Perbanyakan cendana, santalum album Linn. secara kultur in-vitro dengan pemberian zat pengantar tumbuh sitokinin(BAP dan Kinetin)

PERBANYAKAN CENDANA (Santalum album Linn.)
SECARA KULTUR IN-VITRO
DENGAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH
SITOKININ (BAP DAN KINETIN)

Oleh :
EKA PRIMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERBANYAKAN CENDANA (Santalum album Linn.)
SECARA KULTUR IN-VITRO
DENGAN PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH
SITOKININ (BAP DAN KINETIN)

EKA PRIMAWATI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul Penelitian

: Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) secara
Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur
Tumbuh Sitokinin (BAP dan Kinetin)

Nama mahasiswa

: Eka Primawati


NRP

: E34101035

Departemen

: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas

: Kehutanan

Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Edhi Sandra, M.Si.

Mia Kosmiatin, S.Si, M.Si.


Ketua

Anggota

Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.

Tanggal Lulus : 5 Januari 2006

RINGKASAN

Eka Primawati. E34101035. Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.)
secara Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin
(BAP dan Kinetin). Dibimbing oleh: Ir Edhi Sandra, M.Si. dan Mia
Kosmiatin, S.Si, M.Si.

Cendana (Santalum album Linn.) merupakan hasil hutan kayu yang khas
dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Timur (Timtim). Tanaman ini

mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena dapat menghasilkan minyak atsiri
dengan aroma spesifik, sebagai bahan dasar parfum, sabun dan kemenyan serta
mempunyai khasiat sebagai obat pereda kejang, mual dan demam. Keberadaan
Cendana sekarang merupakan tanaman langka, hal ini tercatat dalam IUCN Red
List 1994 merupakan Threatened Species. Oleh sebab itu segera dilakukan
tindakan budidaya, salah satunya melalui kultur in-vitro dengan pemberian zat
pengatur tumbuh (ZPT) Sitokinin yaitu BAP (6-benzylaminopurine), Kinetin (6furfurylaminopurine) dan kombinasinya. Supaya mendapatkan perbanyakan
Cendana optimal, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas pemberian zat pengatur tumbuh kelompok Sitokinin
yaitu BAP, Kinetin atau kombinasinya pada perbanyakan Cendana.
Kegiatan Penelitian berlangsung di Unit Kultur Jaringan Laboratorium
Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB, selama 5 bulan mulai dari bulan Mei sampai September
2005. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktorial yaitu pemberian ZPT berupa
BAP, Kinetin dan kombinasinya, diberikan pada media Murashige and skoog
(MS) terdiri atas 10 perlakuan dengan masing-masing perlakuan 10 ulangan.
Perlakuan A1 (BAP 0 mg/l : Kinetin 0 mg/l), A2 (BAP 0.5 mg/l : Kinetin 0 mg/l),
A3 (BAP 1 mg/l : Kinetin 0 mg/l), A4 (BAP 1.5 mg/l : Kinetin 0 mg/l), A5 (BAP
2.0 mg/l : Kinetin 0 mg/l), A6 (BAP 0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l), A7 (BAP 0.5 mg/l

: Kinetin 0.2 mg/l), A8 (BAP 1.0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l), A9 (BAP 1.5 mg/l :
Kinetin 0.2 mg/l), dan A10 (BAP 2.0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l). Peubah-peubah
yang diamati dan diukur adalah pengamatan visual, jumlah tunas, jumlah buku,
tinggi dan jumlah daun.
Berdasarkan hasil pengamatan visual terjadi kontaminasi, namun cukup
rendah sebesar 17%. Eksplan berupa pucuk yang digunakan menunjukan gejala
pencoklatan terutama pada bagian yang dipotong. Terdapat pertumbuhan kalus,
namun tidak mendominasi pada setiap perlakuan, hanya terdapat pada beberapa
eksplan pada perlakuan A9 (BAP 1.5 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l). Kerontokan daun
terjadi hingga mencapai presentase 15.61%, kemudian dilakukan tindakan
subkultur dengan dilakukan penambahan Glutamin sebanyak 100 mg/l pada
media. Persentase rata-rata kerontokan daun mengalami penurunan sebesar
6.70%.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT Sitokinin
yaitu BAP memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan Kinetin dan
kombinasinya tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas. Nilai rata-rata

pertambahan jumlah tunas terbesar terdapat pada perlakuan A9 yaitu media MS
dengan penambahan BAP1.5 mg/l dan Kinetin 0.2 mg/l dengan angka sebesar
1.40, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan A1 (BAP 0 mg/l :

Kinetin 0 mg/l) dan A3 (BAP 1 mg/l : Kinetin 0 mg/l) dengan angka sebesar 0.00.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT
BAP memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan Kinetin dan
kombinasinya tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan jumlah buku.
Nilai rata-rata pertambahan jumlah buku terbesar terdapat pada perlakuan A9
(BAP 1.5 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l) yaitu 4.40, sedangkan pada perlakuan A6
(BAP 0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l) memberikan pengaruh terhadap rata-rata
pertambahan jumlah buku terendah sebesar 1.50.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT BAP
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, Kinetin memberikan pengaruh tidak
berbeda nyata dan kombinasinya memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap
tinggi eksplan. Dapat dilihat nilai rata-rata pertambahan tinggi terbesar terdapat
pada perlakuan A9 yaitu media MS dengan penambahan kombinasi BAP 1.5 mg/l
dan Kinetin 0.2 mg/l menunjukkan angka pertambahan tinggi sebesar 1.40 cm,
sedangkan nilai rata-rata pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan A6
dengan pemberian Kinetin 0.2 mg/l menunjukkan angka pertambahan 0.48 cm.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT
BAP, Kinetin dan kombinasinya memberikan pengaruh terhadap pertambahan
jumlah daun tahap ke-1. Rata-rata pertambahan tinggi terbesar terdapat pada
perlakuan A3 yaitu Media MS dengan penambahan BAP 1 mg/l dengan angka

pertambahan sebesar 13.20 helai, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada
perlakuan A6 (BAP 0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l) dengan angka sebesar 2.80 helai.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian ZPT Kinetin memberikan
pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan BAP dan kombinasinya tidak
berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun pada tahap ke-2 pengamatan.
Rata-rata pertambahan jumlah daun terbesar terdapat pada perlakuan A4 yaitu
media MS dengan penambahan BAP 1.5 mg/l dengan nilai sebesar 4.30 helai,
sedangkan pertambahan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan A6 (BAP
0 mg/l : Kinetin 0.2 mg/l) dengan nilai 0.50 helai.
Secara umum perlakuan A9 dengan pemberian ZPT kombinasi yaitu BAP
1.5 mg/l dan Kinetin 0.2 mg/l menunjukkan nilai rata-rata pertambahan terbaik
pada peubah jumlah tunas, jumlah buku dan tinggi eksplan Cendana. Rata-rata
pertambahan jumlah daun tahap ke-1 nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A3
dengan pemberian BAP konsentrasi 1 mg/l, sedangkan pertambahan jumlah daun
tahap ke-2 nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 dengan BAP konsentrasi 1.5
mg/l. Penambahan Glutamin 100 mg/l pada media dengan penambahan BAP dan
Kinetin berhasil mengurangi kerontokan daun.

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 19 November
1983, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Dwijono dan Ibu Mas’ulah. Pendidikan formal penulis
dimulai pada tahun 1987 di TK Dharmawanita Ngambon. Pada
tahun 1989 melanjutkan ke SD Negeri Ngambon I dan lulus pada
tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Ngambon dan
lulus pada tahun 1998. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 2
Bojonegoro dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima
menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di
Himpunan Profesi (HimPro) Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan
(HIMAKOVA) Kelompok Pemerhati Flora (KPF), Kelompok Pemerhati Kupukupu (KPK) periode 2002-2004. Asean Forestry Student Asosiation (AFSA) LC
IPB (2002).
Penulis pernah mengikuti magang di Taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) serta di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur BKPH Pradok, KPH
Bojonegoro pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis mengikuti Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Pengenalan Hutan
dilaksanakan di BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung

Slamet Barat, KPH Banyumas Timur. Praktek Pengelolaan Hutan dilakukan di
KPH Ngawi. Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di laksanakan di Taman
Nasional Ujung Kulon (TNUK) pada tahun 2005.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penelitian dengan judul ” Perbanyakan Cendana (Santalum
album Linn.) secara Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh
Sitokinin (BAP dan Kinetin) ”, di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan
Mia Kosmiatin S.Si, M.Si.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang telah diberikan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 ialah budidaya
secara in vitro, dengan judul ” Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.)
secara Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP
dan Kinetin) ”.
Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Ibu Mia
Kosmiatin, S.Si, M.Si. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan
pengarahannya selama penulis menyelesaikan skripsi. Bapak Dr. Ir. Imam

Wahyudi, M.S. selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak
Drs. Simon Taka Nuhamara, M.S. selaku dosen penguji dari Departemen
Menejemen Hutan. Bapak dr. Sugiyanto selaku kepala Laboratorium P.T Agro
Sejati atas bantuan penyediaan eksplan Cendana. Staf Laboratorium Kultur
Jaringan Departemen KSH Pak Husen dan Pak Santa atas segala fasilitas
laboratorium, bimbingan dan bantuan serta kerjasamanya selama penelitian
berlangsung. KPAP Departemen KSH Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Tuti, Ibu Vivi, Ibu
Eti dan Pak Acu atas segala bantuan administrasi. Teh Sri dan Mas Insan atas
bantuan literatur yang telah diberikan. Keluarga tercinta Bapak, Ibu dan Dek
Erista atas segala kasih sayang dan dukungannya. Eko, Mungki, Desi, Ari, Rita,
Sari, Nanang, Kaka, Catur, Santun, dan Ernest atas segala bantuan dan dukungan
kepada penulis. Rekan-rekan seperjuangan KSH’ 38 dan Fahutan atas inspirasi dan
dukungannya. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga
Allah SWT memberikan balasan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna. Untuk
itu kritik dan saran membangun sangat diharapkan oleh penulis. Akhirnya semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2006

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Hipotesis ................................................................................................. 2
Manfaat .................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Cendana ( Santalum album Linn.) .......................................................... 3
Taksonomi dan Morfologi ............................................................. 3
Penyebaran dan Habitat ................................................................. 5
Perbanyakan Cendana yang pernah dilakukan .............................. 5
Kegunaan ...................................................................................... 6
Kandungan ..................................................................................... 6
Kultur Jaringan ....................................................................................... 7
Pengertian kultur jaringan dan Culture in-vitro ............................ 7
Media Kultur ................................................................................. 8
Zat Pengatur Tumbuh ................................................................... 9
Sitokinin ........................................................................................ 9
Perbanyakan Tanaman ........................................................................... 10
Kultur Pucuk (Shoot tip culture) ........................................................... 10
Pertumbuhan dan Perkembangan .......................................................... 11
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 12
Bahan dan Alat ....................................................................................... 12
Rancangan Percobaan ............................................................................. 13
Pelaksanaan Percobaan ........................................................................... 14
Kegiatan sterilisasi ...................................................................... 14
Pembuatan media ........................................................................ 15

Penanaman .................................................................................. 15
Subkultur ..................................................................................... 16
Pengamatan ................................................................................. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Visual ................................................................................ 17
Kontaminasi ................................................................................ 17
Gejala Pencoklatan ...................................................................... 18
Kalus ........................................................................................... 18
Pertumbuhan Vegetatif.......................................................................... 19
Jumlah Tunas .............................................................................. 20
Jumlah Buku ............................................................................... 22
Tinggi .......................................................................................... 24
Jumlah Daun ............................................................................... 26
Jumlah Daun tahap ke-1 ...................................................... 29
Jumlah Daun tahap ke-2 ...................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................... 34
Saran...................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35
LAMPIRAN .................................................................................................... 37

DAFTAR TABEL
No.

Halaman

1. Rekapitulasi analisa sidik ragam terhadap berbagai peubah
pertambahan dalam perbanyakan Cendana pada 12 MST ........................ 19
2. Rekapitulasi uji lanjut Duncan pengaruh pemberian ZPT Sitokinin
(BAP, Kinetin dan kombinasinya) terhadap berbagai peubah
pada 12 MST ............................................................................................. 20
3. Rekapitulasi rata-rata persentase kerontokan daun ................................... 28

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1. Rumus bangun ZPT Sitokinin (a) Kinetin (b) BAP ............................ 10
2. Kontaminasi pada botol kultur ............................................................ 17
3. Pencoklatan pada eksplan ................................................................... 18
4. Pertumbuhan kalus .............................................................................. 19
5. Rata-rata pertambahan jumlah tunas pada perlakuan pemberian
zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya)
pada 12 MST ....................................................................................... 21
6. Rata-rata pertumbuhan jumlah tunas pada perlakuan pemberian
zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya)..... 22
7. Rata-rata pertambahan jumlah buku pada perlakuan pemberian
zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya)
pada 12 MST ....................................................................................... 23
8. Rata-rata pertumbuhan jumlah buku pada perlakuan pemberian
zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya)..... 24
9. Rata-rata pertambahan tinggi pada perlakuan pemberian zat
pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya)
pada 12 MST ....................................................................................... 25
10. Rata-rata pertumbuhan tinggi pada perlakuan pemberian zat
pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan kombinasinya) ......... 26
11. Kerontokan daun ................................................................................. 27
12. Rata-rata pertambahan jumlah daun tahap ke-1 pada perlakuan
pemberian zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya) pada 12 MST .............................................................. 30
13. Rata-rata pertumbuhan jumlah daun tahap ke-1 pada perlakuan
pemberian zatpengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya) .................................................................................... 31
14. Rata-rata pertambahan jumlah daun tahap ke-2 pada perlakuan
pemberian zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya) pada 12 MST .............................................................. 32
15. Rata-rata pertumbuhan jumlah daun tahap ke-2 pada perlakuan
pemberian zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya) .................................................................................... 32

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1. Daftar sidik ragam pengaruh zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin
dan kombinasinya terhadap pertambahan jumlah tunas Cendana.............. 37
2. Daftar sidik ragam pengaruh zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin
dan kombinasinya terhadap pertambahan jumlah buku Cendana .............. 37
3. Daftar sidik ragam pengaruh zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin
dan kombinasinyaterhadap pertambahan tinggi Cendana .......................... 37
4. Daftar sidik ragam pengaruh zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin
dan kombinasinya terhadap pertambahan jumlah daun Cendana
tahap ke-1 ................................................................................................... 37
5. Daftar sidik ragam pengaruh zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin
dan kombinasinya terhadap pertambahan jumlah daun Cendana
tahap ke-2 ................................................................................................... 37
6. Rata-rata pertumbuhan jumlah tunas ........................................................ 38
7. Rata-rata pertumbuhan jumlah buku ......................................................... 38
8. Rata-rata pertumbuhan Tinggi .................................................................. 39
9. Rata-rata pertumbuhan jumlah daun tahap ke-1 ....................................... 39
10. Rata-rata pertumbuhan jumlah daun tahap ke-2 ........................................ 40
11. Pembuatan larutan stok untuk media Murashige & Skoog (MS) ............. 40
12. Komposisisi garam makro, mikro, vitamin dan komponen lainnya
dalam media Murashige & Skoog (MS) ................................................... 41

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cendana (Santalum album Linn.) merupakan hasil hutan kayu yang khas
dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Timur (Timtim). Tumbuhan ini
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan telah menjadi komoditas perdagangan sejak
berabad-abad yang lalu, sebab dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma
spesifik (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1992). Cendana
digunakan sebagai bahan dasar parfum, sabun dan kemenyan serta merupakan
tumbuhan yang mempunyai khasiat sebagai obat pereda kejang, mual dan demam.
Keberadaan Cendana sekarang merupakan tanaman langka, hal ini
ditunjukkan dengan semakin berkurangnya jumlah tegakan Cendana. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 1999 menyebutkan, populasi Cendana di NTT hingga
tahun 1997 tercatat 685.170 pohon. Rinciannya, pohon induk 182.133 batang dan
pohon muda 502.584 batang. Sumber yang sama mencatat, produksi Cendana
tahun 1997 sebanyak 16,586 ton (Kompas, 2001).
menyebutkan

bahwa

Cendana

termasuk

dalam

IUCN Red List 1994
Threatened

Species

(http://www.redlist.org/search/details.php?species=31852, 2005).
Upaya pemulihan potensi Cendana NTT telah banyak dilakukan, seperti
usaha pengembangan dengan penanaman Cendana dari pembibitan maupun
pemeliharaan

anakan

yang

berasal

dari

penyebaran

alamiah.

Namun

keberhasilannya sangat rendah karena kurangnya dukungan informasi dan
teknologi pembudidayaanya. Hal ini di didukung pula adanya anggapan petani
NTT

bahwa

penanaman

Cendana

dengan

pembibitan

sangat

rendah

keberhasilannya, bahkan sebagian masyarakat masih berpendapat bahwa Cendana
tidak bisa ditanam (Rahayu, Wawo, Noordwijk, Hairiah, 2002).
Salah satu usaha yang dikembangkan untuk mengatasi kendala budidaya
Cendana yaitu dengan memanfaatkan kultur in-vitro, sebab cara ini dianggap
dapat memberikan beberapa kelebihan. Adapun kelebihan dari budidaya
pengadaan benih ini adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung musim,
bahan tanaman sedikit dan tidak merusak pohon induk.

Untuk mendapatkan media perbanyakan Cendana melalui kultur in-vitro
khususnya dalam pertumbuhan dan morfogenesis, perlu diketahui penambahan zat
pengatur tumbuh yang berperan dalam memacu pemanjangan sel, pembesaran dan
pembelahan sel serta mengarahkan transpor hara pada eksplan. Supaya
mendapatkan hasil perbanyakan yang optimal, maka diperlukan adanya formulasi
khusus yaitu kombinasi zat pengatur tumbuh Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya) dalam media kultur yang digunakan.
Tujuan Penelitian
Mempelajari efektivitas pemberian zat pengatur tumbuh BAP, Kinetin atau
kombinasinya pada perbanyakan Cendana.
Hipotesis
Pemberian zat pengatur tumbuh Sitokinin yaitu BAP, Kinetin dan
kombinasinya dapat meningkatkan perbanyakan atau multiplikasi tunas pada
Cendana.
Manfaat
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai
jenis zat pengatur tumbuh dari kelompok Sitokinin yang efektif dipergunakan
dalam perbanyakan Cendana.

TINJAUAN PUSTAKA
Cendana (Santalum album)
Taksonomi dan Morfologi
Lawrence (1946) dalam Hermawan (1993) mengklasifikasikan Cendana
(Santalum album Linn) sebagai berikut :
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermathophyta

Anak Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Santales

Anak Bangsa

: Santalineae

Suku

: Santalaceae

Marga

: Santalum

Jenis

: Santalum album Linn

Cendana merupakan pohon berukuran sedang yang selalu hijau, tinggi ratarata mencapai 12-15 m (Rahayu et al, 2002; Hermawan 1993). Rahayu et al
(2002) menyebutkan diameter batang Cendana sekitar 20-35 cm dengan kulit
batang berwarna putih keabu-abuan. Hal ini berbeda dengan Hermawan (1993)
menyebutkan batang pohon Cendana tegak dan bentuk bulat panjang dengan
diameter rata-rata 40 cm serta cabang yang banyak, kulit batang kasar berwarna
kelabu sampai coklat merah.
Pohon Cendana mempunyai daun tunggal berbentuk elips sampai lanset
dengan ujung yang runcing. Panjang daun 4-8 cm, lebar 2-4 cm dan panjang
tangkai daun 1-1,5 cm. Kedudukan daun berhadapan kadang-kadang berseling dan
tidak mempunyai daun penumpu (Rahayu et al, 2002; Hermawan 1993).
Bunga majemuk tersusun dalam bentuk malai terdapat di ujung tangkai atau
ketiak daun (Rahayu et al, 2002; Hermawan 1993; Hamzah, 1976). Lebih lanjut
(Hermawan 1993; Hamzah, 1976) menyebutkan kebanyakan bunga kecil, warna
putih kehijau-hijauan sampai coklat kotor dan baunya sedap serta berkelamin dua.

Buah merupakan tipe buah batu, bentuknya bulat berbiji satu dan berukuran
sebesar kacang polong, garis tengah 3-8 mm, saat muda berwarna hijau dan
apabila masak berwarna hitam keunguan. Kulit buah tipis dan keras dengan 3 jalur
dari atas sampai tengah. Biji berbentuk sederhana, tidak mempunyai rasa,
mengandung endosperma yang berdaging, tanpa kulit biji (Rahayu et al, 2002;
Hermawan 1993; Hamzah, 1976).
Sistem perakaran Cendana adalah akar tunjang yang jelas dengan
banyaknya akar-akar cabang yang kuat. Akar yang muda mempunyai sedikit
rambut akar. Akar cabang bentuknya panjang dan ramping, mempunyai
kemampuan menjelajah tanah sejauh 30-40 m untuk mencapai inangnya (Rahayu
et al, 2002; Hermawan, 1993; Hamzah, 1976).
Cendana adalah tanaman yang bersifat setengah parasit (hemi parasit),
sehingga membutuhkan tanaman inang untuk memasok beberapa unsur hara yang
digunakan untuk pertumbuhan (Rahayu et al, 2002; Hermawan 1993; Hamzah,
1976). Lebih lanjut Rahayu et al (2002) menyebutkan unsur hara yang diambil
dari inang adalah Nitrogen (N), Pospor (P), Kalium (K) dan asam amino,
sedangkan unsur kalsium (Ca) diambil sendiri dari dalam tanah. Tumbuhan inang
juga berfungsi sebagai peneduh ketika Cendana masih dalam tingkat semai.
Parasitisme Cendana dengan inangnya terjadi melalui kontak akar. Setelah
kontak akar terjadi maka nutrisi dari akar inang mengalir ke akar Cendana.
Parasitisme ini secara morfologi dapat dilihat dari adanya titik sambung akar.
Kontak tersebut diawali dengan terbentuknya houstorium yang tumbuh pada bulubulu akar Cendana. Houstorium adalah modifikasi akar Cendana yang menempel
pada akar tanaman inangnya dan digunakan sebagai alat untuk menyerap unsur
hara dari tanaman inangnya (Rahayu et al, 2002). Lebih lanjut disebutkan
houstorium pada Cendana dewasa berbentuk piramida sedangkan pada tanaman
muda berbentuk bola berwarna hijau kekuningan.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1992), Cendana
mempunyai kisaran inang yang sangat luas, lebih dari 300 jenis telah diketahui
sebagai inang Cendana. Rahayu et al (2002) menyatakan jenis inang pada
Cendana dikelompokkan menjadi inang primer atau semi permanen dan inang
sekunder atau permanen. Inang primer adalah inang yang diperlukan Cendana

pada tingkat awal pertumbuhan yaitu pembibitan. Jenis inang primer yang dapat
digunakan antara lain : Kaliandra (Caliandra callothyrsus), Knamok (Cassia
timorensis), Gude atau Kacang turis (Cajanus cajan), Lamtoro (Leucaena
glauca), Cabe (Capsicum annum) dan Turi (Sesbama grandiflora).
Inang sekunder adalah inang yang mendampingi Cendana dalam waktu
yang lama. Terdapat lebih dari 50 jenis tumbuhan yang dijadikan sebagai inang
sekunder Cendana. Suatu tanaman dikatakan sebagai inang sekunder apabila
tanaman tersebut membentuk formasi dengan Cendana atau berada disekitar
Cendana. Tanaman inang sekunder yang cocok untuk Cendana antara lain :
Cemara laut (Casuarina equisentifolia L.), Johar (Senna siamea), Akasia (Acasia
spp.), Petes merah (Acasia filosa) dan Kaliandra (Caliandra callothyrsus).
Penyebaran dan Habitat
Di Indonesia Cendana tumbuh secara alami di Jawa Timur, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi dan Maluku (Hermawan, 1993). Disebutkan pula bahwa
Cendana dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang sifat peresapan air baik,
seperti tanah yang berbatu dan mengandung kapur. Tempat yang disukai Cendana
adalah daerah yang kering dan panas, dengan suhu terendah 20 ºC dan
kelembaban udara 65%.
Iklim yang optimal untuk pertumbuhan Cendana adalah pada kondisi kering
dengan rata-rata curah hujan 625-1625 mm/tahun (tipe iklim D-E, Schmidt
Ferguson), dengan rata-rata temperatur 10–35ºC. Kondisi tanah yang optimal
adalah tanah sarang/berdrainase baik dengan bantuan induk kapur atau vulkanik,
dan terletak pada ketinggian 50-1200 mdpl (Hermawan, 1993; Sinaga dan
Buharman, 1996). Lebih lanjut di sebutkan pada kondisi seperti ini, pertumbuhan
di daerah pegunungan menunjukan hasil yang lebih baik dibanding di dataran
rendah.
Perbanyakan Cendana yang pernah dilakukan
Pada umumnya Cendana mempunyai daya yang besar sekali untuk
pembentukan tunas akar dan tunas tunggak. Dari percobaan yang dilakukan oleh
Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Timur di Persemaian Aer Nona (Kupang), ada
tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Cendana dapat dibiakkan dengan stek

batang, menggunakan ranting yang berdiameter 3-5 mm dan panjang 30 cm
(Hamzah, 1976; Hermawan 1993). Lebih lanjut Hermawan (1993) menyebutkan
penanaman dengan stek akar tidak dianjurkan, karena persentase tumbuhnya tidak
lebih dari 20%.
Cendana juga dapat diperbanyak melalui bijinya, yaitu terlebih dahulu
disemaikan dalam kantung plastik. Guna menunjang kesuburan bibit perlu
dipersiapkan biji tanaman inang. Setelah berumur 4-6 bulan, bibit Cendana baru
siap dipindah tanamkan ke tempat penanamannya (Hamzah, 1976).
Kegunaan
Kayu Cendana dapat diolah menjadi berbagai barang kerajinan. Salah satu
industri kecil Sari Wangi di Kupang telah menghasilkan barang cinderamata
dengan pengelolaan yang sederhana. Selain barang cinderamata, usaha ini juga
menghasilkan limbah kayu Cendana yang serpihan potongannya tidak beraturan.
Serpihan kayu Cendana sangat kuat dan kenyal sehingga sukar untuk diolah lebih
lanjut. Pengolahan lanjut limbah kayu ini menjadi serbuk dapat digunakan untuk
membuat hio, dupa, atau wewangi lain (Bagia, Harijono dan Parsa, 2005).
Hermawan (1993) menyebutkan bahan-bahan sintesis belum mampu mengeser
kedudukan Cendana dalam industri parfum maupun industri barang ukir-ukiran,
kipas, patung dan sebagainya.
Kayu Cendana berkhasiat sebagai penghalus kulit, peluruh keringat, pereda
kejang, pencegah mual dan daunnya untuk obat sakit demam. Untuk
menghaluskan kulit dipakai kayu Cendana yang sudah kering diserut halus lalu
ditumbuk dan ditambah air hingga menyerupai pasta, kemudian dilulurkan
keseluruh

badan,

setelah

kering

dibasuh

dengan

air

bersih

(http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku4/4-082.pdf, 2005).
Dalam bidang keagamaan, kayu Cendana ada hubungannya dengan
pengaruh agama Hindu dan Budha, sebab digunakan untuk membangun candi dan
kuil serta membakar mayat orang-orang menurut ajaran Hindu (Hermawan, 1993).
Kandungan
Timor sebagai penghasil kayu Cendana yang berkualitas tinggi (lebih
wangi), aroma wangi tersebut berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam

kayu terasnya. Minyak Atsiri mengandung 80-90% senyawa santalol. Kandungan
santalol sangat tergantung pada umur tanaman (Rahayu et al, 2002). Teras batang
mengandung mengandung minyak 4.50-4.75%, sedangkan akar 5.50-5.70%,
tetapi kadar santalol teras batang lebih tinggi dari dari pada teras akar (Hermawan,
1993).
Kandungan kimia daun, akar dan batang Cendana yaitu saponin dan
flavonoida. Disamping itu daunnya juga mengandung antrakinon, akarnya
mengandung

polifenol

dan

batangnya

mengandung

tanin

(http://iptek.apjii.or.id/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku4/4-082.pdf, 2005).
Kultur Jaringan
Pengertian Kultur Jaringan dan Culture in–vitro
Kultur jaringan tanaman adalah salah satu pendekatan budidaya pertanian
yang sudah berpijak pada konsep how to create yang melengkapi serta
memungkinkan peningkatan efektivitas dan produktivitas bertanam tradisional
(Santoso dan Nursandi, 2003). Kultur jaringan tanaman terdiri dari sejumlah
teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman. Jaringan dapat
dikulturkan pada agar padat atau dalam medium hara cair (Wetter and Constabel,
1991).
Pada pemahaman sederhana Culture mengandung arti budidaya sedangkan
in–vitro dalam botol, berarti Culture in–vitro merupakan budidaya tanaman
dalam botol. Pengertian lebih luas dari istilah itu adalah teknik budidaya sel,
jaringan dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam
keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme (Santoso dan Nursandi, 2003). Selsel, jaringan atau organ tanaman ditanam secara in-vitro (diluar lingkungan
tumbuhnya) dengan menggunakan larutan bahan hara sintetik, ternyata dapat
beregenerasi menjadi tunas dan akar yang selanjutnya dapat berkembang menjadi
tanaman normal yang mampu hidup mandiri (Wetter and Constabel, 1991).
Menurut Wetherell (1982), didalam masing-masing sel tumbuhan
mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu
membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan pada lingkungan yang sesuai.
Kemampuan inilah yang kemudian dikenal dengan sebagai totipotensi. Sel

tumbuhan bersifat totipoten artinya sel bukan embrionik memiliki kemampuan
untuk berdeferensiasi menjadi sel embrionik, kemudian berkembang menjadi
individu baru yang lengkap, jika lingkungan mendukung (Salisbury and Ross,
1995).
Media Kultur
Kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan ditentukan dan sangat tergantung
oleh pemilihan media yang digunakan. Teknik kultur jaringan menekankan
lingkungan yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan
yang cocok sebagian akan terpenuhi bila media yang dipilih mempertimbangkan
segala sesuatu yang dibutuhkan oleh tanaman.
Media kultur jaringan mengandung bahan-bahan esensial dan komponen
pengoptimal. Bahan esensial terdiri atas garam-garam mineral, sumber karbon dan
energi, vitamin dan zat pengatur tumbuh. Sedang komponen yang berperan untuk
optimalisasi adalah N-organik, asam organik subtrat komplek, arang aktif dan
lain-lain (Santoso dan Nursandi, 2003).
Wetherell (1982) menyatakan tanaman membutuhkan garam mineral yang
terdiri dari enam elemen makronutrien yaitu Nitrogen, Kalium, Magnesium,
Kalsium, Belerang dan Fosfor. Sedangkan elemen mikro nutrien terdiri dari tujuh
elemen yaitu Besi, Mangan, Seng, Tembaga, Boron, Molibdenum dan Khlor
dalam bentuk ikatan kimia dan perbandingan yang sesuai.
Dwidjoseputro (1980) menyatakan bahwa terdapat persenyawaan N-organik
pada beberapa tumbuhan yaitu asparagin, glutamin dan urea. Asparagin dan
glutamin masuk golongan amida. Glutamin dapat terjadi dari penggabungan
amina kepada gugusan karboksil pada asam glutamat asam amino tertentu atau
amida dapat merangsang pertumbuhan eksplan (Wetherell, 1982). N-organik
sering digunakan karena dianggap bermanfaat, terutama diperlukan pada saat
inisiasi kalus terjadi, atau dapat dipergunakan untuk dapat mempertahankan kultur
kalus atau suspensi yang hendak diarahkan ke tahapan morfogenesis (Santoso dan
Nursandi, 2003).

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang
dalam konsentrasi rendah (< 1mM) mampu mendorong, menghambat atau secara
kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Santoso dan
Nursandi, 2003).
Keberadaan ZPT dalam kegiatan kultur jaringan adalah perlu, karena
kegiatan kultur jaringan menggunakan bahan tanam (sel, jaringan, organ) dan
budidayanya terkendali. Proses tumbuh dan berkembangnya eksplan dapat
disesuaikan dengan harapan. Pengaturan ini dapat dilakukan dengan mengatur
macam dan konsentrasi ZPT tertentu sehingga menghasilkan kombinasi yang
tepat sesuai dengan harapan (Santoso dan Nursandi, 2003).
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan
zat pengatur tumbuh, antara lain : (1) jenis ZPT yang akan digunakan, (2)
konsentrasi ZPT, (3) urutan penggunaan, (4) periode masa induksi dalam kultur
tertentu, (5) kelemahan aktifitasnya (Gunawan, 1995).
Sitokinin
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh sangat penting
sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Sitokinin
alami di dalam tanaman yang paling banyak digunakan adalah Zeatin (4-hydroksi3-memethyl-trans-2-butenylaminopurin) dan 2-iP (N6-(2-isopentyl) adenin).
Biosintesis Zeatin terutama di ujung akar dan dalam biji yang sedang
berkembang. Translokasi dari Zeatin terutama melalui xylem.
Sitokinin sintetik (Gambar 1) yang umum digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan

adalah

Kinetin

(6-furfurylaminopurine),

BAP

atau

BA

(6-

benzylaminopurine/6-benzyladenin), Thidiazuron, PBA, 2CI-4PU dan 2,6 CI-4PU
(Santoso dan Nursandi, 2003). Lebih lanjut disebutkan peranan Sitokinin
diantaranya :
1. memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel
2. memacu penundaan senence (penuaan)

3. dapat

mengarahkan

transpor

hara,

mendorong

proses

morfogenesis,

pertunasan, pembentukan kloroplas, pemecahan dormansi, pembukaan
stomata, pembunggaan dan pembentukan buah.
CH2
CH2
O
NH
NH

N
N

N

N
NH

N

NH

N

(a)

(b)

Gambar 1 Rumus bangun ZPT Sitokinin.
(a) Kinetin (BM : 215.22 g/mol) (b) BAP (BM : 225.26 g/mol)
Perbanyakan Tanaman
Perbanyakan tanaman secara umum berdasarkan pada perkembangan siklus
hidupnya dapat digolongkan menjadi 2 yaitu perbanyakan secara seksual dan
perbanyakan aseksual. Pada perbanyakan melalui siklus secara aseksual,
perbanyakan vegetatif masih mampu mempertahankan karakteristik unik dari
individu tanaman (tanaman induk).
Perbanyakan secara vegetatif melalui kultur jaringan sudah sangat
berkembang di belahan bumi, dan menjadi pemilihan perbanyakan tanaman yang
lebih komersiil. Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan memiliki kelebihan
yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena
dilakukan di ruang tertutup, daya multiplikasi tinggi dari bahan tanaman kecil,
tanaman dihasilkan seragam bebas penyakit terutama bakteri dan cendawan
(Wattimena, Gunawan, Mattjik, Syamsudin, Wiendi, Ernawati, 1992).
Kultur Pucuk (Shoot tip culture)
Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan disini adalah ujung tunas
lateral atau terminal yang panjangnya kurang lebih 2 cm. Ukuran pucuk yang
digunakan sebagai eksplan mempengaruhi keberhasilan cara ini. Pucuk dengan

ukuran lebih besar ternyata lebih tahan saat dipindahkan pada kondisi in-vitro,
pertumbuhan lebih cepat (Wattimena et al, 1992).
Pada dekade tahun 1970 an banyak hasil penelitian yang dipublikasikan
tentang perbanyakan tanaman melalui kultur pucuk ini. Beberapa faktor penyebab
cara ini banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman yaitu :


Metode kultur pucuk dapat diterapkan pada berbagai jenis tanaman dengan
memakai prinsip yang sama.



Memungkinkan untuk mengontrol tunas yang dihasilkan bebas virus



Tanaman yang dihasilkan secara genetik seragam



Pada banyak tanaman, laju perbanyakannya lebih tinggi
Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan tanaman sering didefinisikan sebagai pertambahan ukuran,

berat, dan atau jumlah sel. Ukuran tanaman sebagai indikator pertumbuhan dapat
dilihat secara satu dimensi misalnya dengan mengukur tinggi tanaman (Lakitan,
1996).
Perkembangan tanaman lebih terlihat dari proses pembentukan jaringan dan
organ-organ tanaman sehingga masing-masing individu tanaman mempunyai
bentuk morfologis yang khas. Perkembangan tanaman tidak difokuskan pada
pertambahan ukuran dan beratnya, walaupun tentu saja selama proses
pembentukan jaringan dan organ tersebut akan diikuti pertambahan berat dan
ukurannya.
Selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan membentuk
bermacam-macam organ. Secara umum organ tanaman terdiri dari organ vegetatif
dan organ generatif. Akar, batang dan daun dikelompokkan sebagai organ
vegetatif. Organ-organ vegetatif akan terbentuk lebih awal daripada organ
generatif. Fase dimana tanaman hanya membentuk organ-organ vegetatif disebut
fase pertumbuhan vegetatif.
Pertumbuhan vegetatif tanaman dicirikan dengan berbagai aktivitas
pertumbuhan

dan

perkembangan

tanaman

yang

berhubungan

dengan

pembentukan dan pembesaran daun, pembentukan meristem apikal atau lateral
dan pertumbuhannya menjadi cabang-cabang.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi
Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan IPB. Kegiatan ini berlangsung selama 5 bulan mulai dari bulan Mei
sampai September 2005.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian terdiri dari :
1. Bahan sterilisasi
Bahan yang digunakan untuk sterilisasi selama kegiatan penelitian
berlangsung diantaranya adalah air steril, alkohol 70% dan larutan Baycline
5% serta antiseptik (betadine).
2. Bahan media
Media dasar yang digunakan dalam penelitian adalah Media Murashige and
skoog (MS) terdapat pada Lampiran 12. Dalam media ditambahkan zat
pengatur tumbuh jenis Sitokinin yaitu BAP 0.5 ; 1.0 ; 1.5 ; 2.0 dan kinetin 0.2
mg/l atau kombinasi keduanya, guna membantu pertumbuhan eksplan.
3. Bahan tanaman
Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk in-vitro yang berasal dari
biakan in-vitro Cendana.
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan sterilisasi
ƒ

Autoklaf untuk mensterilkan alat dan media

ƒ

Oven mensterilkan botol kultur

ƒ

Pembakar spirtus digunakan untuk mensterilkan alat yang digunakan
untuk menanam

ƒ

Kompor gas digunakan untuk memanaskan Autoklaf

2. Kegiatan pembuatan media
ƒ

Timbangan analitik untuk menimbang bahan-bahan penyusun media

ƒ

Pipet 10 ml untuk pengambilan larutan dalam pembuatan media

ƒ

Hot Plate and magnetik stirrer sebagai tungku pemanas listrik dan
pengaduk magnetik dalam pembuatan media

ƒ

Gelas piala 1000 ml digunakan sebagai wadah dalam pembuatan media

ƒ

Labu takar 500 ml

ƒ

Kertas pH untuk mengatahui asam atau basa dalam pembuatan media

ƒ

Batang magnetik untuk mengaduk media

3. Kegiatan penanaman
ƒ

Petridisk digunakan sebagai tempat memotong eksplan

ƒ

Pisau untuk memotong eksplan

ƒ

Gunting untuk memotong eksplan

ƒ

Pinset digunakan menanam eksplan

ƒ

Laminar air flow untuk ruang penanaman eksplan

ƒ

Botol kultur sebagai tempat eksplan

ƒ

Rak kultur sebagai tempat botol kultur
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Penambahan zat pengatur tumbuh jenis Sitokinin (BAP, Kinetin dan
kombinasinya), diberikan pada masing-masing media MS terdiri atas 10 perlakuan
dengan 10 ulangan, sehingga total kultur yang diamati adalah 10 x 10 = 100
satuan percobaan.
Keterangan mengenai faktor yang terlibat dalam rancangan adalah sebagai
berikut:
A1 = MS + Kinetin 0 + BAP 0
A2 = MS + Kinetin 0 + BAP 0.5
A3 = MS + Kinetin 0 + BAP 1.0
A4 = MS + Kinetin 0 + BAP 1.5
A5 = MS + Kinetin 0 + BAP 2.0
A6 = MS + Kinetin 0.2 + BAP 0
A7 = MS + Kinetin 0.2 + BAP 0.5
A8 = MS + Kinetin 0.2 + BAP 1.0

A9 = MS + Kinetin 0.2 + BAP 1.5
A10 = MS + Kinetin 0.2 + BAP 2.0
Model umum rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ai + Eij
Keterangan : Yij

=

Hasil pengamatan terhadap percobaaan kultur jaringan
Cendana pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ

= Nilai tengah umum

Ai

= Pengaruh perlakuan ke-i

Eij = Pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
E(ij)k = Pengaruh ulangan ke-k dalam perlakuan kombinasi
perlakuan (ij)
Pengujian dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA)
apabila : F hitung >, maka hipotesis diterima
F hitung