Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob

STUDI UNIT PENGOLAH AIR LIMBAH SISA
PEMELIHARAAN BUDIDAYA IKAN DENGAN SISTEM
ANAEROB

JOHANNES FEBRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Unit Pengolah Air
Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan dengan Sistem Anaerob adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Johannes Febrianto
NIM F451120171

RINGKASAN
JOHANNES FEBRIANTO. Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan
Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob. Dibimbing oleh M YANUAR
JARWADI PURWANTO dan ROH SANTOSO BUDI WASPODO.
Banyaknya penggunaan air pada kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di
darat mengakibatkan banyaknya limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang
diproduksi pada proses budidaya ikan berasal dari beberapa sumber seperti air
bekas pemeliharaan ikan dan pencucian peralatan produksi. Air bekas
pemeliharaan ikan memiliki porsi yang relatif besar dan mengandung bahan
organik yang tinggi. Tingginya bahan organik ini dikarenakan adanya sisa-sisa
pakan yang tidak termakan serta sisa-sisa metabolisme ikan seperti urin dan feses.
Untuk membuang bahan-bahan organik tersebut, maka perlu dilakukan
penyiponan sebesar kurang lebih 20% dari volume budidaya per hari per kolam.

Dalam usaha budidaya ikan selama ini, tingginya produksi limbah cair jarang
diikuti dengan adanya pengolahan air limbah.
Dalam pengolahan limbah cair, diperlukan suatu instalasi pengolah air
limbah, salah satunya menggunakan proses biologis dengan teknologi anaerob.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bangunan pengolah limbah dengan sistem
anaerob menggunakan media lekat bambu melalui pengamatan waktu tinggal dan
efisiensi peluruhan bahan organik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
melalui empat tahap yaitu tahap pembuatan bioreaktor anaerob percobaan, tahap
aklimatisasi, tahap pengujian kualitas air dari bioreaktor percobaan dan
perancangan bangunan pengolah limbah, nilai parameter pencemar BOD5, COD,
dan Amonia mengalami penurunan selama waktu tinggal 3 dan 7 hari di berbagai
perlakuan reaktor percobaan.
Perlakuan dengan luas permukaan bambu 50 m2/m3 digunakan dalam
perencanaan bangunan pengolah limbah pada unit proses anaerob. Efisiensi
peluruhan parameter pencemar selama 3 hari pada perlakuan ini yaitu BOD
sebesar 47.38%, COD sebesar 12.68% dan Amonia sebesar 23.91%. Melalui data
percobaan ini, maka dilakukan skenario perencanaan pembangunan pengolah
limbah yaitu waktu tinggal selama 3 hari di bak proses anaerob dan debit harian
200 m3/hari.
Rencana bangunan pengolah limbah terdiri dari 5 unit yaitu unit ekualisasi,

pengendapan awal, proses anaerob, aerob dan pengendapan akhir. Kriteria desain
ditekankan pada unit anaerob dan media lekat bambu dimana didapat hasil
dimensi bak yaitu 20x10x3 m dengan tinggi jagaan (freeboard) 0.5 m yang
mampu menampung air limbah selama 3 hari. Sementara itu luas permukaan
bambu yang digunakan adalah 50 m2/m3.
Kata kunci: Bambu, Limbah Budidaya Ikan, Unit Proses Anaerob

SUMMARY
JOHANNES FEBRIANTO. Study of Aquaculture Wastewater Treatment in
Anaerobic System. Supervised by M YANUAR JARWADI PURWANTO and
ROH SANTOSO BUDI WASPODO.
The amount of water use in land-base aquaculture creates an enormous
amount of wastewater. The wastewater production comes from several sources
such as the water used to produce fish farming and washes the equipment. Water
former aquaculture has a relatively large portion and contains organic matter. This
high organic matter caused by unconsumed feed and remains of fish metabolism
such as urine and feces. To dispose of this organic materials, it is necessary to do
suctioning amounted to approximately 20% of the volume per day per pond
cultivation. In the cultivation of fish during this time, high production of
wastewater are rarely followed by the wastewater treatment.

In wastewater treatment, we need a wastewater treatment plant, one of
which uses a biological process with the anaerobic system. This research aims to
study an anaerobic wastewater treatment system using the attached media onto the
bamboo through the observation of hydraulic retention time (HRT) and the
efficiency of the decay of organic matter. Based on the results of research that
conducted through four phases: manufacture of anaerobic bioreactor experiments,
acclimation stage, the stage of testing the quality of water from the bioreactor and
final design of the building waste processing, the value of pollutant parameters
BOD5, COD and Ammonia decreased over HRT 3 and 7 days in various treatment
reactor experiments.
Treatment with the bamboo surface area of 50 m2/m3 was used in the
planning of wastewater treatment plant in anaerobic process unit. Pollutant
parameters have decayed for 3 days on this treatment which amounted to 47.38%
BOD5, COD is 12.68% and amounted to 23.91% Ammonia. Through this
experiment data, then did scenario planning wastewater treatment plant that the
HRT for 3 days in an anaerobic process tub and the daily discharge of 200 m3/day.
Wastewater treatment plant has five units: the equalization unit, a primary
sedimentation, the process of anaerobic, aerobic and secondary sedimentation.
Design criteria emphasized in the anaerobic unit and the attached media onto
bamboo which is obtained results tub dimensions are 20x10x3 m and freeboard of

0.5 m which can accommodate waste water for 3 days. While the surface area of
bamboo used is 50 m2/m3.
Keywords: Aquaculture Wastewater, Anaerobic Process Unit, Bamboo

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI UNIT PENGOLAH AIR LIMBAH SISA
PEMELIHARAAN BUDIDAYA IKAN DENGAN SISTEM
ANAEROB

JOHANNES FEBRIANTO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji : Dr Chusnul Arif, STP, MSi

Judul Tesis : Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan
dengan Sistem Anaerob
Nama
: Johannes Febrianto
NIM
: F451120171

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS., IPM
Ketua

Dr Ir Roh Santoso B W, MT
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS., IPM

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 3 Agustus 2016


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Oktober 2015 ini ialah studi
bangunan pengolah limbah sederhana pada usaha budidaya perikanan. Judul
penelitian yang dilakukan adalah Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa
Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob.
Terima kasih diucapkan kepada Dr Ir M. Yanuar J P, MS.,IPM dan Dr Ir
Roh Santoso B W, MT selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan pada pembuatan karya ilmiah ini. Di samping itu,
penghargaan juga disampaikan kepada Dr M. Agus Suprayudi dari Departemen
Budidaya Perairan untuk bantuan perizinannya dalam melaksanakan penelitian
dan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan
Beasiswa Unggulan 2012 selama 2 tahun kepada penulis. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas
segala doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2016

Johannes Febrianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Budidaya Ikan
Teknologi Pengolah Limbah Cair
Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis

2
2
3
3

3 METODE
Waktu dan Tempat

Bahan dan Alat
Tahapan Penelitian

5
5
5
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bangunan Bioreaktor Percobaan
Uji Kualitas Air dan Waktu Peluruhan
Beban Bahan Organik pada Bambu
Bangunan Pengolahan Air Limbah Skala Lapang

12
12
12
16
17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

21
21
22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
12
13

Perlakuan Luas Permukaan Media Lekat, Informasi dan Jumlah
Kebutuhan Bilah Bambu pada Unit Bioreaktor Percobaan
Metode Pengukuran Kualitas Air
Nilai Awal Kualitas Air Limbah Sisa Pemeliharaan Ikan Nila
Jumlah Bakteri yang Terkandung di Unit Drum Bioreaktor (CFU/ml)
berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)
Nilai dan Efisiensi Peluruhan BOD5 Berdasarkan Waktu Tinggal
(Hari)
Nilai dan Efisiensi Peluruhan COD Berdasarkan Waktu Tinggal
(Hari)
Nilai dan Efisiensi Peluruhan Amonia Berdasarkan Waktu Tinggal
(Hari)
Beban Bahan Organik BOD pada Media Bambu
Beban Bahan Organik COD pada Media Bambu
Asumsi Sumber dan Debit Limbah yang Dihasilkan
Unit Ekualisasi
Kriteria dan Rencana Unit Pengendapan Awal
Unit Proses Anaerob

6
9
13
13
15
16
16
17
17
18
18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

Bangunan Pengolahan Limbah Cair
3
Empat Grup Bakteri yang Berperan dalam Pengolahan Limbah Cair
Secara Anaerob
4
3. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis (Said 2002) 5
4. Tahapan Penelitian
7
5. Penampang Drum Bioreaktor Percobaan Tampak Samping
8
6. Penyebaran Sampel Air ke Media Agar pada Pengujian TPC
9
7. Grafik Penurunan Nilai BOD (A), COD (B), Amonia (C) Terhadap
Waktu Tinggal
14
8. Contoh Unit Ekualisasi (KEMENKES RI 2011)
19
9. Contoh Unit Pengendap Awal (KEMENKES RI 2011)
20
10. Contoh Sumber Oksigen (KEMENKES RI 2011)
21

DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur Pengujian Parameter BOD, COD dan Amonia berdasarkan
APHA (2012) dan Prosedur Pembuatan Media Agar dan Pengencer
PBS untuk Uji TPC
2. Perhitungan Efisiensi Peluruhan dan TPC
3. Perhitungan Volume Tiap-tiap Unit Pada Bangunan Pengolah Limbah
4 Bagian dari Lampiran PP 82/2001
5 Dokumentasi Penelitian
6 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob Tampak Atas

25
28
30
31

32
33

7 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob Potongan A-A
34
8 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob Potongan C-C
35
9 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob dengan Detail Bambu dan
Pipa Pembuangan Gas
36

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses produksi pada usaha budidaya ikan menggunakan hampir 90% air
di dalamnya. Banyaknya penggunaan air pada kegiatan budidaya ini diikuti
dengan banyaknya limbah sisa budidaya yang dihasilkan terutama budidaya ikan
yang dilakukan di darat. Limbah cair yang diproduksi pada proses budidaya ikan
berasal dari beberapa sumber seperti air bekas pemeliharaan ikan dan pencucian
peralatan produksi. Limbah air bekas pemeliharaan ikan memiliki porsi yang
relatif besar dan menggandung bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan
organik pada media pemeliharan ikan dikarenakan adanya sisa-sisa pakan yang
tidak termakan serta sisa-sisa metabolisme ikan seperti urin dan feses. Untuk
membuang bahan-bahan organik tersebut, maka dilakukan penyiponan sebesar
20% dari volume budidaya per hari per kolam agar ikan tidak stres.
Pengolahan limbah cair di beberapa sektor usaha termasuk budidaya
perikanan masih dianggap mahal oleh pemiliknya terutama pengusaha kecil dan
menengah. Para pembudidaya kecil dan menengah lebih memilih untuk
membuang langsung limbah yang dihasilkan tanpa diolah terlebih dulu. Biaya
pengolahan limbah yang mahal dan berimplikasi pada ongkos produsksi, namun
harga jual produk tidak terlalu tinggi, merupakan masalah yang dialami oleh para
pembudidaya.
Pembuangan limbah cair yang dilakukan secara langsung dan terusmenerus ke badan lingkungan dapat menyebabkan pencemaran. Untuk mencegah
hal ini terjadi, maka perlu dilakukan suatu upaya dalam pengolahan limbah cair.
Tujuan dari pengolahan limbah cair adalah dihasilkannya air buangan yang sudah
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Pembuatan alat pengolah
limbah sederhana merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan bagi
pembudidaya kecil dan menengah agar tidak merasa terbebani.
Terdapat beberapa proses dalam teknologi pengolahan limbah cair, salah
satu prosesnya adalah proses biologi. Proses pengolahan limbah cair secara
biologi memanfaatkan peranan mikroorganisme di dalamnya. Ada tiga cara
pengolahan yang digunakan pada proses ini yaitu pengolahan secara aerob,
anaerob serta campuran antara aerob dan anaerob. Pengolahan secara anaerob
memiliki beberapa keuntungan seperti tidak memerlukan biaya tambahan untuk
sumber oksigen (aerasi), menghasilkan lumpur yang relatif lebih sedikit, dan
dapat dilakukan pada lahan yang terbatas. Selain itu, keuntungan yang didapat
dari proses ini adalah produk samping berupa biogas yang dapat digunakan
sebagai sumber energi. Namun di samping keunggulan tersebut terdapat
kelemahan dari cara ini yaitu lambatnya pertumbuhan mikroorganisme
dibandingan dengan cara aerob (Indriyati 2007).
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam pengolah limbah anaerob atau
reaktor anaerob terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pertumbuhan melekat,
tersuspensi dan hibrid (Indriyati 2007). Sebagai bagian desain dari reaktor anaerob
dengan pertumbuhan melekat, maka diperlukan suatu media penyangga yang
berfungsi sebagai tempat melekatnya mikroorganisme agar dapat berkembang
biak.

2
Media penyangga dengan luas permukaan yang besar dengan kekasaran
yang tinggi disinyalir merupakan media yang baik untuk tempat menempelnya
mikroorganisme. Beberapa bahan dengan kriteria tersebut yang sudah digunakan
sebagai media penyangga pada bioreaktor anaerob antara lain bambu muda (Colin
et al 2007), batok kelapa (Torres et al 2003 dalam Fia et al 2012), dan busa poli
uretan (polyurethane foam) (Fia et al 2012).
Bambu merupakan media penyangga yang dapat digunakan dalam
komponen reaktor anaerob. Selain memiliki kriteria yang dibutuhkan, bambu juga
merupakan barang yang mudah didapatkan sehingga bisa memenuhi kebutuhan
pengolahan limbah bagi pembudidaya kecil dan menengah. Berdasarkan Indriyati
(2007) reaktor anaerob dengan media penyangga potongan bambu dapat
mendegradasi beban organik COD sampai 70% dengan lama waktu tinggal 3.5
hari pada industri tahu.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unit reaktor anaerob dengan media
penyangga bambu melalui pengamatan waktu tinggal dan efisiensi peluruhan
bahan organik bangunan pengolah limbah.

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pembudidaya ikan skala kecil
sampai menengah untuk membangun bangunan pengolah air limbah budidaya.
Selain itu diharapkan juga dapat menghasilkan air olahan yang bisa dimanfaatkan
untuk penggunaan lainnya seperti pencucian alat produksi sehingga mampu
menekan jumlah air bersih yang terbuang.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Budidaya Ikan
Sebanyak 28 juta ton produksi budidaya perikanan yang dilakukan di darat
(FAO 2010, Hall et al 2011 dalam Castine 2013) memanfaatkan air sebagai
sumber bahan baku produksinya. Sebesar 20% dari total volume air per kolam
budidaya per hari dibuang langsung ke badan air untuk mengurangi kotoran yang
tertumpuk di dasar. Limbah cair berupa air bekas pemeliharaan ikan yang dibuang
ini mengandung bahan organik yang tinggi sehingga akan mencemari lingkungan
bila dibuang tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air bekas
pemeliharaan ikan yang tidak mungkin dilakukan seperti di danau dan waduk
mengakibatkan penumpukan bahan organik. Menurut laporan Machub et al
(2003) dalam Irianto dan Triweko (2011) ada empat waduk yang masuk ke dalam
kategori penyuburan berat. Hal ini terjadi salah satunya karena ada aktifitas
budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA). Akumulasi sisa pakan di dasar
waduk mengakibatkan terjadinya dekomposisi nitrogen.

3
Berdasarkan Rudiyanti et al (2009) total beban pencemaran parameter
amonia dengan konsentrasi 0.6-1.1 mg/l yang ditimbulkan dari air buangan
tambak ikan bandeng seluas 72 ha ke Sungai Pasar Banggi adalah 116,329.53
ton/tahun saat pasang dan 14,367.75 ton/tahun saat surut. Dalam keadaan tidak
tercemar, seharusnya konsentrasi amonia hanya berkisar antara 0.1-0.3 mg/l
(Effendi 2003). Wibowo (2009) juga melaporkan bahwa konsentrasi BOD5 yang
tinggi terjadi di sentral outlet tambak udang di Tulang Bawang yaitu berkisar
antara 21.3 mg/l – 56.8 mg/l selama Juli – September 2008 sementara di perairan
alami BOD5 yang diizinkan adalah 0.5 mg/l – 7.0 mg/l (Effendi 2003).

Teknologi Pengolah Limbah Cair
Pengolahan limbah cair terdiri dari beberapa tahapan yaitu proses fisik,
proses kimia dan proses biologis. Tiap-tiap proses memiliki peranan penting
dalam menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalam air limbah.
Untuk menurunkan konsentrasi bahan pencemar, biasanya dalam pengolahan
limbah cair terdiri dari empat tahapan yaitu tahapan pendahuluan yang terdiri dari
unit ekualisasi, bar screen, unit penangkap lemak dan minyak (Burton 1991
dalam Dewi 2014). Selanjutnya yaitu tahapan pertama yang terdiri dari unit
pengendapan. Berdasarkan Said dan Widayat (2013), efisiensi pengurangan
konsentrasi limbah cair di unit ini mencapai 25%.

Unit
ekualisasi

Unit
pengendapan
awal
Efisiensi 25%
(Said &
Widayat
2013)

Unit proses
anaerob

Unit
anaerob
Efisiensi
±50%
(Said &
Widayat
2013)

Unit
pengendapan
akhir

Gambar 1. Bangunan Pengolahan Limbah Cair
Tahapan pengolah limbah cair yang kedua yaitu unit proses biologis. Pada
tahapan ini, keberadaan mikroorganisme terutama bakteri sangat diperlukan.
Beberapa faktor pendukung dalam tumbuhnya bakteri antara lain suhu, kandungan
oksigen terlarut dan juga pH (Tchobanoglous 2003 dalam Dewi 2014). Kemudian
tahapan yang terakhir yaitu dimana keberadaannya adalah untuk penghilang
kandungan yang spesifik tergantung dari karakteristik limbah cair yang
dihasilkan. Saringan pasir, bak desinfeksi serta pengolahan lanjut biasa ada pada
tahapan ini.
Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis
Pengolahan Biologis dengan Sistem Pertumbuhan Melekat Secara Anaerob
Proses pengolahan air limbah dengan cara biologis pada dasarnya
memanfaatkan mikroba salah satunya bakteri. Penggunaan bakteri dalam proses
pengolahan ini disebabkan kemampuan bakteri yang dapat mengurai senyawasenyawa polutan tertentu untuk pertumbuhannya (Said 2002). Kemampuan bakteri

4
dalam mengurai bahan pencemar organik digolongkan pada dua kondisi yaitu
kondisi aerob dan kondisi anaerob.
Pada kondisi anaerob, bakteri menggunakan bahan organik yang terkandung
dalam limbah untuk mendapatkan sumber energi dan karbon. Pada beberapa
spesies, senyawa-senyawa anorganik tereduksi seperti NH dapat dioksidasi
menjadi energi dengan menggunakan CO2 sebagai sumber karbon. Bakteri yang
bekerja pada kondisi ini didominasi oleh bakteri kemoheterotrofik.
Mekanisme bakteri dalam mengurai bahan organik yaitu dengan
memanfaatkan bagian reaktif dari sel yang berupa membran sitoplasmik. Bahanbahan organik atau anorganik akan dimetabolismekan oleh sel jika melalui
membran ini. Sebelumnya molekul-molekul bahan organik dan anorganik ini
bereaksi terlebih dahulu dengan sistem enzim spesifik yang disebut permease.
Menurut Archer dan Kirsop (1991), Barnes dan Fitzgerald (1987), Sahm (1984),
Sterritt dan Lester (1988), Zeikus (1980) dalam KEMENKES RI (2011) terdapat
empat grup bakteri yang bekerja secara sinergi pada pengolahan limbah dengan
kondisi anaerob (Gambar 2).

Gambar 2. Empat Grup Bakteri yang Berperan dalam Pengolahan Limbah Cair
Secara Anaerob
Terdapat dua macam sistem yang dapat diterapkan pada proses biologis
yaitu pertumbuhan mikroorganisme tersuspensi dan pertumbuhan mikroorganisme
melekat (KEMENKES RI 2011). Proses pengolahan limbah dengan menggunakan
sistem pertumbuhan melekat dapat dilakukan dengan tiga kondisi yaitu secara
anaerob, aerob, dan gabungan keduanya. Berdasarkan Metcalf dan Eddy (2004),
air limbah yang dapat diolah melalui teknologi ini di antaranya yaitu limbah
domestik dan limbah pengolahan ikan. Beban volume dalam pengolahan limbah
secara anaerob antara 3.2 – 32 kg COD/m3.hari. Beberapa media yang dapat
digunakan sebagai media lekat tempat pertumbuhan bakteri antara lain media
plastik berupa sarang tawon, bioball, batu apung, bambu, dan lain-lain.

5

Gambar 3. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis
(Said 2002)
Bambu Sebagai Media Lekat Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada media pembantu
dipengaruhi oleh beberapa hal. Indriyati (2007) mengatakan bahwa media dengan
permukaan yang kasar, tidak mudah terdegradasi oleh air, luas permukaan yang
cukup, dan porositas reaktor mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
pengolah limbah. Bambu merupakan suatu material yang dapat digunakan sebagai
media lekat bakteri.
Terdapat berbagai jenis bambu yang ada di Indonesia salah satunya adalah
bambu tali (Gigantochloa apus Kurtz). Bambu dijadikan bahan substitusi dari
kayu dalam dunia konstruksi karena memiliki sifat yang elastis dan kuat. Nilai
sifat lenturnya sekitar 101,000 kg/cm2 dan kuat tekannya sebesar 504 kg/cm2 (Arif
dan Irwan 2012). Kadar air segar bambu tali berumur 3-5 tahun antara 65%-161%
pada bagian pangkal, tengah dan ujung (Basri dan Saefudin 2006) dan antara
69.26%-125.99% pada bagian pangkal, tengah, dan ujung berumur ± 3 tahun
(Ulfah 2006).

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Oktober 2015. Pengamatan
dilakukan di Kolam Percobaan Perikanan, Laboratorium Penyakit Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, dan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah sisa
budidaya nila, isi rumen sapi, lem silicon, lem dan serat fiber, larutan dan reagenreagen untuk mengukur COD (H2SO4 20%, digestion solution high
(K2CrO7+H2SO4 96%), H2SO4+Ag2SO4), larutan dan reagen-reagen untuk
mengukur BOD (buffer phosphate, MgSO4.7H2O, CaCl2, FeCl3.6H2O, MnSO4,

6
NaOH+KI, H2SO4 pekat, dan Natrium Tiosulfat), larutan dan reagen-reagen untuk
mengukur ammonia (larutan fenol, natrium nitroprusid, larutan pengoksidasi
(sodium hipoklorit+alkaline sitrat)), aquades, bambu jenis tali, bahan uji TPC
(agar-agar, Tryptic Soy Broth (TSB), larutan pengencer Posphat Buffer Salin
(PBS)).
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu drum air
ukuran 150 L, pipa PVC ukuran ½ inch dan ¾ inch merk WAVIN, stop kran ½
inch merk ONDA, dop penutup pipa ¾ inch, bor, botol BOD, erlenmeyer, tabung
ulir, COD reaktor, gelas ukur, pipet, vortex, alat titrasi, inkubator, cawan petri,
software desain AutoCAD 2013.

Tahapan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui empat tahap. Tahap yang
pertama yaitu pembuatan bioreaktor anaerob percobaan, tahap kedua aklimatisasi,
tahap yang ketiga pengujian kualitas air dari bioreaktor dan terakhir perancangan
bangunan pengolah air limbah skala lapang. Tahapan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 3.
A. Persiapan Bangunan Bioreaktor Percobaan
1. Persiapan Drum Bioreaktor Percobaan
Bahan dasar dari bioreaktor yang digunakan adalah drum plastik berukuran
150 l. Pada bagian bawah berjarak 5 cm dari dasar drum dipasang pipa berukuran
¾ inch beserta dop. Pipa ini berfungsi sebagai saluran pembuang air. Kemudian
pada bagian tengah drum berjarak 10-20 cm dari pipa ¾ inch dipasang pipa ½
inch beserta kran air yang berfungsi sebagai saluran pengambilan sampel air.
2. Persiapan Bambu Sebagai Media Lekat Bakteri
Bambu tali yang digunakan sebagai media lekat dipotong sepanjang 23-25
cm. Setelah dipotong, dilakukan penyortiran bambu dengan mengukur lebar
bambu yang berukuran 3-4 cm dan tebal bambu yang berukuran 0.5 cm.
Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan bilah bambu yang berukuran seragam.
Ukuran bilah bambu yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan Luas Permukaan Media Lekat, Informasi dan Jumlah
Kebutuhan Bilah Bambu pada Unit Bioreaktor Percobaan*
Luas permukaan
Ukuran bilah bambu
media penyangga
(cm)
per volume (m2/m3)
50
23x4x0.5
40
25x4x0.5
30
25x3x0.5
*1 unit bioreaktor berukuran 150 l

Luas
permukaan per
bilah (cm2)
221
229
178

Kebutuhan
bilah bambu
(buah)
340
263
253

7

Mulai

Persiapan bioreaktor dan
pengumpulan data limbah

Persiapan wadah
bioreaktor

Persiapan bambu

Ya
Tidak
Uji kebocoran

Penyelesaian akhir
bioreaktor

Tidak tumbuh
biofilm

Aklimatisasi
Tumbuh biofilm

Uji kualitas air dan
waktu peluruhan

Rancangan pengolah
air limbah budidaya
ikan

Selesai
Gambar 4. Tahapan Penelitian

8

3. Set up Drum Bioreaktor Percobaan
Drum bioreaktor dan media lekat bakteri yang sudah selesai persiapannya
kemudian dilanjutkan penyelesaian tahap akhir. Bambu sebagai media lekat
bakteri dimasukkan ke dalam bioreaktor. Penyusunan bambu dilakukan
menyerupai bentuk anyaman. Media lekat bambu diletakkan secara menumpuk
dari dasar bioreaktor (Gambar 4).

Gambar 5. Penampang Drum Bioreaktor Percobaan Tampak Samping
B. Aklimatisasi
Pada penelitian ini, bakteri digunakan sebagai agen pengurai limbah organik.
Oleh karena itu dibutuhkan bakteri starter. Bakteri starter merupakan bakteri
yang ada di dalam cairan rumen sapi. Isi rumen yang sudah dikeluarkan dari perut
sapi diambil dan diperas menggunakan kain yang kemudian cairan rumen hasil
perasan tersebut dimasukkan ke dalam botol yang sebelumnya berisi air hangat.
Proses aklimatisasi bakteri dilakukan dengan cara mencampurkan air uji
coba yaitu air limbah sisa perikanan yang didapat dari kolam percobaan FPIK
dengan cairan rumen. Perbandingan cairan rumen dan air uji coba yang digunakan
yaitu 1:150 (Cesaria et al 2014). Setelah pencampuran, bioreaktor ditutup agar
tidak ada oksigen yang masuk. Proses aklimatisasi dilakukan selama sebulan.
C. Pengujian Kualitas Air dari Bioreaktor Percobaan
1. Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Waktu Tinggal
Pengujian kualitas air dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sesuai dengan
lamanya air percobaan berada di dalam reaktor anaerob (waktu tinggal) yang
sudah ditentukan. Pengujian air dilakukan pada waktu tinggal hari nol (kualitas
awal), hari ke-tiga dan hari ke-tujuh. Parameter kualitas air yang diuji adalah
parameter pencemaran yang diakibatkan oleh bahan organik yaitu parameter
Chemical Oxygen Demand (COD), Biologycal Oxygen Demand (BOD), dan
Amonia (NH3-N). Selain itu, untuk mengetahui jumlah bakteri di dalam
bioreaktor dilakukan uji Total Plate Count (TPC) sebagai data penunjang. Metode
yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air tertera pada Tabel 2.

9
Tabel 2. Metode Pengukuran Kualitas Air
Parameter
COD
BOD
Amonia (NH3-N)

Metode
Refluks Tertutup (APHA 2012)
Pengenceran dan Titrasi Iodometri (APHA 2012)
Fenate (APHA 2012)

Pengujian nilai TPC dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan
(Madigan et al. 2003). Air contoh dari bioreaktor percobaan diambil
menggunakan mikropipet kemudian diencerkan dengan larutan PBS (Lampiran 1).
Pengenceran dilakukan agar jumlah bakteri tidak terlalu padat sehingga bisa
dihitung. Besar pengenceran dalam uji ini yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5.
Selanjutnya, air contoh yang sudah diencerkan disebar ke cawan petri yang berisi
media agar TSA (Lampiran 1) sebanyak 0.05 ml. Setelah disebar, cawan petri
diinkubasi selama satu hari dan pada hari berikutnya dilakukan pengamatan
dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Semua tahapan dalam pengujian
ini dilakukan secara steril.
Untuk menghitung jumlah bakteri yang terkandung dalam satuan volume,
maka digunakan rumus berikut:
!
!

................................(1)
��� = �����ℎ ������ �
!"#.!"#$%

Keterangan:
TPC
Jumlah koloni
Vol. Sebar
Pengencer

!"#$"#%"&

= Jumlah bakteri per volume (CFU/ml)
= Jumlah koloni bakteri pada cawan (CFU)
= Volume sebar air contoh (ml)
= Besar pengenceran pada air contoh

Gambar 6. Penyebaran Sampel Air ke Media Agar pada Pengujian TPC
2. Efisiensi Peluruhan Bahan Organik
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biorekator terhadap perubahan
kualitas air maka dilakukan perhitungan efisiensi peluruhan. Efisiensi peluruhan
konsentrasi parameter pencemaran yang dilakukan dalam tahap ini menggunakan
rumus perhitungan efisiensi peluruhan bahan organik berdasarkan Yusuf (2012):

10
!"#!!"#$

��� − � =
� 100% ......................................................... (2)
!"#
Keterangan:
Eff-C = Persentase penyisihan (peluruhan) konsentrasi zat (%)
Cin = Konsentrasi zat dalam titik masuk (mg/l)
Cout = Konsentrasi zat dalam titik keluar (mg/l)
Cin – Cout = Nilai peluruhan (mg/l)
D. Beban Bahan Organik pada Bambu
Laju beban organik adalah kemampuan suatu media per unit volume per
hari dalam mendegradasi sejumlah bahan organik (BO) yang terkandung di dalam
air limbah (Herlambang 2001). Untuk mengetahui kemampuan per volume bambu
dalam suatu bioreaktor maka dapat digunakan rumus (Said dan Widayat 2013):
!!"
���� =
........................................................................................... (3)
!"

��� = � �����ℎ × �� !"#$% .............................................................. (4)
dimana,
BBOM (kg/m3hari)
: Beban bahan organik pada media
BBO (kg BO/hari)
: Beban bahan organik yang terkandung di limbah
Volume Media (m3)
: Volume Media (bambu) di dalam bioreaktor
Q Limbah (m3/hari)
: Debit limbah harian
: Konsentrasi bahan organik yang masuk.
[BO] masuk (g/m3)
Bahan Organik (BO) yang diperhitungkan dalam perhitungan ini adalah BO
yang terkandung di dalam BOD dan COD. Oleh karena itu perhitungan
konsentrasi BO masuk yang digunakan adalah konsentrasi awal dari BOD dan
COD.
E. Analisis Bangunan Pengolah Limbah Skala Lapang
Bangunan pengolah limbah terdiri dari lima unit yaitu unit ekualisasi, unit
pengendapan awal, unit proses anaerob, unit aerob dan unit pengendapan akhir.
Rancangan bangunan setiap unit disesuaikan dengan karakteristik limbah, debit
harian dan lamanya waktu tinggal yang sudah ditentukan pada tahapan
sebelumnya. Untuk debit harian yang ditetapkan dalam penelitian ini melalui
pendekatan informasi di lapang adalah sebesar 200 m3/hari.
1. Unit Ekualisasi
Unit ekualisasi berfungsi sebagai penampung limbah cair dari setiap kolam
budidaya dan unit penghomogen konsentrasi bahan pencemar. Pada unit ini
terdapat pengaduk berupa pedal-wheel yang dipasang sebanyak dua buah. Dalam
perencanaan, waktu tinggal yang ditetapkan dalam bak ekualisasi adalah satu hari.
Berdasarkan data ini, maka dapat ditentukan volume dari bak ekualisasi mengikuti
rumus (KEMENKES RI 2011):
� = �� ................................................................................................... (5)
dimana,
V
: Volume bak ekualisasi (m3)
t
: Waktu tinggal (jam)
Q
: Debit air limbah (m3/jam)

11
2. Unit Pengendapan Awal
Unit ini berfungsi sebagai pengendap padatan tersuspensi yang terkandung
di dalam air limbah. Aliran air limbah dikondisikan sangat tenang agar
padatan/suspensi bisa mengendap. Dalam perencanaan pembuatan unit ini
beberapa syarat yang perlu diperhatikan antara lain adalah waktu tinggal, beban
permukaan (surface loading), dan kedalaman bak.
Perhitungan mengenai waktu tinggal dan beban permukaan mengikuti
rumus berikut (KEMENKES RI 2011):
� = �� ............................................................................................ (6)
dimana,
V
: Volume bak pengendap awal (m3)
t
: Waktu tinggal (jam)
Q
: Debit air limbah (m3/jam), dan
!
�! = ................................................................................................ (7)
!
dimana,
V0
: Beban permukaan (m3/m2 hari)
Q
: Aliran rata-rata harian (m3/hari)
A
: Total luas permukaan (m2)
3. Unit Proses Anaerob
Ukuran volume dari unit ini bergantung pada waktu tinggal. Waktu tinggal
ditetapkan dari hasil efiensi peluruhan bahan organik. Sementara itu, untuk
mendapatkan ukuran volume mengikuti rumus di dua unit sebelumnya. Selain
ukuran volume, pengolahan air limbah di unit ini memanfaatkan mikroba untuk
mengurai konsentrasi bahan pencemar. Oleh karena itu maka diperlukan informasi
mengenai media lekat sebagai tempat tinggal mikroba tersebut.
Untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah bilah bambu yang
diperlukan maka menggunakan rumus berikut:
∑�! =
∑b2
∑b1
V2
V1

∑!! !!
!!

, dimana: ....................................................................... (8)

: jumlah bilah bambu di unit proses anaerob (bilah)
: jumlah bilah bambu di drum bioreaktor percobaan (bilah)
: volume unit proses anaerob (m3)
: volume drum bioreaktor percobaan (m3)

4. Unit Proses Aerob
Tidak berbeda jauh dengan unit-unit lainnya, volume dari unit ini mengikuti
lamanya waktu tinggal yang ditetapkan. Di dalam unit ini direncanakan terdapat
sumber oksigen berupa aerator untuk mengurai bahan organik yang dirasa masih
relatif tidak baik bagi lingkungan.
5. Unit Pengendapan Akhir
Tidak berbeda dengan unit pengendapan awal, unit pengendapan akhir
memiliki karakteristik bentuk yang sama. Dimensi bangunan berupa persegi
panjang dengan waktu tinggal selama 24 jam.

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bangunan Bioreaktor Percobaan
Bioreaktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioreaktor berbentuk
silinder, berbahan dasar plastik. Ukuran biorekator yang digunakan yaitu 150 l.
Penentuan ukuran bioreaktor dilakukan berdasarkan pada variasi ukuran
bioreaktor yaitu pada tipe skala percobaan. Pembuatan wadah bioreaktor perlu
memperhatikan aspek rasio antara tinggi dan diameter. Aspek rasio antara tinggi
dan diameter merupakan faktor kritis dalam desain wadah bioreaktor.
Perbandingan diameter dan tinggi yang bisa diterapkan di beberapa kondisi wadah
bioreaktor yaitu berkisar 2-3:1 sementara itu untuk wadah bioreaktor mikrobiologi
berkisar antara 2.5-3:1 (Jagani et al 2010). Wadah bioreaktor percobaan pada
penelitian ini memiliki aspek rasio tinggi dan diameter 2.5:1.
Sementara itu bambu sebagai media lekat yang digunakan adalah bambu tali
(Gigantochloa apus Kurtz). Bambu memiliki permukaan yang kasar dimana
kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk penempelan lapisan biofilm.
Selain kekasaran permukaan, luas permukaan dari media lekat juga berpengaruh
dalam penguraian bahan organik. Sampai saat ini belum ada informasi mengenai
luas permukaan media lekat yang digunakan secara optimum pada pengolahan
limbah sisa pemeliharaan ikan. Luas permukaan bambu yang digunakan yaitu 30
m2/m3, 40 m2/m3, dan 50 m2/m3 dimana penentuannya dilakukan melalui
pendekatan penelitian Indriyati (2007). Berdasarkan Indriyati (2007), luas
permukaan bambu 108 m2/m3 mampu mendegradasi bahan organik pada limbah
tahu sebesar 70% selama 3.5 hari.
Media lekat yang sudah digunakan dalam pengolahan limbah cair antara lain
media plastik berstruktur sarang tawon. Media ini dapat menurunkan nilai BOD
pada limbah tahu dan tempe sebesar 84.41%-86.70% selama 3 hari (Herlambang
2001).

Uji Kualitas Air dan Waktu Peluruhan
Salah satu tahapan proses pada pengolahan limbah cair adalah proses
biologi dengan sistem anaerob. Proses pengelolaan secara anaerob berfungsi
untuk penguraian limbah secara anaerobik (Herlambang 2002). Pada proses ini,
mikroorganisme terutama bakteri (Metcalf dan Eddy 2014) berperan penting
dalam penurunan parameter pencemaran seperti BOD5, COD dan Amonia.

13
Tabel 3. Nilai Awal Kualitas Air Limbah Sisa Pemeliharaan Ikan Nila
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

BOD5 (mg/l)
75.75
50.96
51.49

COD (mg/l)
124.67
167.08
124.67

Amonia (mg/l)
4.304
3.816
2.008

Nilai awal dari parameter kualitas air limbah sisa pemeliharaan ikan nila
dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa limbah ini
telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 (PP 82/2001) mengenai
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, batas bawah (mutu air
kelas 4) nilai parameter BOD dan COD yang diizinkan masing-masing adalah 12

mg/l dan 100 mg/l. Sementara untuk parameter amonia batas terendah (mutu air
kelas 1) adalah 0.5 mg/l (Lampiran 4).
Pada penelitian ini, terjadi penurunan nilai parameter pencemar BOD5,
COD dan Amonia. Penurunan nilai parameter pencemaran merupakan kontribusi
mikroorganisme (bakteri) yang ada di dalam bioreaktor, baik yang melekat pada
media ataupun yang hidup bebas di air percobaan. Bakteri yang terhitung pada
Tabel 4 (contoh perhitungan pada Lampiran 2) dalam pengamatan ini adalah
bakteri yang hidup bebas di air percobaan.
Tabel 4. Jumlah Bakteri yang Terkandung di Unit Drum Bioreaktor (CFU/ml)
berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)
Drum Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

Waktu Tinggal (Hari)
0
3
7
3
4
640 x 10
600 x 10
40 x 103
3
0
60 x 10
180 x 103
3
3
40 x 10
40 x 10
40 x 103

Berdasarkan nilai yang tertera pada tabel di atas, dapat kita lihat bahwa
jumlah bakteri nilainya berkurang dari waktu tinggal 3 hari ke 7 hari di drum
bioreaktor dengan perlakuan luas permukaan media lekat 50 m2/m3. Penurunan
jumlah ini diduga karena bakteri yang ada di dalam bioreaktor sudah menempel
pada bambu ataupun dinding bagian dalam bioreaktor. Hal ini dapat dilihat dari
pengamatan adanya lapisan biofilm di bambu dan dinding bioreaktor saat
pergantian air setelah aklimatisasi.
Sementara itu pada perlakuan 40 m2/m3 tidak menunjukkan penurunan
jumlah bakteri per volume di tiap harinya. Hal ini terjadi diduga akibat adanya
beberapa bilah bambu yang busuk selama proses pengujian kualitas air. Bambu
yang busuk ini tidak bisa diangkat selama proses pengujian kualitas air
dikarenakan untuk meminimalisir masuknya oksigen. Akibat hal tersebut bakteri
tidak dapat membentuk lapisan biofilm pada perlakuan ini sehingga memilih
hidup bebas di kolom perairan (Fia et al. 2012).
Kondisi yang berbeda juga terjadi pada drum bioreaktor perlakuan 30
m2/m3 dimana tidak terdapat perubahan jumlah bakteri di tiap waktu tinggal. Hal
ini belum dapat dipastikan penyebabnya dikarenakan tidak ada pengamatan yang
mendalam pada kejadian ini.

14
Bakteri yang menempel pada bambu membentuk suatu lapisan berlendir
yang dikenal dengan lapisan biofilm. Lapisan ini memiliki peran dalam
menurunkan nilai kandungan parameter pencemaran.
Untuk menguji adanya penurunan nilai BOD terhadap waktu tinggal, maka
dilakukan pengukuran nilai BOD5 dari sampel air di tiap-tiap perlakuan pada
waktu tinggal 0 hari, 3 hari, dan 7 hari. Begitu juga pada parameter COD dan
amonia.
Berdasarkan data pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai BOD5, COD,
dan amonia mengalami penurunan di semua bioreaktor percobaan. Penurunan
kandungan BOD5 di dalam bioreaktor merupakan kinerja dari mikroorganisme
yang terdapat dalam lapisan biofilm.

(A)

(B)

15

(C)
Gambar 7. Grafik Penurunan Nilai BOD (A), COD (B), Amonia (C) Terhadap
Waktu Tinggal
Menurut Indriyati (2007) semakin lama waktu tinggal maka akan semakin
banyak bahan organik yang diluruhkan. Hal ini terjadi karena pada waktu yang
lama, bakteri yang tumbuh dalam satu kesatuan biofilm dapat memanfaatkan
bahan organik yang terkandung di dalam air limbah untuk kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan data efisiensi peluruhan di Tabel 5, bioreaktor dengan luas
permukaan media lekat bambu 50 m2/m3 dapat menurunkan nilai BOD5 sebesar
47.38% dalam waktu 3 hari dan 82.28% pada waktu 7 hari.
Tabel 5. Nilai dan Efisiensi Peluruhan BOD5 Berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

0
Nilai
peluruhan
(mg/l)
0
0
0

Waktu Tinggal (Hari)
3
Efisiensi
Nilai
Efisiensi
(%)
peluruhan
(%)
(mg/l)
0.00
35.89
47.38
0.00
11.10
21.78
0.00
11.63
22.59

7
Nilai
peluruhan
(mg/l)
62.33
37.54
38.07

Efisiensi
(%)
82.28
73.67
73.94

Sementara itu, penurunan nilai COD yang terjadi dalam masa tinggal
tertentu merupakan suatu bukti terjadinya proses penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme yang ada di dalam bioreaktor. Efisiensi peluruhan nilai COD
sebesar 87% juga dibuktikan oleh Colin et al (2007) setelah waktu tinggal 140180 hari. Aliran horizontal dalam reaktor dengan media pendukung bambu dapat
mengurai bahan organik secara acidogenesis dan metanogenesis longitudinal. Hal
ini sesuai dengan penelitian ini dimana kandungan COD menurun nilainya mulai
dari waktu tinggal 0 hari, 3 hari dan 7 hari.
Terjadi penyimpangan pada persentase peluruhan nilai COD terhadap luas
permukaan media lekat antara perlakuan 50 m2/m3 dan perlakuan 40 m2/m3. Nilai
peluruhan dan efisiensi peluruhan terbesar terjadi pada perlakuan 40 m2/m3 di hari
ke-7 (Tabel 6). Belum dapat diketahui secara pasti penyebab dari penyimpangan

16
ini. Namun peristiwa ini kemungkin terjadi akibat bambu busuk yang sudah
disebutkan sebelumnya.
Bambu memiliki sifat kimia sehingga saat busuk akan mengurai bahanbahan kimia tersebut dan bercampur dengan air limbah. Bambu tali yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan holoselulosa (selulosa dan
hemiselulosa) yang tinggi yaitu sebesar 73.32% (Fatriasari dan Hermiati 2008).
Saat bahan-bahan ini terurai (terutama selulosa) maka akan mengakibatkan nilai
oksidasi kimia yang tinggi sehingga saat pengukuran nilai COD didapatkan hasil
yang tinggi pula.
Tabel 6. Nilai dan Efisiensi Peluruhan COD Berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

0
Nilai
Efisiensi
peluruhan
(%)
(mg/l)
0
0.00
0
0.00
0
0.00

Waktu Tinggal (Hari)
3
Nilai
Efisiensi
peluruhan
(%)
(mg/l)
15.81
12.68
10.75
6.43
22.14
17.76

7
Nilai
peluruhan
(mg/l)
28.77
70.33
27.92

Efisiensi
(%)
23.08
42.09
22.40

Pada parameter amonia, penurunan dikarenakan adanya proses nitrifikasi di
dalam bioreaktor. Mikroorganisme yang berperan mengurai amonia menjadi
bentuk yang sederhana yang kemudian digunakan untuk membentuk sel-sel
tubuhnya. Mikroorganisme yang berperan dalam mengurai amonia adalah
mikroorganisme autotrof ataupun heterotrof (Wisjnuprapto 1995 dalam Yusuf
2012). Sementara itu, nilai peluruhan yang terbesar terjadi pada bioreaktor dengan
luas permukaan media lekat mikroorganisme sebesar 50 m2/m3. Sebesar 49.65%
kadar amonia dapat didegradasi dari bioreaktor ini selama 7 hari (Tabel 7).
Besarnya efisiensi peluruhan yang terjadi pada bioreaktor ini terjadi karena
banyaknya wilayah tempat mikroorganisme tumbuh. Banyaknya tempat tinggal
bagi mikroorganisme maka semakin banyak juga mikroorganisme yang hidup dan
kebutuhan nutrien untuk hidup pun juga meningkat.
Tabel 7. Nilai dan Efisiensi Peluruhan Amonia Berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

0
Nilai
peluruhan
(mg/l)
0
0
0

Efisiensi
(%)
0.00
0.00
0.00

Waktu Tinggal (Hari)
3
Nilai
Efisiensi
peluruhan
(%)
(mg/l)
1.03
23.91
0.55
14.28
0.71
35.36

7
Nilai
peluruhan
(mg/l)
2.14
1.34
0.90

Efisiensi
(%)
49.65
34.96
44.82

Beban Bahan Organik pada Bambu
Kemampuan media biofilter atau media lekat sebagai pembantu dalam
mengurai bahan organik dinyatakan dalam dua hal yaitu Laju Beban Hidrolik dan
Laju Beban Organik (Herlambang 2001). Pada penelitian ini, bambu digunakan
sebagai media lekat bakteri dan oleh karena itu perlu diketahui seberapa besar
kemampuan bambu dalam menampung bahan organik yang terkandung di BOD

17
dan COD. Laju pembebanan organik bambu terdapat pada Tabel 8 dan Tabel 9
dimana debit harian diasumsikan sama dengan volume reaktor (150 l).
Tabel 8. Beban Bahan Organik BOD pada Media Bambu
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

Vol.
bambu
per
reaktor
(m3)
0.0156
0.0132
0.0095

Q
(m /hari)

Beban BOD Media (kg/m3
hari)

Beban BOD (kg BO/hari)

3

0.15
0.15
0.15

Hari 0

Hari 3

Hari 7

0.0114
0.0076
0.0077

0.006
0.006
0.006

0.002
0.002
0.002

Hari 0

Hari 3

Hari 7

0.7265
0.5813
0.8141

0.3823
0.4547
0.6302

0.1287
0.1531
0.2122

Berdasarkan data di atas maka laju beban organik pada media bambu
terbesar ada pada perlakuan 30 m2/m3 dengan nilai 0.8141 kg BOD/m3 hari dan
terjadi pada hari ke 0 dan menurun sampai hari ke 7. Hal ini terjadi karena pada
hari ke 0 konsentrasi BOD masih tinggi sehingga beban yang ditampung oleh
bambu juga masih tinggi.
Tabel 9. Beban Bahan Organik COD pada Media Bambu
Drum
Bioreaktor
50 m2/m3
40 m2/m3
30 m2/m3

Vol.
bambu
per
reaktor
(m3)
0.0156
0.0132
0.0095

Q
(m /hari)

Beban COD (kg BO/hari)

3

0.15
0.15
0.15

Hari 0

Hari 3

Hari 7

0.0187
0.0251
0.0187

0.016
0.023
0.015

0.014
0.015
0.015

Beban COD Media (kg/m3
hari)
Hari 0
1.1957
1.9059
1.9711

Hari 3
1.044
1.783
1.621

Hari 7
0.920
1.104
1.530

Sementara itu untuk bahan organik COD, beban COD pada bambu yang
tertinggi ada pada perlakuan 30 m2/m3 di hari ke 0. Tidak berbeda jauh dengan
beban BOD, beban COD pada perlakuan ini juga mengalami nilai yang tinggi
dikarenakan konsentrasi yang tinggi pada hari ke 0.
Jika dibandingkan dengan media plastik berstruktur sarang tawon, media
bambu relatif lebih baik dalam menampung beban bahan organik. Pada hari ke 3,
media plastik berstruktur sarang tawon mampu menampung beban organik ratarata 0.3688 kg BOD/m3hari (Herlambang 2001) sementara media bambu dalam
penelitian ini sebesar 0.3823-0.6302 kg BOD/m3hari.

Bangunan Pengolahan Air Limbah Skala Lapang
Skenario Limbah Cair Sisa Pemeliharaan Ikan
Dalam perencanaan pembuatan bangunan pengolahan air limbah, diperlukan
informasi mengenai debit harian limbah dan informasi karakteristik limbah cair
yang dihasilkan (Dewi 2014). Pada perencanaan pembuatan bangunan pengolahan
air limbah sisa pemeliharaan ikan ini ditetapkan beberapa asumsi melalui
pendekatan informasi yang didapatkan dari beberapa pengamatan pada usaha
budidaya perikanan di lapang (Tabel 10)

18
Tabel 10. Asumsi Sumber dan Debit Limbah yang Dihasilkan
Parameter
Jumlah kolam yang beroperasi (unit)
Volume per unit (m3)
Pembuangan air per hari per kolam (20%)
Volume pembuangan air per unit (m3)
Total volume pembuangan air per hari (m3)

Nilai
5
200
20
40
200

Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa debit harian limbah
yang dihasilkan dari usaha budidaya perikanan adalah sebesar 200 m3/hari.
Dengan data debit harian ini maka dapat direncanakan pembangunan unit-unit
dalam pengolahan air limbah. Selain besaran debit, karakteristik limbah juga
diperlukan. Data karakteristik limbah mengikuti data yang sudah didapat
sebelumnya.
Pada data karakteristik limbah yang ada pada Tabel 3, maka diperlukan
suatu bangunan untuk mencegah terjadinya pencemaran pada badan air. Dalam
kondisi awal, limbah sisa pemeliharaan ikan ini telah melewati baku mutu yang
ditetapkan dalam PP 82/2001.
Pada hasil penguraian bahan organik melalui bioreaktor anaerob selama tiga
hari, nilai kualitas air belum memenuhi baku mutu air kelas empat pada PP
82/2001. Oleh karena itu maka diperlukan suatu kesatuan bangunan yang dapat
menurunkan nilai kualitas air yang tinggi tersebut agar memenuhi baku mutu yang
sudah ditetapkan.
Unit Ekualisasi
Unit ekualisasi selain berfungsi sebagai unit penghomogen konsentrasi
bahan pencemar dapat juga digunakan sebagai bak aerasi awal saat terjadi beban
yang besar secara tiba-tiba (KEMENKES RI 2011). Karakteristik pembuangan
limbah perikanan budidaya sesuai dengan hal tersebut dimana pembuangan air
yang mengandung bahan organik dilakukan secara langsung dari kolam budidaya
ke saluran pembuang dalam jumlah yang banyak. Dari data yang ada, maka
ditetapkan volume bak ekualisasi dan spesifikasi pada Tabel 11.
Tabel 11. Unit Ekualisasi
Parameter
Jumlah unit
Panjang, m
Lebar, m
Kedalaman air, m
Tinggi ruang bebas
Waktu tinggal, jam

Nilai
1
12.5
8
2
0.5
24

19

Gambar 8. Contoh Unit Ekualisasi (KEMENKES RI 2011)
Unit Pengendapan Awal
Unit pengendap awal yang direncanakan tidak berbeda jauh dengan kriteria
yang ditetapkan KEMENKES. Bentuk dari unit ini yaitu persegi panjang dengan
penetapan waktu tinggal selama 24 jam. Kriteria dan penetapan rencana bak
pengendapan awal tertera pada Tabel 12 (KEMENKES RI 2011).
Tabel 12. Kriteria dan Rencana Unit Pengendapan Awal
Parameter
Jumlah unit
Panjang, m
Lebar, m
Kedalaman air, m
Tinggi ruang bebas
Waktu tinggal, jam

Kriteria
15-90
3-24
3-5
1.5-2.0

Nilai Rencana
1
15
4.5
3
0.5
24

Pemanfaatan unit pengendapan awal pada pengolahan limbah sangat
mempengaruhi pengolahan pada unit selanjutnya. Pada unit ini, bahan padatan
tersuspensi akan mengendap yang mengakibatkan lancarnya proses transfer
oksigen ke dalam lapisan biofilm yang ada di unit proses anaerob (KEMENKES
RI 2011). Berbeda hal jika padatan tersuspensi masih terkandung di dalamnya,
efiensi pengolahan di unit proses anaerob akan mengalami pengurangan. Pada unit
ini diharapkan nilai bahan pencemar berkurang sebesar 25% (Said dan Widayat
2013)

20

Gambar 9. Contoh Unit Pengendap Awal (KEMENKES RI 2011)
Unit Proses Anaerob
Berdasarkan data dari tahap sebelumnya, waktu tinggal yang baik adalah 7
hari. Namun dalam perhitungan dimensi, akan dibutuhkan volume serta lahan
yang besar untuk unit ini (Ahmad et al. 2011). Oleh karena itu, ditetapkan waktu
tinggal yang dipakai adalah 3 hari dengan efisiensi peluruhan BOD 47.38%, COD
12.68% dan Amonia 23.91%.
Tabel 13. Unit Proses Anaerob
Parameter
Jumlah unit
Panjang, m
Lebar, m
Kedalaman air, m
Tinggi ruang bebas
Jumlah media lekat/luas
permukaan

Nilai (3 hari)
1
20
10
3
0.5
1,360,000/ 50 m2/m3

Nilai (7 hari)
1
20
20
2
0.5
1,813,334/ 50 m2/m3

Penentuan volume unit proses anaerob mengikuti Said dan Widayat (2013)
yaitu waktu tinggal didapat dari pembagian volume unit dan debit harian,
!
dinotasikan dengan t = . Dengan fungsi tersebut maka didapatkan volume unit
!

proses anaerob adalah 600 m3 dimana t = 3 hari dan Q