udang mantis yang terdapat di perairan
Indonesia.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari-Agustus 2011. Analisis DNA
dilakukan di bagian Fungsi Hayati dan
Perilaku Hewan, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE
Bahan
Beberapa spesimen udang mantis yang
digunakan merupakan koleksi Dr. Yusli
Wardiatno (Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB) yang diawetkan dalam
etanol, yang berjumlah 30 ekor.
Identifikasi Sampel
Identifikasi
spesies
udang
dilakukan
menggunakan
buku
identifikasi Manning (1980).

mantis
kunci

Ekstraksi dan Isolasi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dari otot tungkai
menggunakan DNA Extraction Kit for Fresh
Blood (Geneaid) yang dimodifikasi untuk
sampel yang diawetkan dalam etanol. Sekitar
50 mg otot tungkai dicuci dari etanol dengan
cara merendamnya dalam air destilata selama
20 menit yang dilakukan dua kali Perendaman
dalam air ini akan mengeluarkan etanol dari
dalam
jaringan
dan
sekaligus
mengencerkannya sehingga
etanol tidak
mengganggu
proses-proses
berikutnya.
Kemudian jaringan otot dihomogenasi dalam
bufer STE (NaCl 1M, Tris-HCL 10mM,
EDTA 0.1mM, pH 8) dan
dilisis
menggunakan proteinase K 0,125 mg/ml dan
sodium dodesil sulfat 1%. Ekstraksi DNA
selanjutnya dilakukan mengikuti petunjuk
produsen dari kit ekstraksi DNA (Lampiran
1).
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Amplifikasi ruas gen CO1 mtDNA
dilakukan dengan teknik polymerase chain
reaction (PCR) menggunakan forward primer
AF286 (5’-TCTACAAAYCATAAAGAYATYGG)
dan/atau AF215 (5’-TTCAACAAATCATAAA
GATATTGG) dan reverse primer AF287 (5’-G
TGGCRGANGTRAARTARGCTCG). Produk PCR atau amplikon dari kedua pasangan
primer tersebut berukuran sekitar 800 pb.
Reaksi PCR dilakukan dalam volume 50 μL
menggunakan mesin thermocycler ESCO
MX-BLC-7. Reaksi PCR dilakukan dengan
kondisi predenaturasi pada suhu 94oC selama
5 menit, kemudian dilanjutkan 30 siklus yang
terdiri atas denaturasi suhu 94oC selama 1
menit, penempelan primer suhu 55oC selama
1,5 menit, pemanjangan 72oC selama 2 menit,
dan diakhiri pemanjangan akhir suhu 72oC
selama 5 menit.
Pengujian
amplikon
dilakukan
menggunakan metode polyacrilamide gel
electrophoresis (PAGE) 6% yang dijalankan

pada tegangan 200 V selama 50 menit atau
sampai pelacak warna bromtimol blue
mencapai batas bawah gel. Setelah pemisahan
elektroforesis, amplikon divisualisasi dengan
pewarnaan sensitif perak (Lampiran 2) (Byun
et al. 2009).
Perunutan Amplikon dan Analisis DNA
Amplikon berupa pita tunggal yang
berukuran sesuai desain primer atau ada pitapita tambahan yang tidak dominan kemudian
dimurnikan untuk dijadikan cetakan dalam
PCR for sequencing. Proses PCR untuk
sequencing menggunakan primer yang sama
seperti amplifikasi sebelumnya dengan
metode
big
dye
terminator
cycle
sequencing.Runutan
nukleotida
yang
diperoleh kemudian diedit secara manual
berdasarkan kromatogram. Jika kromatogram
menunjukkan runutan nukleotida yang
meragukan maka dilakukan pembandingan
dengan kromatogram yang diperoleh dari PCR
for sequencing berikutnya. Kepastian suatu
runutan nukleotida yang dipilih adalah yang
memberikan puncak kurva yang lebih tinggi
dan berjarak normal dari puncak-puncak
kurva di sebelahnya. Selain itu, pengdeitan
juga dilakukan atas bantuan translated protein
sequence. Analisis homologi dari runutan
nukleotida yang telah diedit terhadap runutan
nukleotide sejenis yang tersimpan dalam
database GenBank dilakukan dengan program
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
(http://www.ncbi. nlm.nih.gov/ ).
Runutan nukleotida dan ruas DNA
homolognya kemudian saling disejajarkan
ulang (multiple alignment) menggunakan
program Clustal W 1.8 yang tertanam dalam
program MEGA versi 4.00 (Tamura et al.
2007).
Pairwise distance calculation dilakukan
untuk menentukan jumlah perbedaan runutan
nukleotida antar sampel dengan opsi model
number of differences dalam program MEGA
versi 4.00 (Tamura et al. 2007). Selain itu,
analisis keragaman nukleotida dan filogenetik
dilakukan menggunakan model subtitusi
Kimura-2-parameter, Sedangkan analisis
kekerabatan menggunakan metode neighbour
joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.

HASIL
Identifikasi Morfologi
Hasil
identifikasi berdasarkan buku
identifikasi Manning (1980) menunjukkan
bahwa spesimen udang mantis koleksi terdiri
atas 2 famili dan 6 spesies (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil identifikasi spesimen udang
mantis
Spesies
No. Sampel
Famili Hapriosquillidae
Harpiosquilla stephensoni 1,2,3,4,5,6, 8,
10, 21
Harpiosquilla harpax
31, 34, 35, 37
Harpiosquilla raphidae
30
Harpiosquilla melanoura
23
Famili Squillidae
Carinosquilla multicarinata 9, 11, 12, 15,
16, 17, 18,
19, 20, 22,
26,
Keijia lirata
7, 13, 14, 25,
Harpiosquilla harpax memiliki ciri
karapas dilengkapi dengan median carina dan
distal segmen pada uropod berwarna hitam
dengan garis tengah putih, carina intermediate
pada thoraks tidak terlalu tajam, rostral
dilengkapi dengan projeksi anterior, dan
marginal carina dua kali lebih panjang dari
carina gigi lateral. Harpiosquilla stephensoni
memiliki ciri karapas dilengkapi dengan
median carina dan distal segmen pada uropod
berwarna hitam dengan garis tengah putih,
carina intermediate pada thoraks tidak terlalu
tajam, rostral tidak dilengkapi dengan projeksi
anterior, dan tajam pada thoraks kelima.
Carinosquilla multicarinata memiliki ciri
terdapat duri ganda pada ujung thoraks
kelima, thoraks dan abdomen ditutupi dengan
carina longitudinal, carina pada thoraks dan
abdomen terdapat duri.
Amplifikasi dan Visualisasi DNA
Gen
CO1
target
diamplifikasi
menggunakan pasangan primer AF286-AF287
dan AF215-AF287 berukuran sekitar 700-800
bp (Gambar 1), dengan jumlah sampel
sebanyak 34 ekor. Pada beberapa sampel suhu
optimum penempelan primer pada saat
amplifikasi yaitu 55°C.

M

1 2 3 4 5 6 7 8

9 10 11

800 pb

Gambar 1 Amplikon gen CO1 di atas PAGE
6%. Keterangan: M. Marker; 1-11.
Nomor sampel.
Hasil amplifikasi menunjukkan fragmen
DNA multiband. Pita DNA target berhasil
ditemukan dari pasangan primer 286-AF287
sebanyak 12 sampel, sedangkan dari pasangan
primer AF215-AF287 sebanyak 14 sampel.
Dari total sampel yang berhasil diamplifiaksi
menampakkan pita DNA target, hanya 7
sampel dari pasangan primer AF286-AF287
dan 13 yang dijadikan cetakan dalam PCR for
sequencing karena beberapa pita DNA muncul
tipis pada gel poliakrilamid saat proses
visualisasi. Setelah DNA target dimurnikan
dan dijadikan cetakan dalam PCR for
sequencing, maka diperoleh 7 sampel yang
terbaca dengan jelas. Ketujuh sampel tersebut
adalah 1H. stephensoni; 2H. stephensoni; 9C.
multicarinata; dan 11C. multicarinata
(Cirebon), 22C. multicarinata (Aceh), dan
34H. harpax; 37 H. harpax (Jambi).
Analisis DNA dan Filogeni
Tujuh runutan DNA mantis yang diperoleh
kemudian saling disejajarkan dengan ruas
mtDNA yang homolog dari Haptosquilla
glyptocercus (AF205239), Harpiosquilla
harpax (FJ229770), dan Squilla mantis
(GQ328967). Data runutan nukleotida yang
saling homolog antar sampel dengan data
referensi yang bisa dilakukan analisis lebih
lanjut adalah sepanjang 430 nt (Lampiran 3).
Sampel
dengan
jumlah
perbedaan
nukleotida paling kecil terjadi antara sampel
Nomor 2 yang diduga sebagai Harpiosquilla
stephensoni dengan Harpiosquilla harpax dari
genebank, yaitu hanya berbeda satu
nukleotida. Sampel dengan jumlah perbedaan
nukleotida paling tinggi terdapat antara
sampel Nomor 9 yang diduga sebagai
Carinosquilla multicarinata dengan sampel
Nomor 1 (Harpiosquilla stephensoni), yaitu
berbeda 84 nukleotida (Tabel 3).
Jarak genetik antar sampel dibandingkan
dengan sampel spesies yang ada di GeneBank
berdasarkan basa pertama dan kedua dengan

4

model substitusi K2P (Tabel 4) menghasilkan
jarak genetik tertinggi sebesar 0.234 (23.4%)
ditemukan antara sampel Nomor 9 (C.
multicarinata) dengan sampel Nomor 2 H.
stephensoni. Jarak genetik terendah sebesar
0.002 (0.2%) antara sampel Nomor H. harpax
dengan sampel Nomor 1 (H. stephensoni).
Topologi pohon filogeni menggunakan
metode
NJ
dengan
bootstrap1000x

mengelompokkan sampel Nomor 9, 11, dan
22 (Carinosquilla multicarinata) berada di
luar percabangan. Struktur populasi yang
digambarkan oleh mtDNA ini menunjukkan
bahwa kekerabatan sampel Nomor 1, 2, 34,
dan 37 adalah berasal dari satu nenek
moyang/indukan, sedangkan populasi sampel
C.
multicarinata
berbeda
nenek
moyang/indukan (Gambar 2).

Table 2 Data spesies hasil identifikasi dan barcode
No. sampel

Identifikasi

Asal lokasi

Identifikasi awal

Barcode

1

Harpiosquilla stephensoni

Harpiosquilla harpax

Cirebon

2

Harpiosquilla stephensoni

Harpiosquilla harpax

Cirebon

9

Carinosquilla multicarinata

Carinosquilla multicarinata

Cirebon

11

Carinosquilla multicarinata

Carinosquilla multicarinata

Cirebon

22

Carinosquilla multicarinata

Carinosquilla multicarinata

Aceh

34

Harpiosquilla harpax

Harpiosquilla harpax

Jambi

37

Harpiosquilla harpax

Harpiosquilla harpax

Jambi

Tabel 3 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antar spesies udang mantis
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
34_H. harpax
2
37_H. harpax
8
3
1_H. stephensoni
72 69
4
2_H. stephensoni
72 69 1
5
H. harpax 1)
71 68 2
1
6
H. glyptocercus 2)
78 75 69 70 69
7
S. mantis 3)
75 72 57 58 59 72
8
9_C. multicarinata
80 74 84 83 82 73 74
9
11_C. multicarinata
78 72 83 82 81 71 73 2
10 22_C. multcarinata
72 67 64 65 64 72 65 60 58

10

1)

GenBank Accession Number FJ229770
GenBank Accession Number AF205239
3)
GenBank Accession Number GQ328967

2)

Tabel 4 Jarak genetik gen CO1 antar spesies udang mantis berdasarkan model subtitusi K2P
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
1
34_H. harpax
2
37_H. harpax
0.019
3
1_H. stephensoni
0.194 0.185
4
2_H. stephensoni
0.194 0.185 0.002
5
H. harpax
0.191 0.182 0.005 0.002
6
H. glyptocercus
0.212 0.204 0.185 0.188 0.185
7
S. mantis
0.203 0.194 0.149 0.152 0.155 0.194
8
9_C. multicarinata
0.221 0.203 0.234 0.231 0.227 0.199 0.202
9
11_C. multicarinata
0.214 0.196 0.231 0.228 0.224 0.193 0.199 0.005
10 22_C. multcarinata
0.195 0.180 0.170 0.173 0.170 0.194 0.174 0.159
Keterangan mengikuti Tabel 2.

9

0.153

10

5

58
100
73

1Hstephensoni
2Hstephensoni
Hharpax

34

Smantis
Hglyptocercus
34Hharpax
100

37Hharpax

22Cmultcarinatai
22Cmulticarinata
9Cmulticarinata

70

100 11Cmulticarinata

0.02

Gambar 2 Hasil rekonstruksi pohon filogeografi pengelompokan sampel berdasarkan ruas CO1
mtDNA menggunakan metode NJ dengan bootstrap 1000x.

PEMBAHASAN
Hasil amplifikasi gen CO1 menggunakan
pasangan primer AF215/AF286 dan AF287
selalu
menghasilkan
amplikon
yang
multiband. Salah satu penyebab utama adalah
penggunaan degenerate primer. Dalam hal ini,
ada C dan T pada basa ketiga dari ujung 3’
untuk forward primer, dan ada A dan G pada
basa keenam dari ujung 3’ untuk
reverse
primer. Menurut Innis (1990), spesifisitas tiga
basa di ujung 3’ sangat menentukan hasil
amplifikasi.
Degenerate
primer
biasa
digunakan untuk menjamin keberhasilan
amplifikasi pada taksa yang luas (Hebert et al.
2003). Alternatif lain untuk mengakomodasi
taksa yang luas adalah penggunaan beberapa
primer yang disambungkan dengan runutan
M13 universal. Primer M13 lebih efektif
untuk barcode pada taksonomi sampel yang
lebih beragam (Ivanova et al. 2007). PCR for
sequencing kemudian menggunakan primer
M13 universal ini. Selain masalah degenerate
primer, gen CO1 dilaporkan juga ada di dalam
genom inti (Perna & Kocher 1996) dan dalam
kromosom beberapa spesies bakteri dengan
tingkat kesamaan >70%
(data analisis
homologi tidak ditampilkan).
Analisis jumlah perbedaan runutan
nukleotida antar sampel menggunakan opsi
model No. of differences, sedangkan jarak
genetik dilakukan menggunakan opsi model
subtitusi Kimura-2-parameter (K2P). Model
K2P lebih efektif untuk barcoding, karena
opsi tersebut mempertimbangkan tingkat

substitusi transisi dan transversi. Runutan
nukleotida yang digunakan dalam barcode
bisa digunakan untuk mempelajari keragaman
genetik, struktur populasi, genetika populasi,
filogentik, dan taksonomi.
Jumlah perbedaan nukleotida terkecil
terdapat pada Harpiosquilla stephensoni
(sampel Nomor 2) dengan Harpiosquilla
harpax (referensi dari genebank), yaitu
berbeda satu nukleotida. Jumlah perbedaan
nukleotida terbesar terdapat antara sampel
Nomor 9 (Carinosquilla multicarinata)
dengan sampel Nomor 1 (Harpiosquilla
stephensoni), yaitu berbeda 84 nukleotida
Untuk barcoding, standardisasi data udang
mantis ini mempercepat pembentukan dan
konstruksi pustaka sekuens DNA yang
komprehensif dan konsisten sehingga dapat
menjadi teknologi yang ekonomis untuk
identifikasi spesies. Harapannya adalah setiap
orang kapanpun dan di manapun dapat
mengidentifikasi spesies dari spesimen secara
cepat dan akurat bagaimanapun kondisi
spesimen tersebut.
Taksonomi atau identifikasi merupakan
salah satu dasar penting bagi segala aktifitas
konservasi. Pelaksanaan konservasi bertujuan
agar biodiversitas tidak mengalami kerusakan
yang
mengakibatkan
rusaknya
suatu
ekosistem ataupun punahnya suatu spesies.
Kemampuan teknik DNA barcode untuk
mengidentifikasi spesies secara cepat dan
akurat perlu diterapkan sebagai upaya
memantau asal usul suatu komoditas laut.

6

Menurut Choi dan Hong (2001), udang
mantis betina mampu menelurkan 50.000
hingga 1 juta telur. Namun, telur yang dapat
perkembang hingga tambah juvenil sangat
sedikit jumlahnya. Telur yang berasal dari
induk yang sama tidak memiliki jarak genetik,
sehingga barcoding juga dapat digunakan
untuk memastikan kandungan material
genetik.
Keragaman genetik menghasilkan jarak
terkecil antara H. stephensoni (sampel Nomor
2) dengan H. harpax (referensi dari genebank)
sebesar 0.002 (0.2%). Jarak genetik terbesar
ditemukan pada sampel Nomor 9 (C.
multicarinata) dengan sampel Nomor 2 H.
stephensoni, yaitu sebesar 0.234 (23.4%)
Perbedaan nukleotida dan jarak genetik
antar spesies membuktikan bahwa spesies
yang semula teridentifikasi berdasarkan
morfologi saja masih mungkin terdapat
kesalahan. Sampel H. stephensoni Nomor
sampel 1 dan 2 lebih dekat dengan H. harpax
setelah dilakukan barcode (Tabel 2). Hal
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan
oleh Barber dan Boyce (2006) bahwa pada
ordo Stomatopoda terdapat fenomena spesies
cryptic (hampir mirip). Pengembangan
pustaka barcode dapat dijadikan suatu cara
identifikasi sampai tingkat spesies dengan
tingkat kebenaran yang tinggi. Ruas basa dari
gen CO1 bermutasi cukup cepat sehingga
dapat membedakan spesies yang hampir mirip
(Hebert et al. 2004).
Kebutuhan untuk melakukan standarisasi
identifikasi spesies udang mantis sangat tinggi
dengan munculnya berbagai masalah dalam
metode identifikasi dan determinasi spesies
yang ada saat ini. Permasalahan tersebut dapat
berakibat pada kesamaan nama pada dua
spesies
yang
berbeda,
yang
dapat
dimungkinkan karena kesamaan morfologi.
Selain itu dapat juga berakibat pada perbedaan
nama pada satu spesies yang memiliki tingkat
kehidupan yang sulit untuk diidentifikasi
secara kasat mata. Pustaka barcode udang
mantis
memberikan
keuntungan
dari
standardisasi metode dan bank identifikasi
spesies melalui urutan sekuens DNA yang
dimilikinya.
Standardisasi
ini
tidak
membutuhkan biaya yang sangat besar dan
dapat memiliki tingkat kepercayaan yang
cukup tinggi.
Keragaman genetik juga memperlihatkan
jarak genetik yang berbeda antar spesies C.
multicarinata asal Aceh dengan asal Cirebon
sebesar
0.153
(15.3%).
Sampel
C.
multicarinata
asal
Cirebon
memiliki
perbedaan genetik yang lebih tinggi dengan C.

multicarinata asal Aceh, dibandingkan dengan
C. multicarinata sesama asal Cirebon.
Perbedaan
tempat
asal
lokalitas
memperlihatkan perbedaan pada jarak genetik.
Topologi pohon filogeni menggunakan
metode
NJ
dengan
bootstrap1000x
mengelompokkan sampel 9, 11, dan 22 (C.
multicarinata) berada di luar percabangan,
serta memisahkan C. multicarinata asal Aceh
dengan C. multicarinata asal Cirebon. Hal
tersebut menunjukkan bahwa spesies C.
multicarinata asal Aceh memiliki tingkat
kekerabatan yang berbeda dengan C.
multicarinata asal Cirebon, sehingga pustaka
barcode
dapat digunakan untuk studi
kekerabatan suatu spesies. Sebaran geografi
udang mantis melalui tingkat larva yang
terbawa arus dan bergerak mengikuti garis
pantai mungkin saja menyebabkan terjadi
mutasi sebagai proses adaptasi.

SIMPULAN
Ruas gen CO1 sebagai barcode
menunjukkan bahwa sampel H. stephensoni
Nomor 1 dan 2 lebih dekat dengan H. harpax.
Perbedaan nukleotida dan jarak genetik
memisahkan spesies C. multicarinata asal
Aceh dengan C. multicarinata asal Cirebon.
Teknik barcode dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesimen sebagai dasar dari
konservasi keragaman spesies mantis.

SARAN
Saran bagi penelitian ini adalah diperlukan
penelitian terhadap spesies udang mantis yang
lain dengan daerah asal yang lebih beragam
dan mengunakan ruas mitokondria yang
berbeda atau selain CO1.

DAFTAR PUSTAKA
Ahyong S, Chan T, dan Liao Y. 2008. A
Catalog of The Mantis Shrimps
(Stomatopoda) of Taiwan. Taiwan:
National Taiwan Ocean University.
Barber P, Moosa MK, dan Palumbi SR. 2002.
Rapid Recovery of Genetics Diversity of
Stomatopod Populations on Krakatau:
Temporal and Spatial Scales of Marine
Larval Dispersal. Proc R Soc 269: 15911597.

7

Barber P dan Boyce SL. 2006. Estimating
diversity of Indo-Pacific coral reef
stomatopods through DNA barcoding of
stomatopod larvae. Proc R Soc 273: 20532061.
Byun SO, Fang Q, Zhou H, dan Hickford
JGH. 2009. An effective method for
silver-staining DNA in large numbers of
polyacrylamide gels. Anal Biochem 385:
174-175.
Carpenter KE dan Niem VH. 1998. The
Living Marine Resources of The Western
Central Pacific Volume 2: Cephalopods,
Crustacean, Holothurians and Shark.
Rome: Food and Agriculture Organization
of The United Nation.
[CBOL] The Consortium for the Barcode of
Life. 2008. DNA Barcoding: A New Tool
for Identifying Biological Specimens and
Managing Spesies Diversity. Washington:
CBOL.
Choi HJ dan Hong SY. 2001. Larval
development of the kishi velvet shrimp,
metapenaeopsis dalei (rathbun) (decapoda:
penaeidae), reared in the laboratory. Fish
Bull 99: 275-291.
Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, dan
deWaard
JR.
2003.
Biological
identification through DNA barcodes.
Proc R Soc 270: 313-321.
Hebert PDN, Ratnasingham S, dan deWaard
JR. 2003. Barcoding animal life:
cytochrome c oxidase subunit 1
divergences among closely related species.
Proc R Soc 270: 96–99.
Hebert PDN, Pento EH, Burns JM, Janzen
DH, Hallwachs W. 2004. Ten species in
one: DNA barcoding reveals cryptic
species in the neotropical skipper butterfly
Astraptes fulgerator. PNAS 101(41):
14812-14817.
Innis MA dan Gelfand DH. 1990. PCR
Protocols: A Guide to Methods and
Applications. San Diego: Academic Press.
Ivanova NV, Zemlak TS, Hanner RH, dan
Hebert PDN. 2007. Barcoding: universal
primer cocktails for fish DNA barcoding.
Mol Eco 10:1111-1115.
Lahaye et al. 2008. DNA barcoding the floras
of biodiversity hotspots. PNAS 105(8):
2923-2928.
Manning RB. 1980. The superfamilies,
families and genera of recent stomatopod
Crustacea with diagnoses of six new
families. Proc Biol Soc Wash 93: 362372.
Meier R, Shiyang K, Vaidya G, dan Peter.
2006. DNA barcoding and taxonomy in

diptera: a tale of high intraspecific
variability and low identification success.
Syst Biol 55(5): 715-728.
Moosa M. 2000. Marine biodiversity of the
South China Sea: a checklist of
stomatopod Crustacea. The Raffles Billetin
of Zoology 8: 405-457.
Perna NT dan Kocher TD. 1996.
Mitochondrial DNA: molecular fossils in
the nucleus. Current Biology 6(2): 128129.
Tamura K, Dudley J, Nei M dan Kumar S.
2007. MEGA4: Molecular evolutionary
genetics analysis (MEGA) software
version 4.0. Molecular Biology and
Evolution 24: 1596-1599.
Ward RD, Zemlak TS, Innes B, dan Last P.
2005. DNA Barcoding Australia’s fish
species. Phil Trans R Soc 360: 1847-1857.

LAMPIRAN

9

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid
 Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml.
 Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai) kemudian dicuci dengan air destilata sebanyak
2 kali ulangan menggunakan mesin sentrifuse.
 Sampel yang telah dicuci kemudian dihomogenasi menggunkana grinder dan ditambahkan 200
µl buffer STE (NaCl 1M, Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, pH 8) ke dalam tube.
 Sebanyak 50 mg/ml proteinase K 20 µl ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama
beberapa detik.
 Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara
perlahan.
 Sebanyak 200 µl buffer GB ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 5 detik.
 Inkubasi pada suhu 700C selama 20 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara
perlahan. Pada saat yang bersamaan, inkubasi buffer elusi pada suhu yang sama untuk step
elusi DNA.
 Sebanyak 200 µl etanol ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 10 detik.
 Sampel dipindahkan ke dalam kolom GD pada tube 2 ml.
 Sentrifugasi 13.000 rpm selama 2 menit.
 Kolom GD dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang baru dan supernatan dibuang.
 Sebanyak 400 µl buffer W1 ditambahkan ke dalam tabung.
 Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.
 Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung.
 Sebanyak 600 µl wash buffer (mengandung etanol) ditambahkan ke dalam kolom GD.
 Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.
 Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung.
 Sentrifugasi 13.000 rpm selama 3 menit.
 Kolom GD dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml yang baru.
 Sebanyak 100 µl buffer elusi yang telah diinkubasi ditambahkan ke dalam kolom GD (tepat
bagian tengah matriks kolom GD).
 Diamkan selama 5 menit.
 Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.
 Kolom GD dibuang dan didapatkan DNA yang telah berhasil diekstraksi.

10

Lampiran 2 Visualisasi fragmen DNA (penyajian produk PCR)
 Gel yang telah dielektroforesis kemudian dikeluarkan dari kaca dan dibilas dengan DW (air
destilata) sebanyak 200 ml.
 Air destilata dibuang*, gel direndam dalam larutan A.
 Gel direndam dalam larutan A selama 8 menit. Pada saat yang bersamaan, larutan B
dipanaskan pada suhu 550C.
 Kemudian air larutan A dibuang ke dalam botol khusus Ag.
 Gel dibilas dengan DW sebanyak 200 ml, kemudian DW dibuang.
 Gel direndam dalam larutan B yang telah ditambahkan formaldehid.
 Gel direndam hingga muncul pita.
 Air larutan B dibuang
 Gel direndam dalam larutan C selama 2 menit.
Catatan:
Larutan A: DW 200 ml
AgNO3 0,2 gram
NaOH 10N 80 µl (sebaiknya dibuat fresh)
amonia 0,8 ml
Larutan B: DW 200 ml
NaOH 6 gram
Formaldehid 100 µl ( ditambahkan sesaat sebelum dituang)
Larutan C: DW 100 ml
Asetat 100 µl
*Setiap larutan dibuang dengan cara dihisap/disedot menggunakan alat vakum penyedot.

11

Lampiran 3 Hasil pensejajaran tujuh runutan DNA mantis dengan referensi genbank sepanjang 430 nt
1
1

1_H. stephensoni

TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT

2

2_H. stephensoni

TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT

3

9_C. multicarinata

TTTATCATTCGAGCAGAACTAGGACAACCAGGTAGTTTAATTGGAGACGACCAAATTTATAATGTTATCGTTACAGCCCATGCTTTCATTATGATTTTTT

4

11_C. multicarinata

TTAATCATTCGAGCAGAACTAGGACAACCAGGTAGTTTAATTGGAGACGACCAAATTTATAATGTTATCGTTACAGCCCATGCTTTCATTATGATTTTTT

5

22_C. multicarinata

TTAATTATTCGAGCAGAATTAGGACAACCAGGTAGATTAATTGGAGATGATCAAATCTACAACGTTATTGTTACAGCACATGCTTTTATTATAATTTTTT

6

34_H. harpax

TTAATCATTCGAGCCGAATTAGGGCAACCCGGTAGGTTAATTGGAGATGATCAAATTTATAATGTTATTGTCACAGCCCACGCCTTTATTATAATTTTTT

7

37_H. harpax

TTAATCATTCGAGCCGAATTAGGGCAACCCGGTAGGTTAATTGGAGATGATCAAATTTATAATGTTATTGTCACAGCCCACGCCTTTATTATAATTTTTT

8

H. glyptocercus

TTAATTATTCGAGCAGAATTAGGACAACCCGGTAGATTAATTGGAGACGATCAAATCTACAACGTTGTAGTCACAGCCCATGCCTTCATTATAATTTTTT

9

H. harpax

TTGATTATTCGTGCAGAATTAGGACAGCCTGGTAGGCTAATTGGAGATGATCAAATTTACAACGTTATTGTTACAGCACACGCTTTCGTTATAATTTTTT

10

S. mantis

TTGATTATTCGAGCTGAGCTAGGTCAACCAGGTAGGTTAATTGGAGATGACCAAATCTACAATGTTATCGTTACAGCACACGCTTTTGTTATAATTTTTT

101
1

TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCCCGTATAAACAACATAAG

2

TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCTCGTATAAACAACATAAG

3

TTATGGTAATGCCAATTATAATTGGAGGGTTTGGGAATTGACTAGTCCCTCTTATACTAGGAGCTCCTGATATAGCTTTCCCTCGAATAAACAATATGAG

4

TTATGGTAATGCCAATTATAATTGGAGGGTTTGGGAATTGACTAGTCCCTCTTATACTAGGAGCTCCTGATATAGCTTTCCCTCGAATAAACAATATGAG

5

TTATGGTTATACCAATCATAATTGGAGGTTTCGGGAATTGATTAGTACCACTTATATTAGGAGCCCCTGATATGGCATTTCCCCGTATAAACAACATAAG

6

TTATGGTAATACCAATTATAATTGGAGGTTTCGGAAACTGATTAGTTCNCTTGATATTGGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCACGAA-AAATAATATAAG

7

TTATGGTAATACCAATTATAATTGGAGGTTTCGGAAACTGATTAGTTCCCTTGATATTGGGAGCCCCAGATATAGCCTTCCCACGAATAAATAATATAAG

8

TTATAGTTATACCAATTATAATTGGAGGATTTGGAAACTGGCTAGTGCCTTTAATGCTAGGGGCACCTGATATGGCTTTCCCCCGAATAAATAACATAAG

9

TCATGGTTATACCAATTATAATTGGAGGTTTTGGAAACTGATTAGTTCCTTTAATGTTAGGGGCCCCAGATATAGCCTTCCCTCGTATAAACAACATAAG

10

TTATAGTTATACCTATTATAATTGGGGGGTTTGGAAACTGATTAGTGCCTTTAATATTAGGGGCCCCTGATATAGCATTCCCCCGTATAAATAACATAAG

201
1

TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGGGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG

2

TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGGGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG

3

ATTCTGATTATTACCACCTGCTCTCACGCTTTTACTCTCAAGTGGCTTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACGGTTTACCCTCCTTTATCTGCA

100

200

300

12

4

ATTCTGATTATTACCACCTGCTCTCACGCTTTTACTCTCAAGTGGCTTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACGGTTTACCCTCCTTTATCTGCA

5

ATTTTGATTATTACCACCAGCTCTTACTCTCCTTTTATCAAGAGGCCTAGTAGAAAGAGGAGTTGGAACAGGATGAACTGTTTACCCTCCTTTGTCTGCA

6

ATTTTGGTTACTACCCCCAGCTCTCACACTTCTTTTATCAAGAGGTCTAGTAGAAA-AGGAGTTGGGACCGGATGAACCGTTTATCCCCCACTATCTGCT

7

ATTTTGGTTACTACCCCCAGCTCTCACACTTCTTTTATCAAGAGGTCTAGTAGAAAGAGGAGTTGGGACCGGATGAACCGTTTATCCCCCACTATCTGCT

8

ATTTTGATTACTTCCCCCCGCACTTACTTTATTACTTTCAAGAGGTATAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTAGCCGCC

9

TTTTTGACTACTACCGCCTGCACTTACTTTACTTTTATGTAGTGGATTAGTAGAAAGAGGAGTAGGAACAGGATGAACAGTTTATCCTCCTTTATCAGCG

10

ATTTTGATTACTACCTCCCGCACTCACCTTATTACTATCTAGGGGCTTAGTTGAAAGAGGGGTTGGTACTGGATGAACAGTTTATCCCCCTTTATCAGCA

301

400

1

GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG

2

GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG

3

GGAATTGCACACGCAGGAGCGTCTGTGGATATGGGTATTTTTTCTTTACATCTAGCAGGGGCCTCTTCGATTTTAGGGGCAGTAAACTTTATTACTACCG

4

GGAATTGCACACGCAGGAGCGTCTGTGGATATGGGTATTTTTTCTTTACATCTAGCAGGGGCTTCTTCGATTTTAGGGGCAGTAAACTTTATTACTACCG

5

GGAATTGCTCATGCAGGAGCTTCTGTAGACATGGGTATTTTTTCGTTACATTTAGCAGGAGCTTCTTCTATTTTAGGTGCCGTAAACTTCATTACTACTG

6

GGAATCGCACACGCAGGGGCTTCAGTAGATATGGGTATTTTTTCTCTACACATAGACGGAGGT-CATCTAATGTAGGAGCTGTAA-TTTTATTACAACCG

7

GGAATCGCACACGCAGGGGCTTCAGTAGATATGGGTATTTTTTCTCTACACCTAGCCGGAGCTTCATCTATCTTAGGAGCTGTAAATTTTATTACAACCG

8

GGAATTGCCCACGCAGGAGCGTCTGTAGATTTAGGAATTTTTTCATTGCACATAGCAGGAGCTTCATCAATCCTAGGAGCAGTAAACTTTATTACAACAG

9

GGAATTGCTCATGCTGGGGCTTCAGTAGACATGGGTATTTTTTCTTTACACTTAGCCGGAGCTTCATCAATTTTAGGAGCTGTTAACTTCATTACAACAG

10

GGAATTGCGCATGCCGGGGCTTCTGTAGATATGGGTATTTTCTCTTTACATTTAGCAGGAGCTTCTTCAATTTTAGGAGCTGTAAATTTCATTACTACGG

401

430

1

TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA

2

TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA

3

TAATCAATATACGATCTAATGGAATAACTA

4

TAATCAATATACGATCTAATGGAATAACTA

5

TAATCAACATACGATCTAACGGAATAACTA

6

TAATTAATATCCG-TCCAACGGAATAACTA

7

TAATTAATATACGATCCAACGGAATAACTA

8

TTATTAATATACGATCTAACGGAATAACAA

9

TTATTAATATACGATCAAATGGGATAACTA

10

TAATTAATATACGATCAAACGGAATGACTA

13

ABSTRAK
RAISA AULIANE SYAFRINA. Penggunaan DNA Barcode sebagai Alternatif Identifikasi
Spesies Udang Mantis. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan YUSLI WARDIATNO.
Udang mantis atau yang dikenal dengan udang ronggeng merupakan salah satu anggota
Subfilum Crustacea Ordo Stomatopoda, Beberapa spesies udang mantis dikenal sebagai komoditi
ekspor dan makanan eksotis. Beberapa udang mantis yang bernilai ekonomi tinggi adalah anggota
famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Udang-udang mantis tersebut biasa ditangkap dari Laut
Jawa dan Laut Cina Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teknik DNA
barcoding sebagai laternatif mengidentifikasi udang mantis sampai ke tingkat spesies. Sebanyak
34 sampel udang mantis berasal dari Jambi, Cirebon, dan Aceh yang digunakan adalah spesimen
koleksi yang diawetkan dalam alkohol. Identifikasi spesies dilakukan berdasarkan morfologi.
Ekstraksi DNA dilakukan dari otot tungkai dan ruas gen CO1 diamplifikasi sebagai ruas DNA
yang dijadikan barcode. Amplifikasi gen CO1 berhasil dilakukan untuk semua sampel yang
kesemuanya menghasilkan amplikon yang multiband. Perunutan nukelotida hanya berhasil
dilakukan untuk tujuh sampel, yaitu Harpiosquilla harpax (Sampel No. 34 dan No. 37 asal Jambi),
Harpiosquilla stephensoni (sampel No. 1 dan No. 2 asal Cirebon), dan Carinosquilla multicarinata
(sampel No. 9 dan No. 11 asal Cirebon, dan No. 22 asal Aceh). Berdasarkan ruas gen CO1, C.
multicarinata asal Aceh memiliki kekerabatan yang berbeda dengan C. multicarinata asal Cirebon.

ABSTRACT
RAISA AULIANE SYAFRINA. DNA Barcode as an Alternative of Mantis Shrimp Species
Identification. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and YUSLI WARDIATNO.
Mantis shrimp or shrimp ronggeng known as a member of the Order Stomatopoda Subfilum
crustaceans, some species of mantis shrimp is known as an export commodity and exotic foods.
Some mantis shrimp that have high economic value are Squillidae and Harpiosquillidae family
members. Mantis shrimp are usually caught from the Java Sea and South China Sea. This study
aims to apply the technique of DNA barcoding as a mantis shrimp laternatif identified to species
level. A total of 34 samples of the mantis shrimp come from Edinburgh, Cirebon, and Aceh, which
is used is a collection of specimens preserved in alcohol. Species identification based on
morphology. DNA extraction was conducted from leg muscle and joint CO1 gene was amplified
as a DNA segment which is used as a barcode. CO1 gene amplification was successful for all
samples which produce a multiband amplicons. Tracking nucleotides only successfully performed
for seven samples, Harpiosquilla harpax (Sample No.. 34 and no. 37 from Jambi), Harpiosquilla
stephensoni (sample No. 1 and No. 2. Cirebon origin), and Carinosquilla multicarinata (No. 9 and
No. 11 from Cirebon, and No. 22 from Aceh). Based on CO1 gene segment, C. multicarinata from
Aceh has a distinct kinship with C. multicarinata Cirebon origin.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Barcode DNA adalah urutan pendek DNA
yang digunakan untuk mengidentifikasi
spesies secara cepat dan akurat (Meier et al.
2006). Ruas DNA yang bisa digunakan untuk
sistem tersebut harus terstandardisasi.
Barcode DNA juga menjadi salah satu
alternatif pelengkap atau komplemen yang
dapat memperkuat identifikasi morfologi
secara cepat dan akurat (Lahaye et al. 2008).
Barcode DNA menjanjikan beberapa manfaat,
antara lain mengenali spesies, memastikan
keamanan pangan, mengidentifikasi fase larva
yang berbeda dengan fase dewasa, mengontrol
hama pertanian, dan melacak asal usul vektor
penyakit dan serangan hama pada suatu area.
Pada
hewan,
penggunaan
genom
mitokondria (mtDNA) dalam analisis
biogeografi dan sistematik sering tidak sejalan
dengan morfologi. Salah satu penyebabnya
adalah karakter morfologi yang seringkali
memperlihatkan fenomena species cryptic
(hampir mirip). Genom mitokondria hewan
merupakan
genom
sitoplasmik
yang
diwariskan secara uniparental dan tidak
mengalami rekombinasi sehingga species
sibling bisa dipastikan mempunyai mtDNA
dengan nilai kesamaan yang tinggi. Salah satu
ruas mtDNA yang banyak digunakan sebagai
barcode adalah cytochrome oxidase 1 (CO1)
genom mitokondria yang dipopulerkan oleh
Hebert et al. (2003). Gen CO1 pada Crustacea
berukuran sekitar 1500 pb. Dibandingkan
dengan ruas-ruas gen yang lain dalam
mtDNA, gen CO1 memberikan hasil yang
lebih efektif dan mudah untuk diakses.
Teknologi barcoding menggunakan penanda
gen CO1 dari mtDNA dapat digunakan untuk
mengidentifikasi hampir semua spesies hewan
(Ward et al. 2005), baik interspesifik maupun
intraspesifik (Hebert et al. 2003).
Udang mantis atau yang dikenal dengan
udang ronggeng merupakan anggota subfilum
Crustacea, Ordo Stomatopoda, yang terdiri
atas empat famili, yaitu Odontodactylidae,
Lysiosquillidae,
Harpio-squillidae
dan
Squilidae. Beberapa spesies udang mantis,
terutama yang bisa mencapai ukuran >30 cm,
biasa dijadikan sebagai komoditi ekspor dan
makanan eksotis dengan harga yang relatif
mahal (Ahyong et al. 2008). Kelompok udang
ini dicirikan dengan tubuh yang bersegmen,
di belakang kepala terdapat karapas pendek,
kaki beruas-ruas, ukuran tubuh yang besar
dan mata seringkali berbentuk T (Carpenter &
Niem 1998).

Beberapa udang mantis yang bernilai
ekonomi
tinggi
adalah
dari
famili
Harpiosquillidae dan Squilidae. Kedua famili
tersebut biasa ditangkap dari Laut Jawa dan
Laut Cina Selatan. Persebaran udang mantis
di kedua wilayah tersebut dipengaruhi migrasi
larva udang mantis mengikuti pergerakan arus
air laut yang sejajar garis pantai (Barber et al.
2002). Selain itu, dari 450 spesies yang telah
dideskripsikan, 118 (26%) diantaranya bisa
ditemukan di perairan Indonesia (Ahyong et
al. 2008, Moosa 2000). Jumlah spesies udang
mantis yang sangat tinggi di Indonesia (jika
dibandingkan dengan laut Brazilia dengan 35
spesies dan laut Mediterania 10 spesies) tidak
sejalan dengan keterkenalannya sebagai
bagian dari kekayaan biodiversitas Indonesia.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan teknik DNA barcode untuk
mengidentifikasi keanekaragaman spesies
udang mantis yang terdapat di perairan
Indonesia. Menurut Konvensi Keanekaragaman Hayati, barcode menjadi salah satu
teknik yang berkontribusi cukup signifikan
terhadap pelaksanaan konservasi keragaman
spesies. Konvensi Keanekaragaman Hayati
(Convention on Biological Diversity atau
CBD) adalah perjanjian internasional yang
bertujuan mengembangkan strategi nasional
untuk
konservasi
dan
pemanfaatan
berkelanjutan
keanekaragaman
hayati.
Dengan begitu, aplikasi DNA barcoding dapat
menjawab klaim kepemilikan dan asal
lokalitas komoditas perdagangan suatu
wilayah (CBOL 2008).
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menggunakan teknik DNA barcoding sebagai
alternatif identifikasi keanekaragaman spesies
udang mantis yang terdapat di perairan
Indonesia.
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari-Agustus 2011. Analisis DNA
dilakukan di bagian Fungsi Hayati dan
Perilaku Hewan, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.

HASIL
Identifikasi Morfologi
Hasil
identifikasi berdasarkan buku
identifikasi Manning (1980) menunjukkan
bahwa spesimen udang mantis koleksi terdiri
atas