Dampak atas Politik Asosiasi Pendidikan

75 Dalam kebijakan ini Snouck mengharapkan kalangan bangsawan dapat menjadi partner dalam kehidupan sosial budaya pemerintah kolonial, di samping menjadi pewaris pola asosiasinya. Harapan Snouck tercapai karena tidak sedikit dari kalangan pribumi dari strata bangsawan yang menjadi kaki tangan pemerintah kolonial. 57 Sebagaimana yang telah dijelasakan, tujuan pendidikan dalam politik asosiasi pendidikan yang diberikan pemerintah kolonial setidaknya mencakup dua hal: pertama, membentuk masyarakat pribumi yang berjiwa Barat, kedua, membendung atau menyaingi pengaruh agama Islam yang ketika itu merupakan ruh perlawanan bagi penjajah. Hal ini dapat dilihat dari pelajar pribumi yang masuk ke sekolah Barat berasal dari keluarga priyai Muslim yang taat, seperti yang ditulisakn oleh Yudi latif: “…..Sejumlah pelopor dari gerakan proto-nasionalisme, seperti Tjipto Mangunkusumo, Sutomo, Tirto Adhi Surjo, dan produk-produk awal dari kebijakan ‘asosiasi’ seperti Djajadiningrat bersaudara Ahmad, Hasan dan Husein, serta figur-figur berpengaruh dari Sarekat Islam SI, seperti Umar Said Tjokroaminoto, merupakan anak-anak dari priyayi Muslim yang taat …..” 58 Pendidikan modern barat yang dijalankan dalam kebijakan politk asosisasi memang dapat menjauhkan seorang muslim dari lingkaran agama. Efek pendidikan modern barat yang intens juga bisa dikatakan membuat komiten seorang muslim menjadi pudar. Hal ini pernah terjadi pada seorang Agus Salim. Ia mengakui meski mendapat pendidikan agama sejak kanak-kanak, namun 57 Aqib Suminto, h.42. 58 Yudi Latif, Intelegensia dan Kuasa, Geneologi Intelegensia muslim Indonesia abad ke 20,Bandung: Mizan Pustaka, 2005. h. 108. 76 sekolah di lembaga pendidikan Belanda menjauhkannya dari ajaran Islam. Namun pertemuannya dengan Akhmad Khatib, ulama Hindia Belanda di Haramain, dan Tjokroaminoto dapat mengembalikan komitmen keIslamannya. 59 Tak menutup kemungkinan pula bahwa, Di Hindia Belanda selama periode kolonial, karena pihak Belanda berusaha untuk menjauhkan kelas priyayi yang berkuasa dari pengaruh Islam, maka pendidikan Belanda yang lebih mengutamakan kelas priyayi tersebut telah mentransformasikan elit Hindia menjadi elit yang sekuler. Sebagai konsekuensinya, hanya sedikit elit yang terdidik secara Barat di Hindia Belanda yang mendukung “modernisme Islam”. 60 Menurut Alwi Sihab, didaerah Jawa khususnya memiliki elit kembar yaitu elit dari kaum priayi, kaum muslim yang dangkal tingkat komitmen keIslamannya, dan elit dari kalangan santri, kaum muslim yang sangat taat. Hubungan antara kedua kelompok Muslim tersebut meliputi baik pertentangan dan juga kerjasama yang saling menguntungkan. 61 Kedua kelompok ini memiliki jalan masing-masing dalam hal melawan kebjakan pemerintah Belanda di tanah Hindia Belanda. Ramalan Snouck tentang Islam tidak akan mampu melawan pendidikan bercorak barat dan juga menganggap Islam sebagai agama kaku dan penghalang kemajuan agaknya belum memperhitungkan kemampuan Islam untuk mempertahankan diri di Negara ini, juga belum memperhitunkan factor kesanggupan Islam menyerap factor kekuatan dari luar untu meningatkan diri. 59 Yudi Latif, Intelegensia dan Kuasa. h. 111. 60 Yudi Latif, h. 124-125. 61 Alwi Sihab, membendung Arus, h. 135 77 Melihat kondisi pendidikan Islam 62 pada waktu itu nampaknya membuat Snouck optimis sehingga ia memperkirakan Islam tidak akan mapu menghadapi superioritas Barat, tidak akan mampu untuk melawa pendidikan Kristen yang jauh leih maju daripada pendidikan Islam itu sendiri dalam segala bidang, dan tidak akan bisa dalam melawan sifat diskriminatif dari pemerintah Kolonial Belanda. Namun ternyata dugaan itu salah, kondisi agama Islam berkembang menjadi berbeda dengan perhitungan dan ramalan yang dibuat oleh Snouck. 63 62 Pendidikan Islam yang dikemas dalam dunia Pesantren sebagai lebaga pendidikan Islam pada sekitar tahun 1850 dinilai hanya merupakan tempat lahirnya kepercayaan bodoh dan asusila, Snouck Hurgronje pernah menyatakan bahwa dilihat dari sudut pandang pendidikan, pesantren tidak memiliki makna yang berarti. Dikatakan bahwa para santri membuang waktu dengan menelusuri ilmu moral, dan kadang kadang mengarah ke inttoreansi, baru duabelas tahun kemudian pesantren diakui mampu mendidik murid ke engertian yang lebih jelas. 63 Aqib Suminto, h.50 78 BAB IV RESPON UMAT ISLAM TERHADAP DAMPAK POLITIK ASOSIASI PENDIDIKAN A. Keresahan dan Perlawanan Umat Islam Terhadap Asosiasi Pendidikan Sekolah tidak hanya dilihat sebagai alat menuju arah pembaharuan masyarakat, meningkatkan kecerdasan dan alat bagi terbukanya mobilitas social namun merupakan penjelmaan dari kebijakan Kolonial atas dasar etis yang bersifat rasional. Sekolah yang didirikan dan diperkenalkan kepada masyarakat pribumi oleh pemerintah Hindia Belanda serba terbatas. Hingga muncul pemberontakan dan keresahan di kalangan masyarakat pribumi pada pemerintah, namun pemberontakan tersebut bukanlah bersifat fisik. Sebelumnya dijelaskan bahwa ada dua elit kembar dari kalangan priayi dan santri. Keresahan terhadap kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Dengan adanya diskriminasi sekolah yang didirikan pemerintah dari mulai diskriminasi sosial, diskriminasi rasial, diskriminasi kepemelukan agama sampai pada diskriminasi anggaran membuat banyak keresahan di kalangan masyarakat. Sudah banyak golongan terpelajar dari kalangan priayi yang notabennya bukan berasal dari kelas bangsawan yang sesungguhnya, sebutlah sebagai priayi rendah yang diangkat sebagai priayi karena pendidikan Belanda yang sudah ia dapatkan. 79 Meskipun awalnya pendidikan hanya untuk golongan priayi tinggi, namun seiring berjalannya waktu banyak lembaga lembaga yang dibuka oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga banyak diterima pelajar dari kalangan priayi rendah. Keresahan pun dirasakan oleh kalangan priayi rendah. Para pelajar ini sesudah tamat dari sekolah banyak yang menentang pembatasan dalam pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. mereka ingin menghapus batasan batasan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda, seperti pembatasan masuk HIS yang pada mulanya ditanyakan terlebih dahulu latar belakang keluarga, pekerjaan ayahnya, dan dilihat berdasarkan status sosial. 1 Pengaruh pemikiran Barat telah membuat orang pribumi mencari identitas sosial. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya golongan priyayi Jawa yang kehilangan keyakinan terhadap mobilitas status yang diperoleh berdasarkan keturunan. Mereka memasuki dunia intelektual yang agak terbebas dari tradisi kultural yang penuh dengan sikap hormat berlebihan. Dari mereka inilah lahir golongan yang berusaha mencari alternatif lain dari corak sosial dan sistem status masyarakat. Setelah memperoleh pendidikan Barat elit modern ini memiliki pemikiran faktor mobilitas sosial tidak lagi dipandang berdasarkan garis keturunan. Mereka beranggapan status sosial yang meningkat karena prestasi dibidang pendidikan, ekonomi dan lainnya lebih berhasil dan terpandang. Hal Ini disebabkan status sosial yang diperoleh murni hasil kerja keras diri sendiri lebih 1 Robert Van Niel, h. 252. 80 baik ketimbang hanya memperoleh peningkatan status sosial dari garis keturunan bangsawan yang merupakan pemberian keluarga. 2 Hal ini menandakan keresahan yang terjadi di kalangan masyarakat bahwa pendidikan seharusnya bisa dirasakan oleh semua kalangan bukan hanya sekedar pada golongan tertentu saja, khususnya golongan bangsawan tinggi yang memiliki kedudukan. Pendidikan seharusnya bisa dirasakan bagi mereka yang ingin dan mampu dalam mengenyam pendidikan. Karena hal ini banyak masyarakat yang tidak dapat menyekolahkan anaknya di sekolah pemerintah memillih untuk menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam tradisional baik pesantren maupun madrasah. Menjelang akhir abad ke 19 para ulama Hindia menyadari bahwa metode dan tatanan berfikir tradisonal dalam Islam tidak akan sanggup menghadapi tantangan kolonialisme dan peradaban modern. berbekal pengalaman para ulama di Timur Tengah dan pengenalan pendidikan asosiasi bergaya Barat ini lah, mereka mulai mempromosikan modernisasi atas sekolah-sekolah Islam. Dengan mengkombinasikan antara pengajaran-pengajaran keagamaan dengan pelajaran umum, dan mengadopsi metode dan teknologi pendidikan dari sekolah-sekolah Barat. Sekolah-sekolah Islam modern ini merepresentasikan suatu bentuk baru sistem pendidikan Islam yang disebut dengan Madrasah. Madrasah inilah yang menjadi lahan persemaian munculnya ”Clerical Intelegensia” begitu Yudi Latif 2 Iskandar P Nugraha. Teosofi, Nasionalisme dan Elit Modern Indonesia. Jakarta : Komunitas Bambu. h. 76. 81 menyebutnya, yang lebih dikenal dengan Ulama Intelek yaitu para ahli keagamaan yang melek pengetahuan saintifik modern. 3 Seperti di daerah Minangkabau, modernisasi ini ditandai oleh berdirinya institusi pendidikan Islam yang modern, seperti Sekolah Adabiyah, Sumatra Thawalib, Madrasah Diniyah yang cikal bakalnya dari surau Jembatan Besi. Model-model lembaga pendidikan seperti Sumatra Thawalib, Adabiyah dan Madrasah Diniyah tersebut menggunakan kurikulum yang tidak hanya mengajarkan pendidikan agama, tetapi juga memasukkan pelajaran umum. 4 Beberapa Organisasi yang mendirikan lembaga pendidikan Islam di Hindia Belanda yang mendirikan sekolah dengan kurikulum modern ataupun madrasah antara lain: Jamiat Khair 1905, merupakan organisasi pelopor awal dari kemunculan ideologi dan madrasah modern di Hindia Belanda yang didirikan oleh komunitas keturunan Arab, dan dikembangkan lebih lanjut pula oleh para santri pribumi yang baru pulang dari Timur Tengah. 5 Jamiat Khair mendirikan sekolah dasar pada tahun 1905. Sekolah dasar ini mencampurkan sekolah agama dan umum dan menggunakan sistem klasikal. Mata pelajaran yang diajarkan antara lain berhitung, sejarah dan ilmu bumi. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu ditambah dengan bahasa Inggris sebagai pelajaran wajib 3 Yudi Latif, h. 112. 4 Deliar Noer, Gerakan Modernisasi Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1991, h.51-65. 5 Deliar Noer, h. 68. Jamiat Khair merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh orang bukan orang Belanda yang mendirikan sekolah dan keseluruhan kegiatannya diselenggarakan berdasarkan sistem Barat, sehingga organisasai ini dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah Belanda. Hingga akhirnya ada konflik internal yang membuat beberapa anggotanya mendirikan organisasi baru yaitu al-Irsyad. 82 menggantikan bahasa Belanda, yang mana bahasa Belanda merupakan bahasa wajib di sekolah-sekolah Belanda. Kurikulumnya pun disusun sedemikian rupa. Mayoritas muridnya adalah keturunan Arab, namun anak-anak pribumi non Arab juga terdaftar disana. 6 Tenaga guru diambil dari beberapa guru dari daerah dan luar negri. Salah satunya Haji Muhammad Manshur seorang guru dari Padang yang mulai mengajar pada 1907, dipilih karena kemampuannya dalam menguasai bahasa Melayu dan ahli dalam bidang agama. 7 Salah satu guru yang terkenal adalah Syaikh Ahmad Soerkatti dari Sudan, mulai mengajar di sekolah ini pada tahun 1911. 8 Al-Irsyad 1913 merupakan pecahan dari Jamiat Khair, dan mendapatkan pengesahan dari Belanda pada tanggal 11 Agustus 1915. 9 Tujuan utama organisasi ini yang pertama adalah merubah tradisi dan kebiasaan orang-orang Arab tentang kitab suci, bahasa Arab, bahasa Belanda dan bahasa-bahasa lainnya. Kedua, membangun dan memelihara gedung pertemuan, sekolah dan unit percetakan. Perubahan yang dilakukan Al-Irsyad adalah pebaharuan di bidang pendidikan. Pemimpin-pemimpin Al-Irsyad dalam bidang pendidikan banyak dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Al-Irsyad mendirikan sebuah perguruan modern di Batavia pada 1913, menggunakan sistem kelas klasikal dengan menggabungkan materi pelajaran umum disamping pelajaran agama. Sekolah-sekolah Al-Irsyad berkembang dan meluas sampai ke koat-kota dimana Al-Irsyad memiliki cabang. Al-Irsyad 6 Steenbrink, h. 60. 7 Deliar Noer, h. 69 8 Steenbrink h. 61 9 Karel Steenbrink, h. 60. Deliar Noer, h. 73. 83 mendirikan sekolah guru di Batavia dan Surabaya untuk melatih dan mendidik calon-calon guru bagi kebutuhan sekolah al-Irsyad sendiri. Selain itu di Batavia dibuka kursus yang bersifat khusus dengan lama belajar dua tahun. Para siswa kursus ini dapat memilih salah satu spesialisasi dari mata pelajaran agama, pendidikan atau bahasa. 10 Sebuah peraturan di buat tahun 1924 yang menetapkan bahwa hanya anak-anak dibawah umur 10 tahun yang dapat diterima pada kelas satu sekolah dasar dengan lama belajar 5 tahun. Murid di sekolah guru juga berusia diatas 10 tahun dapat masuk ke kelas-kelas yang lebih tinggi, tergantung pada kemampuan yang diperlihatkan oleh si pelajar pada ujian masuk. Salah satu langkah yang dilakukan Al-Irsyad pada tahun 1930 adalah disediakannya beasiswa untuk beberapa lulusannya belajar di luar negri, terutama Mesir. Meskipun kontribusi yang diberikan oleh para alumni tidak sebanding dengan mereka yang pergi belajar ke luar negri dengan biaya sendiri, namun upaya tersebut dapat dikatakan sebuah langkah maju untuk perkembangan pendidikan Islam pada masa itu. 11 Muhammadiyah 1912 didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta atas saran murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo. 12 Ahmad Dahlan tidak pernah menempu pendidikan modern. Beliau kemudian menjadi anggota dari beberapa perhimpunan, termasuk Jamiat Khair dan Budi Utomo, lewat aktivitasnya di Budi Utomo ini beliau ditawari untuk memberikan ceramah-ceramah agama kepada para pelajar sekolah guru lokal dan 10 Deliar Noer, h. 75. 11 Hanun Asrohah, h. 163. 12 Deliar Noer, h. 84. 84 para pelajar STOVIA di Magelang. 13 Aktifnya beliau di Budi Utomo bermaksud untuk memberikan pelajaran agama kepada anggota-anggotanya. Dengan jalan ini ia berharap akhirnya akan dapat memberikan pelajaran agama di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah. 14 Setelah kepulangan Ahmad Dahlan dari Mekah yang kedua, beliau mendirikan sebuah madrasah percobaan dimana di dalamnya bahasa Arab menjadi bahasa pengantar pengajaran disertai penggunaan meja dan papan tulis. Ia membuat langkah baru dalam merintis pendidikan modern yang memadukan pelajaran agama dan umum. 15 Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan dasarnya yang pertama pada 1915, kurikulumnya menggabungkan pengetahuan umum disamping pengetahuan agama, dilanjutkan dengan berdirinya sekolah- sekolah Muhamdiyah di pelosok Hindia Belanda. Karena pada 1920 Muhamadiyah sudah mulai meluas seluruh Pulau Jawa dan tahun berikutnya 1921 ke seluruh Hindia Belanda, 16 dan mendirikan cabang baru Muhamadiyah identik dengan mendirikan sekolah baru. Perubahan juga dilakukan Muhamadiyah dengan menggabungkan model sekolah dengan sistem pendidikan gubernemen pada akhir tahun 1923, dilanjutkan dengan membangun empat sekolah dasar di Yogyakarta, mendirikan sekolah HIS di Yogjakarta dan Batavia, mendirikan sekolah pendidikan guru, mendirikan sekolah yang bersifat agama yang hampir menyerupai sekolah di Minangkabau, 13 Yudi atif, h. 141, dan lihat juga Noer, h. 85. 14 Noer, h. 86. 15 http:www.muhammadiyah.or.idid4-content-179-det-sejarah-berdiri.html diakses pada tanggal 3 Mei 2016 pkl 19.00 WIB 16 Deliar Noer, h. 87. 85 yang mana sekolah ini dimaksudkan untuk mengganti dan memperbaiki pengajian Al-Quran yang tradisional. 17 Tahun 1925, Muhamadiyah mempunyai 8 HIS, sebuah sekolah guru di Jogjakarta, 32 buah sekolah dasar lima tahun, sebuah Schakel School, dan 14 buah madrasah yang seluruhnya dengan 119 orang guru dan 4.000 murid, pada tahun 1929 organisasi ini mempublikasikan penerbitan sejumlah 700.000 buah buku dan brosur. 18 Muhamadiyah juga mendirikan pondok Muhamadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama pada 1921. Selanjutnya ada Persatuan Islam, Persatuan Islam didirikan pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok orang Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zamzam dan Mahmud Yunus. 19 Seperti organisasi lainnya, Persis mendirikan lembaga pendidikan, baik berupa sekolah, kursus, kelompok studi atau diskusi, pengajian dan pesantren. tahun 1927, Persis telah memiliki kelompok diskusi keagamaan yang diikuti oleh anak-anak muda yang telah menjalani masa studinya di sekolah-sekolah menengah pemerintah dan yang ingin mempelajari Islam secara sungguh- sungguh. Kelompok ini dipimpin oleh Hasan, mereka yang mengikuti diskusi ini antara lain : Muhamad Natsir, Fakhruddin al-Khairi, Rusbandi, Cayo dan lainnya. 20 Diadakan pula kursus dalam masalah agama untuk orang dewasa. Hasan dan Zamzam mengajar pada kursus-kursus ini. Dalam kursus dibahas soal- soal iman serta ibadah dengan menolak segala kebiasaan bid’ah. 17 Steenbrink,. h. 54-56. 18 Deliar Noer, h. 95. 19 Hanun, h. 167. 20 Noer, h. 101. 86 Persis mendirikan sebuah madrasah yang pada awalnya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis, namun kemudian, madrasah ini di buka bagi anak-anak lainnya. Kegiatan lain yang penting dalam kegiatan pendidikan Persis adalah lembaga pendidikan Islam, sebuah proyek yang ditangani oleh Natsir. Lembaga ini berhasil mendirikan Taman Kanak-Kanak, HIS pada tahun 1930 dan sekolah MULO pada 1931 serta Sekolah guru pada 1932. Inisiatif Natsir ini merupakan jawaban terhadap tuntunan dari berbagai pihak, termasuk beberapa orang yang mengambil pelajaran privat bahasa Inggris dan berbagai pelajaran lainnya kepadanya, hal ini terjadi karena melihat bahwa sekolah swasta di Bandung pada waktu itu tidak diajarkan pelajaran agama. 21 Diantara organisasi Isam lain yang mementingkan pendidikan dan pengajaran terhadap umat Islam adalah Nahdlatul Ulama 1926 disingkat NU di Surabaya. 22 Pada 1927 NU merumuskan tujuan organisasinya. NU memilki tujuan memperkuat ikatan salah satu dari empat mahzab serta untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk anggota, sesuai degan Islam. kegiatan ini meliputi usaha untuk meperkuat persatuan di antara para ulama yang masih berpegang teguh pada mahzab, pengawasan terhadap pemakaian kitab-kitab di pesantren, penyebaran 21 Asrohah, h. 169. 22 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: LKiS, 2000, h. 78-79. Lihat juga Deliar Noer, h. 242, Keinginan untuk mendirikan organisasi ini telah muncul sejak 1924, namun K.H. Hasyim Asy’ari masih belum berkenan dengan ajakan K.H.A Wahab Hasbullah yang menyadari arti pentingnya sebuah organisasi untuk memperkokoh kesatuan diantara ulama. K.H Hasyim As’ari merestui organisasi ini juga dikarenakan desakan-desakan situasi yang ada pada saat itu dan juga telah memperoleh restu dari K.H Khalil Madura, maka berdirilah organisasi para ulama pada 31 Januari 1926 yang disebut Jami’yah Nadlatul Ulama. 87 Islam, seperti yang diajarkan oleh mahzab yang empat, perluasan jumlah madrasah serta perbaikan jumlah organisasinya, bantuan kepada masjid, langgar dan pesantren juga pemeliharaan anak yatim dan fakir miskin. Maksud lain yang penting dari organisasi ini ialah pembentukan badan-badan untuk memajukan usaha para anggota Nahdlatul Ulama. 23 Pada awal berdirinya NU membicarakan secara tegas tentang pembaharuan pendidikan. Sehingga NU mendapat dukungan dari para pemimpin pesantren yang dikenal memiliki resistensi kuat untuk mempersatukan pesantren di seluruh Jawa di bawah naungan NU. Semua untuk menjaga kemurnian paham yang diyakininya dan menyebarluaskan pandangan yang dianggap penting. Meski terbatas di lingkungan perkotaan, NU mendirikan madrasah-madrasah dengan model Barat. Sampai akhir tahun 1938 Komisi Perguruan NU mengeluarkan reglement tentang susunan madrasah-madrasah NU, yang terdiri dari : Madrasah Awaliyah dengan lama belajar 2 tahun; Madrasah Ibtidaiyah dengan lama belajar 3 tahun; Madrasah Tsanawiyah dengan lama belajar 3 tahun; Madrasah Mu’alimin Wusta dengan lama belajar 2 tahun; dan Madrasah Mu’alimin Ulya dengan lama belajar 3 tahun. 24 Selanjutnya ada Al-Khairat. Perguruan Islam Al-Khairat selanjutnya disebut Al-Khiarat resmi menjadi sebuah organisasi sosial keagamaan sejak tahun 1956. Sebelum menjadi organisasi, Al-Khairat hanyalah sebuah lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah dengan nama Madrasah Al-Khairat Al- 23 Noer, h. 251 24 Asrohah, h. 170. 88 Islamiyah yang didirikan oleh Sayyid Idrus bin Salim Aljufri pada tanggal 30 Juni 1930 di Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah sekarang. 25 Sistem pengajaran yang digunakan proses transfer keilmuan dimulai dari kontak pribadi maupun kolektif antara mubalig pendidik dengan peserta didiknya dengan materi pelajarannya ialah pengajaran ilmu-ilmu agama yang dikonsentrasikan dengan membaca kitab-kitab klasik yag dilakukan di rumah Kyai atau ulama serta rumah- rumah penduduk secara bergiliran hal ini dilakukan sebelum adanya masjid, surau, dayah atau pesantren yang merupakan tempat berlangsungnya proses belajar mengajar pendidikan Islam. sebelum tahun 1930 Al-Khairat hanyalah sebuah lembaga pendidikan dalam bentuk madrasah yang menggunakan toko milik H. Quraish lalu pindah ke rumah petak dalam proses pelaksanaan belajar mengajarnya. Rumah yang digunakan adalah rumah Daeng Marotja 26 yang letaknya berhadapan dengan Masjid Jami. Tempat ini dipilih karena letaknya yang strategis --berdekatan dengan masjid-- sehingga memudahkan anak didik untuk melaksanakan praktek ibadah di masjid. Proses belajar mengajar di rumah panggung ini berlangsung dari tahun 1930 hingga 1933. Setelah itu, Al-Khairat telah memiliki sebuah gedung madrasah permanen yang digunakan sebagai tempat belajar mengajar yang dibangun dari hasil kerja sama antara Sayyid Idrus dengan masyarakat muslim Palu. 27 Pendirian sekolah-sekolah yang dilakukan oleh Jamiat Khair, Al-Irsyad, Muhamadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama dan Madrasah Al-Khairat 25 www.Alkhoirot.net diakses pada tanggal 31 Oktober 2016. 26 Beliau merupakan tokoh masyarakat sekaligus Pemimpin Partai Sarekat Islam Indonesia Palu. 27 www.Alkhoirot.net diakses pada tanggal 31 Oktober 2016. 89 merupakan alternative lain dalam menempa ilmu pengetahuan dikalangan masyarakat pribumi terhadap kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah Belanda yang hanya mendirikan sekolah untuk kalangan anak-anak bangsawan saja. Pendirian sekolah yang dilakukan guna menyaingi sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai perlawanan terhadap sistem pendidikan yang sangat diskriminasi terhadap masyarakat muslim Hindia Belanda yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga masyarakat yang tidak bisa masuk ke sekolah pemerintah memilih untuk bersekolah di lembaga pendidikan Islam tradisional maupun modern. Keresahan juga dirasakan oleh para guru agama atau madrasah, dengan adanya ordonansi guru yang mengharuskan para guru mendapatkan izin dan melapor kepada petugas yang berwajib dalam memberikan pengajaran dirasa sangat menyulitkan. Pemberitahuan secara berkala tentang kurikulum, mengharuskan memberi daftar guru-guru dan murid-murid dirasa sebagai beban berat, terutama karena guru-guru madrsah dan lembaga pendidikan Islam yang tidak memiliki biaya untuk menyelenggarakan admininstrasi sekolah dengan baik. Kesulitan untuk memenuhi tuntutan peraturan ini adalah adanya kenyataan bahwa formulir untuk kesemuanya itu ditulis dalam bahasa Belanda, yang mana hampir semua guru agama itu hanya memahami bahasa sendiri dan paling-paling bahasa Arab. 28 Bahkan sekolah-sekolah agama yang telah menempuh semua prosedur yang diteteapkan masih harus menghadapi resiko tidak diberi izin beroperasi karena alasan-alasan yang subjektif dan sepele yang dibuat oleh pemerintah 28 Deliar Noer, h. 195. 90 Belanda. sejak ordonasi ini berlaku Islam hamir tidak dapat ditemukan, data dilihat pula dalam dekrit penasihat Belanda untuk wilayah di luar Jawa. Dekrit itu menyatakan pelarangan tegas terhadap seorang muslim untuk berdiam selama lebih dari 24 jam di Wilayah Kristen seperti Tapanuli, Sumatera 29 . Hal ini sangat lah menghambat laju umat Islam dalam memberikan pengajaran. Sekolah yang diperkenankan pemerintah menjadi alat mobilitas sosial dan jalan bagi terwujudnya transformasi sosial. Sekolah yang diperkenalkan untuk mendapatkan pegawai untuk tenaga administrasi pemerintahan, dikembangkan oleh para penganut kebijaan etis agar terjalin hubungan kultural yang erat dan abadi antara Belanda dan Hindia Belanda tidak berjalan semulus yang direncanakan. 30 Dengan didirikannya sekolah sekolah tersebut jumlah rakyat Hindia Belanda yang terdidik di sekolah-sekolah Barat meningkat. Meskipun pada awal didirikanya Belanda tidak memiliki komitmen yang utuh untuk memajukan pendidikan seperti yang diterapkan oleh Inggris di Malaysia, India, dan Amerika Serikat di Filipina. 31 Namun reformasi etis dalam bidang pendidikan telah menciptakan sebuah lapisan baru dalam masyarakat Hindia Belanda yang akrab dengan modernitas, yang disebut oleh Robert Van Niel dengan is tilah “elit Indonesia Modern”. Mereka berbeda dari elite tradisional yang kedudukannya semata-mata berdasarkan kelahiran dan keturunan. 32 Menurut Nina Lubis 29 Suminto, h. 53 30 Nina H Lubis, Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya Elit Modern. h. 265. 31 Ricklefs, h.203 32 Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan. h. 230 91 golongan elit pribumi modern ini muncul sebagai musuh dari sistem yang melahairkannya yaitu pendidkan Barat itu sendiri 33 Dengan adanya diskriminasi seperti yang telah digambarakan diatas merupakan suatu keanehan yang terlihat jelas. Hal tersebut dipandang bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah sangatlah bertentangan dengan semua konsep modern mengenai hubungan yang pas antara agama dan Negara. Ketidak puasan besar di kalangan masyarakat Muslim di Hindia Belanda terhadap kebijakan pemerintah Belanda mengenai Islam muncul pada dekade awal abad ke 20. Kebijakan yang disebut sebagai “netral terhadap agama” hanyalah bualan belaka. Dari sinilah yang melatarbelakangi gerakan reformis yang mulai tumbuh, baik yang bercorak nasionalis maupun religius. Perkembangan yang didasarkan oleh politik kesejahteraan rakyat dan politik aosisasi menimbulkan golongan intelektual yang penuh dengan kesadaran akan dirinya dan keterbelakangan masyarakat sekitarnya. Timbulah suatu gerakan dari para kaum intelektual ini yang menimbulkan suatu faktor kekuatan sosial baru. Perluasaan pendidikan Barat secara horizontal dan vertical dapat disebut bak pedang bermata dua, maksud awal memberikan pendidikan adalah untuk mencari tenaga terdidik yang dapat digaji rendah dan masuk dalah lingkaran kolonial, namun sebaliknya lewat pendidikan Belanda lahirlah elite modern yang 33 Nina H Lubis, Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya Elit Modern. h. 265. 92 membicarakan gagasan gagasan kemajuan di tengah tengah masyarakat Hindia Belanda. 34 Bersamaan dengan timbulnya elit modern karena pengaruh pendidikan Belanda, para terpelajar ini mulai merambah dan berkecimpung di berbagai bidang, seperti politik, sosial, budaya dan pendidikan. Tujuan mereka sama, yaitu memperoleh hak – hak layak hidup sebagai manusia yang bebas. Tidak terkecuali kesempatan mengenyam pendidikan bagi masyarakat pribumi, sampai kepada tuntutan kebebasan yang pada akhirnya berujung pada konsep kemerdekaan. Elit modern inilah membentuk suatu organisasi, salah satunya Sarekat Dagang Islam yang didirikan di Bogor oleh Raden Mas Tirtoadisurjo. Raden Mas Tirtoadisurjo merupakan seorang priayi Jawa baru yang mengawali pendirian sebuah organisasi modern dengan label Islam dan dibentuk sebagai penggerak bagi kemajuan. Dilahirkan di Blora, Jawa Tengah dikalangan keluarga priayi, ia berasal dari keluarga bupati Brojonegoro. Seperti priayi pada masanya ia mendapatkan pendidikan Belanda sebagaimana Abdul Rifai dan Wahidin Soedirohusoedo, ia bersekolah di STOVIA namun tidak tamat. Ia lebih tertarik dalam dunia jurnalistik ketimbang menyelesaikan ujian akhrinya dan menolak menjadi pegawai sipil pemerintah sebagai Pangreh Praja. 35 Tirto sudah menjadi jurnais sejak usia 21 tahun. Mula-mula menjadi koresponden untuk Hindia Ollanda pada 1894, lalu menjadi pemimpin redaksi 34 Nina Herlina Lubis, “Pendidikan, Mobilitas Sosial dan Munculnya elit Modern”, dalam Taufik Abdullah dan A.B Lapian alm eds, Indonesia dalam Arus Sejarah, Jilid V., Jakarta: PT. Ichtiar Baroe Van Hoeve, h.256. 35 Burhanudin,. h. 235 93 Pemberita Betawi tahun 1902-1903. Dan menerbitkan majalahnya sendiri yaitu Soenda berita pada 1903. Namanya mulai melambung ketika menerbitkan Medan Priaji. Majalah ini dibuat untuk mewakili aspirasi Sarekat Priayi yang ia dirikan pada 1906. 36 Tirto berusaha keras memperoleh dukungan dari kalangan Priayi , hingga akhirnya ia dikenal sebagai pengusaha yang kemudian mendirkan Sarekat Dagang Islam pada maret 1909, dengan missi utama memperjuangan kepentingan umat Muslim Hindia Belanda. melalui SDI, Tirto memelopori berdirinya sebuah orgaisaasi dimana baik elite maupun orang hadrami yang terlibat dalam usaha ekonomi dan menjadikan Islam sebagai identitasnya. Baginya SDI merupakan wadah untuk umat Muslim Hindia Belanda dalam memperjuangnkan dan memperbaiki lemahnya kemampuan manajerial mereka dalam bidang ekonomi. 37 Tirto sudah terkenal dengan Medan Priajinya ia dikenal dan dihubungkan erat dengan ide dan gagasan dalam mengembangkan kemajuan umat Muslim. Kepada Tirtolah, H. Samanhoedi seorang pengusaha batik dari Solo berkonsultasi untuk mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo pada 1911, 38 Tirto diminta untuk membuat rancangan anggaran dasar pertama SDI pada 11 November 1911 dan menjadi hari lahirnya Sarekat Islam SI. 39 SI dirikan atas semangat kemajuan dan 36 Siraishi,. h.43. 37 Burhnudin,. h. 237 38 Samanhoedi telah lama teribat dalam upaya melindungi para pengusaha batik pribumi dari eksploitasi pengusaha China dengan membangun sebuah organisasi yang disebut Reso Roemekso. Siraishi,. h. 55-56 39 Deliar Noer,. h. 115. 94 memfokuskan diri pada upaya peningkatan kesejahteraan, kemakmuran dan kejayaan negri. 40 Gerakan social-ekonomi SI terus berkembang, hingga naiknya H.O.S Tjokroaminoto dari Surabaya sebagai pemimpin tertinggi SI tahun 1916, setelah sebelumnya SI di Surabaya sudah aktif dari 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk merubah anggaran dasar SI guna menyusul kebijakan Pemerintah Belanda yang menunda dalam pemberian izin pada agustus 1912 dan lebih melihat sebagai ancaman bagi rust en orde. Tampilnya Tjokroaminoto memberikan gambaran baru SI sebagai sebuah gerakan politik. Tjokroaminoto mengubah haluan SI dari penciptaan kemajuan bagi rakyat Hindia Belanda menjadi perjuangan untuk pemerintahan sendiri atau setidaknya rakyat Hindia Belanda diberi hak menyuarakan aspirasi mereka dalam persoalan-persoalan politik. Tjokroaminoto selalu menganggap dirinya sama sederajat dengan pihak manapun, baik itu seorang Belanda ataupun dengan seorang pejabat pemerintahan. Ia ingin sikap ini juga dimiliki oleh kawan sebangsanya yag lain. 41 SI memberikan perhatian kepada persoalan pendidikan sejak 1917. SI menuntut penghapusan peraturan yang mendiskriminasai penerimaan murid di sekolah-sekolah, menuntut wajib belajar bagi seluruh penduduk sampai umur 15 tahun, perbaikan lembaga pendidikan bagi segala tingkat, bertambahnya jumlah sekolah, memasukan pelajaran ketrampilan, perluasan sekolah hukum dan sekolah kedokteran menjadi Universitas dan pemberian beasiswa kepada para pemuda 40 Noer,. h. 117. 41 Deliar Noer,. h.121. 95 berprestasi untuk belajar ke luar negri. 42 Melalui kongres Al-Islam tahun 1922 SI menuntut pemerintah agar mencabut ordonasni guru 1905 semua peraturan yang menghambat penyebaran Islam dan menghambat kegiatan guru agama Islam. 43 Pada tanggal 21 Juni 1921 dibentuklah sekolah SI di Semarang, menggunakan ruang sidang gedung SI-Semarang sebagai ruang kelas. Pemimpin sekolahnya ialah Tan Malaka dengan jumlah murid pertama sebanyak 50 orang. Sekolah-sekolah didirikan dan diusahakan oleh SI, murid muridnya berasal dari anak para anggota SI, yang dididik dengan tujuan bahwa mereka kelak akan berdampingan dengan rakyat dalam perjuangan ekonomi dan politik. 44 Sudah ada 12 sekolah SI yang tersebar di berbagai tempat di Hindia Belanda. Tiap tempat rata-rata menampung lebih kurang 250 orang murid, sehingga jumlah murid seluruhnya ada lebih kurang 3.000 orang. Rahasia kemajuan pesat sekolah SI antara lain disebabkan karena pemerintah sendiri belum mampu untuk mengadakan sekolah yang mencukupi untuk penduduk pribumi. Akan tetapi lebih dari itu adalah kenyataan bahwa berdirinya sekolah- sekolah itu sejalan dengan perkembangan SI sebagai organisasi massa, serta kesadaran yang mulai tumbuh mengenai pentingnya pengajaran. 45 Terjadi perpecahan di dalam tubuh SI dikarenakan organisasi ini bersifat heterogen, pada 1918 dengan masuknya gagasan komunis yang dibawa oleh 42 Noer, h. 128. 43 Noer, h. 195 44 Mumuh Muhsin, “Kesadaran Nasionaldan Sekolah Sarekat Islam 1900 – 1942 Makalah Disampaikan Dalam Penataran Pengayaan Kurikulum Mulok Sejarah Perjuangan Syarikat Islam SPSI Di Aula Gerkopin, 13 Januari 2013 Jatinangor: UNPAD, 2013, h. 15-16 45 Mumuh Muhsin, h, 17 96 Semaun pepecahan dikalangan pemimpinnya makin menjadi. 46 maka pada bulan April 1924 sekolah-sekolah SI menjadi Sekolah Rakyat. Tindakan-tindakan pemerintah jajahan menyebabkan banyak Sekolah Rakyat ditutup atau diserahkan kepada badan lain, seperti kasus sekolah di Bandung yang diserahkan pada Soekarno dan dialihkan menjadi Taman Siswa. 47 Peningkatan kurikulum pendidikan tradisional menjadi modern hingga terbentuknya organisasi-organisasi yang berlandaskan Islam, sampai pada kesadaran para elit modern yang telah mendapatkan pendidikan Barat dalam mendirikan suatu organisasi sebagai bentuk pergerakan nasional, merupakan bentuk pemberontakan yang terjadi di kalangan masyarakat pribumi terhadap sistem kebijakan yang selama ini dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Khusunya dalam masalah pendidikan.

B. Pertumbuhan Semangat Kebangsaan Umat Islam Dalam Melawan

Sistem Kolonial Pada 1873 Kantor Inpeksi Pendidikan Pribumi yang didirian oleh J.A van der Chijs membuat laporan bahwasanya jumlah pesantren di Hindia Belanda mencapai 20-25.000 dengan total santri yang berjumlah 300.000. Meningkatnya jumlah sekolah tradisional Islam, yang berkombinasi dengan tetap dipertahankannya ikatan-ikatan intelektual dan emosional antara kyai dan santri, dan antar pesantren yang tersebar di berbagai wilayah, jaringan intelektual Islam tradisional tetap terjaga. Hal ini memfasilitasi terciptanya kesinambungan dalam 46 Alwi Sihab, h. 103 47 Mumuh, h. 18. 97 pendidikan Islam. Sehingga, meskipun terdapat diskriminasi kolonial yang nyata dan pembatasan-pembatasan terhadap pengajaran Islam, namun pada tahun 1890, Snouck Hurgronje mengungkapkan informasi bahwa jumlah pesantren sedang meningkat. 48 Jika dua puluh tahun kemudian dia merayakan kemenangan awal sekolah-sekolah bergaya Barat atas sekolah-sekolah Islam, barangkali karena dia meremehkan proses transformasi yang sedang berlangsung di sekolah-sekolah Islam dan juga kemampuan para intelektual Islam untuk menghadapi lingkungan yang sedang berubah. Snouck pernah sesumbar meramalkan bahwa dalam persaingan melawan daya tarik dari pendidikan Barat dan asosiasi kultural dengan Barat, Islam pastilah akan menjadi pihak yang kalah, 49 Namun, hingga awal era politik Etis, masih banyak yang harus dilakukan oleh peradaban Barat jika ingin menaklukkan Islam di Hindia Belanda. Bagi sebuah agama yang tidak memiliki organisasi hirarkis yang efektif, dan bagi suatu komunitas Islam yang hidup ditengah-tengah masyarakat Hindia yang plural, pendidikan memainkan peran kunci dalam perjuangan Islam. Ketiadaan struktur kependetaan dalam Islam 50 jelas membuat sekolah Islam menjadi satu-satunya sarana untuk menanamkan doktrin-doktrin keagamaan. Dalam konteks Hindia Belanda, paling tidak ada tiga alasan tambahan mengapa umat Islam mengembangkan sekolah-sekolah Islamnya sendiri. Pertama, karena adanya keanekaragaman kepercayaan dan sistem nilai yang saling bersaing di Hindia Belanda, sekolah Islam memainkan sebuah peran kunci dalam membangun 48 Benda, h. 27 49 Benda, h. 27. 50 Snouck Hurgrnje, Islam di Hidia Belanda,h. 16. 98 sebuah identitas yang jelas dan positif bagi Islam Hindia. Kedua, pendidikan Islam merupakan alat ideologi Muslim dalam menjawab diskriminasi dan penindasan yang dilakukan oleh kebijakan-kebijakan kolonial. Yang terakhir dan tak kalah pentingnya, kurangnya peluang bagi anak-anak dari kalangan santri untuk masuk sekolah-sekolah pemerintah, ditambah dengan ketidak tertarikan pihak pemerintah Belanda untuk memajukan sekolah-sekolah Islam, memaksa ulama untuk mengembangkan sekolah-sekolahnya sendiri. Karena sekolah Islam merupakan benteng perjuangan Islam untuk bisa bertahan hidup, maka para pemimpin Islam berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan keberadaannya. 51 Kemunculan madrasah dan modernisasi pesantren merepresentasikan suatu sejarah Islam yang baru. Madrasah merupakan perwujudan dari rencana untuk memulihkan dan meremajakan kembali masyarakat Islam. Sekolah ini merepresentasikan ide-ide pembaharuan Islam. Karena adopsinya terhadap pendekatan-pendekatan dan instrumen-instrumen modern, seperti rasionalisme modern, kurikulum pendidikan Barat, dan metode yang modern, sekolah ini merepresentasikan ide-ide modernisme Islam. Karena pengajarannya yang memasukkan pengetahuan agama maupun pengetahuan umum modern, madrasah berfungsi sebagai ladang persemaian utama bagi pembentukan ‘ulama-intelek’ yang akan menjadi pasangan utama bagi elit intelektual dalam mengarahkan 51 Yudi Latif, h. 131.