Analisis Penerapan Critical Non-Essential

Tabel 4. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Media Komunikasi dan Entertainment Jenis-jenis Fasilitas Penyediaan di tempat Praktek

1. Audio

a . Radio 11 b. Musik 17

2. Visual

a. Keragaman Majalah 100 b. Konten Majalah dan Tingkat Kebaruan 100

3. Audio Visual

a . Televisi 83 b . Konten dan Akses Channel televisi 100 Fasilitas ruang tunggu untuk kategori media komunikasi dan entertainment terdiri dari enam indikator yang merupakan indikator fasilitas fisik maupun non-fisik. Penyediaan fasilitas untuk visual dan audio visual sudah hampir mencapai seratus persen, dengan kata lain hampir setiap dokter gigi sudah menyediakan fasilitas visual dan audiovisual di ruang tunggu. Dalam kategori media komunikasi dan entertainment, majalah merupakan fasilitas yang disediakan oleh setiap dokter gigi dengan berbagai jenis majalah seperti majalah gossip,otomotif, kecantikan maupun olahraga. Hal ini bisa disebabkan karena majalah merupakan fasilitas standar yang biasanya tersedia di ruang tunggu, selain itu penyediaan majalah merupakan penyediaan fasilitas dengan cost yang tidak terlalu besar. Penerapan strategi critical non-essential untuk kategori fasilitas media komunikasi dan entertainment sudah mencapai lebih kurang 75 persen. Media komunikasi dan entertainment ini disediakan di ruang tunggu terutama untuk mengisi waktu luang saat menunggu dan mengurangi tingkat kebosanan pasien. Tabel 5. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Ruangan Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek Sofa dan sejenisnya 100 AC 33 Penataan Interior dan Eksterior 100 Kebersihan dan Kenyamanan 100 Kategori fasilitas ruangan hanya terdiri dari empat indikator yang merupakan dua indikator fisik dan dua indikator non-fisik. Seluruh fasilitas non-fisik telah diterapkan dan digunakan didalam ruang tunggu. Penataan interior dan eksterior seperti penataan kursi, penataan lukisan dan hiasan dinding serta seluruh tata ruangan, pada umumnya telah dilakukan oleh setiap dokter gigi yang menjadi obyek penelitian. Sedangkan penyediaan fasilitas fisik sudah lebih dari 50 persen. Dalam kategori fasilitas ruangan, kursi merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaanya sudah mencapai 100 persen. AC merupakan fasilitas fisik yang tingkat penyediaannya masih sangat kecil yakni kurang dari 50 persen. Secara keseluruhan tingkat penyediaan untuk kategori fasilitas ruangan sudah lebih dari 75 persen. Penyediaan kategori fasilitas ruangan ditujukan untuk menciptakan suasana ruang tunggu yang nyaman dan menyenangkan. Penataan ruang tunggu yang bagus, penyediaan fasilitas AC, kebersihan serta sofa yang bagus merupakan fasilitas-fasilitas yang bisa menciptakan kenyamanan bagi pasien saat menunggu. Tabel 6. Persentase Penyediaan Fasilitas untuk Kategori Fasilitas Penunjang Jenis-Jenis Fasilitas Penyediaan di tempat praktek Toilet di Ruang Tunggu 28 Smoking Area Wifi Penjualan Makanan dan Minuman 28 Penerapan critical non-essential masih sangat kurang untuk kategori fasilitas penunjang, sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 6. Seluruh fasilitas penunjang terdiri dari empat indikator fisik. Tingkat penyediaan untuk setiap fasilitas masih sangat rendah yakni dibawah 50 persen, bahkan untuk fasilitas smoking area dan wifi tingkat penyediaannya masih nol persen. Panyediaan fasilitas penunjang merupakan dasar dari penerapan super critical non-essential. Namun, faktanya hanya sebagian kecil dokter gigi yang menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang sehingga boleh dikatakan bahwa penerapan super critical non-essential masih sangat kecil dan minim di tempat praktek dokter gigi. Fasilitas-fasilitas penunjang tersebut merupakan fasilitas yang lebih ditujukan untuk menciptakan moment of experience bagi pasien. Pengalaman yang mungkin tidak terlupakan dan membekas dibenak pasien bila fasilitas-fasilitas penunjang tersebut mampu membuat konsumen terkesan saat menunggu. Semua fasilitas untuk setiap kategori tentunya disediakan oleh dokter gigi atas beberapa alasan dan latarbelakang. Berdasarkan data hasil wawancara, tercatat sebanyak 11 persen dokter gigi menyediakan fasilitas- fasilitas ruang tunggu hanya untuk memenuhi standar pelayanan serta persyaratan izin praktek dari dinas kesehatan. Sebanyak 44 persen dokter gigi yang menjadi obyek penelitian mengaku bahwa penyediaan fasilitas hanya sekedar untuk tempat menunggu saat antri dan mengisi waktu luang. Sebagian dokter gigi lainnya menyediakan fasilitas ruang tunggu demi kenyamanan pasien, mengurangi stres pasien saat menunggu, menciptakan suasana yang menyenangkan, serta fasilitas-fasilitas tersebut juga disediakan sebagai salah satu tujuan edukasi bagi pasien. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa hanya 44 persen dokter gigi yang menyadari pentingnya penerapan strategi critical non-essential. Sebagian besar dokter gigi sudah menyadari bahwa pelayanan medis essential bukanlah satu-satunya pelayanan yang harus diperhatikan. Pelayanan non-essential juga harus diperhatikan dan tidak kalah pentingnya untuk kepuasan dan kenyamanan pasien dalam rangka mencapai pelayanan yang prima. Sebagian besar dokter gigi yang menjadi obyek penelitian juga telah menyadari bahwa penanganan pasien membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan penanganan dokter umum dan jasa kesehatan lainnya. Penanganan untuk satu pasien paling cepat adalah 30 menit dan untuk kasus yang lebih rumit bahkan membutuhkan waktu lebih dari dua jam. Untuk itu sebagian dokter gigi mendesain ruang tunggu sedemikian rupa demi kenyamanan pasien dan juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa mengurangi kebosanan saat menunggu. Waktu tunggu pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lamanya waktu penanganan satu pasien di ruang medis essential. Sebagian besar dokter gigi membutuhkan waktu penanganan pasien rata-rata selama 30 menit sampai 60 menit. Semakin lama waktu pelayanan jasa utama essential per pasien, maka semakin lama waktu tunggu pasien berikutnya. Namun untuk dokter gigi yang rata-rata penanganan pasiennya lebih dari dua jam kebanyakan menggunakan sistem appointment atau perjanjian. Hal ini dilakukan untuk mengurangi durasi waktu tunggu pasien. Selain itu, waktu tunggu konsumen harus benar-benar diperhatikan terutama oleh dokter gigi yang memiliki pasien dengan tingkat keramaiannya tinggi. Penting bagi dokter gigi untuk memperhatikan kondisi pasien saat menunggu. Namun, fakta dilapangan menunjukkan lebih dari 90 persen dokter gigi tidak pernah memperhatikan kondisi pasien saat menunggu di ruang tunggu. Sebagian besar dokter gigi sibuk dengan penanganan medis dalam ruangan medis tanpa pernah meninjau kondisi pasien yang mungkin menunggu kurang nyaman atau bahkan dalam kondisi sakit gigi. Lebih dari 80 persen dokter gigi belum pernah menanyakan fasilitas- fasilitas ruang tunggu yang dibutuhkan atau yang diinginkan konsumen. Kebanyakan dokter gigi mengaku tidak pernah menanyakan keinginan pasien yang berkaitan dengan fasilitas ruang tunggu. Walaupun terdapat kesempatan konsultasi yang cukup lama antara pasien dengan dokter gigi, topik yang dibicarakan hanya fokus pada keluhan dan masalah kesehatan gigi pasien. Kurangnya perhatian dokter gigi akan kondisi ruang tunggu disebabkan oleh interpretasi dokter gigi yang terlalu dini manyatakan bahwa fasilitas dan kondisi ruang tunggu merupakan sesuatu yang tidak penting. Pada umumnya dokter gigi yang jadi obyek penelitian memiliki mindset bahwa kualitas dokter gigi merupakan satu-satunya hal yang harus diperhatikan. Sehingga dokter gigi mengambil kesimpulan bahwa preferensi pasien hanya ditentukan oleh keahlian dan kualitas dokter gigi semata. Pandangan dokter gigi bahwa fasilitas dan kondisi ruang tunggu merupakan sesuatu yang tidak penting, ternyata sangat berbeda dengan pendapat pasien. Pasien menganggap bahwa penyediaan dan kondisi fasilitas ruang tunggu critical non-essential merupakan sesuatu yang harus diperhatikan oleh dokter gigi karena merupakan fasilitas yang penting bagi pasien. Semua kategori fasilitas ruang tunggu mulai dari kategori media komunikasi dan entertainment, fasilitas ruangan dan penunjang sebagian besar merupakan fasilitas yang penting disediakan di ruang tunggu. Perbedaan pandangan atau interpretasi dokter gigi dengan harapan pasien menyebabkan komunikasi berjalan kurang efektif antara dokter gigi dengan pasien. Dokter gigi tidak bisa menangkap dan mengerti apa yang diharapkan pasien sesungguhnya sehingga terdapat gap yang sangat besar antara harapan pasien akan fasilitas dengan kondisi fasilitas yang yang disediakan dokter gigi.

4.3. Pelayanan Essential dan Non-Esssential Terkait Karakteristik Pasien

Sumber data dalam penelitian ini merupakan pasien dari dokter gigi di Bogor tengah. Sumber data dari penelitian diambil secara proporsional menurut rata-rata jumlah kunjungan pasien per bulan dari masing-masing dokter gigi. Penelitian ini menggunakan karakteristik konsumen yang terdiri dari jenis kelamin, usia, rataan pengeluaran perbulan untuk ke dokter gigi, pekerjaan dan pendidikan terakhir. Selain karakteristik konsumen langkah pertama yang dilakukan adalah pengelompokan pasien berdasarkan jumlah kunjungan dan kontinuitas kunjungan. Praktek dokter gigi yang menjadi obyek penelitian dibagi manjadi tiga kelas berdasarkan pola jumlah kunjungan dokter gigi yang dilihat dilapangan. Data jumlah kunjungan per bulan yang berbeda tersebut dijadikan dasar untuk membagi tempat praktek dokter gigi menjadi tiga kelas yaitu kelas ramai, sedang dan sepi. Tabel 7. Rentang Jumlah Kunjungan untuk Setiap Cluster Dokter Gigi No Kelas Dokter Gigi Rata-rata Jumlah Kunjungan per Bulan 1 Sepi 50 – 153 2 Sedang 154 – 257 3 Ramai 258 – 361 Rata-rata jumlah kunjungan pasien per bulan tentu berbeda untuk setiap tempat praktek dokter gigi, terhitung jumlah kunjungan pasien dokter gigi per bulan paling sedikit adalah sekitar 50 pasien dan paling banyak adalah 360 pasien. Berdasarkan rentang jumlah kunjungan terkecil hingga kunjungan terbesar maka dokter gigi dapat digolongkan menjadi tiga cluster. Dokter gigi yang rata-rata jumlah kunjungannya 50 sampai 153 digolongkan kedalam dokter gigi kelas sepi, 154 sampai 257 tergolong kelas sedang dan 258 sampai 361 pasien tergolong kelas ramai. Selain itu, pembagian praktek dokter gigi menjadi tiga kelas didasarkan pada asumsi awal yang akan dibuktikan dalam penelitian yakni dimana dokter gigi yang ramai cenderung pasiennya memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dan sebaliknya. Berdasarkan kondisi yang dilihat dilapangan, tempat praktek dokter gigi yang tingkat keramaiannya tinggi rata-rata memiliki kondisi ruang tunggu dengan penyediaan fasilitas yang sangat terbatas. Berbeda dengan dokter gigi kelas ramai, dokter gigi yang pasiennya terhitung jarang justru memiliki fasilitas ruang tunggu yang lebih bagus, terkesan mewah dan lengkap. Dokter gigi kelas sepi merupakan dokter gigi dengan tarif lebih tinggi dibandingkan dokter gigi kelas sedang dan sepi.

4.3.1 Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Essential

Pelayanan bersifat non-essential pada dasar harus terkait dengan pelayanan essential. Untuk itu maka perlu dilihat sejauh mana kepuasan pasien terhadap pelayanan dokter gigi essential. Terlihat pada Tabel 8, bahwa secara keseluruhan pasien dokter gigi sudah merasa puas terhadap kinerja dan kualitas dokter gigi, baik pasien dari tempat praktek dokter gigi kelas ramai, sedang dan sepi. Tabel 8. Frekuensi Tingkat Kepuasan Pelayanan Dokter Essential Cluster Ramai Sedang Sepi Skala Likert 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Frekuensi 14 16 5 5 19 17 8 20 6 Jumlah 35 31 34 Persentase 100 100 100 Terhitung sebanyak 16 pasien dari 35 pasien yang berasal dari tempat praktek dokter gigi yang tingkat keramaiannya tinggi sudah merasa puas terhadap pelayanan utama dokter gigi. Dokter gigi di tempat praktek yang tingkat keramaiannya tergolong sedang dan sepi