Jepang mengerti benar bahwa orang-orang yang sehatlah yang lebih mampu memajukan bangsa dan negaranya.
Mahasiswa di tempat saya belajar, Kobe University, wajib melakukan pemeriksaan kesehatan gratis setahun sekali. Fasilitas kesehatan di Jepang mendapat perhatian yang
tinggi dari pemerintah. Sebagai orang asing, mahasiswa pula, kami dianjurkan untuk mengikuti program asuransi nasional. Dengan mengikuti program ini, kami hanya perlu
membayar 30 dari biaya berobat.
Dari yang 30 tersebut, sebagai mahasiswa asing, saya akan mendapatkan tambahan potongan sebesar 80 yang belakangan turun menjadi 35 dari Kementrian Pendidikan
Jepang. Berstatuskan mahasiswa, kami membayar premi asuransi per-bulan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan orang kebanyakan. Dari laporan rutin yang dikirimkan
oleh pihak asuransi kepada kami, tahulah saya bahwa ongkos berobat kami selalu jauh lebih besar dari premi asuransi yang saya bayarkan setiap bulannya. Berbekal kartu
asuransi nasional, datang ke rumah sakit ataupun ke klinik swasta bukan lagi menjadi hal yang menakutkan bagi keluarga kami di Jepang. Jangan membayangkan bahwa pihak
rumah sakit atau klinik swasta akan memberikan perlakuan yang berbeda kepada para pemegang kartu asuransi - apalagi untuk kami yang mendapatkan kartu tambahan khusus
keluarga tidak mampu. Para dokter dan perawat melayani dengan keramahan yang tidak berkurang serta prosedur yang sama sederhananya. Keramahan di sini berarti keramahan
yang sebenar-benarnya. Baik anda kaya ataupun miskin, proses masuk dan keluar dari rumah sakit di Jepang adalah sama mudahnya. Saat istri melahirkan di rumah sakit
pemerintah di Ashiya, saya disodori formulir yang berisi opsi pembayaran: tunai, lewat bank, dll. Tidak menjadi sebuah keharusan bagi seorang pasien untuk menyelesaikan
kewajiban pembayaran di hari dia harus keluar dari rumah sakit. Alhamdulillah kami mendapatkan keringanan biaya melahirkan dari Pemerintah Kota Ashiya; selain bisa
melenggang dari rumah sakit tanpa bayar pada hari itu, tagihan dari Kantor Walikota setelah dipotong subsidi dari pemerintah juga baru datang dua bulan kemudian.
Saling percaya adalah kuncinya. Diambil dari DetikForum
6.3. Lampiran 3: Artikel Pilihan 3 Artikel Anak Tiri Bernama bernama Pendidikan
ANAK TIRI BERNAMA PENDIDIKAN
Oleh Lavinda
Koran Sindo, Tuesday, 20 May 2008 MOMENTUM kebangkitan nasional yang ditandai dengan pengukuhan nasionalisme
bangsa menyeruak seratus tahun lalu. Tepat pada 20 Mei 1908, Boedi Oetomo lahir sebagai organisasi cikal bakal penggerak kebangkitan bangsa.
41
Ketika itu dr Soetomo beserta kaum muda berpendidikan lain memunculkan kesadaran untuk melawan penjajah dan bangkit dari keterpurukan,kemiskinan,serta keterbelakangan.
Banyaknya kaum terpelajar di Indonesia kala itu merupakan faktor munculnya kebangkitan nasional.Ini membuktikan bahwa pendidikan mampu membawa perubahan
bagi bangsa.
Pendidikan diibaratkan sebagai sekrup multiguna, karena mampu bersanding dengan murid dari sektor-sektor lain. Sayang, pendidikan di negeri ini sering kali dianaktirikan.
Bidang ini belum menjadi prioritas dan dianggap tidak lebih penting dari sektor lain. Asumsi pun mengudara,”Apa sebegitu kurang seksinya dunia pendidikan ini sehingga para
penguasa enggan berinovasi?” Jawabannya hanya satu: entah.
Masalah itu sudah masuk ke ranah political will. Itulah yang akan menjadi gambaran nyata arah ketertarikan penguasa. Lemahnya sistem pendidikan baik dari segi dana, fasilitas,
maupun sistem merefleksikan kemunduran negara. Indonesia belum mampu menciptakan inovasi dalam sistem pendidikan.Anggaran pendidikan pun masih kurang. Pendidikan
layak hanya bisa dinikmati kalangan berpunya.
Pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 12 dari total APBN 2008. Pemerintah masih belum bisa menjalankan amanat Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 hasil
amendemen keempat yang menyatakan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 dari APBN dan APBD. Atensi terhadap kesejahteraan guru pun
tak jauh berbeda.
Realitanya,masih ada saja guru yang diupah tidak lebih dari tiga ratus ribu sebulan. Padahal, dalam konteks pendidikan, guru adalah ujung tombak. Mungkin itulah yang
menjadi landasan berpikir bagi Ho Chi Minh bapak pendidikan Vietnam yang mengatakan ”No teacher no education. No education, no economic and social
development”. Premisnya sangat lugas dan jelas. Jika ditelisik ke massa silam, tak banyak yang tahu bahwa banyak pahlawan tanah air kita mengawali kariernya sebagai guru.
Sebut saja Ir Soekarno, Bung Hatta, Jenderal Sudirman, Agus Salim, dan Suwardi Suryaningrat yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Hal ini setidaknya
membuktikan bahwa bangsa kita besar dan bangkit karena pendidikan. Kebangkitan pendidikan Indonesia dapat diwujudkan dengan mereformasi sistem pendidikan.
Pemerintah mesti sadar bahwa kecerdasan tidak semata-mata diukur oleh angka. Sistem tidak perlu membuat pendidikan menjadi tumbal bagi kepentingan politis.
Selain itu, pemerintah harus memberi perhatian penuh terhadap kesejahteraan para pelaku pendidikan. Pada dasarnya, bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai proses
sejarah. Penghargaan itu diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan yang menciptakan pemikiran-pemikiran terbaik bagi kebangkitan bangsa. Berantas kebodohan
dengan pendidikan.
Sesungguhnya kebodohan akan melahirkan berbagai bentuk penjajahan. Sama halnya ketika Belanda dengan leluasa menjajah negeri ini selama berabad-abad, akibat kebodohan
yang mendarah daging. Kebodohan yang dibiarkan terus-menerus menggerogoti raga bangsa sekian lama. Apatah ada kebangkitan nasional jika si empunya pendidikan kian
dianaktirikan dan tersingkir?
42
Mahasiswi Jurnalistik Fikom Unpad
6.4. Lampiran 4: Artikel Pilihan 4