Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara

G33 676
bkJ kN

1C

KAJlAN EKOLOGI - EKONOMI SUMBERDAYA
HUTAN MANGROVE DI DESA TALISE,
KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

OLEH:
ADNAN SJALTOUT WANTASEN

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

Adnan S. Wantasen. Kajian Ekologi - Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa
Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Dibimbing oleh Dietriech G. Bengen dan
Akhmad Fauzi.

Desa Talise, Kabupaten Minahasa memiliki luas hutan mangrove sebesar
62 hektar dimana tersebar di Dusun 1 (Kp Talise),Dusun I1 (Kp Tambun) dan
Dusun 111 (P. Kinabuhutan). Hutan mangrove ini hanya terdiri dari 2 famili yaitu
Avicenniaceae dengan jenis Avicennie marina dan nama lokalnya api-api;
Rhizophoracea dengan jenis Rhizophora mucronaia, R apiculaia, R.siylosa,
Rruguiera cylindrica, R. ~mtiorrhizadengan nama lokal bertu~t-turutlolaro,
lolaro merah, lolaro putih, ting putih dan makurung laut.
Untuk struktur komunitas mangrove stasion I memiliki tingkat
keanekamgaman, kekayaan jenis dan kemerataan jenis yang paling tinggi berturutturut H'= 1.01;
R = 1.05 dan E = 0.64; dibanding dengan stasion I1 dan 111.
Sedangkan ketebalan mangrove dimasing-masing stasion adalah stasion I : 50-100,
stasion I1 : 25-75, dan stasion 111 : 20-40 dalam satuan meter. Stasion I dengan nilai
H', R dan E yang tinggi menunjukkan tidak ada yang dominan dan
memungkinkan untuk bertambahnya spesies yang lain untuk hidup dan
menunjukkan lebih banyak jenis yang ditemukan. Sedangkan stasion I1 dan 111
yang memiliki nilai H', R dan E yang rendah menyebabkan hanya beberapa
spesies yang dapat bertahan hidup dan tidak ada yang mendominasi. Ini tejadi
karena terdapat perbedaan substrat yang mana di stasion I bersubstrat lumpur,
berpasu dan adanya areal penggenangan serta sirkulasi, sedangkan stasion I1 d m
111 substratnya hanya sedikit lumpur dan berpasir, hancuran batuan karang serta

berhadapan langsung dengan gelombang.
Untuk nilai ekonomi dari manfaat langsung hutan mangrove sebagai kayu
bakar dilihat dari beberapa faktor seperti biaya pengadaan dengan rata-rata Rp
65.526,3158/m3/th, pendapatan rata-rata Rp 3.025.263,1579/th, umur rata-rata 41
th, pendidikan rata-rata 6.4737 tahun dan jumlah anggota keluarga rata-rata 4
orang. Manfaat langsung drai hutan mangrove sebesar Rp 30.544.200/th, dimana
penggunaan kayu bakar dari hutan mangrove sebesar 4072.56 m3/th dengan harga
Rp 7500/m3. Pendapatan masyarakat tidak b e r p e n g d terhadap pemanfaatan
mangrove sebagai kayu hakar

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul :

KAJIAN EKOLOGI-EKONOMI SUMBERDAYA HUTAN MANGROVE

DI DESA TALISE, KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belurn pemah dipublikasikan.
Semua surnber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.


Bogor, Maret 2002

Adrian S. Wantasen

Nrp. 9966OJSPL

KAJIAN EKOLOGI - EKONOMI SUMBERDAYA
HUTAN MANGROVE DI DESA TALISE,
KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

ADNAN SJALTOUT WANTASEN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

Judul Tesis

: Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa
Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara

Nama

: Adnan Sjaltout Wantasen

NRP

: 99660

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (SPL)
Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing


Dr. Lr. ~ k h m a dFauzi. M.Sc
AWgota

Ketua

Mengetahui :

2. Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan

Dr. Ir. Rokhmin Dahuri. MS

Tanggal Lulus : 18 Januari 2002

Program Pascasarjana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 25 Oktober
1968 dari ayah Darmin Wantasen dan ibu Rusna Kawulusan, sebagai putra kedua
dari empat bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan Universitas Sam Ratulangi sejak tahun 1987 d m lulus tahun 1992. Pada
tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana
diperoleh dari DITJEN DIKTI, Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi sejak tahun 1993.

PRAKATA
M~amdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas segala rahrnat dan hidayah-Nya, sehingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Teina yang dipilih dalam penelitian ini adalah kajian potensi dan nilai ekonomi,
dengan judul Kajian Ekologi-Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove Di Desa
Talise, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Selesainya penyusunan tesis ini tidak lepas dukungan dan bantuan semua
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasill sebesar-besarnya semoga Allah
SWT memberikan balasan pahala kepada :
1. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA dan Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc selaku
dosen pembimbing yang banyak inemberikan arahan, masukan dan saran.

2. Mama dan Papa tersayang serta seluruh keluarga yang selalu rnemberi
dorongan moral, doa dan kasih sayangnya.
3. Departemen Pendidikan Nasional DITJEN DIKTl yang telah memberikan

bantuan pendidikan program pascasarjana.
4. Seluruh staf Proyek Pesisir di Manado, atas bantuannya dilapangan.
5. Only, Ewin, Ar, rekan-rekan asrama Sam Ratulangi Bogor, serta Aulia Yuli
Utami atas bantuannya.
6. Rekan-rekan SPL angkatan 111yang ten~skompak selarna ini.

Bogor,

Maret 2002

Penulis

DAFTAR IS1

Halaman
PRAKATA


I

DAFTAR IS1 ..........................................................................

11

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR ...............................................................

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................
Perurnusan Masalah
..
Tujuan Penel~tlan................................................................

..
Kegunaan Penelltzan.............................................................
Pendekatan Masalah ............................................................

1

..

1
4
5
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Hutan Mangrove .................................................
Stmktur dan Adaptasi ......................................................
Kondisi Fisik Hutan Bakau ................................................
Zonasi .........................................................................
Organisma yang Berasosiasi ...............................................

Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove ....................................
Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman .................................
Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Suatu Ekosistem Alamiah ..........
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
Tempat dan Waktu Penelitian

..............................................
Anallsls Data .....................................................................
Ekologi Ekosistem Mangrove .............................................
................
Penilaian Ekonomi
Strategi Pengelolaan Mangrove ...........................................
..

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................
Gambaran Umum Desa Talise .................................................
Keadaan Geografi ...........................................................
Keadaan Masyarakat .......................................................
Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Pengguna Kayu
bakar ...........................................................................

Nilai Ekonomi dari Manfaat Langsung Penggunaan Mangrove sebagai
Kayu bakar .......................................................................

20

23d
23
23
25
26
28
28
28
30
32
33

Ekologi Mangrove ............................................................... 40
Jenis Vegetasi Mangrove .................................................. 40

Zonasi Vegetasi Mangrove ... .............. . . . . ..... . .. . .......... .. ......
Stnlktur Komunitas Mangrove . . . ... . . . . . . . . . ...... ... . . . . . . . . . . . . . . .. . ..
Potensi Hutan Mangrove . .. .... . . ... .. . ... . . ................... ... . .. ..... . .. .
Analisis SWOT (Strength. Weakness, Opportunity and Tlueat) ........
Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Talise ........ ......................
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA ...... . . . .. . . .. ... .. . .. . ......... .. . ... ... . . .. . . .............

DAFTAR TABEL
Halaman
Lokasi dan posisi masing-masing areal penelitian ..................

21

Data yang diolah dengan Analisis Faktorial Diskriminan ..........

25

Matrik SWOT ............................................................

27

Kegiatan Produktif Masyarakat Desa Talise ........................

30

Hasil Tanaman Pertanian Rakyat Desa Talise ......................

31

Karakteristik Sosial Ekonomi Rurnahtangga Pengguna Kayu ...

33

Taksono~niSpesies Mangrove ........................................

41

Distribusi Spesies Mangrove ..........................................

42

Variabel-variabel
sttuktur komunitas mangrove pada 3 lokasi
..
penellhan ..................................................................

44

Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon. pohon anakan. dan
remaja serta ketebalan mangrove pada lokasi penelitian............

46

Identifikasi dan pembobotan SWOT ..................................

56

Mahik hasil analisis SWOT ............................................

57

Rangking prioritas strategi pengelolaan hutan mangrove Desa
Talise ......................................................................

58

1

DAFTAR GAMBAR

Halaman
. .

I.

Skem,a kerangka pem~klr
an... ..........................................

2.

Nilai It tal ekonomi mangrove..........................................
..
Peta 11~ k a spenel~t~an
l
....................................................

3.
4.

5.
6.

9 .

I . vegetasi mangrove stasion I ............................
Profil zonasi
I vegetasi mangrove stasion 11.. ..........................
Profil zonasl
I . vegetasi mangrove stasion 111.. .........................
Profil zpnas~

7
19
20
43
43
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang dilakukan adalah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dari pada seluruh lapisan masyarakat. Makin besar kebutuhan, maka
makin besar jumlah barang yang dihasilkan atau diproduksi dan ha1 ini memerlukan
bahan mentah atau bahan baku atau disebut juga resources.
Resources yang akan digunakan di dalam proses produksi ataupun yang

langsung dikonsumsikan oleh masyarakat dapat dibagi ke dalam dua kategori : (I).
Sumber yang dapat diperbahamildiganti yaitu sumber yang bisa dipakai tanpa habis
karena ia dapat dihasilkan kembali, dan (2). Sumber yang tidak bisa diperbaharui,
yaitu sumber-sumber yang habis sekali pakai dan tidak dapat dihasilkan atau
diperbaharui kembali.
Di era sekarang pembangunan telah menempatkan wilayah pesisir sebagai
daerah yang strategis sebagai pusat indusm, pemukiman, pembangkit tenaga listrik,
areal rekreasi dan pariwisata, areal pertanian, perikanan dan pertambakan.
Pemanfaatan wilayah pesisir yang semakin meningkat selain berdampak positif dalam
peningkatan taraf hidup dan kesempatan keja juga memiliki dampak negatif bila
pemanfaatannya tidak terkendali (Prastowo dalam Agustono, 1996).
Pengubahan fungsi hutan mangrove menjadi fimgsi lain secara tidak wajar
akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak sesuai dengan skenario
pembangunan berkelanjutan (Indrajaya, 1992). Sumberdaya alam adalah aset dari

sistem ekonomi, sehingga ada pertanyaan 'berapa banyak' aset itu akan dimanfaatkan

dan 'kapan aset itu akan digunakan.
Salah satu dari surnber yang mendapat perhatian di wilayah pesisir adalah
ekosistem mangrove. Fungsi hutan mangrove sebagai spawning ground, feeding

ground, dan juga nursely ground, di samping sebagai tempat penampung sedimen,
sehingga hutan mangrove merupakan ekosistem dengan tingkat produktivitas yang
tinggi dengan berbagai macam fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang penting.
Penipisan dan penurunan kapasitas suatu ekosistem untuk memenuhi kebutuhan
manusia dan pembangunan pada akhirnya mendorong negara-negara untuk
menerapkan suatu konsep atau paradlgma yang barn tentang pembangunan yaitu
pembangunan yang berkelanjutan (Kusumastanto dan Meilani, 1998).
Desa Talise, yang terletak di Kecamatan Likupang Minahasa, memiliki hutan
mangrove dengan luas areal yang diperkirakan sebesar 62 hektar.

Penggunaan

mangrove oleh penduduk desa sudah dilakukan sejak lama baik sebagai kayu bakar
maupun untuk mendirikan rumah. Khusus di Pulau Talise, hamparan bakau terdapat
di bagian Selatan pulau dekat Dusun LI dan areal perusahaan budidaya kerang mutiara
dan sebelah Utara Dusun I, serta terdapat di Dusun I11 yaitu di Pulau Kinabuhutan
(Proyek Pesisir, 1999).
Saat ini dengan masuknya Proyek Pesisir sebagai fasilitator, maka masyarakat
setempat telah mulai menyadari akan pentingnya manfaat sumberdaya mangrove,
baik dalam kehidupan sosial mereka maupun bagi kelestarian lingkungan. Untuk itu
perlu diketahui lewat penelitian ini nilai manfaat langsung dari hutan mangrove
terhadap masyarakat di Desa Talise.

Ekosistem mangrove selain untuk ekologi juga dapat dijadikan sebagai
kawasan pariwisata. Pariwisata yang hanya mementingkan jumlah wisatawan dalam
jumlah besar temyata telah menimbulkan herkembangnya pariwisata yang tidak
terkendali. Perilaku wisatawan yang kurang menghargai lingkungan seperti
membuang sampah sembarangan, vandalisme, dan kurang menghargai nilai-nilai
budaya masyarakat sekitar telah menimbulkan ketimpangan ekologi dan sosial.
Obyek wisata menjadi rusak dan kehilangan daya tariknya sehingga lambat laun
jumlah wisatawan yang datang menjadi berkurang, dan akhirnya ditinggalkan
pengunjung. Masalah baru timbul, seperti kerugian investor dan masyarakat tidak
dapat lagi mengambil manfaat dari pariwisata. Untuk menanggulangi pennasalahan
tersebut para ahli lingkungan telah mernbuat s&

pendekatan pariwisata yang lebih

memperhatikan adanya keseimbangan antara aspek konservasi dan ekonomi, konsep
tersebut dinamakan ekoturisme.
Sulawesi Utara dengan potensi pengembangan pariwisata yang sangat
beragam, mempakan wilayah pengembangan yang mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi, sehingga ditetapkan sebagai pintu gerbang tujuan wisata kelima. Untuk itu
Pemerintah Daerah memasukan pariwisata sebagai salah satu Panca Program
Unggulan Pembangunan di Sulawesi Utara. Salah satu obyek yang belum
dimanfaatkan secara optimal adalah potensi pariwisata di wilayah pesisir Desa Talise
Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa.
Pantai Desa Talise Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara
dengan dua pulaunya mempakan obyek wisata bahari yang potensial untuk
dimanfaatkan. Didukung pula oleh rencana pengembangan Kabupaten Minahasa

sebagai kawasan Taman Wisata Alam yang dalam ha1 ini akan lebih ditekankan
kepada aspek ekoturisme. Perencanaan, pelatihan dan pengembangan telah
diupayakan untuk mendukung kegiatan konservasi di daerah tersebut. Jika potensipotensi itu dimanfaatkan sebagai obyek wisata akan memberikan altematif
pendapatan masyarakat setempat mtuk meningkatkan pendapatan mereka. Yang
berarti mereka akan turut menjaga kelestarian lingkungan sebagai sumber pendapatan
mereka.
Secara umum penelitian ini akan menilai manfaat langsung dari sumberdaya
mangrove serta mengkaji potensi sumberdaya mangrove yang ada dan memberikan
masukan untuk pengelolaan hutan bakau yang ada di Desa Talise, Kecamatan
Likupang, Sulawesi Utara.

Perurnusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapatlah dirumuskan pernasalahan yang ada
yaitu seberapa besar potensi hutan mangrove di Desa Talise, guna memberikan
kontribusi bagi masyarakat dalam bentuk pendapatan melalui pendekatan nilai
ekonomi hutan mangrove, serta apakah hutan mangrove di Desa Talise dapat
~
dijadikan daerah yang dapat memberikan manfaat yang lebih besar b a masyarakat
serta menmjang kegiatan konservasi mangrove ?

Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang ada, maka penelitian ini tujuamya adalah :
+:*

Mengetahui potensi hutan mangrove yang ada di Desa Talise.

*:

Menilai secara ekonomi manfaat langsung dari sumberdaya hutan mangrove
di Desa Talise.

.:*

Memherikan strategi altematif dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk Desa
Talise.

Kegunaan Penelitian
Diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi :
Pengambil kebijakan dalam mengelola hutan mangrove di Desa Talise,
'

terutama dalam menentukan lokasi yang boleh dimanfaatkan dan yang perlu
dilindungi atau sebagai kawasan konservasi.

*:

Pemanfaatan kawasan yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
setempat.

.:. ~eninformasikan kepada

masyarakat

tentang

pentingnya

manfaat

sumberdaya hutan mangrove
Pendekatan Masalah
Peningkatan pertumbuhan penduduk di Desa Talise, maka kebutuhan hidup
masyarakat akan meningkat pula.

Peningkatan kebutuhan ini akan mendorong

eksploitasi sumberdaya terutama hutan mangrove (yang dominan berada di sana
selain terumbu karang), melalui berbagai kegiatan yang berlangsung di ekosistem
mangrove maupun di sekitamya, yang pada akhirnya menekan keberadaan ekosistem

mangrove (disamping adanya faktor alam). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
tinggal disekitar hutan mangrove merupakan masalah prinsip dalam usaha
menyelamatkan hutan mangrove.

Kondisi sosial ekonomi yang buruk dari

masyarakat (nelayan) akan mendorong peningkatan frekuensi dan intensitasnya pada
penebangad liar pohon-pohon mangrove. Hal yang lebih buruk lagi adalah
masyarakat desa yang tinggal paling dekat dengan surnberdaya hayati seringkali
merupakan kelompok yang paling tidak beruntung secara ekonomis yang termiskin
diantara yang miskin (McNeely, 1988).

Pada gilirannya banyak lahan pertanian

yang nilai produktivitasnya semakin merosot dan hasil panen berkurang, akibatnya
kehidupan nelayan tradisional semakin sulit. Oleh karenanya keberadaan mangrove
perlu diketahui kondisi ekologisnya serta dinilai secara ekonomi (dengan berbagai
teknik valuasi) untuk menentukan efisiensi pemanfaatannya, berdasarkan pendekatan
nilai ekonomi (nilai manfaat langsung).

Secara ringkas, pendekatan masalah tersebut ditelusuri melalui kerangka
berpikir seperti pada Gambar 1 berikut ini.
\

PENGELOLAAN
SUMBERDAYA
F
WILAYAB PESISIR

POTENSI
MANGROVE 4
1

t
b

v

PEMANFAATAN
HUTAN
MANGROVE
L

KAJIAN
EKOLOGI

v
-

MANGROVE

I
ANALISIS
EKONOMI

PENGELOLAAN
EKOSISTEM MANGROVE
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

KEADAAN UMUM
SUMBER DAYA
WILAYAH PESISIR

v

DESKlUPTIF

kepentingan, seperti: kehutanan, perikanan (tambak), pertanian, industri, pemukiman,
pertambangan, pariwisata dan lainnya. Adanya berbagai kepentingan dari berbagai
pihak dalam memanfaatkan areal hutan mangrove, sering menimbulkan konflik dan
mengarah pada pengelolaan dengan pertimbangan yang sempit dan tidak
berkelanjutan.
Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat tahun 1992, luas hutan mangrove
di Indonesia selain Jawa dan Madura adalah 3.737.000 ha (LH,DEPHUT, LIPI,
DEPDAGRI dan Yayasan Mangrove, 1993). Kontribusi hutan mangrove terhadap
masyarakat terbukti cukup besar dan sebagai contoh di Teluk Bintuni dimana
kontribusi hutan mangrove terhadap pendapatan masyarakat sebesar 70 %
(Ruitenbeek, 1991). Sumberdaya hayati, seperti hutan mangrove, seringkali terancam
karena tanggungiawab untuk mengelola sumberdaya dialihkan dari penduduk yang
tinggal paling dekat dengan sumberdaya ke lembaga pemerintah yang bertempat di
ibukota yang jauh. Akan tetapi beban pelestariannya masih secara khusus dirasakan
oleh sebagian penduduk desa yang seharusnya mendapat keuntungan langsung dari
penggunaan sumberdaya tersebut.
Ruitenbeek (1991) menggambarkan bahwa pembangunan ekonomi yang
memperluas upah disektor ekonomi akan menurunkan tingkat ketergantungan
masyarakat pada hutan mangrove.
ekosostem mangrove yang

Sebagai contoh substitusi kegiatan di luar

dapat meningkatkan upah

akan m e n d a n

keterganmgan masyarakat pada sumberdaya hutan mangrove. Disisi lain, substitusi
kegiatan di dalam ekosistem mangrove, sebagai contoh konversi hutan mangrove
menjadi peruntukan yang lain menyebabkan hilangnya produktivitas di pantai,

akibatnya adalah meningkatnya tekanan terhadap perikanan lepas pantai. Disamping
itu yang perlu diperhatikan adalah cepatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang
dipacu oleh sistem transportasi yang lancar dan tersedianya sumberdaya hutan dan
laut yang potensial, mengakibatkan pembahan struktur sosial ekonomi dan kebutuhan
penduduk yang semakin konsumtif (Susilowati dalam Sukardjo, 1986).
Struktur dan Adaptasi
Hutan

mangrove

adalah

sebutan

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi beberapa
pohon yang khas atau semak-semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga
dalam 8 famili yang berbeda dan yang paling dominan adalah genera Avicennia ,
Sonnerratia. Rhizopora, Bruguiera. Bakau mempunyai sejumlah bentuk khusus yang

memungkinkan mereka untuk hidup di perairan pantai yang dangkal yaitu berakar
pendek, menyebar luas dengan akar penyangga atau tudung akarnya yang khas
tumbuh dari batang dan atau dahan (Nybakken, 1988). Tipe perakaran cakar ayam
mempeunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara dan ini terdapat
pada Avicennia, Sonneraiia dun Xylocarpus, sedangkan yang beripe penyangga atau
tongkat memiliki lentisel dan ini terdapat pada Rhizophora (Bengen, 2001). Daundaunnya tebal dan kuat dan rnengandung banyak air dan rnemiliki jaringan internal
penyimpan air dan konsentrasi garamnya tinggi, namun keberadaan air ini untuk
mengatur keseimbangan garam. Selain adaptasi seperti yang disebutkan diatas juga
struktur akar tersebut juga membentuk jaringan horisontal yang lebar dan b e h g s i
untuk mengambil unsur hara clan menahan sedimen.

Kondisi Fisik Hutan Bakau
Bakau dapat berkembang sendiri pada tempat dimana tidak terdapat
gelombang, kondisi fisik yang hams terdapat pada daerah bakau adalah gerakan air
yang minimal. Gerakan air yang lambat akan menyebabkan partikel sedimen yang
halus cenderung mengendap dan berkurnpul di dasar. Hasilnya berupa kumpulan
lumpur, sehingga subst~atpada rawa bakau biasanya bempa lumpur. Gerakan awai
air yang lambat pada hutan bakau selanjutnya ditingkatkan oleh bakau sendiri. Bahwa
banyak bakau mempunyai akar penyangga yang khas, yang memanjang ke bawah
dari batang dan dahan, juga akar ini sangat banyak dan kusut sehingga sukar
ditembus di antara permukaan lumpur dan permukaan air. Adanya sistem akar yang
padat ini akan mengurangi gerakan air, sehingga partikel yang sangat halus
mengendap di sekeliling akar bakau membentuk lapisan sedimen yang sukar untuk
dialirkan keluar lagi.
Keadaan fisik yang lain adalah pasang-surut. Kisaran pasang-surut bervariasi
bergantung pada keadaan geografi bakau.

Mangrove berkembang hanya pada

perairan yang dangkal dan daerah intertidal sehingga sangat dipengaruhi oleh pasangSUNt.
Zonasi
Zonasi hutan mangrove itu terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut,
dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp dan pada bagian
pinggir daerah ini terdapat pula area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh dimana
Avicennia tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang demikian sehingga
yang berasosiasi dalam zona ini adalah Sonneratia spp yang dominan tumbuh pada

lumpur dalam yang kaya bahan organik (Bengen, 2001). Untuk zone lebih ke arah
darat, urnumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Pohon-pohon ini adalah kumpulan
kornunitas yang paling khas karena rnernpunyai akar tunggang yang rnelengkung
yang rnengakibatkan daerah ini sukar ditembus manusia. Spesies ini meliputi daerah
yang luas yaitu dari tingkat yang tergenang pada setiap pasang-naik sampai daerah
yang hanya tergenang pada pasang-pumama tertinggi. Pada zona ini juga ditemukan
Rruguiera spp dan Xylocarpus spp. Untuk zona berikutnya didominasi oleh
Rruguiera spp yang berkernbang pada daerah yang rnerniliki sedimen yang lebih

berat (tanah 1iat)dan pada zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran
rendah biasa diturnbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.
Zonasi dapat juga diputuskan oleh kondisi lokal seperti penguapan air dari
tanah yang mengakibatkan terjadinya hipersalinitas.

Hipersalin cenderung

mernatikan bakau dan rnembentuk daerah gundul. Perkembangan maksimal hutan
bakau ditemukan pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi atau pada daerahdaerah di mana sungai-sungai mernberikan air tawar yang cukup untuk mencegah
perkernbangan kondisi hipersalin.
Pembagian zonasi ini biasanya berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove
baik terhadap kadar oksigen yang rendah sehingga rnerniliki bentuk perakaan yang
khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun dan
adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut sehngga struktur
akar yang terbentuk sangat eksentif dan membentuk jaringan horisontal dimana selain
untuk memperkokoh pohon juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Organisma yang Berasosiasi
Hutan bakau merupakan suatu komunitas yang sangat unik karena membentuk
suatu komunitas percampuran antara organisma lautan dan daratan yang
menggambarkan suatu rangkaian dari darat ke laut atau sebaliknya.
Organisma daratan tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di
dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan hidupnya di luar jangkauan air
laut pada bagian pohon yang tertinggi, meskipun mereka dapat mengambil hewan
lautan sebagai makanannya.
Kelompok hewan lautan yang dominan dalam hutan bakau adalah moluska,
udang-udang tertentu dan beberapa ikan yang khas. Moluska seperti siput yang hidup
pada akar atau batang pohon bakau (Littorinidae) dan lainnya yang h~dupdalarn
lumpur sebagai pemakan detritus Fllobiidae dan Potamididae). Ada juga kelompok
moluska yang termasuk bivalva seperti tiram yang melekat pada akar-akar bakau.
Hutan bakau juga ditempati oleh sejumlah kepiting berukuran besar dan
udang. Ada kepiting laga (fiddler crab); kepiting darat tropik (Cardisoma) dan
beberapa kepiting hantu (Dotilla, Cleistostoma). Kepiting-kepiting ini biasanya
khusus memakan partikel detritus di dalam lumpur. Udang penaeid dan ikan-ikan
seperti belanak juga menggunakan daerah bakau sebagai tempat pembesaran. Ada
juga ikan blodok (mud skipper) dari genus Periopthalmus yang memiliki mata yang
besar, melewatkan sebagian besar waktunya di luar air, merayap di lumpur atau
berjalan pada aka-akar bakau.

Manfaat dan Fungsi Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan berfungsi sebagai : tempat
mencari makan, memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak; fungsi ekologi
sebagai penghasil sejumlah detritus dan perangkap sedimen; secara ekonomi d a p t
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, bahan baku kertas
(pulp), alat tangkap ikan selain itu daerah hutan mangrove dapat dijadikan tempat
pariwisata.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai
manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi.
Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat
diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup diperairan, di atas lahan
maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada hutan
mangrove (Naamin, 1991). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik yang
merupakan kombinasi dari: tanah, air, pepohonan, binatang dan manusia yang
menghasilkan barang dan jasa (Hamilton dan Snedaker, 1984).
Para ahli berpendapat bahwa hutan mangrove mempakan ekosistem yang unik
dengan fungsi yang bermacam, yaitu: fungsi fisik, fungsi biologi dan fkngsi ekonomi
atau produksi (Naamin, 1991). Fungsi fisik dari hutan mangrove atau ekosistem
mangrove adalah untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan
tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai serta sebagai perangkap bahan-bahan
pencemar dan limbah. Fungsi biologi dari hutan mangrove yaitu sebagai daerah
pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan laustacea lainnya
serta menjadi t e m p t bersarangnya burung-burung dan menjadi habitat aIami berbagai

jenis biota. Adapun fungsi ekonomi atau produksi dari hutan mangrove seperti yang
diungkapkan oleh Hamilton dan Snedaker (1984) yang mengelompokkan menjadi
pemanfaatan langsung dan tak langsung seperti bahan bakar (kayu, arang, alkohol),
bahan bangunan (rumah, pagar), alat penangkap ikan @ubu, tiang sero), tekstil dan
kulit (rayon, bahan untuk pakaian), makanan, minuman dan obat-obatan; produk
kertas dan lainnya sebagai pemanfaatan langsung. Sedangkan jasa lingkungan atau
ekosistem yang menjadi nilai pemanfaatan tidak langsung sering tidak diperhatikan
atau dianggap memilib peran yang rendah.

Ini adalah salah satu faktor yang

mendorong tejadinya konflik dalam pengelolaan sumberdaya dan keputusan yang
dihasilkan adalah keputusan yang sempit (Pomeroy, 1992). Pemanfaatan ridak
langsung dari hutan mangrove di Desa Talise adalah penangkapan ikan dan udang
serta perlindungan daratan dari abrasi pantai .
Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman
Penggunaan indeks-indeks lingkungan untuk memantau suatu perubahan
dalam komunitas biotik pada akhimya kita kenal sebagai baku mum lingkungan atau
kualitas lingkungan. Indeks-indeks lingkungan ini meliputi baik yang berdasarkan
parameter fisik dan kirnia, maupun yang didasarkan atas parameter biologi dan juga
kualitas estetika lingkungan.
Keanekaragaman merupakan ukuran pangkal dari perbraan dimana
perubahan dalam lingkungan akan menghasilkan perubahan dalam susunan jenis dan
kepadatan (density) populasi. Sehingga ukuran keanekaragaman mempunyai fungsi
penting dalam program pemantauan perubahan-perubahan ekosistem (Dicks, 1976).
Menurut Hammond, Adriaanse, Robberburg, Bryant dan Woodward (1995),

keanekaragaman dapat diceminkan pada tingkat gen, jenis dan ekosistem.
Keanekaragaman hayati dapat diukur pada tingkat jenis dengan menghitung atau
mencatat jenis-jenis

yang

terancam

(endangered).

Pendekatan-pendekatan

digunakannya indeks keanekaragaman hayati sebagai indikator lingkungan karena
mudah untuk memantau perubahan-perubahan dalam kaitannya dengan beberapa
aktivitas manusia.
Sementara itu menurut Ott (1978), indeks keanekaragaman jenis merupakan
suatu konsep yang didasarkan atas kekayaan suatu habitat dalam ha1 jumlah jenis
yang ada dan jumlah individu di dalam tiap jenis. Spellerberg (l991), mengemukakan
bahwa indeks keanekaragaman didasarkan atas jumlah jenis yang ada dan juga
komposisi jenis tanpa mengukur kelimpahan atau didasarkan atas jenis dan
kelimpahan jenis dalam suatu habitat atau kominitas.
Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), indeks keanekaragaman Shannon (H')
mempunyai kegunaan yang paling luas dalam ekologi komunitas. Indeks ini
didasarkan atas teori informasi dan merupakan suatu ukuran rata-rata derajat
ketidakpastian dalam pendugaan tentang jenis apa suatu individu yang dipilih secara
acak dari sekumpulan jenis (S) dan N individu. Rata-rata ketidakpastian akan
meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah jenis. Oleh karena itu H'
mempunyai dua sifat yang membuatnya populer digunakan sebagai ukuran
keanekaragaman jenis yaitu (1) H'

=

0 jika clan hanya jika dalam sampel terdapat

satu jenis; dan (2) H'maksimum jika dan hanya jika setiap jenis diwakili oleh jumlah
indvidu yang sama.

Keseragaman jenis (evenness) atau ekuatabilitas (equitibility) adalah
bagaimana sebaran kelirnpahan jenis yaitu Cjumlah individu, biomassa, penutupan
dsb) diantara jenis (Ludwig dan Reynolds, 1988). Jika semua jenis dalam sampel
sama kelimpahannya, secara intuitif kelihatannya bahwa indeks keseragaman akan
maksimum dan menurun ke arah no1 (Ludwig dan Reynolds, 1988).
Konsep Pengukuran Nilai Ekonomi Suatu Ekosistem Alamiah
Dalam konsep dasar penilaian ekonomi (economic valuation) sumberdaya
alam, nilai sumberdaya mangrove ditentukan oleh fungsi dari sumberdaya itu sendiri.
Menurut Barn (1998), fungsi ekologi sumberdaya mangrove antara lain sebagai:
stabilitas garis pantai, menahan sedimen, perlindungan habitat dan keanekaragaman,
produktifitas biomassa, sumber plasma nutfah, rekreasi atau wisata, memancing dan
produk-produk hutan. Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi hutan mangrove secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu nilai penggunaan (use value) dan
nilai intrinsik (non-use value) (Bann.C, 1998). Selanjutnya dapat diuraikan bahwa
nilai penggunaan (we value) dapat dibag lagi menjadi nilai penggunaan langsung
(direct use), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use) dan nilai pilihan (option
value)
Nilai

penggunaan

berhubungan

dengan

nilai

dimana

masyarakat

memanfaatkannya atau berharap akan memanfaatkan di masa yang akan datang. Nilai
penggunaan langsung berkaitan dengan output yang langsung dapat dikonsumsi
misalnya makanan, biomas, kesehatan, rekreasi sedangkan nilai penggunaan tak
langsung diperoleh dari manfaat jasa-jasa lingkungan sebagai pendukuog aliran

produksi dan konsumsi misalnya hutan mangrove sebagai pelindung badai dan
gelombang.
Nilai pilihan berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan di mass &tang,
Kesediaan membayar untuk k m a s i sistem lingkungan atau komponen sistem
berhadapan dengan beberapa kemungkinan pemanfaatan oleh masyarakat di masa
datang.
Nilai intrinsik ada dua yaitu nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan
(exixtence value). Nilai warisan berhubungan dengan kesediaan membayar untuk

melindungi manfaat lingkungan bagi generasi yang akan datang, jadi rnerupakan
potensi penggunaan. Dan nilai keberadaan muncul karena adanya kepuasan atas
keberadaan surnberdaya, meskipun tidak ada keinginan untuk memanfaatkannya.
Teknik penilaian manfaat, didasarkan pada kesediaan konsumen membayar
perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas
lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar. Manfaat dari suatu
barang atau jasa mempunyai nilai yang sama dengan kesediaan penduduk untuk
membayamya (willingness to pay). Untuk menilai lingkungan hams dilihat fungsi
kerusakan marginal yang menunjukkan perubahan penderita kerusakan oleh orang
lain dari ekosistem ketika diadakan perubahan lingkungan. Pemikirannya hams dalam
kerangka yang luas karena perubahan lingkmgan hutan mangrove akan banyak
dampaknya terhadap masyarakat sekitar, baik dampak fisik, dampak degadasi
lingkungan, kualitas estetika. Apabila ingin dilihat WTP dari masyarakat maka akan
dapat dgambarkannya dalam kurva demand (permintaan) gabungan antara beberapa
permintaan merupakan total WTP.

Pemanfaatan hutan mangrove yang berlebihan seperti penebangan untuk
diambil menjadi kayu bakar, penebangadpengambilan untuk pembuatan bahan
bangunan rurnah, pengambilan kulit pohon mangrove untuk pemhuatan bahan
pengawet jaring dan untuk keperluan lainnya oleh nelayan secara berlebihan dan
tidak teratur serta pengambilan oleh rnasyarakat tertentu secara tidak hertangggung
jawab untuk dijual yang dilakukan secara berlebihan, telah berdampak pada kondisi
hutan mangrove yang semakin menurun kualitasnya dan mengecil arealnya (msak)
yang berdampak menurunnya kualitas sumberdaya pesisir secara umum termasuk
habitatnya.

I

Total Economoic Value

,................... ......... ....

Uses Values

M i t - e c + use
Value *

)(

I

Non - Use Value *

:!To
in]

Q
-

Kayu bakar
Penyediaan pakan
Biodiversity
Ran
Penahan abrasi
Penampung sedimen
Kepiting
Kerang
Bibit mangrove
Gambar.2. Nilai Total Ekonomi Mangrove
Ket: * = Tidak dilakukan pengambilan data

Nilai dari sumber
daya alam yang
menjam aset
untuk generasi
yg akan datang

METODOLOGI PENELITJAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Talise Kecamatan Likupang, Kabupaten
Minahasa Propinsi Sulawesi Utara dengan lokasi seperti pada peta (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Surnber : Proyek Pesisir, 1999.

Adapun waktu yang dibutuhkan untuk keseluruhan penelitian ini adalah
selama 4 bulan (akhir Juni sampai awal Oktober Tahun 2000).
Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapat dari data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan lewat pengamatanlanalisis langsung di lapangan,
wawancara langsung dengan penduduk dan pemilihan obyek penelitian dilakukan
secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian
adalah desa yang sudah termanfaatkan hutan mangrovenya.
Data sekunder akan didapat dari laporan instansi terkait seperti Proyek Pesisir,
Kantor Kecamatan, Kantor Desa, Kanwil Kehutanan, Kanwil Perindag, Kantor
Pariwisata, FPIK Unsrat, dan Dinas Perikanan yang berada di Kabupaten dan
Propinsi.
Potensi Hutan Mangrove
Pengambilan data ekologis mangrove dilakukan pada 3 lokasi penelitian,
yaitu : Pulau Kinabuhutan (stasiun I), Kampong Tambun (stasiun II) dan Kampong
Talise (stasiun III). Untuk akurasi dilakukan penentuan lokasi dengan GPS (Tabel 1).
Tabel 1. Lokasi dan posisi masing-masing lokasi penelitian
NO.
1
2
3

LOKASI
P. Kinabuhutan
Kampong Tarnbun
Kampong Talise

POSlSl
BUJUR TlMUR
LINTANG UTARA
125O05'24" - 125O05'52
I05O'10" - 1'50'38"
125O02'56" - 125"03'12"
1°48'52" - 1°48'20"
1°49'50" - 1°50'42

125O04'36" - 125O05'16"

Dalam penelitian ini digunakan 2 metode pengumpulan data yaitu: 1)
Transek-kuadrat, clan 2) 'spot check'. Kedua metode ini diaplikasikan untuk
mendapatkan informasi komposisi jenis, struktur vegetasi dan komunitas, serta
distribusi jenis.
Metode transek-kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus
pantai, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 rn, jarak
antar kuadrat ditetapkan secara sistematis temtama berdasarkan perbedaan struktur
vegetasi. Selanjutnya, pada setiap kuadrat dilakukan perhitungan jumlah individual
(pohon dewasa, p h o n remaja, anakan), diameter phon, dan prediksi tinggi pohon
untuk setiap jenis.

Metode 'spot check' digunakan untuk melengkapi informasi

komposisi jenis, dishibusi jenis, dan kondisi umum ekosistem mangrove yang tidak
teramati pada metode transek-kuadrat. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati
clan memeriksa zona-zona tertentu dalam ekosistem mangrove yang rnemiliki ciri
khusus. lnformasi yang diperoleh melalui metode ini bersifat deskriptif.
Proses identifikasi jenis mangrove mempakan salah satu bagian yang penting
dalam penelitian ini. Untuk tujuan tersebut, digunakan beberapa pedoman antara
lain: Percipal dan Womersky (1975), Tomlinson et al. (1979), dan Tomlinson (1986).

Sosial Ekonomi Masyarakat
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dan atau lembaga yang
terkait langsung maupun tidak langsung dengan pemanfaatan mangrove, dengan sub
populasi pengambil hasil hutan, nelayan dan penerirna manfaat keberadaan hutan
mangrove. Jumlah responden yang mewakili masing-masing strata ditetapkan
berdasarkan alokasi non-proporsional dan proporsional.
Setelah data potensi dan biodiversity mangrove serta data sosial ekonomi
diperoleh, akan dilakukan valuasi ekonomi berdasarkan data-data tersebut. Dengan
dernikian akan diketahui manfaat hutan mangrove terhadap masyarakat dan
bagaimana mengelola hutan tersebut secara berkelanjutan.
Analisis Data
Ekologi Ekosistem Mangrove
Data dasar untuk evaluasi struktw komunitas mangrove yaitu berupa hasil
hitungan jumlah individu pada setiap satuan luas pengamatan. Data ini selanjutnya
dilibatkan dalam perhitungan indeks keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan
jenis seperti yang diusulkan oleh Odum (1971), Ludwig dan Reynolds (1988), dan
Maguran (1988):

1) Keragaman (Diversity) Shannon-Wiemer;

dimana :
H' = indeks keragaman ;
N

=

total nilai;

ni

=

nilai tiap individu ke-i

s

=

jumlah genera

2) Kekayaan jenis (species Richness) Margalee

dimana :

R=-S-I
In(n)
S =jurnlah jenis; n =jumlah selumh individu

3) Kemerataan jenis (Species Evenness) Pielou;

dimana :

E = Kernerataan jenis
H' = indeks keanekaragaman Shannon
S =jumlah jenis.

Melengkapi evaluasi struktur kornunitas yang telah diuraikan, juga dilakukan
perhitungan nilai kerapatan, kerapatan relatif, dominasi, dorninasi relatif, frekuensi,
dan fmkensi relatif, dan nilai penting mengikuti cara seperti yang dikernukakan
Snedaker dan Snedaker (1984):
1) Kerapatan :

K

= Jurnlah individuLuas contoh

2) Kerapatan relatif :

KI

=

(Kerapatan suatu jenisKerapatan total) x 100%

3) Dominasi :

D

=

Jurnlah basal area/Luas contoh

4) Dominasi relatif :

Dr

=

5) Frekuensi :

F

(Dorninasi suatu jenis/Dorninasi total) x 100%
Jurnlah plot ditemukannya suatu jenis

=

Jumlah seluruh plot

6) Frekuensi relatif :

Fr

=

(Frekuensi suatu jenis/Frekuensi total) x 100%

7) Nilai penting :

NP

=

Kr+Dr+Fr

Untuk melihat perbedaan struktur komunitas serta mendeterminasikan variabel
yang paling mengkarakteristikkan perbedaan yang ada di tiap lokasi penelitian atau
Desa maka dilakukan analisis faktorial diskriminan.

Dalam hutan mangrove yang sudah t e r m a n f a a m banyaknya stasiun sebagai
observasi per kelompok, dimana pada setiap observasi diukur variabel struktur
komunitas seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Data yang diolah dengan Analisis Faktorial Diskriminan
Obsewasi
(Stasion)

1
2
3
Keterangan :
K = Kerapatan
D = Dominasi
F = Frekuensi
NP = Nilai Penting
GI = Dusun 1
G2 = Dusun 2
G3 = Dusun 3

K

Variabel
D
P

NP

Kelompok
(Group)

3
3 ((33)
3

Penilaian Ekonomi
Selain meanganalis kondisi ekologis mangrove, penelitian ini juga akan
melakukan penilaian ekonomi. Dalam menganalisis nilai ekonomi ekosistem terumbu
karang dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama dilakukan guna
mengetahui nilai manfaat langsung atau direct use value (DUV). Nilai manfaat
langsung adalah manfaat yang langsung dapat diperoleh dari ekosistem mangrove,
misalnya penebangan bakau, perikanan, bahan obat-obatan dan lain-lain. Pendekatan
kedua dalam analisis ini menggunakan pendekatan analitik dengan regresi berganda

Pendekatan analisis ekonomi terhadap nilai manfaat langsung dilakukan
dengan lnenganalisis hasil wawancara dari para responden tentang manfaat yang
langsung mereka rasakan seperti yang telah dijelaskan di atas.
ML =

CML,

Dimana : ML

= Total manfaat langsung;

,=I

ML;

= Manfaat langsung jenis

i

Analisis dengan pendekatan analitik ekosistem mangrove bertujuan untuk
melihat hubungan antara pemanfaatan kayu bakar (hutan mangrove) dengan
pendapatan masyarakat, apakah pendapatan akan berpengaruh terhadap penggunaan
kayu bakar atau pemanfaatan hutan mangrove. Hubungan antar variabel-variabel
tersebut pada dasamya berbentuk hubungan linear, dan hubungan tersebut
disederhanakan dalam bentuk persamaan linier.
Strategi Pengelolaan Mangrove
Dalam pengelolaan hutan mangrove sesuai dengan potensi dan permasalahan
hasil kajian, dianalisis dengan menggunakan SWOT.

Analisis SWOT adalah

identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu
pengelolaann. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strength) dan peluang (opportunitie), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Dalam menentukan
strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot yang berkisar antara 0,O

-

1,O

dimana nilai 0,O berarti tidak penting dan nilai 1,O berarti sangat penting. Disamping
itu, diperthitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala

dari 4 hingga 1, yaitu dari sangat baik sampai kurang baik. Selanjutnya antara bobot
dan rating dikalikan menghasilkan skor (Rangkuti, 1998)
Setelah masing-masing unsur SWOT diperhitungkan skomya, selanjutnya
unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk
memperoleh beberapa altematif strategi. Adapun bentuk matrik SWOT disajikan
pada Tabel 2
Tabel 3. Matrik SWOT
Kekuatan

Kelemahan

Peluang

Strate@Kekuatan - Peluang

Strategi Kelemahan - Peluang

Ancaman

Strategi Kekuatan - Ancaman

Strategi Kelernahan - Ancaman

(1).

Strategi Kekuatan - Peluang
Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan

selumh kekuatan untuk

memanfaatkan peluang sebesar-besamya.

(2).

Strategi Kekuatan - Ancaman
Strategi ini didasarkan pada penggunaan seluruh kekuatan untuk mengatasi
ancaman.

(3).

Strategi Kelemahan - Peluang
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(4).

Strategi Kelemahan - Ancaman
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defen@$, d m berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta fnenghiildafi ancathqp.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Desa Talise
Keadaan Geografi
Desa Talise adalah desa pulau yang berada di ujung utara wilayah Kabupaten
Minahasa dengan luas daratan 850 hektare, sedangkan untuk luas Pulau Talise
sekitar 2000 ha dengan panjang pulau 6 km memanjang dari utara ke selatan,
sedangkan lebar sekitar 2 km dari timur ke barat. Secara administratif desa ini
berbatasan dengan Pulau Biaro di sebelah Utara; Pulau Gangga di sebelah Selatan;
Pulau Bangka di sebelah Timur; dan sebelal~ Barat berbatasan dengan Desa
Aerbanua (berada di P. Talise). Desa Talise ini terdiri dari tiga Dusun dimana Dusun
I dan 11 berada di Pulau Talise sedangkan Dusun In[ berada di P. Kinabuhutan.
Dusun I mempakan pusat pemerintahan Desa Talise, sedangkan jarak Dusun I dan I1
sekitar 3 km dan jarak antara Dusun I dan Ill sekitar 2,5 km yang dapat dijangkau
dengan transportasi laut (perahu).
Letak pemukiman Dusun I dan I1 berada di wilayah pesisir dan di belakang
pemukiman terdapat areal perkebunan kelapa dengan status tanah negara milik
Pemda Minahasa yang kini sudah tidak produktif lagi sehingga banyak yang sudah
ditebang dan penduduk memanfaatkan iahan tersebut untuk menanam jagung, ketela,
pisang, kelapa dan kacang mente. Dusun I11 terdiri dari dua pulau yaitu pulau
Kinabuhutan dan pulau Komang dan bila saat surut terendah kedua pulau ini
kelihatan menyatu. Pulau Komang mempunyai Iuas sekitar 1 ha dan hanya ditumbuhi
bakau, sedangkan pulau Kinabuhutan memiliki luas sekitar 60 ha, dengan keadaan
topografi cukup datar dan terdapat bukit kecil dengan ketinggian sekitar 15 m.

Menurut Kusen dkk., (1999), luas habitat pesisir Desa Talise adalah sekitar
295 ha. Pantai P. Talise dan P. Kinabuhutan berpasir putih dan hampir sepanjang
pantai ditutupi hutan bakau dengan luas areal sekitar 62 ha. Umumnya mangrove
berada di lokasi-lokasi sekitar Kinabuhutan, ujung barat daya dan tenggara Talise
(selain pantai di depan dusun 11), dan sebagian dari Dusun I bagian utara. Ada
beberapa bukti ditemukan penebangan mangrove, sedangkan para tua-tua kampung
menginformasikan bahwa sekitar 30

-

40 tahun lalu Kinabuhutan dikelilingi oleh

mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove oleh penduduk sudah berlangsung sejak
lama sehingga secara turun temurun telah mengenal manfaat hutan sebagai sumber
ekonominya
Kawasan hutan pulau atau hutan gunung Pulau Talise sangat potensial untuk
tujuan ekowisata, selain tujuan lainnya pada obyek pantai dan hutan mangrove.
Hutan Pulau Talise umumnya berada pada ketinggian 100 m menurut kemiringan
dan jenis hewan yang ditemukan seperti monyet l t a m (macacca nigra), ular phyton,
beberapa jenis burung endemik serta kelelawar. Yang perlu mendapat perhatian
adalah adanya pemburuan beberapa jenis hewan oleh pemburu lokal dan adanya
penebangan liar kayu hutan termasuk kayu htam (ebony) sehingga terjadi degradasi
luasan hutan. Pada saat sekarang bahkan sudah tejadi pembakaran hutan untuk
membuka lahan pertanian. Hal ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan yang
pada tahun 1994 ada sekitar 959 ha maka pada tahun 1998 tinggal 533 ha dan
mengancam hutan serta satwa penghuni hutan menjadi habis.
Pulau IOnabuhutan yang merupakan bagian dari administrasi Desa Talise
(Dusun EI)adalah pulau yang mendapat tekanan proses geomorfologi pantai, dimana

proses erosi garis pantai sedang berlangsung. Hal ini &duga kemungkinan karena
adanya pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkontrol oeh masyarakat setempat.
Karena justru di bagian pulau yang tadinya pemah ditumbuhi oleh hutan mangrove
dan sekarang telah ditebang yang banyak terjadi interusi air laut permukaan,
sehingga bila air pasang tinggi atau tertinggi akan masuk sampai dibagian pinggir
pemukiman.
Keadaan Masyarakat
Penduduk desa menurut kantor statistik Kabupaten Minahasa tahun 1993
sekitar 1745 jiwa sedangkan laporan Kepala Desa sampai tahun 1997 sebanyak 2007
jiwa.
Tabel 4. Kegiatan Produktif Masyarakat Desa Talise

Tukang kayu
11
Pengasap kelapa (fufu kelapa)
12
13
Pembuat perahu
14
Penjual ikan
Surnber : Crawford dkk., (1999)

**
**z

.

9
8
7
5

: termasuk guru SD,SMP, pegawai PLN, pekeja toko, operator taxi air, penjaga
perkebunan.
. jumlah
'
persentase melebihi 100 % karena ada anggota masyarakat yang
melakukan lebih dari satu kegiatan produktif.

Penduduk Desa Talise secara etnik hampir homogen, diindikasikan ada
sekitar 97 % berasal dari suku Sangir, 2 % Bajo, 1 % dari Minahasa, sedangkan
dalam ha1 golongan agama ada sekitar 68 % Kristen dan 32 % Islam
Kegiatan produktif dari masyarakat Desa Talise adalah bertani dan nelayan.
Sebagai petani hasil utamanya adalah ketela pohon, pisang, kelapa dan jagung.

Tabel 5. Hasil Tanaman Pertanian Rakyat Desa Talise

Sumber : Crawford dkk., (1999)

*

: jumlah persentase melebihi 100 % karena ada anggota masyarakat yang

menghasilkan lebih dari satu jenis hasil pertanian.
Sedangkan kegiatan sebagai nelayan adalah menangkap ikan dengan cara dan
alat tangkap yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing dan
umumnya masih sederhana dengan hasil tangkapan seperti ikan kerapu, ikan sardine,
ikan beronang, ikan kakatua daaheberapa jenis ikan lain dalam jumlah yang lebih
sedikit. Selain itu ada juga penduduk yang bekeja di perusahaan budidaya kerang
mutiara dan terpyata kegiatan ini cukup untuk menambah penghasilan mereka

Karena k e ~ a t a nproduktif utama masyarakat Desa Talise adalah bertani maka
ada beberapa jenis h