14 Suhu air pemeliharaan untuk perlakuan warna wadah putih dan hitam
berkisar antara 27-29ºC. Nilai pH air pemeliharaan antara perlakuan berkisar 7.2- 7.4. Oksigen terlarut air pemeliharaan berkisar antara 3.70-5.60 mgL. Nilai
amonia air pemeliharaan berkisar antara 0.010-0.130 mgL. Nilai nitrit air pemeliharaan 0.02 mgL. Untuk salinitas air pemeliharaan berkisar antara 30-34
gL.
3.2 Pembahasan
Kematian seringkali ditemukan dalam produksi lobster pasir, terutama pada fase puerulus. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian ini.
Beberapa faktor itu di antaranya adalah kondisi lingkungan, kanibalisme, dan kualitas air. Oleh karena itu diperlukan suatu pencegahan untuk meminimalkan
faktor-faktor pemicu kematian pada lobster pasir. Warna suatu benda akan timbul apabila benda tersebut menyerap panjang
gelombang cahaya tertentu dan memantulkan panjang gelombang lain dari cahaya yang sama. Setiap warna memiliki dua karakteristik, yaitu intensitas warna
brightness dan intensitas cahaya lightness Wetzel, 1975. Pada wadah warna putih sebagian besar cahaya dipantulkan kembali dan tidak diserap oleh wadah.
Hal ini menyebabkan lobster mencari tempat berlindung, mengingat sifat lobster yang aktif mencari makan di malam hari nokturnal. Pada kondisi seperti ini,
lobster cenderung berkumpul pada satu titik, di mana intensitas cahaya pada titik tersebut cukup sedikit, yaitu di dekat saluran outlet. Berkumpulnya lobster pada
satu titik ini menyebabkan intensitas kontak fisik antar lobster cukup tinggi. Sifat biologi lobster yang teritorial menyebabkan terjadinya persaingan
. Kontak fisik
dan persaingan ini memperbesar peluang terjadinya kanibalisme. Berbeda dengan wadah warna hitam, intensitas cahaya yang masuk ke media pemeliharaan
cenderung lebih sedikit lampiran 6. Sebagian besar cahaya akan diserap oleh wadah. Kondisi lingkungan yang cenderung gelap menyebabkan lobster aktif
bergerak dan tidak berkumpul pada satu titik. Sehingga intensitas kontak fisik antar lobster dapat berkurang. Namun, rendahnya derajat kelangsungan hidup
pada semua perlakuan terutama dikarenakan sifat kanibalisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyambodo et al. 2011 bahwa tingkat kematian pada fase
puerulus sangat tinggi terutama karena alasan kanibalisme. Sifat kanibalisme
15 adalah sifat saling memakan sesama lobster Priyambodo et al., 2011.
Kanibalisme umumnya terjadi pada saat molting ganti kulit. Pada saat molting, lobster berada pada kondisi yang lemah, sehingga mudah sekali diserang dan
dimangsa oleh lobster lain. Namun tidak jarang kematian juga disebabkan karena gagal molting. Angka kematian yang tinggi juga terjadi di Vietnam dan Australia.
Tingkat kelangsungan hidup lobster dari puerulus hingga fase lobster muda berukuran 2.5 cm berkisar 60.
Untuk mengurangi kanibalisme pada penelitian ini, ke dalam wadah budidaya ditambahkan shelter. Shelter diperlukan untuk persembunyian udang
yang sedang moulting, sehingga mampu mengurangi tingkat kanibalisme, dan memperluas area untuk udang menempel Khasani, 2008. Habitat lobster di alam
banyak terdapat di perairan dengan terumbu karang, lobster sering bersembunyi di balik terumbu karang untuk berlindung. Untuk menghasilkan kondisi lingkungan
pemeliharaan yang menyerupai kondisi habitat asli lobster, ditambahkan shelter sebagai tempat berlindung lobster. Jaring shelter dapat disediakan dalam wadah
pemeliharaan selama kegiatan budidaya sebagai cara yang sederhana dan efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup lobster dengan mengurangi persaingan
antara lobster yang lemah dan lobster yang lebih dominan. Bobot dan pertumbuhan panjang karapas lobster secara signifikan tidak terpengaruh oleh
adanya shelter, tetapi cenderung menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan wadah pemeliharaan tanpa shelter apapun Nguyen et al.,
2008. Laju pertumbuhan spesifik lobster pasir yang dipelihara pada wadah
berwarna putih berkisar 1.54±0.39. Sedangkan pada wadah berwarna hitam berkisar 1.41±0.78. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa warna wadah
pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik lobster pasir. Pada wadah berwarna putih,
pertumbuhan bobot lobster pasir selama 66 hari pemeliharaan berkisar antara 0.64±0.24 g. Sedangkan pada wadah pemeliharaan berwarna hitam berkisar antara
0.64±0.42 g. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah pemeliharaan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap pertumbuhan bobot lobster pasir. Lobster dengan ukuran lebih besar
16 yang dapat bertahan dan mendominasi. Selain dari pakan yang telah diberikan,
berkurangnya populasi akibat kanibalisme diduga dapat meningkatkan pertumbuhan lobster.
Langkah awal pertumbuhan lobster ditandai dengan terjadinya pergantian kulit molting. Proses ini biasanya diikuti dengan pertumbuhan dan berat badan
Priyambodo et al., 2011. Pertumbuhan lobster sebagai hewan Crustacea sangat erat kaitannya dengan aktifitas molting Widiarso, 2011. Cahaya terang akan
menghambat aktivitas molting pada larva Lobster Amerika, dan larva yang tumbuh pada lingkungan gelap memiliki bobot yang relatif lebih berat dibanding
lingkungan terang Hadley, 1906; Templeman, 1936; Eagles et al., 1984. Pada lobster pasir metamorf molting dari fase larva 3 hingga fase postlarva telah
terbukti terjadi dengan frekuensi tertinggi selama fase gelap dari fotoperiod Aiken Waddy, 1995. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian,
frekuensi molting lobster pasir pada perlakuan warna wadah putih berkisar 14±2.39 kali, hampir sama dengan perlakuan warna wadah hitam yang berkisar
14.75±1.67 kali. Penelitian ini dilakukan di hatchery in door yang mendapat sumber cahaya
berupa sinar matahari. Sinar matahari dapat masuk ke dalam hatchery melalui jendela yang terdapat di sisi kanan dan kiri serta pintu utama hatchery.
Pengukuran intensitas cahaya menggunakan lux meter pada perlakuan warna wadah hitam dan putih menunjukkan 10 lux dan 30 lux. Pada penelitian Hoang et
al. 2001 tentang ―
Influences of light intensity and photoperiod on moulting and growth of Penaeus merguiensis
cultured under laboratory conditions‖ perbedaan intensitas cahaya yang diikuti dengan perbedaan pertumbuhan dan kelangsungan
hidup mencapai 675 lux. Dengan demikian kesamaan nilai kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada penelitian ini disebabkan perbedaan intensitas cahaya tidak
terlalu besar. Perlakuan warna wadah pemeliharaan tidak mempengaruhi kualitas air
pemeliharaan. Suhu air pemeliharaan untuk perlakuan warna wadah putih dan hitam berkisar antara 27-29ºC. Suhu air yang cukup stabil ini ditunjang pula
dengan lokasi pemeliharaan yang berada di dalam hatchery, sehingga suhu dapat lebih stabil. Menurut Booth Kittaka 1994 suhu mempengaruhi pertumbuhan
17 juvenile spiny lobster dan spiny lobster dewasa. Lobster dapat tumbuh dengan
baik pada perairan dengan suhu hangat daripada perairan dengan suhu dingin. Kisaran suhu yang cenderung stabil ini tidak akan membuat lobster mengalami
gangguan dalam
adaptasi terhadap
perubahan lingkungan
sehingga menguntungkan dalam pemanfaatan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan
Akbar, 2008. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan Boyd, 1988.
Salinitas air pemeliharaan berkisar antara 30-34 gL. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi 2003 di mana nilai salinitas perairan laut berkisar 30-40 gL.
Oksigen terlarut air pemeliharaan berkisar antara 3.70-5.60 mgL. Menurut McNeely 1979 kadar oksigen terlarut di perairan laut berkisar antara 11 mgL
pada suhu 0ºC dan 7 mgL pada suhu 25ºC. Kadar oksigen terlarut akan berkurang seiring meningkatnya suhu dan salinitas pada perairan. Kadar oksigen terlarut
dalam media pemeliharaan dijaga dengan menambahkan sistem aerasi pada setiap wadah pemeliharaan.
Nilai pH air pemeliharaan antara perlakuan berkisar 7.2-7.4. Nilai pH yang kurang dari 5 sangat buruk bagi kehidupan udang karena dapat menyebabkan
kematian, sedangkan pH di atas 9 dapat menurunkan nafsu makan Merrick, 1993. Nilai amonia air pemeliharaan berkisar antara 0.01-0.13 mgL. Amonia dan
garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air Effendi, 2003. Kotoran yang dikeluarkan oleh lobster merupakan limbah aktivitas metabolisme yang
menghasilkan amonia. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu Effendi,
2003. Menurut McNeely 1979, pada perairan alami kadar amonia biasanya kurang dari 0.1 mgL. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0.2 mgL, perairan
bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan Sawyer McCarty, 1978. Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas amonia daripada ikan Effendi, 2003,
sehingga lobster lebih toleran terhadap toksisitas amonia. Nilai nitrit air pemeliharaan 0.02 mgL. Kadar nitrit pada perairan relatif
kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat Effendi, 2003. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0.001 mgL dan sebaiknya tidak melebihi 0.06 mgL
18 CCREM, 1978. Secara keseluruhan, kualitas air pada media pemeliharaan
lobster pasir telah memenuhi kriteria untuk budidaya.
19
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pemeliharaan lobster pasir Panulirus homarus selama 66 hari menunjukkan bahwa perlakuan warna wadah hitam dan putih tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, dan pertumbuhan bobot.
4.2 Saran
Untuk mendapatkan perbedaan kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil lobster pasir perlu dilakukan penelitian di dalam di luar ruangan dengan
intensitas cahaya yang lebih tinggi .