Prinsip Prinsip Memori Dalam Desain Pesa

PRINSIP-PRINSIP MEMORI

  MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Desain Pesan Pembelajaran

  Yang dibina oleh Bapak Dr. Sulton, M.Pd Disusun Oleh:

  Yatmini (160121800446) Yudi Rohmad (160121801065)

  Dwi Soca Baskara (160121800879) UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI S-2 TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

  September 2016

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pikiran manusia adalah suatu pencipta makna. Sejak detik pertama mendengar,

  melihat, mencicipi, atau merasakan sesuatu, kita memulai suatu proses memutus- kan benda apakah itu, bagaimana hal itu terkait dengan apa yang telah kita ketahui, dan apakah hal itu penting diingat dalam pikiran kita atau harus dibuang. Seluruh proses ini mungkin terjadi dengan sadar, tidak sadar, atau keduanya.

  Informasi terus-menerus memasuki pikiran melalui indera kita. Kebanyakan informasi ini hampir langsung dibuang, dan kita mungkin bahkan tidak pernah banyak menyadari di antaranya. Sebagian ditahan dalam ingatan kita dalam waktu yang sangat singkat dan kemudian dilupakan. Misalnya, kita mungkin mengingat nomor antrian periksa dokter sampai saat kita dipanggil dan saat itu kita akan melupakan angka tersebut. Namun ada sebagian informasi dipertahankan jauh lebih lama, barangkali sepanjang hidup kita.

  Wolfe (dalam Schunk, 2012:65) menyimpulkan dari berbagai penelitian otak, bahwa memori tidak sepenuhnya terbentuk saat pembelajaran awal terjadi. Memori terbentuk selama proses yang berkelanjutan dimana koneksi-koneksi syarafnya distabilkan selama periode tertentu. Proses stabilisasi dan penguatan koneksi- koneksi (sinaptik) syaraf dikenal sebagai konsolidasi. Slavin (2008:219) juga me- nyimpulkan dari beberapa penelitian bahwa riset tentang memori manusia telah membantu para ahli teori pembelajaran menggambarkan proses yang menyebab- kan informasi diingat atau dilupakan.

  B. RUMUSAN MASALAH

  Dengan uraian diatas, patutlah kita bertanya-tanya bagaimana informasi diterima dan diolah dalam pikiran? Bagaimana memori dan kehilangan memori terjadi? Bagaimana guru dapat membantu siswa memahami dan mengingat infor- masi, kemampuan dan gagasan yang sangat penting?

  C. BATASAN MASALAH

  Dalam makalah ini penulis membatasi pada tiga permasalahan:

  1. Bagaimana peran neurosains dalam pendidikan?

  2. Bagaimana proses pengolahan informasi?

  3. Apasaja prinsip-prinsip memori dalam mendesain pesan pembelajaran?

D. TUJUAN PEMBAHASAN

  Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan agar penulis dan pembaca mendapatkan wawasan untuk memahami peran-peran ilmu neurologi, khususnya tahap-tahap pemrosesan informasi dan prinsip-prinsip memori dalam mendesain sebuah pesan pembelajaran agar proses belajar-mengajar menjadi menyenangkan dan tersimpan baik dalam ingatan.

  Secara khusus, tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran neuropsikologi dalam pendidikan.

  2. Untuk mengetahui proses pengolahan informasi.

  3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip memori dalam desain pesan pembelajaran.

BAB II PEMBAHASAN A. NEUROSAINS DAN PENDIDIKAN Perspektif neurosains berfokus pada fungsi-fungsi otak yang mendasari

  pembentukan pengalaman kognitif. Pada masa-masa awal psikologi kognitif, para peneliti hanya memberikan sedikit perhatian pada psikologi fisiologi atau neuro- anatomi, yang mungkin diakibatkan besarnya ketergantungan kepada penggunaan metafora komputer. Apalagi neuroanatomi dan subjek-subjek sejenis tampaknya tidak berhubungan dengan lingkup studi kognitif seperti persepsi, memori, dan berpikir (Solso, Maclin & Maclin, 2008:15).

  Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, setidaknya kita mengenal istilah Brain-based Learning (pembelajaran berbasis otak). Namun tak jarang penulis dapati praktisi-praktisi pendidikan menggunakan data-data yang dikaitkan dengan hasil-hasil spekulasi pemikiran yang masih termasuk dalam pseudosains, seperti fungsi otak berdasarkan belahan (hemisphere) kiri dan kanan. Schunk (2012:53- 54) telah menguraikan asal-usul pemikiran ini yang berawal dari tahun 1874. Tetapi berdasarkan penelitian neurosains, hampir semua tugas membutuhkan partisipasi kedua belahan otak.

  Sebagian besar informasi awal tentang otak dan fungsi-fungsinya diperoleh dari studi terhadap trauma (luka) kepala pada korban perang atau kecelakaan. Sebagai contoh, dalam Perang Dunia I, para dokter bedah yang merawat korban yang terkena pecahan peluru di kepala memperoleh ilmu berharga tentang letak area khusus pada otak (seperti area yang berhubungan penglihatan, kemampuan berbicara, pendengaran) dan fungsi otak secara umum (Solso, Maclin & Maclin, 2008:15). Seiring dengan perkembangan teknologi modern, hasil-hasil penelitian neurosains semakin dapat dipercaya.

  Byrnes dan Fox (dalam Schunk, 2012:43) menjelaskan bahwa perkembangan pesat teknologi dalam neurosains telah menghasilkan metode-metode baru yang dapat menunjukkan bagaimana otak menjalankan fungsi-fungsinya saat melakukan aktifitas mental yang melibatkan pembelajaran dan memori. Data-data yang dihasilkan dari penerapan metode-metode ini sangat relevan dengan pengajaran dan pembelajaran di kelas dan dapat memberikan implikasi-implikasi bagi pem- belajaran, motivasi, dan perkembangan. Hal senada juga diungkapkan oleh Gross, (2012:333) bahwa pembelajaran dan memori merepresentasikan dua sisi mata uang yang sama: pembelajaran bergantung pada memori untuk permanensinya, dan memori tidak akan memiliki isi tanpa pembelajaran.

  Dengan mengetahui pentingnya pengetahuan otak dan memori dalam proses pembelajaran, di bawah ini penulis kutip daerah-daerah otak dan fungsi-fungsinya (Byrnes, Jensen, & Wolfe dalam Schunk, 2012:52):

  Tabel 1. Fungsi-Fungsi Pokok Daerah-Daerah Otak

  DAERAH OTAK FUNGSI-FUNGSI POKOKNYA

Cerebral cortex Memproses informasi-informasi inderawi, mengatur berbagai fungsi

pembelajaran dan memori

Formasi retikular Mengendalikan fungsi-fungsi tubuh (misalnya pernafasan dan tekanan

darah), kemunculan perasaan atau emosi, kondisi tidur dan terjaga.

Cerebellum Bertanggung jawab terhadap keseimbangan tubuh, sikap tubuh,

gerakan, penguasaan keterampilan motorik.

Hypothalamus Mengendalikan fungsi-fungsi homeostatis tubuh (mis: temperatur,

tidur, air, makanan); meningkatkan detak jantung dan pernafasan saat stres.

Amygdala Mengendalikan emosi dan agresi; menilai potensi-potensi merugikan

dari input-input inderawi.

Hippocampus Menyimpan memori dari hal yang baru terjadi dan memori yang

sedang berjalan; membentuk informasi-informasi dalam memori jangka panjang. Corpus callosum Menghubungkan belahan otak kanan dan kiri. Lobus oksipital Memproses informasi-informasi visual.

Lobus parietal Memproses informasi-informasi taktil; menentukan posisi tubuh;

mengintegrasikan informasi-informasi visual. Lobus temporal Memproses informasi-informasi auditori.

Lobus frontal Memproses informasi-informasi untuk memori, perencanaan, peng-

ambilan keputusan, penentuan target, kreatifitas, mengatur gerakan- gerakan otot (korteks motorik primer). Area Broca Mengendalikan produksi ucapan.

Area Wernicke Memahami perkataan; mengatur penggunaan tatanan kalimat yang

benar ketika berbicara.

  Menurut National Research Council, proses pembentukan dan penguatan koneksi-koneksi sinaptik (pembelajaran) mengubah struktur fisik dari otak dan organisasi fungsionalnya. Ditegaskan lagi oleh Begley (dalam Schunk, 2012:65) bahwa tugas-tugas yang khusus terkait dengan pembelajaran menghasilkan perubahan-perubahan yang terlokalisir dalam daerah-daerah otak yang sesuai untuk tugas tersebut. Perubahan-perubahan ini membentuk pengorganisasian baru pada otak. Kita cenderung berpikir bahwa otak menentukan pembelajaran, tetapi pada kenyataannya ada hubungan timbal balik dikarenakan sifat ‘neuro- plastisitas’ otak atau kapasitasnya untuk mengubah struktur dan fungsinya sebagai hasil dari pengalaman.

B. PROSES PENGOLAHAN INFORMASI

  Salah satu pendekatan untuk memahami kinerja otak adalah dengan teori pemrosesan informasi. Teori pemrosesan informasi dimulai dari yang sederhana, yaitu dengan analogi di dunia komputer. Tetapi analogi ini terlalu sederhana. Di bawah ini salah satu model pengolahan informasi.

  

Bagan 1. Multi-Store Model (MSM) Atkinson-Shiffrin (dengan modifikasi)

  Dalam model ini, input sensoris masuk ke memori sensoris. Melalui proses perhatian, informasi bergerak ke memori jangka pendek, dimana ia tetap ada selama 30 detik atau kurang, kecuali dilatih. Ketika informasi masuk ke memori jangka panjang, dapat diambil selama masa hidup. Tetapi beberapa ahli memori kontemporer percaya bahwa model Atkinson-Shiffrin terlalu sederhana. Mereka berpendapat bahwa bahwa memori tidak selalu bekerja dalam urutan tiga tahap yang dikemas rapi (Santrock, 2014:306). Tetapi setidaknya model pemrosesan memori Atkinson-Shiffrin ini telah mendominasi penelitian selama beberapa dekade (Feldman, 2012:258).

1. Register Sensoris (Sensory Register)

  Register sensoris adalah komponen pertama dalam sistem memori yang menyaring informasi-informasi yang masuk dan menentukan penting tidaknya informasi bagi individu. Seluruh informasi inderawi (kecuali bau) langsung menuju thalamus (terletak pada sistem limbik). Tetapi input ini tidak dikirimkan dalam bentuk yang sama ketika diterima. Input-input ini dikirimkan sebagai sebuah “persepsi” saraf dari input tersebut. Persepsi ini berperan mencocokkan informasi- informasi dengan hal-hal yang telah tersimpan dalam memori. Proses ini disebut sebagai pengenalan pola (pattern recognition). Keseluruhan dari proses registrasi sensoris—menerima input, membuang atau menyalurkannya ke working memory— hanya terjadi dalam sepersekian detik (Slavin, 2008:219; Schunk, 2012:60; Sousa, 2012:54). Persepsi terhadap stimulus (sensory input) melibatkan penafsiran pikiran dan dipengaruhi oleh keadaan pikiran, pengalaman masa lalu, pengetahuan, moti- vasi, dan banyak faktor lainnya (Slavin, 2008:221).

  2. Memori Sensoris (Sensory Memory) Sensory Memory (SM) adalah penyimpanan informasi awal sesaat, yang ber- langsung hanya sekejap (Feldman, 2012:258). Kilatan petir, suara gesekan daun, dan tusukan peniti, semuanya mewakili stimulus dalam durasi yang sangat singkat, namun mereka dapat memberikan informasi yang penting sehingga diperlukan respons. Stimulus seperti ini pada awalnya dan secara singkat disimpan dalam memori sensori, tempat penyimpanan pertama dari informasi yang disampaikan dunia kepada kita.

  Dari sekian banyak informasi tidak semuanya kita hiraukan. Informasi yang kita sadari dan berhasil mendapat perhatian (attention) kita, akan dipindahkan ke komponen selanjutnya, yaitu Memori Jangka Pendek.

  3. Memori Jangka Pendek (Short Term Memory) Hamilton dan Martin (dalam Feldman, 2012:260) menjelaskan bahwa karena informasi yang disimpan sangat singkat dalam memori sendori terdiri atas repre- sentasi stimulus sensori mentah, maka informasi tersebut tidak berarti bagi kita. Jika kita ingin memahami informasi tersebut dan ingin kembali menggunakannya, maka informasi tersebut harus ditransfer ke tahap berikutnya, yaitu ke memori jangka pendek. Disinilah informasi untuk pertama kalinya memiliki arti.

  Banyak teoritikus memori kontemporer berpendapat bahwa STM sebenarnya jauh lebih aktif. Dalam pandangan ini, STM menyerupai sistem pemrosesan infor- masi yang mengatur materi baru yang didapatkan dari memori sensori ataupun materi lama yang telah ditarik dari LTM. Karena itu, LTM disebut sebagai Memori Kerja (Working Memory), yaitu seperangkat penyimpanan memori sementara yang secara aktif memanipulasi dan mengulang informasi. Memori kerja dipandang me- miliki proses eksekutif pusat yang terlibat dalam logika dan pengambilan keputusan (Feldman, 2012:263).

  Salah satu cara untuk mempertahankan informasi dalam memori kerja ialah dengan memikirkannya atau melakukannya berulang-ulang. Proses mempertahan- kan suatu informasi dalam memori kerja melalui pengulangan (repetition) disebut rehearsal (Baddeley dalam Slavin, 2008:223). Menurut Gross (2012:355), dengan cara rehearsal ini informasi dapat tersimpan baik dalam memori kerja secara nyaris tak terbatas.

  Rehearsal dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu (Craik & Watkins dalam Gross, 2012:342; Slavin, 2012:227-229): 1) Maintenance rehearsal, yaitu materi dilatih sesuai dalam bentuk ketika disajikan (dihafalkan tanpa dipikirkan).

  2) Elaborative rehearsal (atau elaboration of encoding), yaitu mengelaborasi materi dengan cara tertentu (misalnya dengan memberi makna, atau mengaitkannya dengan pengetahuan yang sebelumnya sudah ada, yang tersimpan di LTM).

4. Memori Jangka Panjang (Long Term Memory)

  Penyimpanan terjadi pada saat hyppocampus mengkode informasi dan mengirimkannya pada satu atau lebih area penyimpanan jangka panjang. Proses pengkodean memakan waktu dan biasanya terjadi saat kita sedang tertidur lelap. Walaupun siswa tampaknya mendapatkan informasi dan keterampilan baru, tidak ada jaminan bahwa akan ada penyimpanan permanen setelah pelajaran diterima. Jika siswa dapat mengingat suatu pembelajaran dengan akurat setelah periode waktu tertentu, kita dapat mengatakan bahwa pembelajaran telah disimpan (Sousa, 2012:64). Bukti-bukti menunjukkan bahwa setiap ingatan disimpan secara me- nyebar di sekujur struktur-struktur otak yang berpartisipasi dalam pengalaman aslinya (Pinel, 2015:352).

  LTM terbagi dalam dua bagian, yaitu (Feldman, 2012:265): 1) Memori deklaratif, yaitu memori tentang informasi faktual: nama, wajah, tanggal, dan fakta, seperti “sebuah sepeda memiliki dua roda”. Memori deklaratif dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:

  a) Memori semantik, yaitu memori untuk pengetahuan umum dan fakta-fakta tentang dunia, serta memori untuk aturan logika yang digunakan untuk men- jelaskan fakta lain. (What-Who)

  b) Memori episodik, yaitu memori tentang kejadian-kejadian yang terjadi pada waktu, tempat, atau konteks tertentu. (When-Where) 2) Memori prosedural, yaitu memori tentang kecakapan dan kebiasaan, seperti bagaimana cara mengendarai sepeda atau memukul bola. (Why-How)

  Informasi-informasi yang tersimpan dalam LTM dapat dipanggil kembali atau disebut retrieval. Kita tidak dapat menemukan kembali informasi yang belum disimpan, tetapi fakta yang kita tahu itu tidak menjamin bahwa kita akan meng- ingatnya di waktu tertentu (Gross, 2012:334).

C. PRINSIP-PRINSIP MEMORI DALAM DESAIN PEMBELAJARAN

  Dalam mendesain sebuah pesan pembelajaran, faktor utama yang harus diperhatikan terkait memori adalah bagaimana pelajaran yang didesain mudah diingat kembali karena tersimpan di memori jangka panjang.

  Faktor-faktor yang menyebabkan informasi masuk ke memori jangka panjang kerja yang penulis sarikan dari Slavin (2012:243-257) dan Sousa (2012:56-57):

  1. Informasi untuk keselamatan hidup (survive). Tugas utama otak adalah mem- bantu pemiliknya bertahan hidup. Dengan demikian otak akan segera memroses data yang diinterpretasikan mengancam keselamatan individu, misalnya bau terbakar, gonggongan anjing, atau seseorang yang akan melukai tubuh.

  2. Informasi yang membangkitkan emosi (emotional). Saat individu merespon secara emosional terhadap suatu situasi, sistim limbik (dipicu oleh amygdala) mengambil peran besar dan proses kompleks otak ditunda. Kita mengalami hal ini ketika sedang marah, takut kepada hal yang tidak kita kenal, atau sangat gembira, maka keadaan ini dengan cepat menutupi pikiran-pikiran rasional kita.

  3. Informasi terkait dengan pengalaman hidup sehari-hari (relevance). Dengan keterkaitan ini siswa akan merasakan keterlibatan dalam proses pembelajaran dan mendapat pemicu recalling memory ketika setiap saat bertemu dengan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan pembelajaran.

  4. Memroses ulang informasi yang sudah masuk dengan berusaha memberikan makna melalui pengulangan dan penambahan rincian (rehearsal elaboration).

  Dengan cara ini informasi akan semakin logis dan mudah diterima.

  5. Informasi tentang belajar hal yang baru (pengalaman pertama) cenderung mendapat banyak perhatian (attention). Seandainya informasinya sudah pernah diketahui oleh siswa, guru dapat menyajikannya dengan strategi baru. Informasi dan strategi yang sama akan menurunkan tingkat perhatian.

  6. Informasi yang dipelajari harus menjanjikan manfaat agar siswa termotivasi untuk melakukannya.

BAB III PENUTUP Guru menghabiskan 90 persen waktu persiapannya menyusun pelajaran agar

  siswa mengerti tujuan pembelajaran (membuat pelajaran dapat dipahami). Namun untuk meyakinkan otak siswa agar menyimpan tujuan pelajaran, guru harus lebih cermat dan bersungguh-sungguh membantu siswa membangun makna. Selain itu, kita harus ingat bahwa hal yang bermakna bagi kita saat masih anak-anak belum tentu sama bagi anak-anak saat ini.

  Tujuan pembelajaran adalah agar hasil belajar tersimpan permanen dalam memori jangka panjang. Oleh karena itu, minimal seorang guru harus memahami tiga hal berikut:

  1. Siswa harus merasa aman secara fisik dan emosional, sebelum mereka mampu berfokus pada proses pembelajaran. Perasaan siswa terhadap situasi belajar menentukan jumlah perhatian yang diberikan pada pembelajaran itu sendiri.

  2. Proses belajar masuk akal (logis), siswa dapat memahami materi pelajaran dengan menghubungkan materi itu dengan pengalaman yang dialami siswa.

  3. Proses belajar harus mempunyai arti (bermakna), siswa harus dibuat mengerti apa manfaat sebuah materi pelajaran dan kapan waktunya untuk memanfaatkan dalam kehidupannya.

DAFTAR RUJUKAN

  Chatib, M. 2016. Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung: Kaifa Learning

  DePorter, B. & Hernacki, M. 2016. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Sari Meutia, Ed). Terjemah: Alwiyah Abdurrahman.

  Bandung: Kaifa Learning Feldman, R.S. 2012. Pengantar Psikologi (Edisi 10 Buku 1). Terjemah: Petty Gina

  Gayatri & Putri Nurdina Sofyan. Jakarta: Salemba Humanika Gross, R. 2012. Psikologi Ilmu Jiwa dan Perilaku (Buku 1). Terjemah: Helly Prajitno

  Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Pinel, P.J.J. 2015. Biopsikologi (Edisi Ketujuh). Terjemah: Helly Prajitno Soetjipto &

  Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Santrock, J.W. 2014. Psikologi Pendidikan (Edisi 5). Terjemah: Harya Bhimasena. Jakarta: Salemba Humanika

  Schunk, D.H. 2012. Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Terjemah: Eva Hamdiah & Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

  Slavin, R.E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik (Buku 1). Terjemah: Marianto Samosir. Jakarta: PT Indeks Solso, R.L., Maclin, O.H. & Maclin, M.K. 2008. Psikologi Kognitif (Edisi Kedelapan).

  Terjemah: Mikael Rahardanto & Kristianto Batuadji. Jakarta: Erlangga Sousa, D.A. 2012. Bagaimana Otak Belajar (Edisi Keempat). Terjemah: Siti Mahyuni. Jakarta: PT Indeks