Dinamika Fraksi Fosfor Dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah Dan Kondisi Penggenangan

i

DINAMIKA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR TANAH
SAWAH TERKAIT INDEKS PERTANAMAN PADI SAWAH
DAN KONDISI PENGGENANGAN

LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Fraksi Fosfor
dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi
Penggenangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2016
Laode Muhammad Asdiq Hamsin Ramadhan
A151130091

iii

RINGKASAN
LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN. Dinamika Fraksi
Fosfor dan Sifat Kimia Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan
Kondisi Penggenangan. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI, ARIEF HARTONO
dan BUDI NUGROHO.
Pada tanah sawah, kadar fraksi-fraksi fosfor (P), yang merupakan salah satu
faktor penentu produksi padi sawah, antara lain terkait dengan Indeks Pertanaman
(IP) dan kondisi penggenangan. Keduanya ditentukan oleh ketersediaan air dan
pengelolaannya. Nilai IP menunjukkan berapa kali dalam setahun lahan sawah
dibudidayakan untuk produksi padi sawah. Kondisi penggenangan terutama terkait
dengan tinggi dan lama penggenangan.

Peningkatan IP tidak selalu diikuti secara linier oleh peningkatan dosis
amelioran dan pupuk per tahun. Dosis per musim tanam pada IP 100% dapat
berbeda dari pada IP 300%, yang antara lain bergantung kepada ketersediaan
amelioran dan pupuk serta daya beli petani. Peningkatan tinggi dan lama
penggenangan juga tidak selalu diikuti peningkatan kadar air tanah pada kondisi
lapang (KAL). Fakta di lapang menunjukkan lahan sawah dapat dijumpai dalam
berbagai kondisi penggenangan, yaitu tidak tergenang, macak-macak atau
tergenang, bergantung kepada praktik pengelolaan air oleh petani. Dosis ameliorasi
dan pemupukan serta KAL juga mempengaruhi dinamika sifat kimia tanah sawah
yang lainnya, yaitu antara lain potensial reduksi-oksidasi (Eh), pH, daya hantar
listrik (DHL), kadar ion-ion yang bersifat redoks seperti besi (Fe) dan fraksi P.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh KAL setelah penggenangan 7, 9,
11 dan 13 minggu serta aplikasi jerami dan pupuk P pada tanah sawah dengan IP
100%, 200% dan 300% terhadap dinamika fraksi P, sifat kimia tanah lainnya dan
produksi padi sawah.
Lima contoh tanah komposit diambil dari setiap lahan sawah petani dengan
IP 100%, 200% dan 300% di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor pada 4
periode penggenangan. Kelembaban lapang dari keseluruhan 60 contoh tanah
tersebut dipertahankan dengan cara disimpan dalam wadah kedap udara dan cahaya
hingga dan selama analisis di laboratorium. Sifat kimia tanah yang dievaluasi

meliputi Eh (H2O 1:2,5; Eh meter), pH (H2O 1:2,5; pH meter), DHL (soil paste;
H2O 1:2,5; EC meter), Feterlarut (soil paste, H2O 1:2,5; AAS) dan Corganik (Corg)
(Walkley & Black). Fraksionasi P dilakukan dengan metode Tiessen dan Moir
(2008) yang dimodifikasi, yaitu dilakukan penggantian resin dengan aquadest dan
tidak dilakukan analisis Presidual sehingga diperoleh 5 fraksi, yaitu PH2O, PNaHCO3inorganik (Pi), PNaHCO3-organik (Po), PNaOH-Pi, PNaOH-Po dan PHCl. Data hasil penelitian
disajikan dalam bentuk grafik X-Y hubungan antara sifat kimia dan kadar fraksifraksi P tanah sebagai ordinat dengan KAL pada masa penggenangan 7-13 minggu
yang diurutkan dari nilai terendah ke tinggi sebagai absis pada kondisi IP 100%,
200% dan 300%. Analisis data juga dilakukan untuk menentukan persamaan regresi
linier sederhana dan berganda serta korelasi antara fraksi-fraksi P dan produksi padi
sawah sebagai variabel terikat (Y) dengan Eh, pH, DHL, Feterlarut dan Corg sebagai
variabel bebas (X1, X2, …, Xn).

Pada masa penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu, kisaran KAL (%) pada
tanah sawah IP 100% (40-52) < IP 200% (80.3-83.6) ≈ IP 300% (80-101). Nilai
Eh, pH dan DHL serta kadar Feterlarut, Corg, PNaHCO3-Po dan PNaOH-Po pada IP 100%
cenderung menurun, sedangkan PH2O, PNaHCO3-Pi, PNaOH-Pi dan PHCl cenderung
meningkat dengan peningkatan KAL. Kecuali DHL, PNaOH-Pi dan PNaOH-Po, kadar
fraksi P dan sifat kimia yang lainnya pada IP 200% dan 300% menunjukkan tren
perubahan yang selaras karena KAL keduanya yang relatif sama.
Berdasarkan analisis regresi linier, dinamika fraksi-fraksi P pada ketiga IP

tanah sawah terutama ditentukan oleh dinamika kadar Corg. Kadar fraksi Pi pada IP
100% meningkat dengan menurunnya Corg. Penurunan Corg dan peningkatan DHL
pada IP 200% secara simultan dan nyata diikuti oleh peningkatan fraksi Po
(R2=0.42, p=0.01*, n=18). Pada IP 300%, penurunan Eh dan Feterlarut serta
peningkatan Corg secara simultan dan sangat nyata meningkatkan fraksi Pi (R2=
0.72, p=0.00**, n=18). Penurunan dosis P2O5 dan peningkatan dosis jerami secara
simultan dan sangat nyata menurunkan Eh (R2=0.66, p=0.00**, n=58). Hal ini
mengindikasikan bahwa dosis P2O5 sudah cukup, khususnya pada IP 100%,
sedangkan dosis jerami dapat ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan P. Cukup tersedianya P, khususnya fraksi Po, juga ditunjukkan oleh
persamaan PNaHCO3-Po+PNaOH-Po = -208.93 + 2.62 P2O5 + 3.61 KAL. Dari beberapa
faktor produksi yang dievaluasi, yaitu dosis P2O5 dan jerami, KAL, kadar fraksifraksi P dan sifat kimia lainnya, faktor yang paling berpengaruh dan sangat nyata
terhadap produksi padi sawah adalah dosis jerami (r=0.98, p=0.00**, n=58).
Produksi akan meningkat 0.1 ton/ha/musim apabila dosis jerami ditingkatkan 100
kg/ha/musim.
Kata kunci: fraksionasi P tanah, jerami padi, kadar air lapang tanah, pupuk P

v

SUMMARY

LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN. Dynamics of Phosphorus Fractions and Chemical Properties of Paddy Soils as related to Paddy Rice
Cropping-Index and Waterlogging Condition. Supervised by UNTUNG SUDADI,
ARIEF HARTONO and BUDI NUGROHO.
In paddy soils, the level of phosphorus (P) fractions, which is one of the
determining factors of rice paddy production, is among others related to Croping
Index (CI) and waterlogging condition. Both are determined by water availability
and its management. The CI value indicates how many times a paddy soil is
cultivated for rice paddy production. Waterlogging condition is predominantly
related to the height and length of waterlogging.
Increase in CI does not necessarily align linearly with increase in ameliorant
and fertilizer doses applied per year. Seasonally dose at CI 100% can be different
with that at CI 300%, which among others is depended on the availability of
ameliorant and fertilizer and the farmer’s buying capability. Increase in the height
and length of waterlogging does not always relate with increase in soil water content
at field condition (SFWC), as well. Field evidences show that paddy soils can be
found in various waterlogging conditions, i.e. not-waterlogged, semi-waterlogged
or waterlogged, depending on the water management practiced by the farmers. The
dose of ameliorant and fertilizer and SFWC also affects the dynamics of other
chemical properties of paddy soil, i.e. among others are reduction-oxidation
potential (Eh), pH, electrical conductivity (EC), concentration of ions with redox

behaviour such as iron (Fe), and fractions of P. This research aimed at to evaluate
the effects of SFWC after 7, 9, 11, and 13 weeks of waterlogging and application
of rice straw and P fertilizer in paddy soils with CI 100%, 200%, and 300% on the
dynamics of P fractions, other soil chemical properties, and rice paddy production.
Five composite soil samples each were taken from the farmer’s paddy fields
with CI of 100%, 200%, and 300% at Dramaga Sub-district, Bogor Regency at four
periods of waterlogging. The overall 60 soil samples were kept in field moisture
condition by putting them into air- and light-tight containers until and during
laboratory analyses. Soil chemical properties evaluated consisting of Eh, pH, EC,
Fesoluble, and Corganic (Corg) which were analyzed using routine methods and P
fractions which is fractionated using modified Tiessen and Moir (2008) method by
replacing resin with aquadest and not analyzing Presidual so that it get 5 fractions, i.e.
PH2O, PNaHCO3-inorganic (Pi), PNaHCO3-organic (Po), PNaOH-Pi, PNaOH-Po and PHCl. The result
data were depicted in X-Y graphical forms relating soil chemical properties and P
fractions concentrations as ordinate with SFWC at 7-13 weeks waterlogging period
which are ordered from the lowest to the highest values as abscissa at CI of 100%,
200%, and 300%. Data analyses were also performed to determine simple and
multiple linear regression equations and correlation amongst soil P fractions and
rice paddy production as dependent variables (Y) with Eh, pH, EC, Fesoluble, and
Corg as independent variables (X1, X2, …, Xn).

At 7, 9, 11, and 13 weeks waterlogging period, the range of SFWC (%) at
paddy soil with IP 100% (40-52) < IP 200% (80.3-83.6) ≈ IP 300% (80-101). The
levels of Eh, pH, EC, Fesoluble, Corg, PNaHCO3-Po, and PNaOH-Po at CI 100% tended to
decrease, whilst PH2O, PNaHCO3-Pi, PNaOH-Pi, and PHCl tended to increase with the

increasing SFWC. Except for EC, PNaOH-Pi, and PNaOH-Po, changes in the other soil P
fractions and chemical properties at CI 200% and 300% showed similar trend due
to the relatively similar SFWC.
Based on the linear regression analyses, the dynamics of soil P fractions in
the three paddy soil’ CIs were predominantly determined by the dynamics of Corg
levels. Levels of Pi fractions at CI 100% increased with the decreasing levels of Corg.
Decrease in Corg and increase in EC at CI 200% were simultaneously and
significantly followed by increase in Po fractions (R2=0.42, p=0.01*, n=18). At CI
300%, decrease in Eh and Fesoluble as well as increase in Corg were simultaneously
and very significantly increasing Pi fractions (R2= 0.72, p=0.00**, n=18). Decrease
in the dose of P2O5 and increase in the dose of rice straw were simultaneously and
very significantly decreasing Eh (R2=0.66, p=0.00**, n=58). This indicates that the
dose of P2O5 was already sufficient, particularly at CI 100%, while the dose of rice
straw can be increased to improve efficiency of P fertilization. Sufficient level of P
availability, especially Po fractions, is also shown by the equation: PNaHCO3-Po+PNaOHPo = -208.93 + 2.62 P2O5 + 3.61 SFWC. Of the several production-factors evaluated,

i.e. the doses of P2O5 and rice straw, levels of SFWC, P fractions, and the other soil
chemical properties, factors that predominantly and very significantly affected the
rice paddy production was the dose of rice straw (r=0.98, p=0.00**, n=58).
Production will rise 0.01 ton/ha/ season if the rice straw dose is increased 100
kg/ha/season.
Keywords: P fertilizer, rice straw, soil field water-content, soil P fractionation

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DINAMIKA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR TANAH
SAWAH TERKAIT INDEKS PERTANAMAN PADI SAWAH

DAN KONDISI PENGGENANGAN

LAODE MUHAMMAD ASDIQ HAMSIN RAMADHAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Dinamika Fraksi Fosfor dan Sifat Kimia
Tanah Sawah Terkait Indeks Pertanaman Padi Sawah dan Kondisi Penggenangan”
berhasil diselesaikan. Ucapan Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada:
1. Dr Ir Untung Sudadi, MSc, Dr Ir Arief Hartono, MscAgr dan Dr Ir Budi
Nugroho, MSi selaku Komisi Pembimbing yang dengan sabar memberikan
bimbingan, arahan, motivasi dan nasihat kepada penulis selama masa
penyelesaian tesis ini.
2. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan
koreksi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Dr Ir Atang Sutandi, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah, Sekolah
Pascasarjana IPB, serta Bapak/Ibu Dosen dan Staf Akademik di Program Studi
Ilmu Tanah, Sekolah Pascasarjana IPB.
4. Prof Dr Ir Muslimin Mustofa, MSc, Dr Ir Bachrul Ibrahim, MSc dan Dr Ir
Muhammad Nathan, MAgr yang telah memberikan rekomendasi kepada
penulis untuk melanjutkan studi Pascasarjana di IPB.
5. Orang tuaku tercinta Laode Rafiudin dan Waode Malusia serta kakak Laode
Muhammad Sublus Salam dan adik Waode Nur Fachriah Ningsih atas segala

kasih sayang, dukungan semangat serta doa yang senantiasa dipanjatkan.
6. Gunawan Saputra, SP, Siti Yaenah SP, Muhamad Aviton, SP, dan Catherine
Theresia Hasibuan, SP yang telah banyak membantu selama masa
pengumpulan data di lapangan, analisis di laboratorium dan pengolahan data.
7. Teman-teman Pascasarjana DITSL IPB dan yang terkhusus rekan-rekan
seperjuangan PS Ilmu Tanah IPB Angkatan 2013 yang telah memberikan
banyak bantuan, semangat dan diskusi selama masa perkuliahan hingga
penyelesaian tesis.
8. Kakanda Ahmad Firman Ashari, SP MSi dan Achmad Mastnawi, SPt MSi atas
segala motivasi dan nasihatnya selama penulis berada di Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Laode Muhammad Asdiq Hamsin Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Potensial Redoks pada Tanah Tergenang
Perubahan pH pada Tanah Tergenang
Bahan Organik pada Tanah Tergenang
Daya Hantar Listrik pada Tanah Tergenang
Fosfor pada Tanah Tergenang
Fraksionasi P

3
3
3
4
5
6
6

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penetapan Lokasi Lahan Sawah dan Pengambilan Contoh Tanah
Analisis Tanah
Analisis Data

8
8
8
9
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Sifat Kimia Tanah
Dinamika Kadar Fraksi Fosfor
Hubungan Fraksi Fosfor dengan Sifat Kimia Tanah
Hubungan Sifat Kimia dan Fraksi P Tanah dengan IP dan KAL
Hubungan Produksi dengan Dosis Amelioran dan Pupuk, KAL,
Sifat Kimia serta Fraksi P Tanah

12
12
14
16
18
19

5 SIMPULAN
Simpulan

21
21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

RIWAYAT hIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Alat Pengambilan Contoh Tanah
8
2 Rerata Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL Pada Tanah Sawah
12
dengan IP 100%, 200% dan 300% pada Empat Periode
Penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
3 Rerata Kadar Faaksi P pada Tanah Sawah dengan IP 100%, 200% 14
dan 300% pada Empat Periode Penggenangan (7, 9, 11 dan 13
minggu)
4 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Fraksi P Tanah (Y) 17
dengan Sifat Kimia Tanah (X) yang Signifikan pada Tanah Sawah
IP 100%, 200% dan 300% Selama Periode Penggenangan 7 sampai
13 Minggu
5 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Sifat Kimia dan Fraksi 18
P Tanah (Y) dengan Dosis Jerami dan Pupuk P Serta KAL (X) yang
Signifikan Selama Periode Penggenangan 7 sampai 13 Minggu
6 Persamaan Regresi Linier Hubungan Antara Produksi (Y) dengan 19
Dosis Jerami dan Pupuk P, KAL, Sifat Kimia serta Fraksi P Tanah
(X) yang Signifikan Selama Periode Penggenangan 7 sampai 13
Minggu
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Alir Penelitian
2 Bagan Alir Fraksionasi P (Modifikasi Tiesen dan Moir 1993)
3 Dinamika Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL Terhadap Peningkatan
KAL
4 Dinamika Kadar Fraksi P Terhadap Peningkatan KAL

9
10
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Pendahuluan Tanah Sawah di Lokasi Penelitian
2 Dosis Pemupukan dan Ameliorasi Tanah Sawah di Lokasi
Penelitian

27
27

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fosfor (P) tanah dijumpai dalam berbagai bentuk atau fraksi kimia (Tiessen
dan Moir 2008). Pada tanah sawah, keberadaan dan kadar fraksi-fraksi P, yang
merupakan salah satu faktor penentu tingkat produksi padi, antara lain dipengaruhi
oleh indeks pertanaman (Maulana 2004) dan kondisi penggenangan (Setyorini dan
Abdulrachman 2009). Indeks Pertanaman (IP) menunjukkan berapa kali dalam
setahun lahan digunakan untuk budidaya padi sawah. Pada tanah sawah, selain
kondisi penggenangan, pengaruh IP terhadap sifat-sifat kimia tanah juga terkait
dengan dosis ameliorasi dan pemupukan yang diaplikasikan. Dalam praktiknya,
peningkatan IP tidak selalu selaras dengan peningkatan dosis amelioran atau pupuk
yang diaplikasikan oleh petani per musim tanam. Dosis per musim tanam pada IP
100% bisa saja lebih tinggi dari pada IP 300% atau sebaliknya. Tinggi dan lama
penggenangan juga tidak selalu selaras dengan peningkatan kadar air tanah pada
kondisi lapang (KAL). Faktanya lahan sawah dapat dijumpai dalam berbagai
kondisi penggenangan (tidak tergenang, macak-macak atau tergenang), tergantung
umur atau kebutuhan tanaman padi, ketersediaan air dan pengelolaan air yang
dipraktikkan oleh petani, sehingga KAL tidak selalu meningkat dengan
peningkatan waktu dan tinggi penggenangan. Dosis ameliorasi dan pemupukan
serta KAL mempengaruhi reaksi reduksi-oksidasi tanah sawah sehingga, lebih
lanjut, sangat menentukan dinamika sifat-sifat kimia, kesuburan dan
produktivitasnya untuk budidaya padi sawah.
Di dalam tanah dijumpai tiga fraksi P, yaitu: (1) Plarutan, (2) Plabile dan (3) Pnonlabile. Ketiga fraksi tersebut saling berkeseimbangan. Fraksi ketiga lebih rendah
ketersediaannya bagi tanaman daripada fraksi kedua dan fraksi kedua lebih rendah
daripada fraksi pertama (Hedley et al. 1992). Lebih lanjut, P tanah dapat dibagi
menjadi 5 fraksi, yaitu: (1) PResin-Pi ( (P inorganik), fraksi yang sangat tersedia bagi
tanaman; (2) PNaHCO3-Pi dan -Po (Porganik), fraksi yang berkorelasi kuat dengan serapan
tanaman dan mikrob serta yang tererap di permukaan mineral klei atau terpresipitasi
sebagai Ca-P dan Mg-P; (3) PNaOH-Pi dan -Po, fraksi yang tererap lebih kuat secara
kemisorpsi oleh Al- dan Fe-hidroksida; (4) PHCl, fraksi Ca-P yang berkelarutan
rendah serta (5) PResidual, fraksi occluded-P atau Pi-tersemat dan Po yang sangat
sukar larut (Tiessen dan Moir 2008).
Potensial redoks (Eh) adalah sifat kimia tanah yang pertama kali berubah
akibat penggenangan. Berkurangnya O2 dalam pori tanah akibat terdesak air
menjadikan tanah lebih reduktif (Setyorini dan Abdulrachman 2009). Selanjutnya,
penggenangan menyebabkan konvergensi pH tanah menuju netral. Pada tanah
masam yang banyak mengandung Fe, kenaikan pH dipengaruhi oleh keseimbangan Fe(OH)3 → Fe(OH)2-H2O. Pada tanah alkalin, penurunan pH dipengaruhi
oleh keseimbangan CaCO3 → CO2-H2O (Ponnamperuma 1972).

2

Peningkatan KAL akibat penggenangan meningkatkan pelarutan ion-ion dari
fase padatan ke fase larutan tanah sehingga daya hantar listrik (DHL) larutan tanah
meningkat dan menyebabkan sebagian fraksi P tanah yang semula tidak atau kurang
tersedia bagi padi sawah menjadi tersedia atau sebaliknya. Peningkatan kelarutan P
tanah tersebut disebabkan oleh: (1) reduksi FePO4∙2H2O (ferri fosfat) menjadi
Fe3(PO4)2∙8H2O (ferro fosfat), (2) desorpsi (pelepasan kembali) fosfat yang semula
terjerap, (3) hidrolisis FePO4 dan AlPO4 pada tanah masam serta (4) pelepasan
occluded-P sehinga Pi terlepas ke larutan tanah (Gaol et al. 2013). Mekanisme
pertama dan ketiga dapat dipelajari dengan mengevaluasi dinamika kadar Feterlarut
selama periode pengamatan.
Selain mempengaruhi Corg, ameliorasi bahan organik pada tanah sawah juga
meningkatkan pengaruh penggenangan terhadap penurunan Eh dan konvergensi pH,
karena O2 tersedia segera dipercepat penurunan kadarnya untuk proses dekomposisi
bahan organik. Pemupukan P akan segera meningkatkan kadar fraksi Ptersedia (Faktor
Intensitas), namun tidak semuanya akan diserap tanaman karena sebagiannya akan
berubah menjadi fraksi-fraksi yang lebih tidak tersedia (Faktor Kapasitas) melalui
mekanisme jerapan P yang bersifat spesifik (Tan 2010).
Tujuan Penelitian
1.

2.
3.

4.

5.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan:
Mengevaluasi dinamika sifat kimia Eh, pH, DHL, Feterlarut dan Corganik terhadap
dinamika KAL tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7,
9, 11 dan 13 minggu penggenangan
Mengevaluasi dinamika fraksi P terhadap dinamika KAL tanah sawah dengan
IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7, 9, 11 dan 13 minggu pengge-nangan
Mengevaluasi hubungan linier dan korelasi antara sifat kimia dengan fraksi P
tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada kondisi 7, 9, 11 dan 13
minggu penggenangan
Mengevaluasi hubungan linier dan korelasi antara sifat kimia dan fraksi P
dengan dosis jerami dan pupuk P serta KAL tanah sawah selama periode
pengge-nangan 7-13 minggu
Mengevaluasi hubungan linier dan korelasi antara produksi padi sawah dengan
sifat kimia, fraksi P, dosis jerami dan pupuk P serta KAL tanah sawah selama
periode penggenangan 7-13 minggu

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Potensial Redoks pada Tanah Tergenang
Potensial redoks (reduksi-oksidasi) atau Eh adalah suatu ukuran yang
digunakan untuk mengukur perpindahan elektron (e-). Perubahan Eh merupakan
parameter yang paling penting untuk menentukan sifat elektrokimia tanah sawah
atau tanah tergenang (Hartatik et al. 2007). Ketika tanah digenangi, potensial
redoks menurun selama beberapa hari pertama (Ethan 2015), kemudian melambat
setelah mendekati nilai -200 mV pada hari ke-60 penggenangan. Dalam kondisi
tergenang, Eh tanah rendah, ion-ion seperti NO3-, Fe3+, Mn4+ dan SO42-, masingmasing tereduksi menjadi NH4+, Fe2+, Mn2+ dan S2 (Fan et al. 2008)
Tanah yang tergenang tidak tereduksi secara keseluruhan. Pada lapisan atas
setebal 2-20 mm, tanah tetah teroksidasi karena berada dalam keseimbangan
dengan oksigen yang terlarut dalam lapisan air. Lapisan tanah di bawahnya
merupakan lapisan tereduksi, kecuali pada daerah perakaran aktif yang masih
oksidatif akibat eksudasi senyawa teroksidasi oleh akar yang memperoleh oksigen
dari bagian atas tanaman melalui aerenkima (Yoshida 1981). Selama masih ada
oksigen bebas dalam larutan tanah, maka Eh bervariasi sekitar +400 hingga +700
mV. Setelah oksigen habis, nilai Eh tanah akan berada pada kisaran +400 hingga 300 mV.
Perubahan Eh pada tanah tergenang dapat disebabkan adanya pemberian bahan
organik (Duane et al. 2012) dan dinamika kadar besi aktif (Sahrawat 2004). Besi
ferri berguna sebagai penerima elektron pada proses dekomposisi bahan organik
secara anaerob dan selama proses tersebut terjadi penggunaan proton (H+) oleh
bakteri menurut persamaan reaksi Fe2O3 + ½ CH2O + 4H+ → 2 Fe2+ + 5/2 H2O + 1/2
CO2. Pada reaksi reduksi tersebut, besi ferri (berasal dari besi amorf hidroksida)
bertindak sebagai penerima elektron dan bahan organik (CH2O) sebagai pemberi
elektron (Sahrawat 2012).
Pemberian bahan organik jerami dapat menyebabkan kondisi yang lebih
reduktif pada tanah yang disawahkan (Gaol et al. 2002). Menurut (Zhou et al. 2014),
tajamnya penurunan Eh pada tanah tergenang lebih disebabkan oleh penambahan
bahan organik, bukan oleh bahan organik asli di tanah.
Perubahan pH pada Tanah Tergenang
Setelah tanah digenangi, pH tanah berubah mendekati netral. Pada tanah
alkalin, pH mengalami penurunan sedangkan pada tanah masam pH meningkat.
Perubahan pH pada tanah tergenang bisa terjadi hingga beberapa minggu,
tergantung jenis tanah, kandungan bahan organik, populasi mikrob dan sifat kimia
tanah lainnya (Mitchel et al. 2004).
Pada tanah basa-berkapur yang digenangi dan tanpa tanaman, pH tanah
menurun pada awal penggenangan dan tetap konstan kemudian meningkat lagi.
Adanya respirasi akar menyebabkan CO2 terakumulasi di tanah sehingga
menurunkan pH tanah alkalin (Kirk 2004). Pada tanah masam, pH meningkat pada
awalnya dan kemudian konstan. Hal tersebut terjadi akibat adanya konsumsi proton
selama proses reduksi (Narteh dan Sahrawat 1999; Kirk 2004). Peningkatan pH
tanah berikutnya setelah 50 hari dapat dikaitkan dengan dominasi proses reduksi.

4

Selain itu, peningkatan pH pada tanah masam yang digenangi juga terjadi karena
adanya hidrolisis urea (Kirk 2004), sesuai persamaan: CO(NH2)2 + 3 H2O → 2
NH4+ + HCO3- + OHPonnamperuma (1969) menyimpulkan bahwa perubahan pH tanah akibat
penggenangan diatur oleh tiga sistem:
Na2CO3
CaCO3
Fe(OH)3

CO2, H2O
pada tanah sodik
CO2, H2O
pada tanah berkapur
Fe(OH)2, H2O pada tanah berkadar besi tinggi

Sistem redoks yang petama dan kedua mengatur penurunan pH tanah alkalin
dan yang ketiga mengatur peningkatan pH terutama pada tanah masam. Pada tanah
berkadar bahan organik atau besi aktif (ferro, Fe2+) rendah atau berkadar cadangan
asam yang tinggi, misalnya tanah sulfat masam, pH tidak dapat mencapai 6,9
meskipun digenangi selama berbulan-bulan.
.
Bahan Organik pada Tanah Tergenang
Produktivitas tanah berhubungan erat dengan status bahan organik tanah.
Dokomposisi bahan organik umumnya lebih lambat pada kondisi tanah tergenang
daripada tanah yang tidak tergenang (Tiessen et al. 1982). Dekomposisi bahan
organik lebih cepat terjadi dengan adanya oksigen, dan berturut-turut melambat
untuk akseptor elektron lainnya hingga yang terlambat adalah CO2. Melambatnya
proses penangkapan elektron menyebabkan akumulasi elektron di dalam sistem
yang menyebabkan penurunan Eh. Penambahan bahan organik yang berenergi
tinggi (C/N >10) pada tanah sawah akan berdampak terhadap penurunan Eh tanah
yang lebih negatif (Hartatik et al. 2007). Dekomposisi bahan organik dapat
dipengaruhi oleh ketersedian pengganti akseptor elektron seperti NO3-, SO42- atau
Fe. Karena besi hadir dalam jumlah tinggi di tanah sawah, maka reduksi Fe
memiliki peran dominan dalam dekomposisi bahan organik pada tanah tergenang
(Sahrawat 2004).
Praktek pemupukan berimbang dan penanaman yang intensif tanpa
pengembalian sisa tanaman dan masukan organik lainnya mengakibatkan hilangnya
bahan organik tanah (Singh et al. 2004). Aplikasi pupuk organik termasuk pupuk
hijau, pupuk kandang sisa tanaman atau jerami dan pupuk kompos juga merupakan
langkah yang efektif meningkatkan kesuburan tanah dan menjaga produktivitas
lahan (Zhou et al. 2014). Pemberian bahan organik jerami padi dengan C/N yang
masih cukup tinggi dapat menurunkan ketersediaan fosfat, menurunkan pH dan
meningkatkan kelarutan Fe2+. Pemberian bahan organik yang telah mengalami
perombakan lebih lanjut (C/N rendah) dapat menurunkan kelarutan Fe2+ di tanah
sulfat masam (Fahmi et al. 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Cyio (2008)
menyimpulkan bahwa perlakuan variasi tinggi genangan yang disertai dengan
pemberian bahan organik pupuk kandang dapat menurunkan kelarutan Al dan
Fe yang diindikasikan dengan meningkatnya pH dan menurunnya Eh. Penurunan
kelarutan Al dan Fe tersebut meminimalkan kemampuannya dalam memfiksasi P,
sehingga P lebih tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian Arifin (2004) menunjukkan
bahwa kadar P-tersedia tanah yang terendah didapatkan pada perlakuan tanpa

5

bahan organik pada kondisi kapasitas lapang dan P-tersedia tertinggi
perlakuan pemberian bahan organik 20 ton ha-1 dan tergenang.
.
Daya Hantar Listrik pada Tanah Tergenang

pada

Nilai Daya Hantar Listrik terkait dengan kepekatan atau kadar ion dalam
larutan yang menentukan kemampuan dalam menghantarkan arus listrik. Nilai
DHL bergantung dari jenis dan kadar ion serta suhu larutan (Suhastyo et al. 2013).
Dengan demikian, DHL juga terkait dengan kadar ion-ion hara yang terkandung
dalam larutan tanah. Semakin tinggi kadar ion hara maka semakin tinggi DHL
Pada umumnya, nilai DHL larutan tanah meningkat dengan penggenangan,
mencapai maksimum, kemudian menurun dan stabil pada nilai yang bervariasi
tergantung pada kondisi tanah. Peningkatan DHL pada tanah tergenang disebabkan
oleh reduksi Fe3+dan Mn4+ menjadi Fe2+ dan Mn2+ yang bersifat lebih mobil,
pembentukan NH4+, HCO3- dan R-COO- serta penggantian kation pada koloid tanah
oleh Fe2+, Mn2+ dan NH4+. Penurunan DHL kemudian disebabkan oleh presipitasi
Fe2+ menjadi Fe3(OH)8 dan FeS, pengendapan Mn menjadi MnCO3, kehilangan
CO2 dan konversi R-COO- menjadi CH4. Dengan demikian, pada tanah tergenang
terdapat korelasi yang signifikan antara kinetika ion-ion ini dengan perubahan nilai
DHL (Situmorang dan Sudadi 2001).
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi DHL selama penggenangan
adalah sebagai berikut:
1. Penyerapan kation dan anion, misalnya H+ dan NO3-, dapat menurunkan
nilai DHL dari larutan tanah rhizosfer (Marschner 1995)
2. Reaksi absorbsi dan adsorpsi menurunkan DHL pada rhizosfer
3. Tingkat penyerapan air dibandingkan dengan tingkat penyerapan hara;
ketika tingkat penyerapan air lebih tinggi dari tingkat serapan hara maka
nilai DHL pada rhizosfer lebih tinggi daripada yang jauh dari rhizosfer
(Barber 1995)
4. Perubahan pH; ketika pH rhizosfer menurun, maka DHL rhizosfer
meningkat, karena proton dapat menyalurkan arus listrik tertinggi
dibandingkan ion-ion lainnya (Pazandeh 1992).
Fosfor pada Tanah Tergenang
Penggenangan tanah akan meningkatkan P terlarut hingga mencapai
maksimum, dan kemudian menurun. Penurunan kembali kadar P terlarut
disebabkan pengendapan atau perombakan anion organik dan penjerapan kembali
fosfat oleh mineral klei dan Al hidroksida (Ponnamperuma 1985). Ketersediaan P
mulanya meningkat pada awal penggenangan. Peningkatan tersebut berasal dari
sisa aplikasi pupuk P pada musim tanam sebelumnya dan kadarnya mungkin dapat
memenuhi kebutuhan P tanaman padi (Gupta et al. 2007). Setelah penggenangan,
Plarutan pada tanah alkalin-berkapur meningkat pada awalnya dan kemudian
menurun. Pada tanah masam, Plarutan meningkat pada awalnya dan kemudian tetap
konstan dan setelah itu menurun (Ponnamperuma 1965; Kirk 2004). Penggenangan
tanah sawah menyebabkan reduksi besi ferri menjadi besi ferro. Kondisi reduktif
ini dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan pH tanah dan ketersediaan P.

6

Pada kondisi tertentu, reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dapat juga menurunkan
ketersediaan P karena bentuk FePO4 yang sukar larut (KSP =10-26) berubah
menjadi Fe3(PO4)2 yang sangat sukar larut (KSP =10-36). Namun, reaksi ini jauh
lebih lambat daripada pengendapan Al(OH)3 yang membebaskan P dari senyawa
Al-P yang sukar larut, sehingga banyak dilaporkan adanya kenaikan P tersedia
akibat penggenangan (Ghazali et al. 2014).
Penurunan berikutnya Plarutan dapat disebabkan oleh jerapan kembali atau
pengendapan pada klei dan oksida sebagai akibat dari kondisi tanah yang terus
berubah. Adanya penggenangan tanah melepaskan lebih banyak P ke larutan tanah
yang memiliki kadar P rendah dan menjerap lebih banyak P dari larutan yang
memiliki kadar P tinggi. Fosfor yang teradsorpsi pada permukaan amorf dilarutkan
dalam kondisi tanah terreduksi dan diserap tanaman ketika P dilepaskan ke larutan
tanah. Pupuk P yang ditambahkan ke tanah akan tidak tersedia di larutan tanah
akibat terjerap pada permukaan Fe (II) sehingga banyak juga tanah tidak
menunjukkan peningkatan P terlarut yang signifikan selama penggenangan (Willett
1989). Penggenangan berkepanjangan menyebabkan P menjadi mobil kembali
namun dalam bentuk kurang larut (Kirk 2004). Fosfor larutan di daerah rhizosfer
lebih rendah daripada pada tanah yang jauh dari perakaran (Khalid et al. 1977; Roy
dan De Datta 1985). Gerakan ion fosfat ke akar dengan difusi dan aliran massa
merupakan faktor penting dalam pemasokan P untuk tanaman. Namun demikian,
sebagian besar P bergerak ke akar dengan difusi. Ketika akar tanaman padi
menyerap ion fosfat di larutan tanah, kadar P di permukaan akar menurun
dibandingkan di larutan tanah yang jauh dari akar. Oleh karena itu terjadi gradien
kadar P yang menyebabkan ion fosfat bergerak menuju akar tanaman (Havlin et al.
1999).
Fraksionasi P
Metode fraksionasi P pertama kali dipublikasikan oleh Chang dan Jakson
(1957). Metode ini menggunakan NH4Cl untuk mengekstrak “labile” P, diikuti
dengan NH4F untuk mengekstrak Al-P. Fraksionasi dilanjutkan menggunakan
NaOH untuk mengekstrak Fe-P dan P-tersemat dan penetapan Ca-P dengan
pengekstrak HCl. Penetapan P organik dilakukan melalui pengurangan kadar Ptotal dengan kadar fraksi-fraksi P yang telah ditetapkan sebelumnya (Saunders dan
Wiliams 1955). Prosedur ini memiliki banyak masalah dalam interpretasi, seperti
kesulitan dalam membedakan antara P yang diekstrak dengan NH4F dan NaOH
apakah benar berasal dari ikatan Al-P dan Fe-P? Metode ini juga tidak dapat
membedakan bentuk-bentuk P-organik (Wiliam dan Walker 1969).
Tiessen dan Moir (1993) mempublikasikan metode fraksionasi P yang lebih
komprehensif dan merupakan penyempurnaan dari metode Hedley et al. (1982).
Metode fraksionasi tersebut meliputi fraksi P yang tersedia secara biologis, baik P
dalam bentuk inorganik maupun organik, serta P yang relatif sulit tersedia bagi
tanaman, baik dalam bentuk inorganik maupun organik. Tiessen dan Moir (1993)
mendefinisikan fraksi-fraksi P berdasarkan bentuk-bentuk P yang diekstrak dengan
pengekstrak tertentu, yaitu:
1. PResin-inoganik (Pi) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang sangat
tersedia bagi tanaman.

7

2. PNaHCO3-Pi dan -Porganik (Po) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang
berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikrob dan yang terikat
di permukaan mineral klei (Mattingly 1975), atau bentuk presipitasi Ca-P dan
Mg-P (Olsen dan Sommers 1982).
3. PNaOH-Pi dan -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat
lebih kuat secara kemisorpsi oleh Al dan Fe hidrousoksida.
4. PHCl adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai Ca-P yang mempunyai
kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996).
5. PResidual adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai occluded-P dan Porganik yang sangat sukar larut

8

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengumpulan data dilakukan mulai Februari sampai Juli 2015. Lahan sawah
yang dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh tanah adalah lahan sawah milik
petani di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang
memenuhi kriteria IP 100%, 200% dan 300%. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penetapan Lokasi Lahan Sawah dan Pengambilan Contoh Tanah
Lahan sawah penelitian dipilih berdasarkan kesamaan bahan induk, yaitu Tuf
batuapung pasiran (sandy pumiceous tuff) menurut Peta Geologi Lembar Bogor
skala 1:100.000. Contoh tanah diambil di lahan sawah pada kondisi tergenang.
Contoh tanah diambil dari lahan sawah dengan IP 100%, 200%, dan 300% pada
musim tanam pertama, masing-masing dari 5 petakan yang berbeda. Di setiap
petakan diambil 5 contoh tanah secara acak untuk dikompositkan. Pengambilan
contoh tanah dilakukan pada 7, 9, 11 dan 13 minggu setelah penggenangan,
sehingga diperoleh 60 contoh tanah.
Sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan pengukuran tinggi genangan
dari permukaan tanah menggunakan mistar. Contoh tanah diambil dengan cara
menancapkan pipa PVC 1,25 inci pada tanah sampai lapisan tapak bajak. Setelah
itu, pipa dilepaskan secara perlahan dari dalam tanah dan bagian bawah pipa ditutup
menggunakan telapak tangan untuk menghindari contoh tanah terlepas keluar dari
pipa. Selanjutnya, contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam untuk
dikompositkan hingga tanah benar-benar tercampur merata, dipindahkan ke tabung
yang telah dibungkus lakban hitam dan ditutup rapat untuk semaksimal mungkin
menjaga kondisi tanah tetap berada pada kondisi KAL. Peralatan yang digunakan
pada pengambilan contoh tanah disajikan pada Tabel 1. Pada saat pengambilan
contoh tanah juga dilakukan wawancara dengan panduan kuesioner kepada petani
penggarap untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan lahan yang
dilakukan terutama terkait dengan jenis, dosis, cara dan waktu ameliorasi dan
pemupukan serta pengolahan lahan terutama terkait dengan pengaturan air irigasi
dan penggenangan lahan. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Tabel 1. Alat pengambilan contoh tanah
Alat
GPS
Pipa PVC 1,25 inci, 80 cm
Tongkat kayu 80 cm
Mistar 60 cm
Tabung kedap udara dan cahaya
Kuesioner

Kegunaan
Menentukan koordinat lokasi petakan sawah
Mengambil contoh tanah
Mengeluarkan contoh tanah dari pipa paralon
Mengukur tinggi genangan dari permukaan tanah
Wadah contoh tanah
Panduan wawancara

9

Studi Pustaka dan Penetapan
Lokasi Lahan Sawah
Penelitian
Pengambilan Contoh Tanah
dan Data Pengelolaan Tanah
Pengambilan contoh
tanah minggu ke-7
penggenangan

Analisis Eh, pH, DHL,
Feterlarut, C-organik dan

Pengambilan contoh
tanah minggu ke-9
penggenangan

Analisis Eh, pH, DHL,
Feterlarut, C-organik dan

Wawancara
petani

Fraksionasi P

Cara
pengelolaan
lahan sawah

Fraksionasi P

Pengambilan contoh
tanah minggu ke-11
penggenangan

Analisis Eh, pH, DHL,
Feterlarut, C-organik dan

Pengambilan contoh
tanah minggu ke-13
penggenangan

Analisis Eh, pH, DHL,
Feterlarut, C-organik dan

Dinamika
sifat
kimia dan
fraksi P

Fraksionasi P

Fraksionasi P

Rekomendasi
pengelolaan

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

Analisis Tanah
Analisis Pendahuluan
Analisis tanah pendahuluan dilakukan pada contoh tanah yang diambil pada
masa penggenangan minggu ke-1 terhadap pH (H2O 1:2,5, pH meter), C-organik
(Walkley & Black), N-total (Kjeldahl), P-tersedia (Bray #1), KTK dan basa-basa
dapat-ditukar (1 N NH4OAc pH 7), serta Fe (soil paste, H2O 1:2,5, AAS).
Analisis Sifat Elektrokimia dan Kimia serta Fraksionasi P tanah
Selain pH (H2O 1:2,5, pH meter) dan C-organik (Walkley & Black), juga
dilakukan analisis Eh (H2O 1:2,5, Eh meter), DHL (soil paste, H2O 1:2,5, EC meter),
dan fraksionasi P terhadap contoh tanah yang diambil setelah masa penggenangan
7, 9, 11 dan 13 minggu
Analisis Fraksionasi P
Fraksionasi P dilakukan menurut metode Tiessen dan Moier (1993) yang
dimodifikasi, yaitu penetapan kadar fraksi PResin diganti dengan PH2O. Dalam

10

penelitian ini, kadar fraksi PResidual tidak ditetapkan. Setelah fraksi PH2O, selanjutnya
secara sekuensial dilakukan penetapan kadar fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Ptotal serta
perhitungan PNaHCO3-Po, PNaOH-Pi dan PNaOH-Ptotal serta perhitungan PNaOH-Po dan PHClPi. Tahapan fraksionasi P dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
0,5 g contoh tanah
Tambahkan 30 ml aquades, kocok selama 6 jam.
Tempatkan pada tabung setrifus.
Ekstrak P air
Tanah

Ukur P air (PH2O)

Tambahkan 30 ml 0,50 mol L-1 NaHCO3, kocok 16 jam
Ekstrak Bikarbonat Ptotal (Pt)
Ukur PNaHCO3-Ptotal (Pt)
Tanah
Endapkan bahan organik dengan H2SO4
Ukur PNaHCO3-Pinorganik(Pi)
PNaHCO3-Porganik(Po) = [PNaHCO3-Pt] – [PNaHCO3-Pi]
Tambahkan 30 ml 0,10 mol L-1 NaOH, kocok 16 jam
Ekstrak PNaOH Ptotal (Pt)

Ukur PNaOH-Ptotal (Pt)

Tanah

Endapkan bahan organik dengan H2SO4
Ukur PNaOH-Pinorganik (Pi)
PNaOH-Porganik (Po) = [PNaOH-Pt]–[PNaOH-Pi]
Tambahkan 30 ml 1 mol L-1 HCl, kocok 16 jam
Ekstrak PHCL(Pi)

Ukur PHCl-Pinorganik (Pi)

Gambar 2. Bagan Alir Fraksionasi P (Modifikasi Tiesen dan Moir 1993)
Fraksi PH2O
Tanah 0.50 g ditimbang ke dalam tabung sentrifus 50 ml, ditambahkan 30 ml
aquades, dikocok 16 jam, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit,
kemudian larutan disaring dengan kertas millipore dengan bantuan vacum pump
dan kadar fraksi PH2O ditetapkan dengan cara memipet 10 ml larutan hasil
penyaringan ke dalam labu takar 50 ml. Indikator nitropenol ditambahkan sebanyak
5 tetes dan dilakukan pH adjustment dengan menambahkan 4 M NaOH dan 2.50 M
H2SO4. Pewarnaan dilakukan menurut metode MR dengan menambahkan larutan
MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquadest dan diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 712 nm.
Fraksi PNaHCO3
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 0.50 M NaHCO3
dan dikocok selama 16 jam, disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15
menit dan disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan PNaHCO3-Pi dan
PNaHCO3-Ptotal. Fraksi PNaHCO-Po adalah selisih antara PNaHCO-Pt dan PNaHCO-Pi.
Penetapan PNaHCO3-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke labu takar
50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60 ml 0.90
M H2SO4 dan dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit, kemudian disaring

11

dan ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol. Selanjutnya dilakukan pH
adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR
Penetapan PNaHCO3-Pt dilakukan dengan memipet 5 ml hasil saringan ke
Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 10 ml larutan 0.90 M H2SO4 dan 0.60 g
ammonium peroxidasulfat, kemudian diautoklaf selama 30 menit. Larutan
dipindahkan ke labu takar 50 ml dan ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol,
kemudian dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode
MR.
Fraksi PNaOH
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 0.10 M NaOH dan
dikocok selama 16 jam, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama
15 menit dan ekstrak NaOH disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan
fraksi PNaOH-Pi dan PNaOH-Ptotal. Fraksi PNaHCO-Po adalah selisih antara PNaHCO-Pt dan
PNaHCO-Pi.
Penetapan PNaOH-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke labu
takar 50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60
ml 0.90 M H2SO4 dan dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit kemudian
disaring, ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, dilakukan pH adjustment dan
pengukuran kadar P menggunakan metode MR. Penetapan PNaOH-Ptotal dilakukan
dengan memipet 5 ml hasil saringan ke Erlemeyer 250 ml, ditambahkan 10 ml
larutan 0.90 M H2SO4 dan 0.60 g ammonium peroxidasulfat, kemudian diautoklaf
selama 30 menit. Larutan dipindahkan ke labu takar 50 ml dan ditambahkan 5 tetes
indikator nitrophenol, dilakukan pH adjustment dan pengukuran kadar P
menggunakan metode MR.
Fraksi PHCl
Contoh tanah dalam tabung sentrifus ditambahkan 30 ml 1.00 M HCl dan
dikocok selama 16 jam, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama
15 menit dan ekstrak HCl disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan
fraksi PHCl-Pi. Penetapan PHCl-Pi dilakukan dengan memipet 10 ml hasil saringan ke
labu takar 50 ml, ditambahkan 5 tetes indikator nitrophenol, dilakukan pH
adjustment dan pengukuran kadar P menggunakan metode MR.
Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara sifat
kimia dan kadar fraksi-fraksi P tanah sebagai ordinat dengan KAL pada masa
penggenangan 7-13 minggu yang diurutkan dari nilai KAL terendah ke tinggi
sebagai absis pada 3 kondisi IP (100%, 200% dan 300%). Dengan bantuan Software
SPSS, analisis data juga dilakukan untuk menentukan persamaan regresi linier
berganda dan korelasi antara:
1. Fraksi-fraksi P sebagai variabel terikat (Y) dengan sifat kimia tanah yaitu Eh,
pH, DHL, Feterlarut dan Corg sebagai variabel bebas (X1, X2, …, Xn).
2. Sifat kimia tanah dan fraksi-fraksi P sebagai variabel terikat (Y) dengan dosis
jerami dan pupuk P serta KAL sebagai variabel bebas (X1, X2, …, Xn).
3. Produksi padi sawah sebagai variabel terikat (Y) dengan sifat kimia, fraksifraksi P, dosis jerami dan pupuk P serta KAL sebagai variabel bebas (X1, X2,
…, Xn)

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Sifat Kimia Tanah
Rata-rata nilai Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL pada tanah sawah dengan IP
100%, 200% dan 300% selama empat periode penggenangan (7, 9, 11 dan 13
minggu) disajikan pada Tabel 2. Dinamika kelima sifat kimia tanah tersebut
terhadap peningkatan KAL pada periode penggenangan yang sama disajikan pada
Gambar 3.
Tabel 2. Rerata Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL pada tanah sawah dengan IP

100%, 200% dan 300% pada empat periode penggenangan (7, 9, 11
dan 13 minggu)
Sifat kimia
KAL (%)
Eh (mV
Corg (%)
pH
Felarut (ppm)
DHL (dS/m2)

100%
47,47
263,86
1,51
5,4
24,94
0,56

Tanah Sawah dengan IP
200%
82,18
104,60
2,01
5,14
15,65
0,73

300%
88,86
71,64
2,13
5,3
2,56
1,17

Pada Gambar 3 ditampilkan secara grafis hubungan antara KAL pada periode
penggenangan 7, 9, 11 dan 13 minggu yang diurutkan dari nilai terendah ke tinggi
sebagai sumbu X dan sifat-sifat kimia tanah sebagai sumbu Y masing-masing pada
IP 100%, 200% dan 300%. Selama masa penggenangan 7-13 minggu, KAL tanah
sawah penelitian dengan IP 100%, 200% dan 300% berturut-turut berada pada
kisaran 42-51% < 81-83% ≈ 82-100% (Gambar 3).
Peningkatan KAL akibat penggenangan menyebabkan penurunan Eh dan
konvergensi pH tanah sawah (Chong et al. 2009). Secara grafis, Eh tanah sawah
yang diteliti semakin turun dengan meningkatnya KAL dan IP (Gambar 3). Hal ini
berkaitan dengan penurunan kadar oksigen akibat penggenangan dan peningkatan
dosis jerami dengan meningkatnya IP dari 900 kg/ha pada IP 100% ke 1320 dan
4200 kg/ha pada IP 200% dan 300%. Semakin tinggi dosis jerami semakin tinggi
dan cepat laju konsumsi oksigen untuk proses dekomposisinya, sehingga semakin
cepat dalam menurunkan Eh.
Pada IP 100%, pH tanah sedikit menurun, sedangkan pada IP 200% dan 300%
terjadi peningkatan pH dengan meningkatnya KAL atau penurunan Eh. Penurunan
Eh menyebabkan ferri-hidroksida tereduksi menjadi ferro-hidroksida dan
melepaskan OH- sehingga meningkatkan pH tanah menurut reaksi Fe(OH)3 + e- →
Fe(OH)2 + OH-.
Pada tanah sawah, penggenangan umumnya meningkatkan DHL (Narteh dan
Sarawat 1999). Pada penelitian ini, hal tersebut tidak terjadi pada kondisi IP 100%
dan 200% (Gambar 3), meskipun terukur kadar Kdd hingga 2,34 cmol(+)/kg pada
IP 100% dan Mgdd hingga 3.38 cmol(+)/kg pada IP 200% (Lampiran 1).

13

2,5

310

2,1

190

1,7

Eh (mV)

Corg (%)

Eh

1,3

70

-50
pH

30

5,9

20

5,4

Fe-larut

pH

Fe -larut (ppm)

C-organik

10

4,9

0

4,4
DHL

DHL (dS/m)

1,4

1,1

0,8

0,5
40

44

48

52

80,3

81,4

82,5

83,6

80

88

96

104

mm

tg

Kadar Air Lapang (%)

Kondisi
Genangan
Indeks Pertanaman (IP)
Umur tanaman (MST)
Masa penggenangan (minggu)
Dosis (kg/ha/musim)
Jerami
N
P2O5
K2O
Pola tanam

tt

tt

12
13

mm

mm

Tt

tt

6
7

1
7

3
9

100%
8
10
9
11

900
133
120
75
Padi - Kacang Tanah Bengkoang
tt = tidak tergenang

mm

tt

mm

5
11

6
11

200%
7
13

1320
35.4
37.7
46.2
Padi – Padi - Bera
mm = macak-macak

Gambar 3. Dinamika Eh, Corg, pH, Feterlarut dan DHL terhadap peningkatan KAL

tt

300%
4
2
13
9

4200
128
36
36
Padi – Padi – Padi
tg = tergenang

0
7

14

Sebaliknya, DHL pada IP 300% memiliki tren meningkat dengan
meningkatnya KAL (Gambar 3). Hal ini diduga berkaitan dengan pelepasan ionion dari ameliorasi jerami padi hingga 4200 kg/ha per musim (Lampiran 2). Nilai
DHL tanah sawah akan meningkat seiring dengan dosis ameliorasi bahan organik
(Iranpour et al. 2014). Selain itu, kenaikan DHL juga dipengaruhi oleh
pembentukan NH4+. Pembentukan NH4+ lebih cepat terjadi pada tanah dengan
kadar N dan bahan organik tinggi (Situmorang dan Sudadi 2001) seperti pada sawah
IP 300% yang mengandung 2.38% Corg dan 0.09% Ntotal .
Kadar Feterlarut pada IP 100% cenderung menurun selama periode
penggenangan 7-13 minggu dan sebaliknya pada IP 200% dan 300% (Gambar 3).
Budidaya padi sawah yang hanya sekali setahun pada IP 100% menyebabkan
kondisi oksidatif tanah berlangsung lebih lama, sehingga dekomposisi bahan
organik berlangsung lebih intensif, menurunkan C/N dan menghasilkan asam
humat yang dapat membentuk kompleks dengan Feterlarut sehingga menurunkan
kadar Feterlarut. Pada IP 200% dan 300%, peningkatan kadar Feterlarut selama
penggenangan 7-13 minggu berkaitan dengan proses dekomposisi bahan organik
pada kondisi KAL lebih tinggi atau lebih anaerobik dan menyebabkan peningkatan
kadar Fe2+ terlarut menurut reaksi: Fe(OH)3 + 3 H+ + e- → Fe2+ + 3 H2O.
Dinamika Kadar Fraksi Fosfor
Kadar ftaksi P pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan 300% pada 7,
9, 11 dan 13 minggu penggenangan disajikan pada Tabel 3. Dinamika kadar fraksi
P tersebut terhadap KAL yang diurutkan dari nilai terendah ke tinggi disajikan pada
Gambar 4.
Tabel 3. Rerata kadar faaksi P pada tanah sawah dengan IP 100%, 200% dan

300% pada empat periode penggenangan (7, 9, 11 dan 13 minggu)
Fraksi Fosfor
PH2O (ppm)
PNaHCO3-Pi (ppm)
PNaHCO3-Po (ppm)
PNaOH-Pi (ppm)
PNaOH-Po (ppm)
PHCl-Pi (ppm)

100%
1,75
70,67
55
299,08
230,46
33,73

Tanah Sawah dengan IP
200%
1,25
61,58
28,83
223,78
132,95
100,69

300%
1,44
57,38
18,55
202,22
185,53
123,57

Pemupukan 120 kg P2O5/ha/musim menyebabkan fraksi-fraksi P tanah pada
IP 100% memiliki kadar tertinggi dan fraksi PH2O, PNaHCO3-Pi dan PNaOH-Pi cenderung
meningkat kadarnya selama penggenangan 7-13 minggu (Gambar 4). Tingginya
kadar Plarutan tanah akan memicu peningkatan penjerapan (Idris dan Ahmed 2012),
sehingga meningkatkan kadar Ppadatan yang dalam hal ini adalah fraksi PNaOH-Pi dan
PHCl-Pi. Hartono et al. (2006) melaporkan terjadinya peningkatan kadar fraksi PNaOH−1
Pi setelah inkubasi 90 jam pada tanah yang ditambahkam 300 mg P.kg .

15
P H2O

P-H2O (ppm)

2,25

1,8

1,35

0,9
NaHCO3Pi

79

30

NaHCO3-Pi (ppm)

NaHCO3-Po (ppm)

80

55

5

65

51

37
NaOHPi

NaOH-Pi,Po (ppm)

132
HCl-Pi (ppm)

NaHCO3Po

NaOHPo

HClPi

332

96

260

60

188

24

116
40

44

48

52

80,3

81,4

82,5

83,6

80

87

94

tt

mm

5
11

6
11

tt
mm
300%
4
2
13
9

101

Kadar Air Lapang (%)

Kondisi
Genangan
Indeks Pertanaman (IP)
Umur tanaman (MST)
Masa penggenangan (minggu)
Dosis (kg/ha/musim)
Jerami
N
P 2O 5
K 2O
Pola tanam

tt

tt

12
11

mm
100%
8
10
9
11

mm

Tt

6
7

1
7

tt
mm
200%
3
7
9
13

900
133
120
75
Padi - Kacang Tanah Bengkoang

1320
35.4
37.7
46.2
Padi – Padi - Bera

tt = tidak tergenang

mm = macak-macak

Gambar 4. Dinamika kadar fraksi P terhadap peningkatan KAL

4200
128
36
36
Padi – Padi – Padi
tg = tergenang

tg
0
7

16

Terdapat kesamaan dinamika kadar fraksi P pada tanah sawah dengan IP
200% dan 300% terhadap KAL selama masa penggenangan 7-13 minggu, kecuali
untuk fraksi PNaHCO3-Pi dan PNaHCO3-Po, Kadar kedua fraksi P tersebut pada tanah
sawah dengan IP 200% masing-masing menunjukkan tren menurun dan meningkat
terhadap peningkatan KAL (Gambar 4) dan ter