awas radikalisme mencengkeram kampus

Awas ! , Radikalisme Agama Mewabah di Kalangan Mahasiswa Islam1
Agama Islam pada galibnya adalah agama cinta dan kasih sayang. Tapi apa boleh buat,
tahun-tahun terakhir di Negara kita ini, kekerasan yang mengatas namakan Islam itu, menjadi
pemandangan jamak bagi kita semua. Salah satu yang ditengarai berperan mengekskalasi
kekerasan berbaju agama tersebut adalah berkembangnya paham-paham keagamaan baru di
Indonesi. Paham-paham baru tersebut, tumbuh subur di kalangan muda umat Islam. Bersemai
di kalangan pelajar dan mekar dalam lingkup mahasiswa-mahasiswa Islam di Perguruan Tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) 2012,
menunjukkan bahwa
siswa dan mahasiswa menjadi basis pengkaderan paham-paham
keagamaan fundamentalis-radikal yang akhirnya menggiring mereka menjadi teroris. Gejala
yang sama juga ditunjukkan oleh Penelitian Maarif Institute.
Sementara Litbang Agama
Makassar pada tahun 2009 dalam penelitian Paham keagamaan Mahasiswa Islam di Makassar
menunjukkan pula kecenderungan mencengangkan, paham mereka soal kebangsaan signifikan
menunjukkan titik pergeseran; ada 63,5 % Mahasiswa setuju bentuk Negara khilafah
menggantikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Berkembangnya paham baru di Mahasiswa Islam cenderung telah menggeser paham
keagamaan mahasiswa yang dulunya rata-rata berbasis pada paham keagamaan NU dan
Muhammadiyah yang tawasuth, tasammuh, tawazun dan I’tidal. Kini paham keagamaan mereka
cenderung lebih radikal, ekstreem, sulit menerima perbedaan paham dan tidak lagi memiliki rasa

cinta tanah air. Setidaknya itulah yang menjadi temuan dari penelitian yang dilakukan Bidang
Kehidupan Keagamaan, LITBANG Agama Makassar di beberapa Perguruan Tinggi di empat
provensi; Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Maluku dan Maluku Utara.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa di beberapa Perguruan Tinggi, khususnya
Perguruan Tinggi Umum, kelompok Islam baru seperti HTI, Salafi-Wahabi, dan Kelompok
Tarbiyah-Ikhwanul Muslimin, mencengkeram cukup kuat pemahaman mahasiswa Islam.
Kelompok ini menguasai diskursus keagamaan dikampus melalui berbagai seminar, diskusi
rutin, penerbitan berbagai tulisan dalam bentuk bulletin, majalah dan koran serta rekruitmen
kader yang sangat intensif. Tak cukup sampai disitu, kelompok-kelompok baru ini telah
melakukan infiltrasi dengan cukup gemilang ke lembaga intra kampus, khususnya LDK dan
beberapa BEM serta HMJ. Kelompok ini juga cukup piawai menggelontorkan militansi dan
idiologi mahasiswa dengan issu perlawanan terhadap Barat dan Amerika Serikat dengan segenap
proyek modernisasi dan kavitalismenya.
Pada titik tertentu, kelompok ini telah menggeser paham keagamaan mahasiswa Islam ke
arah radikalisme-fundamentalisme. Setidaknya jika kita merujuk pada pola gerakannya, yang
mirip dengan gambaran E. Marty; literal-tertutup, eksklusif, intoleran, anti semua yang berbau
modernism dan beberapa gerakannya berbau politik.

1Cuplikan Hasil Penelitian : Pergeseran Paham Keagamaan Mahasiswa Islam di Indonesia Timur Bidang
Kehidupan Keagamaan LITBANG Agama Makassar


1

Dari 17 kampus yang diteliti2, terlihat perbedaan antara kampus umum dan kampus
berbasis agama. Di PT umum, kecenderungan kelompok baru dengan pahamnya ini
mendominasi wacana keagamaan, kecuali di Universitas Khaerun Ternate. Di PT Umum,
mahasiwanya kurang mendalami agama sehingga sangat mudah dipengaruhi dengan paham baru,
apalagi jika paham itu terkesan ekstreem dan ekspresif. Hal berbeda ditunjukkan Universitas
Khaerun Ternate, meski PT umum, namun dipengaruh dengan sangat kuat oleh adat dan budaya
masyarakat yang sudah mengalami intimitas dengan Islam Lama (Aswaja yang apresiatif
terhadap budaya). Hal ini menjadi benteng yang sulit di terobos oleh paham baru tersebut.
Adapun di PT berbasis agama, selain mahasiswa rata-rata belatar belakang sekolah
agama dan pesantren, juga pendidikan Islam berjalan cukup signifikan. Inilah yang menjadikan
kelompok baru ini tidak leluasa mengembangkan diri. Namun tidak berarti PT berbasis agama ini
sama sekali tidak terpenagruh dengan paham baru ini. Di beberapa fakultas umum di PT agama
tersebut, paham baru ini berkembang cukup kuat. Di UMI Makassar kelompok ini mulai
mengambil alih diskurusus keagamaan dan menguasai beberapa lembaga kampus. Bahkan di
IAIN Sultan Qaemuddin Kendari kelompok baru yang radikal inilah yang justru mendominasi
wacana keagamaan. Dua kampus berbasis agama ini dengan gampang di ambil alih kelompok
baru yang radikal-fundamentalis, karena organisasi islam yang moderat, semacam HMI, PMII

dan IMM tidak sanggup bertarung dalam diskursus keagamaan dengan kelompok pertama tadi.
Selain itu, sikap kurang peduli petinggi kampus terhadap perkembangan organisasi
keagamaan di kampusnya, ikut mendorong menguatnya kelompok baru dengan paham radikalfundamentalis. Beberapa kampus umum bahkan memberikan ruang yang selebar-lebarnya
terhadap kelompok Islam Radikal-fundamnetalis ini untuk mendidik mahasiswa Islam yang baru
dalam mengembangkan wawasan keagamannya.
Inilah gambaran paham keagamaan Islam yang sedang bersemai di berbagai kampus.
Sejatinya Pikiran memang tidak bisa dibelunggu, idiologi tidak patut untuk kita batasi, namun
membiarkan paham yang bisa memicu kekerasan beragama dan tidak mencintai tanah air adalah
sikap yang kurang tepat. Apalagi meski radikalisme-fundamentalisme agama tidaklah identik
dengan terorisme, namun meminjam bahasa Rizal Sukma (2004) : “radicalism is only one step
short of terrorism”. Karena itu patut kiranya kita mengambil beberapa langkah penting: Pertama,
Dirjen Pendis melalui Direktur Perguruan Tinggi Islam mengkoordinasikan Kurikulum
pembelajaran Agama Islam pada semua Perguruan Tinggi di Indonesia Timur, Kedua; Dirjen
Pendis membuat modul Islam Indonesia dan menerapkannya pada materi pembelajaran MKDU
di Perguruan Tinggi, Ketiga; Pihak kampus agar terlibat aktif dalam mengawasi perkembangan
organisasi-organisasi Islam di kampus.
Termasuk aktif berdialog dengan organisasi
kemahasiswaan Islam dalam menentukan pola pengkaderan dan materi pengkaderannya.
Keempat ; Perlunya aturan yang jelas tentang tenaga dosen pendidikan agama. Di mana dosendosen tersebut harus memiliki idiologi yang jelas tentang Islam Indonesia dan komitmen kuat
terhadap NKRI dan Pancasila.

2Penelitian ini di lakukan di lima provensi yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur,
Maluku dan Maluku Utara. Di Sulsel, ada beberapa kampus yang jadi sasarannya antara lain Makassar; UNHAS,
UNM, UIN Alauddin UMI. Perguruan Tinggi Poli Tani di Sigeri Pangkep, STAIN Algazali dan STKIP
Muhammadiyah di Bulukumba, STAIN Pare-pare, UMPAR (Universitas Muhammadiyah) di Pare-pare. Di Sulawesi
Tenggara, yaitu kampus Universitas Haluu Oleo, dan IAIN Sultan Qaemuddin serta Universitas Muhammadiyah di
Kendari. Kalimantan Timur yaitu Universitas Mulawarman dan Universitas Widya Gama Mahakam di Samarinda .
Sementara Maluku pada Universitas Pattimura dan IAiN dan Maluku Utara yaitu Universitas Khaerun dan IAIN
Ternate.(Nama kampus dan PT yang di teliti bisa ditempatkan pada kolom atau box tersendiri)

2

Pada akhirnya kita berharap mahasiswa Islam kembali menyadari, bahwa Islam Indonesia
telah memiliki pengetahuan, tradisi beragama dan paham keagamaan yang tawasuth dan
tasammuh. Tradisi kehidupan beragama yang Rahmatan lil Alamin. Semua itu adalah mutiara
Islam yang diwariskan oleh ulama-ulama Islam Nusantara. Saatnyalah pendar cahayanya yang
menyinari kita rakyat Indonesia, bahkan rakyat dunia seluruhnya.

3