Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)

KARAKTERISTIK MFA (MICROFIBRIL ANGLE) DAN
SERAT PADA TIGA UMUR KAYU MANGIUM
(Acacia mangium Willd.)

ILMA MULYAWATI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik MFA
(Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium
Willd.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Ilma Mulyawati
NIM E24090094

2

ABSTRAK
ILMA MULYAWATI. Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada
Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd). Dibimbing oleh Dr. LINA
KARLINASARI, S.Hut, MSc. dan Prof.Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.
Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu jenis yang
dikembangkan sebagai tanaman utama untuk program Hutan Tanaman Industri di
Indonesia. Faktor yang mendorong penanaman jenis ini ialah pertumbuhannya
yang cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ciri-ciri anatomi terutama
karakteristik sudut mikrofibril (MFA) dan serat serta kadar air dan berat jenis
kayu mangium. Sampel kayu berasal dari tiga umur pohon yaitu 5, 6, dan 7 tahun
yang ditanam di areal hutan tanaman Perhutani Parung Panjang. Karakter MFA

dan serat kayu dievaluasi melalui sediaan maserasi yang dibuat dengan metoda
Schulze. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MFA kayu mangium yang berumur
5, 6 dan 7 tahun masing-masing adalah 23.4˚, 22.3˚ dan 21.8˚. Panjang serat
kayu yang berumur 5, 6 dan 7 tahun masing-masing adalah 1016.3 µm, 986.2 µ m
dan 1019.4 µm. Berdasarkan karakteristik serat, kayu mangium dari 5, 6 dan 7
tahun diklasifikasikan ke dalam Kelas Kualitas II. Nilai rata-rata kadar air kayu
adalah 15 % dan berat jenis sekitar 0,46.
Kata kunci: Acacia mangium, sudut mikrofibril, panjang serat, berat jenis

ABSTRACT
ILMA MULYAWATI. MFA and Fibers Characteristics of Three Different Ages
of Mangium Wood (Acacia mangium Willd.) Supervised by Dr. LINA
KARLINASARI, S.Hut, MSc. and Prof. Dr. Ir. IMAM WAHYUDI, MS.
Mangium (Acacia mangium Willd.) is important wood which comes out
from plantation forest in Indonesia. Mangium wood plays important rule to fulfill
wood demand due to its faster growing and shorter cutting period. This study was
carried out in order to identify its microfibril angle (MFA) and fiber
characteristics as well as its physical properties namely specific gravity and
moisture content of wood. Wood samples were collected from the trees with three
different ages namely 5-, 6- and 7 year-old, from plantation forest of Perhutani,

Parung Panjang. Schulze’s method was performed to obtain maceration specimen
for both the MFA and fiber observations, while standard procedure was conducted
to measure specific gravity and wood moisture. The result showed that average
value of the MFA of mangium wood of 5-, 6- and 7 year-old was 23.4˚, 22.3˚ and
21.8˚, respectively, while its fiber length were 1016.3 µm, 986.2 µm and 1019.4
µm, respectively. Based on its fiber cell characteristics, mangium wood was
classified into quality class of II. Average value of air dried moisture content of
this wood was 15%, while its specific gravity was 0.46.
Keywords: Acacia mangium, microfibril angle, fiber length, specific gravity

3

KARAKTERISTIK MFA (MICROFIBRIL ANGLE) DAN
SERAT PADA TIGA UMUR KAYU MANGIUM
(Acacia mangium Willd.)

ILMA MULYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4

Judul Skripsi: Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur
Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)
: Ilma Mulyawati
Nama
: E24090094
NIM

Disetujui oleh


Ina Karlinasari SHU[ :'-:Sc
Pembimbing I

di MS

.
Tanggal Lulus:

,

5

Judul Skripsi : Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga Umur
Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)
Nama
: Ilma Mulyawati
NIM
: E24090094


Disetujui oleh

Dr Lina Karlinasari SHut MSc
Pembimbing I

Prof Dr Ir Imam Wahyudi MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013 ini

adalah Anatomi Kayu dengan judul “Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan
Serat pada Tiga Umur Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.)”. Karya tulis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Lina Karlinasari, SHut, MSc
dan Bapak Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Dra. Sri Rulliaty, M.Sc. dan Esti
Prihatini, S.Si. yang telah membimbing selama penelitian di laboratorium.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan
dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya.
Bogor, November 2013
Ilma Mulyawati

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Mangium (Acacia mangium Willd.)

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Bahan

2

Alat

3

Metode

3

Persiapan Contoh Uji

3

Pengukuran Sudut Mikrofibril


3

Pengukuran Dimensi Serat

4

Pengujian Sifat Fisis Kayu

4

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

5
5

Sudut Mikrofibril

5

Dimensi Serat

8

Kadar Air

10

Berat Jenis

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

17

2

DAFTAR TABEL
1 Ringkasan analisis (ANOVA) pengaruh dari umur pohon, posisi batang,
dan interaksi keduanya terhadap nilai MFA, panjang serat , kadar air dan
berat jenis
2 Nilai rataan MFA pada riap ke-2 dan ke-4
3 Dimensi serat kayu pada tiga umur pohon yang berbeda
4 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing umur pohon

7
8
9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Contoh uji yang diambil pada segmen ke 2 dan 4 pada papan contoh uji
Contoh sudut mikrofibril A.mangium umur 5 tahun
Hubungan antara MFA dan umur pohon
Hubungan antara nilai MFA dan posisi batang
Hubungan antara panjang serat dan posisi batang
Hubungan antara kadar air dan umur pohon
Hubungan antara kadar air dan posisi batang
Hubungan antara berat jenis dan umur pohon
Hubungan antara berat jenis dan posisi batang

3
6
6
7
10
11
12
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp

16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangium (Acacia mangium Willd.) merupakan salah satu tanaman yang
banyak dikembangkan untuk Hutan Tanaman Industri di Indonesia. Faktor yang
mendorong pengembangan tanaman ini ialah pertumbuhannya yang cepat dan
tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Pohon mangium
dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan tanah aluvial
serta tanah yang memiliki pH rendah (Dinas Pertanian Palembang 2008).
Berdasarkan hasil uji coba dari 46 jenis tanaman yang dilakukan oleh Departemen
Kehutanan di Subanjeriji (Sumatera Selatan), mangium dipilih sebagai jenis
tanaman yang paling cocok untuk tempat tumbuh yang marjinal, seperti padang
rumput alang-alang (Arisman 2003).
Kayu A. mangium memiliki BJ rata-rata 0,61 (0,43-0,66) dengan Kelas
Kuat II-III dan Kelas Awet III. Pada awalnya pemanfaatan kayu mangium untuk
pulp dan kertas tapi sekarang pemanfaatannya lebih luas baik untuk kayu serat,
kayu pertukangan maupun kayu energi (Malik et al.2000). Menurut Pandit &
Kurniawan (2008), kayu mangium dapat digunakan untuk bahan kontruksi ringan
sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan
dinding, tiang dan batang korek api.
Parameter yang digunakan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu
pada umumnya ialah nilai stabilitas dimensi dan nilai kekuatan serta kekakuan
kayu. Parameter lain yang bisa digunakan ialah nilai sudut mikrofibril (microfibril
angle / MFA) pada dinding sel sekunder, namun belum banyak digunakan. Nilai
MFA sendiri cukup akurat dan berbanding lurus dengan nilai elastisitas kayu.
Seiring pertumbuhan, nilai MFA suatu pohon dapat berubah. Diketahuinya nilai
MFA ini selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi penebangan dan
pemanfaatan setiap bagian kayu.
MFA sangat berpengaruh terhadap sifat anisotropis kayu. MFA yang besar
dapat menyebabkan penyusutan pada arah longitudinal menjadi bertambah besar
(Panshin 1980; Tsoumis 1991; Bowyer 2007). Informasi ini penting karena erat
hubungannya dengan stabilitas dimensi kayu sebagai bahan baku. Mengingat
penelitian tentang MFA relatif masih terbatas, maka penulis melakukan penelitian
untuk menganalisis perbedaan nilai MFA pada kayu mangium.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh umur (5, 6 dan 7
tahun) dan posisi kayu dalam batang terhadap nilai MFA, karakteristik serat,
kadar air kering udara dan berat jenis kayu mangium (Acacia mangium Willd.).

2

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah
tentang besar sudut mikrofibril (MFA) dan karakteristik serat kayu mangium (A.
mangium Willd.) dari 3 umur pohon yang masih muda. Informasi ini dapat
berguna untuk memberikan arah pemanfaatan dan teknologi pengolahan kayu
yang dapat dikembangkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Mangium ( Acacia mangium Willd.)
Ciri umum kayu mangium adalah bagian teras coklat pucat sampai coklat
tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, dengan batas yang tegas
antara gubal-teras. Corak kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang
bergantian pada bidang radial. Tekstur kayu halus sampai agak kasar dan merata,
sedangkan arah serat biasanya lurus dan kadang-kadang berpadu. Permukaan kayu
agak mengkilap dan licin serta berwarna coklat (Mandang dan Pandit 1997).
Ciri anatomi kayu mangium adalah sel pembuluh atau porinya baur,
tersebar soliter dan berganda radial 2-3 sel, kadang-kadang sampai 4, memiliki
diameter agak kecil, berjumlah jarang sampai agak jarang dan memiliki bidang
perforasi sederhana. Parenkimanya tipe paratrakeal mengelilingi pembuluh hingga
cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang
sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek (Mandang dan Pandit
1997).
Kayu mangium memiliki nilai berat jenis (BJ) rata-rata 0,61 (0,43-0,66)
dengan Kelas Kuat II-III dan Kelas Awet III. Di Jawa Barat riap tumbuhnya 2.4
cm/th pada umur 3 tahun dan 2.8 cm/th pada umur 10 tahun (Haruni Krisnawati et
al. 2011). Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), kayu mangium dapat digunakan
untuk bahan kontruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot
rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang dan batang korek api.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2012 hingga bulan Mei 2013.
Pengamatan sudut mikrofibril (MFA) dilakukan di Laboratorium Teknologi
Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan
Labarotorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan
Bogor.

3

Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu Acacia
mangium dari 4 pohon untuk masing-masing pohon 5, 6, dan 7 tahun yang
diperoleh dari hutan tanaman Perhutani di BKPH Maribaya Parung Panjang,
KPH Bogor. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam identifikasi anatomi kayu
yaitu gliserin, alkohol 10%, alkohol 30%, alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol
80%, alkohol 90%, alkohol absolut, air destilata (aquades), potasium klorat
(KClO3), Asam nitrat (HNO3) 50%, iodinin, protasium iodide, safranin 2%, kertas
saring, alumunium foil, dan kertas lakmus.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah tabung reaksi, water bath, corong gelas,
sarung tangan, erlenmayer, kaca preparat, cover glass, mikroskop cahaya, cutter,
Microtome Rotary, kuas, kamera, kaliper, oven, timbangan elektrik, desikator,
komputer, kalkulator, dan alat tulis.
Metode
Persiapan contoh uji
Contoh uji yang dipergunakan berbentuk persegi panjang yang diambil
dari papan berukuran panjang x lebar x tebal yaitu 200 cm x 20 cm x 3 cm yang
selanjutnya dipotong menjadi beberapa ukuran 20 cm x 3 cm x 3 cm. Contoh uji
yang diperoleh mewakili bagian pangkal, tengah dan ujung batang. Selanjutnya
dari tiap bagian batang pohon tersebut diambil 2 segmen yaitu pada segmen ke 2
berjarak 2.3 cm dari empulur dan segmen ke 4 berjarak 4.6 cm dari empulur
dengan ukuran segmen 3 cm x 1 cm x 1 cm (Gambar 1).
empulur

Ke arah kulit

Ka & BJ

2.3 cm Ke arah kulit
4
2
4.6 cm MFA
Serat

Gambar 1 Contoh uji yang diambil pada segmen ke 2 dan 4 pada papan contoh uji
Pengukuran sudut mikrofibril
Pengukuran sudut mikrofibril dilakukan menggunakan preparat contoh uji.
Pembuatan preparat diawali dengan menyayat contoh uji pada bidang
tangensialnya menggunakan mikrotom rotary untuk menghasilkan sayatan dengan

4

ketebalan 10-30 μm. Sayatan terbaik kemudian dicuci dengan air destilata, lalu
dicelupkan pada larutan Schultze selama 15 menit. Selanjutnya dicuci kembali
dalam air destilata untuk menghilangkan larutan Schultze.
Langkah berikutnya yaitu pencucian dengan alkohol bertingkat (50%, 60%,
70%, 80%, 90% dan absolut) masing-masing selama 5 menit. Setelah itu
kelebihan alkohol dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Sayatan
selanjutnya diteteskan larutan iodine dan potassium iodine. Kelebihan larutan
tersebut dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Kemudian dilakukan
pembilasan menggunakan larutan asam nitrat 50% hingga sayatan berwarna
transparan. Kelebihan larutan asam nitrat juga dihilangkan menggunakan kertas
saring. Setelah itu didokumentasikan dan diukur sudut mikrofibril 30 ulangan
pada setiap bagian pohon. Total pengukuran dari 3 bagian pohon untuk setiap
umur kayu sebanyak 720 kali pengukuran. Pengamatan mikroskop preparat
dihubungkan dengan software Motic Image Plus untuk mengukur besaran sudut
mikrofibril.
Pengukuran dimensi serat
Pengukuran dimensi serat dilakukan melalui sediaan maserasi. Dimensi sel
serabut yang diukur adalah panjang dan diameter serat serta diameter lumennya.
Contoh uji pengukuran serat diambil pada bagian yang sama dengan contoh uji
untuk pengukuran MFA. Pembuatan sediaan maserasi dilakukan dengan metode
Schulze yang dimodifikasi. Masing-masing contoh uji dicacah kecil menjadi
seukuran batang korek api. Cacahan tadi dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan KClO 3 dan larutan HNO3
50% hingga cacahan terendam seluruhnya.
Tabung reaksi selanjutnya dipanaskan dalam waterbath bersuhu 80˚C
hingga cacahan menjadi pucat (putih kekuningan) dan terlihat mulai terjadi
pemisahan serat. Setelah itu serat dicuci hingga bebas asam lalu diberi safranin
sebanyak 2-3 tetes dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan dehidrasi
bertingkat menggunakan alkohol mulai dari konsentrasi 10%, 30% hingga 50%
masing-masing selama 10-15 menit. Serat hasil maserasi kemudian dibeningkan
berturut-turut dalam karboxylol dan toluene, lalu diletakkan di atas gelas objek
dan ditutup serta diberi label untuk selanjutnya dilakukan pengamatan. Serat yang
diamati dan diukur sebanyak 30 serat utuh meliputi panjang dan diameter serat
serta diameter lumen serat. Tebal dinding serat adalah setengah dari selisih antara
diameter serat dan diameter lumen. Selain dimensi serat, beberapa parameter
turunan dimensi serat dihitung mengacu pada Rachman dan Siagian (1976).
Pengujian sifat fisis kayu
Sifat fisis kayu yang diuji terdiri dari kadar air dan berat jenis kayu.
Contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awal (BB), lalu dihitung volume
awalnya (VB). Kemudian contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu
(103±2)ºC hingga beratnya konstan (BKT). Sebelum ditimbang, contoh uji
dimasukkan ke dalam desikator sampai stabil. Nilai kadar air (KA) dan berat jenis
(BJ) kayu dihitung dengan persamaan:

KA = (BB – BKT) / BKT x 100%
BJ = (BKT / VB) / (1 g/cm3)

5

Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan
percobaan berupa Percobaan Faktorial 2 faktor dalam Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan faktor α adalah variasi umur dan faktor β adalah bagian pohon (p
pangkal,tengah dan ujung). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Mode
rancangan percobaan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk

: Nilai respon pada taraf ke-i faktor variasi umur kayu dan taraf ke-j faktor
posisi batang.
µ
: Rataan umum
αi
: Pengaruh variasi umur taraf ke-i
βj
: Pengaruh posisi bagian pohon taraf ke-j
i
: variasi umur
j
: pososi kayu batang pohon mangium
(αβ)ij : Pengaruh interaksi antara faktor variasi umur pada taraf ke-i dan posisi
bagian pohon yang digunakan pada taraf ke-j
Εijk : Kesalahan percobaan pada faktor variasi umur pada taraf ke-i dan posisi
bagian pohon yang digunakan pada taraf ke-j yang menyebar normal N
(0,σ2).

Analisis sidik ragam dilakukan pada selang kepercayaan 95% untuk
mengetahui pengaruh perlakuan variasi umur dan bagian batang pohon terhadap
pengamatan MFA dan panjang serat. Jika berdasarkan hasil analisis ragam
ditemukan faktor yang berpengaruh nyata terhadap parameter yang diuji maka
dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis perbandingan berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sudut Mikrofibril
Mikrofibril adalah kumpulan benang selulosa yang tersusun rapi dengan
ikatan β(1-4)-D-glucopyranose (Hori et al. 2003). MFA merupakan orientasi
mikrofibril selulosa pada dinding sekunder khususnya pada lapisan S2 terhadap
orientasi longitudinal sel serabut (Walker dan Butterfield 1995, Donaldson 2008,
Tabet dan Aziz 2010). Mikrofibril pada lapisan S2 di dalam dinding sel
merupakan salah satu penentu utama dari sifat mekanis dalam kayu solid (Tebet
2010). Jordan et al. (2006) menyatakan bahwa MFA dapat bervariasi menurut
jenis, dalam pohon pada jenis yang sama tetapi berbeda tempat tumbuh, serta
antar bagian pohon. Gambar 2 menunjukkan contoh sudut mikrofibril pada kayu
A. mangium umur 7 tahun.

6

MFA sangat berpengaruh terhadap sifat anisotropis kayu. Sudut mikrofibril
yang rendah menyebabkan kekakuan yang tinggi dan susut longitudinal yang
rendah (Bowyer et al. 2007). Nilai MFA meningkat seiring dengan penambahan
nutrisi atau air (Donaldson 2008).

Gambar 2 Contoh sudut mikrofibril A.mangium umur 5 tahun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MFA kayu mangium yang
diteliti bervariasi. Pada kayu yang berasal dari pohon berumur 5 tahun rata-rata
MFAnya sebesar 23.4˚, sedangkan pada kayu yang berumur 6 tahun dan 7 tahun
masing-masing 22.3˚ dan 21.8˚ (Gambar 3). Nilai yang diperoleh sejalan dengan
MFA untuk kayu hardwood menurut Donaldson (2008) yaitu sekitar 20˚.

25

MFA (˚)

20
15
10
5
0
5 tahun

5 tahun

6 tahun
Umur pohon
6 tahun

7 tahun

7 tahun

Gambar 3 Hubungan antara MFA dan umur pohon
Hasil analisis statistik pada selang 95% memperlihatkan umur pohon
berpengaruh nyata terhadap nilai MFA (Tabel 1). Hasil uji lanjutan menggunakan
analisis perbandingan berganda Duncan memperlihatkan bahwa MFA umur 5
tahun berbeda nyata dengan nilai MFA umur 6 dan 7 tahun.
Nilai MFA kayu mangium yang diperoleh ternyata lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai MFA kayu mangium asal Sabah, Malaysia yang diteliti
oleh Tabet dan Aziz (2010) menggunaan X-ray diffraction yaitu 21.45˚ dan 16.14˚
pada masing-masing umur 5 dan 7 tahun. Perbedaan nilai MFA tersebut

7

disebabkan oleh perbedaan lokasi dan kondisi tempat tumbuh terutama letak
geografis, altitute dan latitute. Selain itu, adanya perbedaan metode pengukuran
juga dapat berpengaruh terhadap nilai MFA.
Tabel 1 Ringkasan analisis ragam (ANOVA) antara umur pohon dan posisi kayu
pada batang pohon terhadap parameter MFA, panjang serat, kadar air dan
berat jenis
Nilai probabilitas (P)
Sumber keragaman
MFA
Panjang serat
Kadar air
Berat jenis
Umur (A)

0.0003*

0.1059 tn

0.0647 tn

0.8762 tn

Posisi batang (B)

0.2630tn

0.2828 tn

0.6479 tn

0.0005*

0.9025tn

0.1395 tn

0.8372 tn
0.0892 tn
Keterangan : * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%, tn = tidak berpengaruh nyata
Interaksi (A) dan (B)

pada selang kepercayaan 95%

Gambar 4 menunjukkan hubungan antara MFA dengan posisi kayu
dalam batang pohon secara aksial. Hasil penelitian memperlihatkan secara umum
bagian ujung batang cenderung memiliki nilai MFA yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang di bagian pangkal maupun yang di tengah batang. Hal
ini diduga berkaitan dengan usia jaringan penyusun batang. Jaringan yang masih
muda (yang terdapat di ujung batang) pada umumnya masih dalam tahap
pertumbuhan sehingga nilai MFA cenderung lebih besar. Hasil analisis statistik
pada selang 95% memperlihatkan posisi kayu pada batang pohon, dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MFA (Tabel 1). Nilai MFA
terbesar diperoleh pada bagian ujung batang pohon yang berumur 5 tahun yaitu
sebesar 23.8˚, sedangkan yang terkecil pada bagian pangkal batang pohon yang
berumur 7 tahun yaitu 21.5˚.
25

MFA (˚)

20
15
10
5
0
Pangkal

Tengah

Ujung

Posisi batang
5 Tahun

6 Tahun

7 Tahun

Gambar 4 Hubungan antara nilai MFA dan posisi batang
Dari Gambar 4 juga dapat diketahui bahwa pola perubahan nilai MFA
bervariasi menurut ketinggian dan umur pohon. Pada pohon yang berumur 5 tahun
nilai MFA di bagian pangkal batang sedikit lebih besar dibandingkan dengan

8

MFA di bagian tengah batang namun keduanya lebih kecil dibandingkan dengan
MFA yang ada di bagian ujung batang. Pada pohon yang berumur 6 tahun, nilai
MFA cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian tengah dan sedikit
berkurang ke arah ujung batang, sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun,
nilai MFA cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang. Hal
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Donaldson (2008) bahwa MFA di
bagian pangkal batang pada umumnya paling rendah dan MFA di bagian ujung
batang pada umumnya paling tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan variasi radial MFA berbeda menurut umur
pohon (Tabel 2). Pada pohon yang berumur 5 tahun, MFA pada segmen ke-2
lebih besar dibandingkan dengan MFA segmen ke-4. Pada pohon yang berumur 6
tahun, MFA pada segmen ke-2 lebih kecil dibandingkan dengan MFA pada
segmen ke-4, sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun kedua riap tumbuh
menghasilkan nilai MFA yang sama. Meskipun bervariasi menurut umur pohon,
perbedaan riap tumbuh tidak mempengaruhi nilai MFA. Rata-rata MFA pada
segmen ke-2 adalah 22.43˚, sedangkan pada segmen ke-4 sebesar 22.53˚. Hasil ini
berbeda dibandingkan dengan Bowyer et al. (2007) dan Ishiguri et al. (2012) yang
menyatakan bahwa MFA pada umumnya berkurang dari empulur ke arah kulit
karena MFA dipengaruhi oleh umur kambium.
Tabel 2 Nilai rataan MFA pada segmen ke-2 dan ke-4
Nilai MFA (˚)
Umur Pohon
Segmen-2
Segmen-4
5 tahun
23.5
23.2
6 tahun
22.0
22.6
7 tahun
21.8
21.8
Rataan
22.43
22.53

Tingginya nilai MFA pada segmen ke-4 terkait dengan elastisitas batang
yang dibutuhkan untuk menahan angin maupun faktor lingkungan lain
sebagaimana dikemukakan oleh Tabet dan Aziz (2010). Abnormalitas ini diduga
terkait dengan kondisi pertumbuhan yang dialami pohon. Hal ini disebabkan oleh
faktor lingkungan dimana tegakan yang sangat rapat dan tumbuh sangat
berdekatan satu dengan yang lainnya terhindar dari angin yang memaksa pohon
bereaksi dengan memperbesar nilai MFA. Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa
variasi radial MFA pada kayu Simarouba amara, Carapa procera dan Symphonia
globulifera meningkat dari empulur ke kulit.

Dimensi serat
Rata-rata panjang serat kayu mangium dari pohon yang berumur 5, 6 dan 7
tahun masing-masing adalah 1016.3 μm, 986.2 μm dan 1019.4 μm (Tabel 3).
Analisis keragaman pada selang 95% menunjukkan bahwa umur pohon, posisi
kayu dalam batang pohon, dan interaksi keduanya tidak secara signifikan
mempengaruhi panjang serat (Tabel 1).

9

Diameter serat kayu mangium yang diteliti rata-rata sebesar 23.5 μm,
dengan demikian maka kayu mangium termasuk kayu dengan serat berdiameter
sedang sebagaimana Casey (1980) dalam Supartini dan Dewi (2010). Tebal
dinding serat rata-rata kayu mangium adalah sebesar 3.2 μm, maka berdasarkan
IAWA (2008) kayu ini tergolong kedalam serat yang berdinding tipis sampai tebal
karena diameter lumen kurang dari 3 kali tebal dinding serat dan masih terlihat
terbuka. Diameter lumen kayu mangium yang diteliti berkisar 16.5-18.9 μm.
Tabel 3 Dimensi serat kayu pada tiga umur pohon yang berbeda
Umur
pohon
7 tahun

6 tahun

5 tahun

Dimensi serat
(µm)
Panjang serat
Diameter serat

Posisi pada ketinggian pohon
Pangkal
Tengah
Ujung

Rata-rata
(µm)

1010.0
22.5

1057.5
25.1

990.6
21.6

1019.4
23.1

Diameter lumen

15.7

18.7

15.2

16.5

Tebal dinding

3.4

3.2

3.2

3.3

957.3
22.6
16.2

994.8
23.5
17.0

1006.4
23.0
16.7

986.2
23.0
16.6

Tebal dinding

3.2

3.2

3.2

3.2

Panjang serat

1032.7

1016.2

1000.0

1016.3

Diameter serat
Diameter lumen

23.3
16.8

25.0
21.3

24.5
18.6

24.3
18.9

Tebal dinding

3.3

3.1

3.0

3.1

Panjang serat
Diameter serat
Diameter lumen

Hasil pengukuran panjang serat berdasarkan lokasi contoh uji kayu dalam
batang menunjukkan adanya variasi menurut umur pohon (Gambar 5). Pada
pohon yang berumur 7 tahun, panjang serat meningkat dari bagian pangkal ke
bagian tengah batang (dari 1010 μm ke 1057 μm), namun kemudian berkurang ke
bagian ujung batang (990 μm). Pada pohon yang berumur 6 tahun, panjang serat
cenderung meningkat dari bagian pangkal ke bagian ujung batang (dari 957 μm ke
1006 μm), sedangkan pada pohon yang berumur 5 tahun panjang serat cenderung
berkurang dari bagian pangkal ke bagian ujung batang (dari 1033 μm ke 1000
μm). Analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
umur pohon, posisi kayu dalam batang pohon, dan interaksi keduanya tidak
berpengaruh secara nyata terhadap nilai panjang serat (Tabel 1).

Panjang Serat (µm)

10

1000
800

600
400
200
0
Pangkal

Tengah

Ujung

Posisi Batang
5 Tahun

6 Tahun

7 tahun

Gambar 5 Hubungan antara panjang serat dan posisi batang
Tabel 4 memperlihatkan kelas mutu serat kayu mangium yang diteliti
sebagai bahan baku pulp dan kertas termasuk nilai total serta nilai panjang serat
dan nilai turunan dimensi serat. Turunan dimensi serat yang dihitung meliputi
bilangan Runkel (Runkel ratio), bilangan Muhlstep (Muhlstep ratio), daya tenun
(felting power), fleksiblitas (felexibility ratio) dan kekakuan (coefficient of
rigidity). Dari tabel tersebut diketahui umur pohon tidak mempengaruhi kelas
mutu seratnya. Berdasarkan klasifikasi Rachman dan Siagian (1976), ketiga kelas
umur kayu mangium yang diteliti akan menghasilkan pulp dengan kualitas yang
sama yaitu Kelas Mutu II.
Tabel 4 Nilai turunan dimensi serat pada masing-masing umur pohon
Parameter

5 tahun

6 tahun

7 tahun

Nilai

Skor*)

Nilai

Skor*)

Nilai

Skor*)

1016.3

50

986.2

50

1019.4

50

Runkel ratio

0.33

50

0.39

50

0.40

50

Felting power

41.82

25

42.88

25

44.13

25

Muhlstep ratio

39.51

50

47.91

50

48.98

50

Coefficient of rigidity

0.13

50

0.14

50

0.14

50

Flexibility ratio

0.78

50

0.72

50

0.71

50

-

275

-

275

-

275

Fiber length (µm)

Total
Kelas

**)

Keterangan:

II

II

II

*)

Semakin tinggi nilai skor maka semakin baik kualitas untuk pulp dan kertas,
**) Sumber : Rachman dan Siagian (1976)

Kadar Air
Panshin dan de Zeeuw (1980) mendefinisikan kadar air sebagai banyaknya
air yang terkandung dalam kayu . Kadar air kayu sangat dipengaruhi oleh sifat

11

higroskopis kayu. Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air teikat dimana
keduanya secara bersama-sama menetukan kadar air kayu. Air yang terdapat
dalam rongga sel kayu disebut air bebas (free water) sedangkan air yang terdapat
didalam dinding sel dinamakan air terikat (bound water). Kadar air segar dalam
satu pohon bervariasi tergantung tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu
akan berubah sesuai dengan kondisi iklim tempat kayu tersebut berada akibat dari
perubahan suhu dan udara (Bowyer et al. 2007).
Hubungan antara kadar air dan umur pohon ditunjukan pada Gambar 6.
Rata-rata nilai kadar air (KA) kayu mangium yang diteliti berkisar antara 14.815.1%. Nilai tersebut masuk dalam kisaran nilai KA kondisi kering udara untuk
iklim di Indonesia (Hidayati dan Siagian 2012). KA kayu dari pohon yang
berumur 7 tahun (14.8%) sedikit berbeda dibandingkan dengan KA kayu dari
pohon yang berumur 6 tahun (15.1%) maupun yang berumur 5 tahun (15.0%).

Kadar air (%)

15
12
9
6
3
0
5 tahun

6 tahun

7 tahun

Umur pohon
5 tahun

6 tahun

7 tahun

Gambar 6 Hubungan antara kadar air dan umur pohon
Hasil pengukuran kadar air berdasarkan lokasi contoh uji dalam batang
menunjukkan adanya variasi menurut umur pohon (Gambar 7). Pada pohon yang
berumur 5 tahun, kadar air meningkat dari bagian pangkal ke bagian tengah
batang (dari 14.9% ke 15.1%), namun kemudian berkurang ke bagian ujung
batang (15%). Pada pohon yang berumur 6 tahun memiliki kadar air yang sama
pada bagian pangkal, tengah dan ujung yaitu 15%, sedangkan pada pohon yang
berumur 7 tahun kadar air dalam kayu cenderung berkurang dari bagian pangkal
ke bagian ujung batang (dari 14.8% ke 14.6%). Analisis statistik pada selang
kepercayaan 95% (Tabel 1) menunjukkan bahwa umur pohon, posisi kayu dalam
batang pohon, dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai kadar air.

12

Kadar air (%)

15
12
9

6
3
0
Pangkal

Tengah

Ujung

Posisi batang

5 tahun

6 tahun

7 tahun

Gambar 7 Hubungan antara kadar air dan posisi batang

Berat Jenis

Berat jenis

Berat jenis (BJ) kayu A.mangium diukur pada pada kondisi berat kering
tanur. Rata-rata berat jenis kayu mangium dari pohon yang berumur 5, 6, dan 7
tahun masing-masing adalah 0.45, 0.46, 0.46 (Gambar 8). Menurut Martawijaya et
al. (1981) dengan nilai BJ kayu yang demikian maka kayu Acacia mangium
termasuk dalam Kelas Kuat III.
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

5 tahun

6 tahun

7 tahun

Umur pohon
5 tahun

6 tahun

7 tahun

Gambar 8 Hubungan antara berat jenis dan umur pohon
Hasil pengukuran BJ kayu berdasarkan lokasi contoh uji dalam batang
pohon menunjukkan adanya variasi menurut umur pohon (Gambar 9). Pada pohon
yang berumur 5 tahun, BJ kayu cenderung menurun dari bagian pangkal ke bagian
ujung batang (dari 0.51 ke 0.40). Pada pohon yang berumur 6 tahun BJ kayu
cenderung menurun dari bagian pangkal ke bagian ujung (dari 0.50 ke 0.42)

13

sedangkan pada pohon yang berumur 7 tahun BJ kayu berkurang dari bagian
pangkal ke bagian tengah batang (dari 0.49 ke 0.42) dan meningkat di bagian
ujung (0.48). Analisis keragamannya pada selang kepercayaan 95% (Tabel 1)
menunjukkan interaksi antara umur pohon dan posisi kayu pada batang pohon
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%. Hasil uji lanjutan menggunakan
analisis perbandingan berganda Duncan memperlihatkan bahwa nilai BJ kayu
pada bagian pangkal berbeda nyata dengan nilai BJ kayu pada bagian tengah dan
ujung batang.
0,60

Berat Jenis

0,50
0,40

0,30
0,20
0,10
0,00
Pangkal

Tengah

Ujung

Posisi batang
5 tahun

6 tahun

7 tahun

Gambar 9 Hubungan antara berat jenis dan posisi batang

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Semakin tua umur pohon maka nilai MFA akan semakin kecil.
Berdasarkan penelitan yang dilakukan umur pohon berpengaruh secara nyata
terhadap nilai MFA. Posisi kayu dalam batang pohon secara aksial berpengaruh
nyata pada nilai BJ kayu. Umur pohon, posisi kayu dalam batang pohon secara
aksial dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata pada nilai kadar air dan
panjang serat.
Saran
Untuk melengkapi tujuan penggunaan kayu mangium dan melihat
perbedaanya pada tiap umur perlu dilakukan pengukuran sudut mikrofibril,
stabilitas dimensi dan pengukuran sifat mekanis pada kayu mangium dari empulur
ke kulit.

14

DAFTAR PUSTAKA
Arisman H. 2003 The management aspects of industrial plantation in South
Sumatra:a case of PT Musi Hutan Persada. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency.
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science
An Introduction Fifth Edition. Ames IOWA (USA): Blackwell Publishing.
Dinas Pertanian Palembang. 2008. Akasia Mangium (Acacia mangium Willd.).
Palembang (ID): Dinas Pertanian.
Donaldson L. 2008. Microfibril angle: Measurement, variation, and relationship-A
Review. IAWA Journal. 29(4):345-386.
Hidayati F, Siagian PB. 2012. Struktur dan sifat kayu trembesi (Samanea saman
Merr.) dari hutan rakyat di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Mapeki
XIII: 228-232.
Hori R, Suzuki H, Kamiyama T. 2003. Variation of microfibril angles and
chemical composition implication for functional properties. Journal of
Material Science Letters. 22:963-966.
IAWA. 2008. Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopis untuk Identifikasi Kayu Daun
Lebar. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Ishiguri F, Hiraiwa T, Iizuka K, Yokota S, Priadi D, Sumiasri N, dan Yoshizawa
N. 2012. Radial variation in microfibril angle and compression properties of
Paraserianthes falcataria planted in Indonesia. IAWA Journal. 33(1):15-23.
Jordan L, Hall DB, Clark A, Daniels RF. 2006. Variation in loblolly pine crosssectional microfibril angle with tree height and physiographic region. Wood
and Fiber Science. 38(3):390-398.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Acacia mangium Willd. :Ekologi,
Silvikultur dan Produktivitas. Bogor (ID): CIFOR.
Malik J, Santoso A, Rohman O. 2000. Sari Hasil Penelitian Mangium
(Acacia mangium Willd). Bogor (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan.
Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan.
Bogor (ID): Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan SDM
Kehutanan.
Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia
Jilid I. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Departemen Kehutanan.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
Rachman AN, RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III.
Bogor (ID): Laporan LPHH no. 75
Supartini, Dewi LM. 2010. Struktur anatomi dan kualitas serat kayu Parashorea
malaanonan (Blanco) Merr. (Dipterocarpace). Prosiding Seminar Nasional
MAPEKI XIII: 262-269.
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008.Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai
Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Panshin AJ, Zeeuw C de. 1980. Textbook of Wood Technology, Fourth Edition.
NewYork (US): Mc Graw Hill Book Company.

15

Tabet TA, Aziz FHA. 2010. Influence of microfibril angle on thermal and
dynamic-mechanical properties of Acacaia mangium wood using X-Ray
difraction and dynamics-mechanical test. Proceeding of the world Congress
on Engineering 2010 Vol II WCW. London.
Tsoumis GT. 1991. Science and Technology of Wood: Stucture, properties and
Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold
Walker JCF dan Butterfield BG. 1995. The importance of microfibril angle for
processing industries. N.Z. Forestry: 34-40.
Zhang T, Bai SL, Bardet S, Almeras T, Thibaut B, Beauchene J. 2011. Radial
variation of vibrational properties of three tropical woods. Journal of Wood
Science. 57:377-386.

16

Lampiran 1. Persyaratan dan nilai serat kayu sebagai bahan baku pulp
Requirement
Fiber length
(µm)
Runkel ratio

Class I
Requirement
> 2000

Score
100

Class II
Requirement Score
1000-2000
50

ClassIII
Requirement
Score
< 1000
25

< 0.25

100

0.25-0.5

50

0.50-1.00

25

Felting power

> 90

100

50-90

50

< 50

25

Muhlsteph
ratio (%)
Flexibility
ratio
Coeffisient
rigidity
Interval

< 30

100

30-60

50

60-80

25

> 0.80

100

0.5-0.8

50

< 0.5

25

0.10

100

0.10-0.15

50

0.15-0.20

25

of

450-600

Sumber: Rachman dan Siagian (1976)

225-449

< 225

1
17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung 7 Juli 1992 sebagai anak kedua dari
dua bersaudara pasangan Encep Sudarmawan dan Ulfah Nuryawati. Pada tahun
2009 penulis lulus dari SMAN 1 RANGKASBITUNG dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada
Bagian Rekayasa Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, IPB Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada berbagai organisasi
kemahasiswaan, antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa HIMASILTAN (Himpunan
Profesi Mahasiswa Hasil Hutan) sebagai anggota 2010-2011, LDK Al-Hurriyyah
IPB sebagai anggota Departemen Keputrian (2009-2011), dan Senior Resident
Asrama TPB IPB (2011-2012).
Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, antara lain
Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2011 di jalur SawalPangandaran, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2012
di Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di CV. Omocha Toys, Bogor. Penulis juga mengikuti kegiatan
Study Konservasi Lingkungan (SURILI) bersama HIMAKOVA (Himpunan
mahasiswa Konservasi Alam dan Ekowisata) di Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh, Riau.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Karakteristik MFA (Microfibril Angle) dan Serat pada Tiga
Umur Kayu Mangium (Acacia mangium. Willd)” yang dibimbing oleh Dr.Lina
Karlinasari, S.Hut, MSc dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.