Rancang Bangun Sistem Scada (Supervisory Control And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan Air Sungai Cihideung Institut Pertanian Bogor
RANCANG BANGUN SISTEM SCADA
(SUPERVISORY CONTROL AND DATA ACQUISITION)
PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR SUNGAI CIHIDEUNG
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
AGUS EKO HANDOKO
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Rancang Bangun Sistem
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan
Air Sungai Cihideung Institut Pertanian Bogor” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Agus Eko Handoko
NIMF451120151
RINGKASAN
AGUS EKO HANDOKO. Rancang Bangun Sistem SCADA (Supervisory Control
And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan Air Sungai Cihideung Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh ERIZAL dan YUDI CHADIRIN.
SCADA merupakan kombinasi telemetri dan akuisisi data. SCADA
mengumpulkan informasi dan mentransfer kembali ke pusat kendali serta
melaksanakan setiap analisis dan kontrol yang diperlukan, melalui sistem kontrol
PID sebagai parameter kontrol terhadap sistem masukan data unit SCADA pada
penelitian ini. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah
mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap
masukan tertentu sesuai yang diperlukan.
Penelitian dilakukan di instalasi pengolahan air bersih Institut Pertanian
Bogor pada wilayah sungai Cihideung. Data awal operasional menunjukan untuk
memberikan dosis PAC digunakan data acuan nilai NTU yang dilakukan dengan
pengambilan sampel air baku pada pagi dan sore hari dengan nilai pemberian dosis
75% untuk 14kg PAC yang dicampur air 200 liter untuk perlakuan maksimal nilai
30 NTU. Pemberian dosis 75% tersebut berlaku untuk pengunaan PAC selama 7
jam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variasi dalam nilai persentase
pengunaan dosis PAC memberikan keuntungan dalam operasional instalasi
pengolahan air bersih terutama untuk kebutuhan PAC. Rancang bangun sistem
SCADA memberikan hasil dalam memperoleh data pada satuan waktu tertentu
untuk menentukan kebutuhan PAC pada operasional instalasi pengolahan air.
Kata kunci: NTU, PID, SCADA, PLC
SUMMARY
AGUS EKO HANDOKO. Design of SCADA system (Supervisory Control and
Data Acquisition) At River Water Treatment Plant Cihideung Bogor Agricultural
University. Supervised by ERIZAL and YUDI CHADIRIN.
SCADA is a combination of telemetry and data acquisition. SCADA
proceeding by means of accumulating some information and return back to center
controlling, it is also implementing every analysis and necessary control through
PID control system as a control parameter to SCADA input data system in this
research. In designing PID control system it is needed the arrangement of P, I and
D parameter in order to acquire output signal system to particular input system
which has adjusted to necessity.
The research was implemented on Water Treatment Plant in Bogor
Agricultural University at Cihideung's area region. The NTU score as a starting
operational data is necessary as a bench mark in PAC dose application which is
obtained from the samples of morning and afternoon raw water and dose proportion
is 75% for 14kgs PAC mixed with 200 Litre water within 30 NTU as the maximal
treatment. 75% dose application can be imposed for 7 hours PAC usage.
The result of research indicated that the variety of percentages value in PAC
dose application delivered the advantage in operating of clean water processing
installation particularly for PAC needed. Design Of SCADA System indicated the
outcome of unit data acquirement on certain period to determine the PAC necessity
in operating Water Treatment Plant.
Keywords: NTU, PID, SCADA, PLC
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN SISTEM SCADA (SUPERVISORY CONTROL
AND DATA ACQUISITION) PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR
SUNGAI CIHIDEUNG INSTITUT PERTANIAN BOGOR
AGUS EKO HANDOKO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSiDr
Ir Meiske Widyarti, MEng.
Judul
Nama
NIM
: Rancang Bangun Sistem SCADA (Supervisory Control And Data
Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan Air Sungai Cihideung
Institut Pertanian Bogor
: Agus Eko Handoko
: F451120151
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Erizal, M.Agr
Ketua
Dr Yudi Chadirin, STP, M.Agr
Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan
Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS
Tanggal Ujian: 28 Juli 2016
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
rahmat dan hidayahNya sehingga tesis dengan judul “Rancang Bangun Sistem
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan
Air Sungai Cihideung Institut Pertanian Bogor” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu dalam
penyusunan tesis ini, yaitu kepada:
1. Dr Ir Erizal, M.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Yudi Chadirin,
STP, M.Agr, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis selama proses penyusunan
tesis.
2. Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ir M
Yanuar Jarwadi Purwanto, MS selaku penguji wakil program studi saat
pelaksanaan ujian sidang atas segala arahan dan saran perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan
2012 atas segala dukungan dan kebersamaannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Agus Eko Handoko
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah.......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1
Manfaat Penelitian............................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 2
2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2
Pencemaran Air ................................................................................................ 2
Sumber Pencemar Air....................................................................................... 2
Klasifikasi Mutu Air ......................................................................................... 3
Bahan Koagulan ............................................................................................... 3
Nephelometric Turbidity Unit (NTU) ............................................................... 4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekeruhan Air Baku ................................. 4
Through-Beam Sensor ...................................................................................... 5
Rangkaian Jembatan Wheatstone ...................................................................... 6
Penguat Operasional Nonlinear ........................................................................ 7
Sistem PID (Proporsional, Integral, Derivative) ................................................ 7
Programmable Logic Controller ....................................................................... 9
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) .................................... 10
3 METODE ...................................................................................................... 11
Kerangka Penelitian ....................................................................................... 11
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU) .......................................... 13
Sistem Kontrol PID ........................................................................................ 15
Kompilasi Data dari Dokumen Publik ............................................................ 16
Analisis Data .................................................................................................. 17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
Analisis Korelasi Tegangan (V) Pada Kekeruhan Air Baku ............................ 21
Analisa Sistem Sensor dan Penguat Operasional ............................................. 24
Analisa Sistem SCADA ................................................................................. 25
Analisa Sistem PID ........................................................................................ 26
5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 30
Simpulan ........................................................................................................ 30
Saran .............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31
DAFTAR TABEL
1 Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter
2 Bahan dan peralatan pengukuran kekeruhan air
3 Hasil pengukuran kekeruhan untuk dua jenis air baku
4 Persentase pompa dosis hasil sistem kontrol PID
8
12
22
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Grafik sensor keluaran analog
Konfigurasi sensor Through-Beam
Rangkaian jembatan Wheatstone
Rangkaian penguat operasional sebagai komparator tegangan
Diagram blok sistem kontrol berumpan balik
Tanggapan sistem terhadap aksi kontrol PID
Diagram alir penelitian
Titik pengambilan sampel air baku
Percobaan pengukuran kekeruhan air untuk kalibrasi sensor
Bentuk fisik sensor
Pengukuran dua jenis air baku
Sistem kontrol PID berumpan balik
Bagan alir pengukuran kekeruhan (NTU) pada PLC
Skema sistem kontrol PID pada SCADA
Kontrol untuk menghasilkan nilai PID yang diperlukan
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 20, Ki = 30, Kd = 5
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 50, Ki = 60, Kd = 10
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 20
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 10
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 5
Blok sistem kontrol PID model simulink
Grafik proses kalibrasi dan formulasi yang dihasilkan
Pemasangan sensor kekeruhan pada Instalasi Pengolahan Air
Bentuk fisik pemasangan sensor pada Instalasi Pengolahan Air
(a) sensor pada aliran masuk air baku,
(b) sensor setelah pembubuhan PAC
Rangkaian sensor dan penguat operasional
Sistem PID pada Instalasi Pengolahan Air
Air hasil pengedapan cepat (flokulasi)
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 32 %
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 72 %
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 91 %
Penyaring pada sumur peyeimbang
5
6
6
7
8
8
11
12
13
14
14
15
15
16
16
18
18
19
19
20
20
21
23
24
25
26
27
27
28
28
29
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat
penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan (PP No. 82 Tahun 2001). Kampus IPB Dramaga merupakan tempat
civitas akademika melaksanakan kegiatan akademik, kegiatan administrasi, tempat
tinggal dan olahraga memiliki kebutuhan sarana air bersih yang cukup besar.
Kebutuhan sarana tersebut dapat dipenuhi melalui pengolahan sumber air sungai
menjadi air bersih dengan faktor utama kekeruhan. Kekeruhan didalam air
disebabkan oleh materi yang tersuspensi atau tidak larut. Partikel yang tersuspensi
terdiri dari materi organik, materi anorganik dan organisme hidup ataupun mati
(Gregory 2006).
Perencanaan sistem pemeliharaan dan perbaikan terus menerus memerlukan
rancangan yang memudahkan untuk pengembangan sistem serta perbaikannya
sesuai kebutuhan. Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) diperlukan
untuk memantau serta melakukan rekaman data pada suatu sistem secara real time.
SCADA memiliki fungsi sebagai telemetery dan telecontrol. Fungsi-fungsi tersebut,
memiliki kelebihan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian banyak plant
yang letaknya berjauhan dengan sistem SCADA.
Desain instalasi pengolahan air terus berubah seiring dengan kemajuan
teknologi yang selalu menawarkan inovasi baru dalam sistem instalasi pengolahan
air untuk proses yang lebih efisien dan ekonomis, selain itu kemajuan teknologi
komputer serta bahan-bahan yang semakin baik dapat meningkatkan sistem
pendukung dalam instalasi pengolahan air. (Thomas dan Edward 1990).
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan sistem SCADA sebagai alat
optimasi kualitas sistem produksi pada instalasi pengolahan air. Oleh karena itu
dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada proses pengenalan air
baku sebagai bahan masukan sistem penginderaan (sistem sensor).
2. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada pengideraan hasil
pencampuran koagulan dengan air baku (sensor hasil pencampuran).
3. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada proses pengambilan
keputusan pemberian dosis koagulan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan merancang sistem Supervisory Control And Data
Acquisition (SCADA) untuk diaplikasikan pada instalasi pengolahan air yang
melayani kebutuhan air bersih domestik. Penelitian ini dimulai dari identifikasi
kondisi peralatan yang telah ada serta perencanaan peralatan yang mendukung
2
perancangan sistem SCADA pada instalasi pengolahan air. Tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Membuat model PID (Proportional Integral Derivative) dari analisa nilai
sensor awal dan sensor akhir setelah proses pencampuran koagulan sebagai
nilai standar dalam pemberian dosis koagulan.
2. Menganalisis korelasi antara output NTU terhadap pemberian dosis
koagulan pada sistem Instalasi Pengolahan Air.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Para pemrakarsa berbagai kegiatan pengolahan air, pekerjaan umum serta
berbagai instansi yang menyajikan informasi mengenai sistem teknologi
pengolahan air.
2. Para akademisi dan konsultan lingkungan yang bertugas melaksanakan
kajian ilmiah pada pengolahan air.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dengan menguji dan
merangkai sensor (pengindera) air baku hingga diperoleh nilai tertentu
dalam skala NTU (Nephelometric Turbidity Unit), serta sensor pada air
hasil pencampuran koagulan.
2. Penelitian ini membahas tentang pengaruh sensor dalam menentukan
dosis koagulan yang diperlukan pada air baku sebagai bahan dasar dalam
pembentukan air bersih.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Air
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Status mutu
air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi
baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan
baku mutu air yang ditetapkan. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan
dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.
Sumber Pencemar Air
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai lintas provinsi yang melalui
wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Menurut peruntukannya (PP No. 82
3
Tahun 2001) sungai Cisadane harus memenuhi baku mutu kelas 2, yaitu untuk
prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan
air untuk mengairi pertanaman. Kondisi saat ini di sekitar sungai Cisadane telah
banyak berdiri kawasan pemukiman dan industri/pabrik yang sangat mempengaruhi
kualitas air sungai tersebut. Daerah aliran sungai Cisadane selain terdapat sebaran
penduduk, industri, juga terdapat lahan pertanian yang berpotensi menyumbang
limbah. Oleh karena itu, disetiap lokasi pengambilan sampel air DAS Cisadane
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 selama tiga periode
pemantauan terdapat parameter uji yang tidak memenuhi baku mutunya. (BPLHD
Jabar 2007).
Klasifikasi Mutu Air
PP No. 82 tahun 2001 mengatur klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sesuai dengan SNI 6775:2008 tentang tata cara pengoperasian dan
pemeliharaan unit paket instalasi pengolahan air, maka apabila kekeruhan air baku
melebihi 600 NTU atau 400 mg/L SiO2 maka air baku dialirkan dulu ke bak
pengendap pendahuluan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan
No.
416/MENKES/IX/1990, kadar maksimum kekeruhan untuk air minum dan air
bersih adalah sebesar 5 NTU.
Bahan Koagulan
Sesuai dengan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air maka kriteria koagulan adalah sebagai berikut :
a) jenis koagulan yang digunakan;
1) Aluminium sulfat, Al2(SO4)3.l4(H2O) diturunkan dalam bentuk cair
konsentrasi sebesar (5-20) %.
2) PAC, Poly Aluminium Chloride (Al10(OH)15Cl15) kualitas PAC ditentukan
oleh kadar aluminium oxide (Al2O315) yang terkait sebagai PAC dengan
kadar (10-11)%.
b) dosis koagulan ditentukan berdasarkan hasil percobaan jar test terhadap air baku .
4
c) pembubuhan koagulan ke pengaduk cepat dapat dilakukan secara gravitasi atau
pemompaan.
Campuran koagulan yang paling efektif dalam menurunkan kekeruhan dan
zat organik sungai Cisadane adalah PAC, sedangkan yang paling efektif dalam
menurunkan kadar logam Fe dan Mn adalah tawas cair. Dalam segi biaya, campuran
koagulan PAC-tawas cair 75:25 lebih efisien pada tingkatan kekeruhan tinggi
dibandingkan dengan koagulan yang lain. (Anugrah T 2013)
Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion-ion yang
muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga
meniadakan kestabilan koloid. Dalam suatu suspensi koloid mengendap (bersifat
stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispensi karena memiliki gaya elektrostatis
yang diperoleh dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion – ion dari larutan
sekitar. Bila koagulan ditambahkan kedalam air, reaksi yang terjadi antara lain:
(a) Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) sehingga suatu titik
dimana gaya vander walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel
yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok.
(b) Agresi partikel melalui rangkaian inter partikulat diantara berbagai
kelompok reaktif pada koloid.
(c) Penangkapan partikel kolid negatif oleh flok – flok hidroksida yang
mengendap.
Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus
memilki alkanitas yang memadai agar dapat bereaksi dengan alumunium sulfat
menghasilkan flok hidriksida. (Pulungan 2012)
Nephelometric Turbidity Unit (NTU)
Sesuai dengan SNI 06-6989.25-2005, kekeruhan merupakan sifat
pembiasan dan atau penyerapan optik dari suatu cairan, di hitung dalam satuan
Nefelometrik Turbidity Unit (NTU) atau Unit Kekeruhan Nefelometri (UKN).
Kekeruhan adalah ukuran kekeruhan yang terjadi menggunakan efek cahaya
sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix
turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit),
kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam
air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas
air itu sendiri. Kekeruhan merupakan keadaan mendung atau kekaburan dari cairan
yang disebabkan oleh partikel individu (padatan tersuspensi) yang umumnya tidak
terlihat dengan mata telanjang, mirip dengan asap di udara. Pengukuran kekeruhan
adalah tes kunci dari kualitas air.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekeruhan Air Baku
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh materi yang tersuspensi atau tidak
larut. Jenis-jenis partikel yang tersuspensi didalam air yang umumnya ditemukan
di perairan terdiri dari materi organik, materi anorganik, dan organisme hidup
ataupun mati. Materi organik sebagian besar merupakan hasil dari degradasi secara
biologis sisa-sisa tumbuhan maupun hewan, contohnya adalah humus. Materi
inorganik sebagian besar dihasilkan oleh proses cuaca atau alam, contohnya adalah
lempung (clays), maupun oksida seperti oksida besi, kalsit, maupun mineral lainnya.
5
Organisme bersel satu (mikroorganisme) didalam air dapat dianggap sebagai
partikel, contohnya adalah virus, bakteri, alga (termasuk diatom), dan protozoa.
Materi yang cenderung sulit untuk larut dapat terdiri dari partikel-partikel kecil
yang tersuspensi didalam air dalam waktu yang cukup lama yaitu berhari-hari atau
berminggu-minggu. (Gregory 2006)
Through-Beam Sensor
Sensor dengan hasil keluaran analog berguna dalam banyak aplikasi kontrol
proses ketika memantau posisi obyek, ukuran benda tembus pandang untuk
memberikan sinyal kontrol secara bervariasi pada perangkat analog lain, seperti
jenis kecepatan motor. Seperti terlihat pada Gambar 1, merupakan grafik keluaran
sensor analog pada pengukuran arus atau tegangan. Output dari sensor fotolistrik
analog sebanding dengan kekuatan sinyal cahaya yang diterima.
Gambar 1 Grafik sensor keluaran analog
Hasil keluaran sensor analog memiliki variasi tegangan atau arus serta
sebanding dengan parameter penginderaan. (Garwood 1993). Seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Sensor through-beam terdiri dari dua bagian, yaitu sensor sumber
cahaya pengirim dan sensor penerima cahaya. Sensor yang memancarkan cahaya
sering disebut emitor atau transmitter sedangkan sensor yang menerima cahaya
sering disebut detektor cahaya atau receiver. Pada pengoprasian normal sumber
cahaya yang terhalang oleh balok penerima tidak dapat diteruskan menuju detektor
cahaya sehingga detektor terhalang dalam menerima cahaya masukan. Hal tersebut
membuat detektor memberikan masukan sinyal dalam pengoprasian. (Scott J 1988)
6
Sensor dengan hasil keluaran analog berguna dalam banyak aplikasi kontrol
proses ketika memantau posisi obyek, ukuran benda tembus pandang untuk
memberikan sinyal kontrol secara bervariasi pada perangkat analog lain, seperti
jenis kecepatan motor. Seperti terlihat pada Gambar 1, merupakan grafik keluaran
sensor analog pada pengukuran arus atau tegangan. Output dari sensor fotolistrik
analog sebanding dengan kekuatan sinyal cahaya yang diterima.
Gambar 2 Konfigurasi sensor Through-Beam
Semakin tinggi intensitas cahaya dihamburkan maka semakin tinggi
pula kekeruhannya pada pengukuran intensitas cahaya yang dihamburkan secara
tegak lurus terhadap lintasan cahaya menurut Lenore et al. ( 1998).
Rangkaian Jembatan Wheatstone
Jembatan wheatstone merupakan susunan rangkaian digunakan sangat luas
untuk penentuan satu perlawanan yang tidak diketahui dalam tiga jaringan
resistances. Seperti terlihat pada Gambar 3. di mana R1, R2, R3 dan R4 adalah
resistor yang terhubung pada node a dan b melalui pembalikan saklar S ke catu
daya DC. Galvanometer (G) dengan resistor (tahanan) penghubung untuk
mengontrol sensitivitas, dan saklar K yang terhubung ke titik c dan d. Seperti yang
terlihat pada Gambar R1 dan R3 merupakan resistor yang memiliki nilai yang telah
ditentukan dan R2 adalah resistor yang dapat berubah nilainya (variable resistor)
sedangkan R4 merupakan resistor yang belum diketahui nilainya untuk diukur.
Gambar 3 Rangkaian jembatan Wheatstone
7
Pada jembatan ini perubahan nilai R2 digunakan sebagai kalibrasi sampai
mendapatkan sensitifitas maksimum pada pengukuran galvanometer. (Laughton
dan Warne 2003)
Penguat Operasional Nonlinear
Sebuah penguat operasional menerima input dari sumber hulu dan
memberikan output untuk beban hilir. Beragam jenis penguat operasional yang
berbeda berasal pada sifat dari sinyal input dan output. Penguat operasional pada
sirkuit ditemui sejauh ini dirancang untuk berperilaku secara linear. Linearitas
dicapai dengan : (a) menggunakan umpan balik negatif untuk memaksa penguat
operasional untuk beroperasi pada wilayah linear, (b) menerapkan jaringan umpan
balik dengan elemen linear. Salah satu penggunaan penguat operasional nonlinier
yaitu sebagai komparator tegangan, seperti terlihat pada Gambar 4 apabila pada
suatu penguat operasional nonlinear membutuhkan tegangan keluaran rendah maka
tegangan masuk positif (Vp) harus lebih kecil dari tegangan masuk negatif (Vn).
Hal tersebut berlaku sebalikanya apabila tegangan masuk positif (Vp) lebih besar
dari tegangan masuk negatif (Vn) maka tegangan keluaran menjadi tinggi. (Franco
2015)
Gambar 4 Rangkaian penguat operasional sebagai komparator tegangan
Sistem PID (Proporsional, Integral, Derivative)
PID kontroller memiliki tiga istilah. Istilah P (Proporsional) sesuai dengan
kontrol proporsional. Istilah I (Integral) merupakan tindakan kontrol yang
sebanding dengan waktu yang satu paket dengan tingkat kesalahan. Hal ini
memastikan bahwa kesalahan yang stabil menjadi nol. Istilah D (Derivative)
sebanding dengan waktu turunan dari kesalahan kontrol. Istilah ini memungkinkan
prediksi kesalahan masa depan. Ada banyak variasi dari algoritma PID dasar yang
substansial akan meningkatkan kinerja dan pengoperasian. (Astrom dan Hagglund
1995)
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara dapat
bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya.
8
Gambar 5 Diagram blok sistem kontrol berumpan balik
Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur
parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap masukan
tertentu sebagaimana yang diiginkan.
Gambar 6 Tanggapan sistem terhadap aksi kontrol PID
Merancang sistem kontrol PID, kebanyakan dilakukan dengan metoda cobacoba atau (trial dan error).
Tabel 1. Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter
Kesalahan
Tanggapan
Waktu
Waktu
Overshoot
Keadaan
Loop Tertutup
Naik
Turun
Tunak
Proporsional
Perubahan
Menurun
Meningkat
Menurun
(Kp)
Kecil
Integral (Ki)
Menurun
Meningkat
Meningkat
Hilang
Derivative
Perubahan
Perubahan
Menurun
Menurun
(Kd)
Kecil
Kecil
9
Aksi kontrol PID merupakan gabungan dari aksi P, I dan D dan fungsi alih
sistem menjadi :
( )
=
( )
+ (5 +
+
+
) + (8 +
) +
(1)
Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki dan Kd tidak independen.
Mendapatkan aksi kontrol yang baik dilakukan dengan langkah coba-coba
kombinasi antara P, I dan D sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang
diiginkan. (Ali M 2004)
Modul PID yang digunakan dalam aplikasi kontrol proses menggabungkan
algoritma PID. Sebuah algoritma merupakan program yang kompleks berdasarkan
perhitungan matematis. Sebuah modul PID memungkinkan pengendalian proses
untuk mengambil posisi di luar CPU. Pengaturan ini mencegah CPU dari beban
perhitungan yang terlalu rumit. Prosesor mikro dalam modul PID memproses data,
membandingkan data untuk mengatur poin yang diberikan oleh CPU dan
menentukan sinyal output yang sesuai. (Petruzella 2005)
Programmable Logic Controller
Programmable Logic Controller (PLC) banyak digunakan dalam setiap aspek
industri untuk memperluas dan meningkatkan produksi, dimana sistem otomatis
yang terdahulu menggunakan ratusan atau ribuan relay, sedangkan dengan sebuah
PLC dapat diprogram sebagai pengganti perangkat tersebut. Perangkat PLC telah
berkembang selama bertahun-tahun yang memiliki kemampuan kendali yang
bertahap seperti, kontrol gerak, kontrol proses dan sistem kontrol distribusi serta
jaringan kompleks kini telah ditambahkan fungsi dari PLC. Selain untuk
menghemat biaya dalam industri, mengunakan PLC memiliki keuntungan sebagai
berikut :
1. Peningkatan keandalan, yaitu setelah program telah ditulis dan diuji program
tersebut dapat dengan mudah didownload ke PLC lain. Karena semua logika
yang terkandung dalam memori PLC, jadi dapat meminimalisasi kesalahan
logika pengkabelan.
2. Fleksibilitas tinggi, yaitu lebih mudah untuk membuat dan mengubah program
dalam PLC daripada mengubah system pengkabelan.
3. Biaya rendah, yaitu PLC pada awalnya dirancang untuk menggantikan kontrol
logika relay. Pada pengaplikasian terlihat bahwa kontrol relay menjadi tertingal
kecuali untuk aplikasi daya. Apabila pada suatu aplikasi memiliki lebih dari
setengah lusin relay kontrol, maka lebih hemat jika menginstal PLC.
4. Kemampuan berkomunikasi, yaitu PLC dapat berkomunikasi dengan kontroler
lain atau peralatan komputer untuk melakukan fungsi seperti kontrol
pengawasan, pengumpulan data, perangkat monitoring dan parameter proses
serta fungsi download dan upload program.
5. Respon waktu yang cepat, yaitu PLC dirancang untuk kecepatan tinggi dan
aplikasi real time, yang berarti bahwa ketika mesin yang memproses ribuan
item per detik dan benda-benda yang menghabiskan waktu hanya sepersekian
detik di depan sensor memerlukan kemampuan respon cepat PLC.
10
6.
Mudah dalam perwatan dan perbaikan. Yaitu PLC memiliki alat diagnosa dan
fungsi override (berisi status untuk menahan perubahan dari kondisi bit-bit
input maupun output, sehingga status input dan output tidak akan berubah dari
kondisi semula) yang memungkinkan pengguna untuk dengan mudah melacak
perangkat lunak dan perangkat keras untuk memperbaiki masalah. Untuk
menemukan dan memperbaiki masalah, pengguna dapat menampilkan
program pengendalian pada monitor dan melihatnya secara langsung.
(Petruzella 2005)
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)
SCADA merupakan kombinasi telemetri dan akuisisi data. SCADA melakukan
pengumpulan informasi dan mentransfer kembali ke pusat kendali serta
melaksanakan setiap analisis dan kontrol yang diperlukan. Kemudian menampilkan
informasi pada sejumlah layar operator atau display. Tindakan pengendalian yang
diperlukan dapat disampaikan kembali ke proses. Terdiri dari dua perangkat yaitu :
1. Perangkat keras SCADA, merupakan sebuah sistem SCADA yang terdiri dari
sejumlah Remote Terminal Unit (RTU) yang mengumpulkan data di lapangan
(plant) serta mengirim data kembali ke pusat kendali melalui sistem
komunikasi. Pusat kendali menampilkan data yang diperoleh dan juga
memungkinkan operator untuk melakukan tugas-tugas remote control. Pada
sistem SCADA yang lebih kompleks pada dasarnya ada lima tingkat atau
hierarki : (a) perangkat instrument dan perangkat kontrol (sensor) yang berada
di plant, (b) Remote Terminal Unit (RTU), (c) sistem komunikasi, (d) pusat
kendali, (e) sistem komputer sebagai pengolah data.
2. Perangkat lunak SCADA, Software SCADA dibagi menjadi dua jenis, yaitu
berlisensi atau terbuka (open source). Perusahaan mengembangkan perangkat
lunak berlisensi untuk berkomunikasi dengan perangkat keras yang mereka
miliki. Sistem ini dijual sebagai solusi kunci terhadap perangkat keras tersebut.
Masalah utama dengan sistem ini adalah ketergantungan besar pada pemasok
sistem. Sistem perangkat lunak terbuka telah mendapatkan popularitas karena
interoperabilitas yang mereka bawa ke sistem. Interoperabilitas adalah
kemampuan untuk mencampur peralatan produsen yang berbeda pada sistem
yang sama. Perangkat lunak SCADA terdiri dari bebrapa fitur utama yang
meliputi : (a) antarmuka pengguna, (b) tampilan layar (display), (c) alarm
peringatan, (d) tren data, (e) antarmuka RTU dan PLC, (f) Skala, (g) akses
menuju data, (h) basis data, (i) jaringan, (j) toleransi kesalahan, (k) client/server
dalam pendistribusian. (Clarke et al. 2004)
Perangkat lunak aplikasi untuk proyek SCADA melibatkan spreadsheet,
dokumen desain serta bahan petunjuk referensi dan informasi program secara rinci,
dengan demikian perangkat lunak untuk sistem ini sangat luas dalam pengunaanya
dan membutuhkan kombinasi dari dokumen desain. (Stuart G 2013)
11
3 METODE
Kerangka Penelitian
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU) pada penelitian ini
dilakukan dengan mengunakan prinsip kekeruhan air pada perbandingan intensitas
cahaya yang disebabkan oleh suatu larutan standard dalam kondisi yang sama,
semakin rendah intensitas cahaya yang terserap makin tinggi kekeruhannya.
Pengumpulan data sekunder juga dilakukan pada penelitian ini. Langkahlangkah penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 dalam bentuk
diagram alir.
Gambar 7 Diagram alir penelitian
Waktu pengukuran dilaksanakan pada bulan September - November 2015.
Pengambilan dan pengukuran sampel kekeruhan dilakukan di tiga titik Instalasi
Pengolahan Air IPB wilayah sungai Cihideung. Dua titik berjarak ± 15 m dari input
air baku sungai menuju pompa dosis. satu titik berikutnya berjarak ± 2 m dari
12
pompa dosis menuju air baku hasil flokulasi (pengendapan cepat) seperti terlihat
pada Gambar 8.
Gambar 8 Titik pengambilan sampel air baku
Proses pengolahan air baku dari sungai dimulai dari air sungai masuk melalui
penyaring menuju sumur penyeimbang, lalu dipompakan untuk diberi perlakuan zat
koagulan (PAC) dan dialirkan menuju bak pengendap cepat. Hasil pengendapan ini
digunakan untuk proses filtrasi (penyaringan) mengunakan pasir kwarsa dalam tiga
tahap.
Hasil penyaringan diberikan perlakuan klorinasi untuk sterilisasi air bersih
untuk dialirkan menuju penampungan air sementara. Air dari penampungan
merupakan hasil sistem proses Instalasi Pengolahan Air bersih yang siap
didistribusikan menuju bak penampung pada masing-masing pemilik kepentingan.
Daftar bahan dan peralatan yang dipergunakan disajikan dalam Tabel 2.
No.
1.
Tabel 2 Bahan dan peralatan pengukuran kekeruhan air
Spesifikasi
Spesifikasi Bahan
Air Baku untuk Instalasi Pengolahan Air
Air Baku hasil pencampuran dengan Poly Aluminium Chloride (PAC)
2.
Spesifikasi Peralatan
Sensor kekeruhan dengan metode through-beam analog output 0 sampai
10 Volt
Catu Daya [ DC 10V]
PLC Modul [ SIMATIC S7-1200 CPU 1214 6ES7 214-1AG40-0XB0]
Catu Daya [ HILED : HL250L-H1V24]
Pompa Air Submersible [DC 12V 5800Rpm 60 Watt 70l/m]
Catu Daya [ Input AC 220V Output DC 0-12V]
Portable Microprocessor Turbidity Meter [ HI 93703 HANNA
Instrument]
Pompa Dosis [MILTON ROY GM0025PR1MNN 70 BAR]
13
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU)
Pengambilan sampel air baku dari sungai Cihideung pada Instalasi
Pengolahan Air IPB dilakukan dengan metode sampling untuk pengambilan air
baku, yaitu dengan cara meghisap air melalui pompa submersible. Air baku
dilewatkan melalui pipa pvc yang telah ditempatkan sensor optik dengan metode
through-beam sensor. Sensor optik ditempatkan pada jarak 1,5cm untuk
pemasangan sensor pengirim dan penerima pada diameter pipa sebesar 2cm.
Sedangkan kecepatan pompa air pada putaran 5800rpm atau sebesar 70l/m pada
saat awal menghidupkan peralatan. Pada jangka waktu 2 menit kecepatan pompa
air diturunkan menjadi 2900rpm atau dengan kapasitas 35l/m. Melalui perlakuan
laju alir 35l/m dengan metode through-beam sensor diperoleh hasil keluaran analog
perubahan nilai dari 0 sampai 10 Volt hasil keluaran sensor sesuai dengan kualitas
air baku yang diukur. Melalui hasil keluaran sensor tersebut maka dapat dilakukan
pengukuran keadaan air baku untuk menentukan nilai kekeruhannya sesuai standar
NTU dan dengan pengkalibrasian hasil pengukuran melalui alat Portable
Microprocessor Turbidity Meter.
Percobaan pengukuran air baku dengan sensor yang mengunakan metode
through-beam dapat dilihat pada Gambar 9 untuk kalibrasi sensor sedangkan pada
Gambar 10 merupakan bentuk fisik dan penempatan sensor pengirim dan penerima.
Sedangkan Gambar 11 merupakan bagan alir sistem kerja sensor yang telah
dipasang pada PLC sebagai kontroller dan membaca data masukan sebagai bahan
pengambil keputusan dalam memberikan dosis PAC sesuai dengan kebutuhan
instalasi pengolahan air.
Gambar 9 Percobaan pengukuran kekeruhan air untuk kalibrasi sensor
14
Gambar 10 Bentuk fisik sensor
Proses setelah pengkalibrasian alat yaitu mengukur dua jenis contoh air baku
yang diambil dari Instalasi Pengolahan Air IPB wilayah cihideung.
Gambar 11 Pengukuran dua jenis air baku
Hal ini dilakukan untuk mengetahui besaran nilai perubahan air baku sebelum
pemprosesan dan setelah melalui pengedapan pada proses flokulasi (pengendap
cepat).
15
Sistem Kontrol PID
Kontrol PID merupakan kontroler untuk menentukan keakuratan suatu
sistem instrumentasi dengan karateristik adanya umpan balik pada sistem tesebut.
Sistem dimulai dari membaca parameter yang diukur untuk menentukan nilai
setpoint dan diolah pada sistem PID sehingga menghasilkan manipulated variable
untuk merubah nilai dosis pada sistem pompa dosis. Hal tersebut menghasilkan
nilai yang diukur kembali sebagai sistem umpan balik menuju ke sistem PID yang
menghasilkan perhitungan yang digunakan untuk menghasilkan nilai perubahan
yang terjadi menjadi sama dengan nilai perubahan yang diinginkan. Apabila terjadi
nilai yang tidak diharapkan (error), maka sistem umpan balik digunakan sebagai
sinyal kontrol untuk menghitung nilai error terhadap sistem kontrol.
Gambar 12 Sistem kontrol PID berumpan balik
Sistem PID memudahkan suatu kontrol terhadap perubahan yang diinginkan
dari suatu alat yang sedang dilakukan pengontrolan. Hal tersebut berguna dalam
sistem instrumentasi yang bekerja cepat serta mendapatkan keakuratan yang tinggi.
Gambar 13 Bagan alir pengukuran kekeruhan (NTU) pada PLC
16
Gambar 14 Skema sistem kontrol PID pada SCADA
Perangkat lunak SCADA berfungsi untuk memberikan perintah serta
mengambil keputusan tindakan terhadap peralatan yang di kontrol.
Gambar 15 Kontrol untuk menghasilkan nilai PID yang diperlukan
17
Melalui sistem PID yang teritegrasi dalam modul PLC input air baku sungai
digunakan sebagai sinyal awal nilai dugaan kekeruhan menjadi setpoint, sedangkan
sensor kekeruhan setelah pembubuhan koagulan digunakan sebagai sinyal kontrol
berumpan balik melalui proses sistem kontrol PID.
Respon cepat dan akurat yang dihasilkan pada sistem kontrol dilakukan
dengan seting parameter PID yang diperlukan yaitu nilai Kp, Ki dan Kd pada sistem
kontrol PID melalui perangkat lunak SCADA
Kompilasi Data dari Dokumen Publik
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari dokumen Instalasi
Pengolahan Air IPB yaitu, data hasil pengukuran kualitas air baku yang diutamakan
pada parameter NTU. Dokumen publik yang dimaksud adalah dokumen hukum
yang berlaku mengenai persyaratan air serta standar SNI untuk pengelolaan
Instalasi Pengolahan Air. Data tersebut adalah hasil pengukuran kualitas air baku
yang diutamakan pada parameter NTU. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi
Pengolahan Air IPB.
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan korelasi antara nilai awal kualitas
air baku sebelum pembubuhan PAC dengan kualitas air baku setelah pembubuhan
PAC sesuai dosis pengunaan PAC untuk kebutuhan pengolahan air. Analisis yang
digunakan merupakan analisis sistem kontrol PID (Proportional, Integral dan
Derivative) sederhana dengan bantuan komputer menggunakan program olah data
Matlab.
Sistem kontrol PID memiliki tiga cara dalam pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), Sistem kontrol tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan, pada penerapan sistem kontrol PID dapat bekerja secara
mandiri maupun secara gabungan. Mendapatkan sinyal keluaran dari sistem PID
yang diinginkan harus dilakukan pengaturan terhadap parameter P,I dan D pada saat
perancangan sistem tersebut.
Suatu sistem kontrol PID dapat bekerja sampai mendekati ideal dalam suatu
plant, maka diperlukan analisa hasil uji coba pada sistem dengan sistem trial dan
error melalui software Matlab. Dalam penelitian ini menggunakan fungsi alih :
( )
=
( )
+ (5 +
+
+
) + (8 +
) +
(2)
Berdasarkan rumus diatas, maka pada editor Matlab dituliskan perumusan :
Kp=?;
Ki=?;
Kd=?;
Ps=[Kd Kp Ki];
Qs=[1 5+Kd 8+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(Ps,Qs)
18
Dari hasil percobaan terhadap perubahan nilai Kp, Ki dan Kd maka dicari
nilai perubahan pada grafik yang menunjukan kondisi ideal suatu sistem kontrol
PID, yaitu dengan menyeimbangkan nilai Kp, Ki dan Kd. Berikut grafik respon
sistem PID terhadap perubahan nilai Kp, Ki dan Kd.
Gambar 16 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 20, Ki = 30, Kd = 5
Gambar 17 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 50, Ki = 60, Kd = 10
19
Gambar 18 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 20
Gambar 19 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 10
20
Dari beberapa percobaan yang dilakukan maka untuk mendapatkan kondisi
ideal dalam merancang kontrol PID memerlukan peningkatan beberapa kondisi Kp,
Ki dan Kd. Hal tersebut dilakukan dengan cara : (a) menambahkan Kp untuk
meningkatkan rise time (waktu naik), (b) menambahkan Kd untuk mengurangi
overshoot (melampaui), (c) menambahkan Ki untuk mengurangi error steady state
(perbedaan antara masukan dan keluaran sistem terhadap masukan uji tertentu pada
saat waktu mendekati tak hingga, t → ∞).
Gambar 20 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 5
Gambar 21 Blok sistem kontrol PID model simulink
Uji coba untuk model sistem kontrol PID juga dapat dilakukan dengan Matlab
Simulink untuk mendapatkan respon sistem kontrol PID yang ideal seperti hasil uji
coba model Matlab diatas.
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Korelasi Tegangan (V) Pada Kekeruhan Air Baku
Korelasi linear antara tegangan yang dihasilkan dan kekeruhan air baku
menunjukan semakin besar nilai tegangan yang dihasilkan, maka semakin besar
nilai kekeruhannya (NTU). Hal tersebut ditimbulkan karena perubahan nilai
tegangan pada sensor dipengaruhi oleh jumlah intensitas cahaya yang masuk pada
saat air mengalir melalui sensor tersebut. Semakin baik kualitas air maka intensitas
cahaya yang masuk semakin banyak pada saat pembacaan sensor. Hal sebaliknya
berlaku pada hasil keluaran untuk nilai kekeruhan tertinggi. Hasil pengukuran
kalibrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 22 Grafik proses kalibrasi dan formulasi yang dihasilkan
Hasil kalibrasi menghasilkan perumusan untuk menghitung besaran nilai
tegangan yang dihasilkan terhadap nilai NTU yang ditentukan.
= 3,7736 − 1,7941
(3)
Grafik proses kalibrasi menunjukan bahwa semakin besar nilai kekeruhan
yang diperoleh maka linearitas dalam pengukuran semakin menyimpang. Hal
tersebut terjadi karena sistem dalam sensor kekeruhan yang digunakan memiliki
akurasi dari 3 sampai 30 NTU untuk skala tegangan output 0 sampai 10 Volt.
Melalui metode yang sama pada saat kalibrasi sensor pengukuran berikutnya
dilakukan dengan membandingkan 2 jenis air, yaitu air baku dari sungai dan air
baku setelah penambahan PAC. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.
22
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tabel 3 Hasil pengukuran kekeruhan untuk dua jenis air baku
Air baku setelah
Pompa Dosis
Air baku dari
pencampuran PAC
(katup dosis %)
sungai (NTU)
melalui proses
flokulasi (NTU)
75
11,414
4,621
75
13,300
4,621
75
16,319
4,998
75
17,451
4,998
75
21,602
6,130
75
22,734
8,017
75
26,885
9,149
75
29,149
11,036
75
33,300
11,791
Data pada Tabel 3 diperoleh dari operasional Instalasi Pengolahan Air IPB
pada sungai Cihideung untuk tipe konvensional yaitu dengan dosis koagulan (PAC)
sebesar 75% pada skala 0-100% dengan campuran bahan koagulan PAC 14kg/200
Liter air untuk pemakaian selama 7 jam.
Hasil pengukuran menunjukan untuk dosis PAC yang sama pada tiap
perlakuan air menghasilkan nilai NTU air baku yang cukup untuk proses
selanjutnya yaitu penyaringan melalui pasir kwarsa pada tabung filtrasi sistem
Instalasi Pengolahan Air.
Data pengukuran selanjutnya dilakukan dengan memberlakukan sistem
pembubuhan dosis koagulan yang berbeda pada setiap perlakuan input air baku. Hal
tersebut dihasilkan melalui sistem kontrol PID yang bekerja dengan
menginisialisasi nilai dugaan awal air baku menjadi setpoint dan mengolah data
melalui sistem PID yang menghasilkan nilai manipulated variable (perubahan yang
terjadi) untuk memerintahkan besar kecilnya nilai dosis koagulan.
Hasil dari pembubuhan koagulan tersebut diukur kembali menjadi nilai
umpan balik sebagai data masukan sistem PID untuk memberikan keputusan
apakan nilai perubahan yang terjadi telah sama dengan nilai perubahan yang
diinginkan sehingga menghasilkan keputusan yang akurat dalam pemberian
koagulan berdasarkan nilai perubahan NTU.
Hasil pengukuran NTU dalam perhitungan skala input dan output NTU
menghasilkan dosis yang berbeda pada tiap perlakuan kekeruhan air baku. Data
masukan air baku berasal dari sistem sensor awal sebagai air baku dari sungai,
sedangkan sistem sensor kedua diperoleh dari pengukuran air baku setelah proses
pembubuhan koagulan.
Data pengukuran pada Instalasi Pengolahan Air IPB di wilayah sungai
Cihideung dapat dilihat pada Tabel 4.
23
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tabel 4 Persentase pompa dosis hasil sistem kontrol PID
Pompa
Air baku setelah
Air baku
Dosis
Waktu
pencampuran PAC
dari sungai
(katup
Pengunaan
setelah proses
(NTU)
dosis
Koagulan
flokulasi (NTU)
%)
17hr 30min
11,791
4,621
30
0.0000s
16hr 24min
13,300
4,621
32
22.500s
11hr 39min
17,074
4,998
45
60.000s
10hr 30min
17,829
6,130
50
0.0000s
9hr 22min
21,602
6,885
56
30.000s
8hr 45min
23,866
8,395
60
0.0000s
7hr 17min
26,885
9,149
72
30.000s
6hr 19min
29,149
10,281
83
31.086s
5hr 46min
33,300
11,036
91
9.2280s
Nilai kekeruhan yang diperoleh dari hasil perubahan dosis PAC diukur
setelah melalui proses flokulasi (proses pengendapan cepat melalui membran yang
digunakan pada proses tersebut).
Seperti terlihat pada Tabel 4 input dan output NTU terhadap perubahan dosis
PAC yang diberikan pada input air baku sebanding dengan kenaikan NTU input
terhadap perubahan persentasi pompa dosis yang menghasilkan penurunan yang
cukup untuk proses filtrasi (proses penyaringan air setelah proses flokulasi melalui
pasir kwarsa).
Gambar 23. Pemasangan sensor kekeruhan pada Instalasi Pengolahan Air
24
Data dari sistem SCADA diperoleh dari input air baku dan data sinyal kontrol
setelah proses pumbubuhan PAC seperti terlihat pada Gambar 24.
(a)
(b)
Gambar 24. Bentuk fisik pemasangan sensor pada instalasi pengolahan air
(a) sensor pada aliran masuk air baku,
(b) sensor setelah pembubuhan PAC
Analisa Sistem Sensor dan Penguat Operasional
Hubungan antara air baku sungai dan air baku bercampur PAC pada
pengukuran kekeruhan di instalasi pengolahan air menunjukkan adanya korelasi
dengan nilai kekeruhan yang dihasilkan turun setelah pencampuran air baku dengan
PAC melalui proses flokulasi sebesar 4-11 NTU untuk setiap perlakuan air baku
dengan dosis yang sama.
Proses pengukuran yang dilakukan pada air baku mendapatkan hasil keluaran
tegangan yang berbeda untuk dikonversi menjadi nilai NTU tertentu berawal dari
sinyal perubahan tinggi rendahnya kekeruhan yang dibaca melalui sensor dengan
metode jembatan wheatstone yang bekerja pada model throughbeam melalui
detektor optik. Sinyal keluaran perubahan tegangan tersebut masih sangat kecil
sehingga diperlukan penguat operasional yang bekerja sebagai komparator
tegangan seperti terlihat pada Gambar 22.
Gambar 25. Rangkaian sensor dan penguat operasional
25
Metode jembatan wheatstone pada sensor menyeimbangkan nilai tegangan
keluar (V-Out 1) dari percabangan menjadi nol pada saat awal, yaitu D1
memancarkan cahaya yang diterima oleh D2 dengan hambatan air baku yang
memiliki nilai 1 sampai 2 NTU. Setelah air baku berubah menjadi bernilai 30NTU
maka D2 terhambat dalam menerima cahaya dari D1. Hal tersebut membuat nilai
tegangan keluar (V-Out 1) menjadi tinggi. Perubahan nilai keluaran dari V-Out 1
ini masih rendah, maka diteruskan ke penguat operasional.
Seperti terlihat pada Gambar 22 dimana tegangan masuk pada percabangan
nomer 7 (+) dan 4 (-) adalah nilai perubahan tegangan dari sensor sedangkan
tegangan masuk pada percabangan nomer 6 (-) dan 5 (+) sebagai tegangan masuk
penyeimbang, yaitu nilai R11 dapat berubah sebagai pengatur keseimbangan. Pada
sinyal V-
(SUPERVISORY CONTROL AND DATA ACQUISITION)
PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR SUNGAI CIHIDEUNG
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
AGUS EKO HANDOKO
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Rancang Bangun Sistem
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan
Air Sungai Cihideung Institut Pertanian Bogor” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Agus Eko Handoko
NIMF451120151
RINGKASAN
AGUS EKO HANDOKO. Rancang Bangun Sistem SCADA (Supervisory Control
And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan Air Sungai Cihideung Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh ERIZAL dan YUDI CHADIRIN.
SCADA merupakan kombinasi telemetri dan akuisisi data. SCADA
mengumpulkan informasi dan mentransfer kembali ke pusat kendali serta
melaksanakan setiap analisis dan kontrol yang diperlukan, melalui sistem kontrol
PID sebagai parameter kontrol terhadap sistem masukan data unit SCADA pada
penelitian ini. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah
mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap
masukan tertentu sesuai yang diperlukan.
Penelitian dilakukan di instalasi pengolahan air bersih Institut Pertanian
Bogor pada wilayah sungai Cihideung. Data awal operasional menunjukan untuk
memberikan dosis PAC digunakan data acuan nilai NTU yang dilakukan dengan
pengambilan sampel air baku pada pagi dan sore hari dengan nilai pemberian dosis
75% untuk 14kg PAC yang dicampur air 200 liter untuk perlakuan maksimal nilai
30 NTU. Pemberian dosis 75% tersebut berlaku untuk pengunaan PAC selama 7
jam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variasi dalam nilai persentase
pengunaan dosis PAC memberikan keuntungan dalam operasional instalasi
pengolahan air bersih terutama untuk kebutuhan PAC. Rancang bangun sistem
SCADA memberikan hasil dalam memperoleh data pada satuan waktu tertentu
untuk menentukan kebutuhan PAC pada operasional instalasi pengolahan air.
Kata kunci: NTU, PID, SCADA, PLC
SUMMARY
AGUS EKO HANDOKO. Design of SCADA system (Supervisory Control and
Data Acquisition) At River Water Treatment Plant Cihideung Bogor Agricultural
University. Supervised by ERIZAL and YUDI CHADIRIN.
SCADA is a combination of telemetry and data acquisition. SCADA
proceeding by means of accumulating some information and return back to center
controlling, it is also implementing every analysis and necessary control through
PID control system as a control parameter to SCADA input data system in this
research. In designing PID control system it is needed the arrangement of P, I and
D parameter in order to acquire output signal system to particular input system
which has adjusted to necessity.
The research was implemented on Water Treatment Plant in Bogor
Agricultural University at Cihideung's area region. The NTU score as a starting
operational data is necessary as a bench mark in PAC dose application which is
obtained from the samples of morning and afternoon raw water and dose proportion
is 75% for 14kgs PAC mixed with 200 Litre water within 30 NTU as the maximal
treatment. 75% dose application can be imposed for 7 hours PAC usage.
The result of research indicated that the variety of percentages value in PAC
dose application delivered the advantage in operating of clean water processing
installation particularly for PAC needed. Design Of SCADA System indicated the
outcome of unit data acquirement on certain period to determine the PAC necessity
in operating Water Treatment Plant.
Keywords: NTU, PID, SCADA, PLC
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN SISTEM SCADA (SUPERVISORY CONTROL
AND DATA ACQUISITION) PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR
SUNGAI CIHIDEUNG INSTITUT PERTANIAN BOGOR
AGUS EKO HANDOKO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSiDr
Ir Meiske Widyarti, MEng.
Judul
Nama
NIM
: Rancang Bangun Sistem SCADA (Supervisory Control And Data
Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan Air Sungai Cihideung
Institut Pertanian Bogor
: Agus Eko Handoko
: F451120151
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Erizal, M.Agr
Ketua
Dr Yudi Chadirin, STP, M.Agr
Anggota
Diketahui oleh,
Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan
Dr Ir M Yanuar Jarwadi Purwanto, MS
Tanggal Ujian: 28 Juli 2016
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
rahmat dan hidayahNya sehingga tesis dengan judul “Rancang Bangun Sistem
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) Pada Instalasi Pengolahan
Air Sungai Cihideung Institut Pertanian Bogor” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu dalam
penyusunan tesis ini, yaitu kepada:
1. Dr Ir Erizal, M.Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Yudi Chadirin,
STP, M.Agr, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis selama proses penyusunan
tesis.
2. Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi selaku penguji luar komisi dan Dr Ir M
Yanuar Jarwadi Purwanto, MS selaku penguji wakil program studi saat
pelaksanaan ujian sidang atas segala arahan dan saran perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Rekan-rekan mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan
2012 atas segala dukungan dan kebersamaannya.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Agus Eko Handoko
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Perumusan Masalah.......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1
Manfaat Penelitian............................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 2
2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2
Pencemaran Air ................................................................................................ 2
Sumber Pencemar Air....................................................................................... 2
Klasifikasi Mutu Air ......................................................................................... 3
Bahan Koagulan ............................................................................................... 3
Nephelometric Turbidity Unit (NTU) ............................................................... 4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekeruhan Air Baku ................................. 4
Through-Beam Sensor ...................................................................................... 5
Rangkaian Jembatan Wheatstone ...................................................................... 6
Penguat Operasional Nonlinear ........................................................................ 7
Sistem PID (Proporsional, Integral, Derivative) ................................................ 7
Programmable Logic Controller ....................................................................... 9
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) .................................... 10
3 METODE ...................................................................................................... 11
Kerangka Penelitian ....................................................................................... 11
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU) .......................................... 13
Sistem Kontrol PID ........................................................................................ 15
Kompilasi Data dari Dokumen Publik ............................................................ 16
Analisis Data .................................................................................................. 17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 21
Analisis Korelasi Tegangan (V) Pada Kekeruhan Air Baku ............................ 21
Analisa Sistem Sensor dan Penguat Operasional ............................................. 24
Analisa Sistem SCADA ................................................................................. 25
Analisa Sistem PID ........................................................................................ 26
5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 30
Simpulan ........................................................................................................ 30
Saran .............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 31
DAFTAR TABEL
1 Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter
2 Bahan dan peralatan pengukuran kekeruhan air
3 Hasil pengukuran kekeruhan untuk dua jenis air baku
4 Persentase pompa dosis hasil sistem kontrol PID
8
12
22
23
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Grafik sensor keluaran analog
Konfigurasi sensor Through-Beam
Rangkaian jembatan Wheatstone
Rangkaian penguat operasional sebagai komparator tegangan
Diagram blok sistem kontrol berumpan balik
Tanggapan sistem terhadap aksi kontrol PID
Diagram alir penelitian
Titik pengambilan sampel air baku
Percobaan pengukuran kekeruhan air untuk kalibrasi sensor
Bentuk fisik sensor
Pengukuran dua jenis air baku
Sistem kontrol PID berumpan balik
Bagan alir pengukuran kekeruhan (NTU) pada PLC
Skema sistem kontrol PID pada SCADA
Kontrol untuk menghasilkan nilai PID yang diperlukan
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 20, Ki = 30, Kd = 5
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 50, Ki = 60, Kd = 10
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 20
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 10
Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 5
Blok sistem kontrol PID model simulink
Grafik proses kalibrasi dan formulasi yang dihasilkan
Pemasangan sensor kekeruhan pada Instalasi Pengolahan Air
Bentuk fisik pemasangan sensor pada Instalasi Pengolahan Air
(a) sensor pada aliran masuk air baku,
(b) sensor setelah pembubuhan PAC
Rangkaian sensor dan penguat operasional
Sistem PID pada Instalasi Pengolahan Air
Air hasil pengedapan cepat (flokulasi)
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 32 %
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 72 %
Hasil kontrol PID pada sistem SCADA untuk katup dosis 91 %
Penyaring pada sumur peyeimbang
5
6
6
7
8
8
11
12
13
14
14
15
15
16
16
18
18
19
19
20
20
21
23
24
25
26
27
27
28
28
29
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat
penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama
pembangunan (PP No. 82 Tahun 2001). Kampus IPB Dramaga merupakan tempat
civitas akademika melaksanakan kegiatan akademik, kegiatan administrasi, tempat
tinggal dan olahraga memiliki kebutuhan sarana air bersih yang cukup besar.
Kebutuhan sarana tersebut dapat dipenuhi melalui pengolahan sumber air sungai
menjadi air bersih dengan faktor utama kekeruhan. Kekeruhan didalam air
disebabkan oleh materi yang tersuspensi atau tidak larut. Partikel yang tersuspensi
terdiri dari materi organik, materi anorganik dan organisme hidup ataupun mati
(Gregory 2006).
Perencanaan sistem pemeliharaan dan perbaikan terus menerus memerlukan
rancangan yang memudahkan untuk pengembangan sistem serta perbaikannya
sesuai kebutuhan. Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) diperlukan
untuk memantau serta melakukan rekaman data pada suatu sistem secara real time.
SCADA memiliki fungsi sebagai telemetery dan telecontrol. Fungsi-fungsi tersebut,
memiliki kelebihan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian banyak plant
yang letaknya berjauhan dengan sistem SCADA.
Desain instalasi pengolahan air terus berubah seiring dengan kemajuan
teknologi yang selalu menawarkan inovasi baru dalam sistem instalasi pengolahan
air untuk proses yang lebih efisien dan ekonomis, selain itu kemajuan teknologi
komputer serta bahan-bahan yang semakin baik dapat meningkatkan sistem
pendukung dalam instalasi pengolahan air. (Thomas dan Edward 1990).
Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan sistem SCADA sebagai alat
optimasi kualitas sistem produksi pada instalasi pengolahan air. Oleh karena itu
dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada proses pengenalan air
baku sebagai bahan masukan sistem penginderaan (sistem sensor).
2. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada pengideraan hasil
pencampuran koagulan dengan air baku (sensor hasil pencampuran).
3. Bagaimana pengaruh penerapan sistem SCADA pada proses pengambilan
keputusan pemberian dosis koagulan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan merancang sistem Supervisory Control And Data
Acquisition (SCADA) untuk diaplikasikan pada instalasi pengolahan air yang
melayani kebutuhan air bersih domestik. Penelitian ini dimulai dari identifikasi
kondisi peralatan yang telah ada serta perencanaan peralatan yang mendukung
2
perancangan sistem SCADA pada instalasi pengolahan air. Tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Membuat model PID (Proportional Integral Derivative) dari analisa nilai
sensor awal dan sensor akhir setelah proses pencampuran koagulan sebagai
nilai standar dalam pemberian dosis koagulan.
2. Menganalisis korelasi antara output NTU terhadap pemberian dosis
koagulan pada sistem Instalasi Pengolahan Air.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi:
1. Para pemrakarsa berbagai kegiatan pengolahan air, pekerjaan umum serta
berbagai instansi yang menyajikan informasi mengenai sistem teknologi
pengolahan air.
2. Para akademisi dan konsultan lingkungan yang bertugas melaksanakan
kajian ilmiah pada pengolahan air.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dengan menguji dan
merangkai sensor (pengindera) air baku hingga diperoleh nilai tertentu
dalam skala NTU (Nephelometric Turbidity Unit), serta sensor pada air
hasil pencampuran koagulan.
2. Penelitian ini membahas tentang pengaruh sensor dalam menentukan
dosis koagulan yang diperlukan pada air baku sebagai bahan dasar dalam
pembentukan air bersih.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Air
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Status mutu
air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi
baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan
baku mutu air yang ditetapkan. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk
menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan
dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.
Sumber Pencemar Air
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai lintas provinsi yang melalui
wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Menurut peruntukannya (PP No. 82
3
Tahun 2001) sungai Cisadane harus memenuhi baku mutu kelas 2, yaitu untuk
prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan
air untuk mengairi pertanaman. Kondisi saat ini di sekitar sungai Cisadane telah
banyak berdiri kawasan pemukiman dan industri/pabrik yang sangat mempengaruhi
kualitas air sungai tersebut. Daerah aliran sungai Cisadane selain terdapat sebaran
penduduk, industri, juga terdapat lahan pertanian yang berpotensi menyumbang
limbah. Oleh karena itu, disetiap lokasi pengambilan sampel air DAS Cisadane
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 selama tiga periode
pemantauan terdapat parameter uji yang tidak memenuhi baku mutunya. (BPLHD
Jabar 2007).
Klasifikasi Mutu Air
PP No. 82 tahun 2001 mengatur klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
(empat) kelas :
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Sesuai dengan SNI 6775:2008 tentang tata cara pengoperasian dan
pemeliharaan unit paket instalasi pengolahan air, maka apabila kekeruhan air baku
melebihi 600 NTU atau 400 mg/L SiO2 maka air baku dialirkan dulu ke bak
pengendap pendahuluan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan
No.
416/MENKES/IX/1990, kadar maksimum kekeruhan untuk air minum dan air
bersih adalah sebesar 5 NTU.
Bahan Koagulan
Sesuai dengan SNI 6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit paket
instalasi pengolahan air maka kriteria koagulan adalah sebagai berikut :
a) jenis koagulan yang digunakan;
1) Aluminium sulfat, Al2(SO4)3.l4(H2O) diturunkan dalam bentuk cair
konsentrasi sebesar (5-20) %.
2) PAC, Poly Aluminium Chloride (Al10(OH)15Cl15) kualitas PAC ditentukan
oleh kadar aluminium oxide (Al2O315) yang terkait sebagai PAC dengan
kadar (10-11)%.
b) dosis koagulan ditentukan berdasarkan hasil percobaan jar test terhadap air baku .
4
c) pembubuhan koagulan ke pengaduk cepat dapat dilakukan secara gravitasi atau
pemompaan.
Campuran koagulan yang paling efektif dalam menurunkan kekeruhan dan
zat organik sungai Cisadane adalah PAC, sedangkan yang paling efektif dalam
menurunkan kadar logam Fe dan Mn adalah tawas cair. Dalam segi biaya, campuran
koagulan PAC-tawas cair 75:25 lebih efisien pada tingkatan kekeruhan tinggi
dibandingkan dengan koagulan yang lain. (Anugrah T 2013)
Secara umum koagulasi merupakan proses kimia dimana ion-ion yang
muatannya berlawanan dengan muatan koloid dimasukkan ke dalam air, sehingga
meniadakan kestabilan koloid. Dalam suatu suspensi koloid mengendap (bersifat
stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispensi karena memiliki gaya elektrostatis
yang diperoleh dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion – ion dari larutan
sekitar. Bila koagulan ditambahkan kedalam air, reaksi yang terjadi antara lain:
(a) Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) sehingga suatu titik
dimana gaya vander walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel
yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok.
(b) Agresi partikel melalui rangkaian inter partikulat diantara berbagai
kelompok reaktif pada koloid.
(c) Penangkapan partikel kolid negatif oleh flok – flok hidroksida yang
mengendap.
Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku harus
memilki alkanitas yang memadai agar dapat bereaksi dengan alumunium sulfat
menghasilkan flok hidriksida. (Pulungan 2012)
Nephelometric Turbidity Unit (NTU)
Sesuai dengan SNI 06-6989.25-2005, kekeruhan merupakan sifat
pembiasan dan atau penyerapan optik dari suatu cairan, di hitung dalam satuan
Nefelometrik Turbidity Unit (NTU) atau Unit Kekeruhan Nefelometri (UKN).
Kekeruhan adalah ukuran kekeruhan yang terjadi menggunakan efek cahaya
sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (nephelo metrix
turbidity unit) atau JTU (jackson turbidity unit) atau FTU (formazin turbidity unit),
kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam
air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas
air itu sendiri. Kekeruhan merupakan keadaan mendung atau kekaburan dari cairan
yang disebabkan oleh partikel individu (padatan tersuspensi) yang umumnya tidak
terlihat dengan mata telanjang, mirip dengan asap di udara. Pengukuran kekeruhan
adalah tes kunci dari kualitas air.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekeruhan Air Baku
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh materi yang tersuspensi atau tidak
larut. Jenis-jenis partikel yang tersuspensi didalam air yang umumnya ditemukan
di perairan terdiri dari materi organik, materi anorganik, dan organisme hidup
ataupun mati. Materi organik sebagian besar merupakan hasil dari degradasi secara
biologis sisa-sisa tumbuhan maupun hewan, contohnya adalah humus. Materi
inorganik sebagian besar dihasilkan oleh proses cuaca atau alam, contohnya adalah
lempung (clays), maupun oksida seperti oksida besi, kalsit, maupun mineral lainnya.
5
Organisme bersel satu (mikroorganisme) didalam air dapat dianggap sebagai
partikel, contohnya adalah virus, bakteri, alga (termasuk diatom), dan protozoa.
Materi yang cenderung sulit untuk larut dapat terdiri dari partikel-partikel kecil
yang tersuspensi didalam air dalam waktu yang cukup lama yaitu berhari-hari atau
berminggu-minggu. (Gregory 2006)
Through-Beam Sensor
Sensor dengan hasil keluaran analog berguna dalam banyak aplikasi kontrol
proses ketika memantau posisi obyek, ukuran benda tembus pandang untuk
memberikan sinyal kontrol secara bervariasi pada perangkat analog lain, seperti
jenis kecepatan motor. Seperti terlihat pada Gambar 1, merupakan grafik keluaran
sensor analog pada pengukuran arus atau tegangan. Output dari sensor fotolistrik
analog sebanding dengan kekuatan sinyal cahaya yang diterima.
Gambar 1 Grafik sensor keluaran analog
Hasil keluaran sensor analog memiliki variasi tegangan atau arus serta
sebanding dengan parameter penginderaan. (Garwood 1993). Seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Sensor through-beam terdiri dari dua bagian, yaitu sensor sumber
cahaya pengirim dan sensor penerima cahaya. Sensor yang memancarkan cahaya
sering disebut emitor atau transmitter sedangkan sensor yang menerima cahaya
sering disebut detektor cahaya atau receiver. Pada pengoprasian normal sumber
cahaya yang terhalang oleh balok penerima tidak dapat diteruskan menuju detektor
cahaya sehingga detektor terhalang dalam menerima cahaya masukan. Hal tersebut
membuat detektor memberikan masukan sinyal dalam pengoprasian. (Scott J 1988)
6
Sensor dengan hasil keluaran analog berguna dalam banyak aplikasi kontrol
proses ketika memantau posisi obyek, ukuran benda tembus pandang untuk
memberikan sinyal kontrol secara bervariasi pada perangkat analog lain, seperti
jenis kecepatan motor. Seperti terlihat pada Gambar 1, merupakan grafik keluaran
sensor analog pada pengukuran arus atau tegangan. Output dari sensor fotolistrik
analog sebanding dengan kekuatan sinyal cahaya yang diterima.
Gambar 2 Konfigurasi sensor Through-Beam
Semakin tinggi intensitas cahaya dihamburkan maka semakin tinggi
pula kekeruhannya pada pengukuran intensitas cahaya yang dihamburkan secara
tegak lurus terhadap lintasan cahaya menurut Lenore et al. ( 1998).
Rangkaian Jembatan Wheatstone
Jembatan wheatstone merupakan susunan rangkaian digunakan sangat luas
untuk penentuan satu perlawanan yang tidak diketahui dalam tiga jaringan
resistances. Seperti terlihat pada Gambar 3. di mana R1, R2, R3 dan R4 adalah
resistor yang terhubung pada node a dan b melalui pembalikan saklar S ke catu
daya DC. Galvanometer (G) dengan resistor (tahanan) penghubung untuk
mengontrol sensitivitas, dan saklar K yang terhubung ke titik c dan d. Seperti yang
terlihat pada Gambar R1 dan R3 merupakan resistor yang memiliki nilai yang telah
ditentukan dan R2 adalah resistor yang dapat berubah nilainya (variable resistor)
sedangkan R4 merupakan resistor yang belum diketahui nilainya untuk diukur.
Gambar 3 Rangkaian jembatan Wheatstone
7
Pada jembatan ini perubahan nilai R2 digunakan sebagai kalibrasi sampai
mendapatkan sensitifitas maksimum pada pengukuran galvanometer. (Laughton
dan Warne 2003)
Penguat Operasional Nonlinear
Sebuah penguat operasional menerima input dari sumber hulu dan
memberikan output untuk beban hilir. Beragam jenis penguat operasional yang
berbeda berasal pada sifat dari sinyal input dan output. Penguat operasional pada
sirkuit ditemui sejauh ini dirancang untuk berperilaku secara linear. Linearitas
dicapai dengan : (a) menggunakan umpan balik negatif untuk memaksa penguat
operasional untuk beroperasi pada wilayah linear, (b) menerapkan jaringan umpan
balik dengan elemen linear. Salah satu penggunaan penguat operasional nonlinier
yaitu sebagai komparator tegangan, seperti terlihat pada Gambar 4 apabila pada
suatu penguat operasional nonlinear membutuhkan tegangan keluaran rendah maka
tegangan masuk positif (Vp) harus lebih kecil dari tegangan masuk negatif (Vn).
Hal tersebut berlaku sebalikanya apabila tegangan masuk positif (Vp) lebih besar
dari tegangan masuk negatif (Vn) maka tegangan keluaran menjadi tinggi. (Franco
2015)
Gambar 4 Rangkaian penguat operasional sebagai komparator tegangan
Sistem PID (Proporsional, Integral, Derivative)
PID kontroller memiliki tiga istilah. Istilah P (Proporsional) sesuai dengan
kontrol proporsional. Istilah I (Integral) merupakan tindakan kontrol yang
sebanding dengan waktu yang satu paket dengan tingkat kesalahan. Hal ini
memastikan bahwa kesalahan yang stabil menjadi nol. Istilah D (Derivative)
sebanding dengan waktu turunan dari kesalahan kontrol. Istilah ini memungkinkan
prediksi kesalahan masa depan. Ada banyak variasi dari algoritma PID dasar yang
substansial akan meningkatkan kinerja dan pengoperasian. (Astrom dan Hagglund
1995)
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), dengan masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Dalam implementasinya masing-masing cara dapat
bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya.
8
Gambar 5 Diagram blok sistem kontrol berumpan balik
Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu dilakukan adalah mengatur
parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap masukan
tertentu sebagaimana yang diiginkan.
Gambar 6 Tanggapan sistem terhadap aksi kontrol PID
Merancang sistem kontrol PID, kebanyakan dilakukan dengan metoda cobacoba atau (trial dan error).
Tabel 1. Tanggapan sistem kontrol PID terhadap perubahan parameter
Kesalahan
Tanggapan
Waktu
Waktu
Overshoot
Keadaan
Loop Tertutup
Naik
Turun
Tunak
Proporsional
Perubahan
Menurun
Meningkat
Menurun
(Kp)
Kecil
Integral (Ki)
Menurun
Meningkat
Meningkat
Hilang
Derivative
Perubahan
Perubahan
Menurun
Menurun
(Kd)
Kecil
Kecil
9
Aksi kontrol PID merupakan gabungan dari aksi P, I dan D dan fungsi alih
sistem menjadi :
( )
=
( )
+ (5 +
+
+
) + (8 +
) +
(1)
Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki dan Kd tidak independen.
Mendapatkan aksi kontrol yang baik dilakukan dengan langkah coba-coba
kombinasi antara P, I dan D sampai ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang
diiginkan. (Ali M 2004)
Modul PID yang digunakan dalam aplikasi kontrol proses menggabungkan
algoritma PID. Sebuah algoritma merupakan program yang kompleks berdasarkan
perhitungan matematis. Sebuah modul PID memungkinkan pengendalian proses
untuk mengambil posisi di luar CPU. Pengaturan ini mencegah CPU dari beban
perhitungan yang terlalu rumit. Prosesor mikro dalam modul PID memproses data,
membandingkan data untuk mengatur poin yang diberikan oleh CPU dan
menentukan sinyal output yang sesuai. (Petruzella 2005)
Programmable Logic Controller
Programmable Logic Controller (PLC) banyak digunakan dalam setiap aspek
industri untuk memperluas dan meningkatkan produksi, dimana sistem otomatis
yang terdahulu menggunakan ratusan atau ribuan relay, sedangkan dengan sebuah
PLC dapat diprogram sebagai pengganti perangkat tersebut. Perangkat PLC telah
berkembang selama bertahun-tahun yang memiliki kemampuan kendali yang
bertahap seperti, kontrol gerak, kontrol proses dan sistem kontrol distribusi serta
jaringan kompleks kini telah ditambahkan fungsi dari PLC. Selain untuk
menghemat biaya dalam industri, mengunakan PLC memiliki keuntungan sebagai
berikut :
1. Peningkatan keandalan, yaitu setelah program telah ditulis dan diuji program
tersebut dapat dengan mudah didownload ke PLC lain. Karena semua logika
yang terkandung dalam memori PLC, jadi dapat meminimalisasi kesalahan
logika pengkabelan.
2. Fleksibilitas tinggi, yaitu lebih mudah untuk membuat dan mengubah program
dalam PLC daripada mengubah system pengkabelan.
3. Biaya rendah, yaitu PLC pada awalnya dirancang untuk menggantikan kontrol
logika relay. Pada pengaplikasian terlihat bahwa kontrol relay menjadi tertingal
kecuali untuk aplikasi daya. Apabila pada suatu aplikasi memiliki lebih dari
setengah lusin relay kontrol, maka lebih hemat jika menginstal PLC.
4. Kemampuan berkomunikasi, yaitu PLC dapat berkomunikasi dengan kontroler
lain atau peralatan komputer untuk melakukan fungsi seperti kontrol
pengawasan, pengumpulan data, perangkat monitoring dan parameter proses
serta fungsi download dan upload program.
5. Respon waktu yang cepat, yaitu PLC dirancang untuk kecepatan tinggi dan
aplikasi real time, yang berarti bahwa ketika mesin yang memproses ribuan
item per detik dan benda-benda yang menghabiskan waktu hanya sepersekian
detik di depan sensor memerlukan kemampuan respon cepat PLC.
10
6.
Mudah dalam perwatan dan perbaikan. Yaitu PLC memiliki alat diagnosa dan
fungsi override (berisi status untuk menahan perubahan dari kondisi bit-bit
input maupun output, sehingga status input dan output tidak akan berubah dari
kondisi semula) yang memungkinkan pengguna untuk dengan mudah melacak
perangkat lunak dan perangkat keras untuk memperbaiki masalah. Untuk
menemukan dan memperbaiki masalah, pengguna dapat menampilkan
program pengendalian pada monitor dan melihatnya secara langsung.
(Petruzella 2005)
SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)
SCADA merupakan kombinasi telemetri dan akuisisi data. SCADA melakukan
pengumpulan informasi dan mentransfer kembali ke pusat kendali serta
melaksanakan setiap analisis dan kontrol yang diperlukan. Kemudian menampilkan
informasi pada sejumlah layar operator atau display. Tindakan pengendalian yang
diperlukan dapat disampaikan kembali ke proses. Terdiri dari dua perangkat yaitu :
1. Perangkat keras SCADA, merupakan sebuah sistem SCADA yang terdiri dari
sejumlah Remote Terminal Unit (RTU) yang mengumpulkan data di lapangan
(plant) serta mengirim data kembali ke pusat kendali melalui sistem
komunikasi. Pusat kendali menampilkan data yang diperoleh dan juga
memungkinkan operator untuk melakukan tugas-tugas remote control. Pada
sistem SCADA yang lebih kompleks pada dasarnya ada lima tingkat atau
hierarki : (a) perangkat instrument dan perangkat kontrol (sensor) yang berada
di plant, (b) Remote Terminal Unit (RTU), (c) sistem komunikasi, (d) pusat
kendali, (e) sistem komputer sebagai pengolah data.
2. Perangkat lunak SCADA, Software SCADA dibagi menjadi dua jenis, yaitu
berlisensi atau terbuka (open source). Perusahaan mengembangkan perangkat
lunak berlisensi untuk berkomunikasi dengan perangkat keras yang mereka
miliki. Sistem ini dijual sebagai solusi kunci terhadap perangkat keras tersebut.
Masalah utama dengan sistem ini adalah ketergantungan besar pada pemasok
sistem. Sistem perangkat lunak terbuka telah mendapatkan popularitas karena
interoperabilitas yang mereka bawa ke sistem. Interoperabilitas adalah
kemampuan untuk mencampur peralatan produsen yang berbeda pada sistem
yang sama. Perangkat lunak SCADA terdiri dari bebrapa fitur utama yang
meliputi : (a) antarmuka pengguna, (b) tampilan layar (display), (c) alarm
peringatan, (d) tren data, (e) antarmuka RTU dan PLC, (f) Skala, (g) akses
menuju data, (h) basis data, (i) jaringan, (j) toleransi kesalahan, (k) client/server
dalam pendistribusian. (Clarke et al. 2004)
Perangkat lunak aplikasi untuk proyek SCADA melibatkan spreadsheet,
dokumen desain serta bahan petunjuk referensi dan informasi program secara rinci,
dengan demikian perangkat lunak untuk sistem ini sangat luas dalam pengunaanya
dan membutuhkan kombinasi dari dokumen desain. (Stuart G 2013)
11
3 METODE
Kerangka Penelitian
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU) pada penelitian ini
dilakukan dengan mengunakan prinsip kekeruhan air pada perbandingan intensitas
cahaya yang disebabkan oleh suatu larutan standard dalam kondisi yang sama,
semakin rendah intensitas cahaya yang terserap makin tinggi kekeruhannya.
Pengumpulan data sekunder juga dilakukan pada penelitian ini. Langkahlangkah penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 dalam bentuk
diagram alir.
Gambar 7 Diagram alir penelitian
Waktu pengukuran dilaksanakan pada bulan September - November 2015.
Pengambilan dan pengukuran sampel kekeruhan dilakukan di tiga titik Instalasi
Pengolahan Air IPB wilayah sungai Cihideung. Dua titik berjarak ± 15 m dari input
air baku sungai menuju pompa dosis. satu titik berikutnya berjarak ± 2 m dari
12
pompa dosis menuju air baku hasil flokulasi (pengendapan cepat) seperti terlihat
pada Gambar 8.
Gambar 8 Titik pengambilan sampel air baku
Proses pengolahan air baku dari sungai dimulai dari air sungai masuk melalui
penyaring menuju sumur penyeimbang, lalu dipompakan untuk diberi perlakuan zat
koagulan (PAC) dan dialirkan menuju bak pengendap cepat. Hasil pengendapan ini
digunakan untuk proses filtrasi (penyaringan) mengunakan pasir kwarsa dalam tiga
tahap.
Hasil penyaringan diberikan perlakuan klorinasi untuk sterilisasi air bersih
untuk dialirkan menuju penampungan air sementara. Air dari penampungan
merupakan hasil sistem proses Instalasi Pengolahan Air bersih yang siap
didistribusikan menuju bak penampung pada masing-masing pemilik kepentingan.
Daftar bahan dan peralatan yang dipergunakan disajikan dalam Tabel 2.
No.
1.
Tabel 2 Bahan dan peralatan pengukuran kekeruhan air
Spesifikasi
Spesifikasi Bahan
Air Baku untuk Instalasi Pengolahan Air
Air Baku hasil pencampuran dengan Poly Aluminium Chloride (PAC)
2.
Spesifikasi Peralatan
Sensor kekeruhan dengan metode through-beam analog output 0 sampai
10 Volt
Catu Daya [ DC 10V]
PLC Modul [ SIMATIC S7-1200 CPU 1214 6ES7 214-1AG40-0XB0]
Catu Daya [ HILED : HL250L-H1V24]
Pompa Air Submersible [DC 12V 5800Rpm 60 Watt 70l/m]
Catu Daya [ Input AC 220V Output DC 0-12V]
Portable Microprocessor Turbidity Meter [ HI 93703 HANNA
Instrument]
Pompa Dosis [MILTON ROY GM0025PR1MNN 70 BAR]
13
Pengukuran Nephelometric Turbidity Unit (NTU)
Pengambilan sampel air baku dari sungai Cihideung pada Instalasi
Pengolahan Air IPB dilakukan dengan metode sampling untuk pengambilan air
baku, yaitu dengan cara meghisap air melalui pompa submersible. Air baku
dilewatkan melalui pipa pvc yang telah ditempatkan sensor optik dengan metode
through-beam sensor. Sensor optik ditempatkan pada jarak 1,5cm untuk
pemasangan sensor pengirim dan penerima pada diameter pipa sebesar 2cm.
Sedangkan kecepatan pompa air pada putaran 5800rpm atau sebesar 70l/m pada
saat awal menghidupkan peralatan. Pada jangka waktu 2 menit kecepatan pompa
air diturunkan menjadi 2900rpm atau dengan kapasitas 35l/m. Melalui perlakuan
laju alir 35l/m dengan metode through-beam sensor diperoleh hasil keluaran analog
perubahan nilai dari 0 sampai 10 Volt hasil keluaran sensor sesuai dengan kualitas
air baku yang diukur. Melalui hasil keluaran sensor tersebut maka dapat dilakukan
pengukuran keadaan air baku untuk menentukan nilai kekeruhannya sesuai standar
NTU dan dengan pengkalibrasian hasil pengukuran melalui alat Portable
Microprocessor Turbidity Meter.
Percobaan pengukuran air baku dengan sensor yang mengunakan metode
through-beam dapat dilihat pada Gambar 9 untuk kalibrasi sensor sedangkan pada
Gambar 10 merupakan bentuk fisik dan penempatan sensor pengirim dan penerima.
Sedangkan Gambar 11 merupakan bagan alir sistem kerja sensor yang telah
dipasang pada PLC sebagai kontroller dan membaca data masukan sebagai bahan
pengambil keputusan dalam memberikan dosis PAC sesuai dengan kebutuhan
instalasi pengolahan air.
Gambar 9 Percobaan pengukuran kekeruhan air untuk kalibrasi sensor
14
Gambar 10 Bentuk fisik sensor
Proses setelah pengkalibrasian alat yaitu mengukur dua jenis contoh air baku
yang diambil dari Instalasi Pengolahan Air IPB wilayah cihideung.
Gambar 11 Pengukuran dua jenis air baku
Hal ini dilakukan untuk mengetahui besaran nilai perubahan air baku sebelum
pemprosesan dan setelah melalui pengedapan pada proses flokulasi (pengendap
cepat).
15
Sistem Kontrol PID
Kontrol PID merupakan kontroler untuk menentukan keakuratan suatu
sistem instrumentasi dengan karateristik adanya umpan balik pada sistem tesebut.
Sistem dimulai dari membaca parameter yang diukur untuk menentukan nilai
setpoint dan diolah pada sistem PID sehingga menghasilkan manipulated variable
untuk merubah nilai dosis pada sistem pompa dosis. Hal tersebut menghasilkan
nilai yang diukur kembali sebagai sistem umpan balik menuju ke sistem PID yang
menghasilkan perhitungan yang digunakan untuk menghasilkan nilai perubahan
yang terjadi menjadi sama dengan nilai perubahan yang diinginkan. Apabila terjadi
nilai yang tidak diharapkan (error), maka sistem umpan balik digunakan sebagai
sinyal kontrol untuk menghitung nilai error terhadap sistem kontrol.
Gambar 12 Sistem kontrol PID berumpan balik
Sistem PID memudahkan suatu kontrol terhadap perubahan yang diinginkan
dari suatu alat yang sedang dilakukan pengontrolan. Hal tersebut berguna dalam
sistem instrumentasi yang bekerja cepat serta mendapatkan keakuratan yang tinggi.
Gambar 13 Bagan alir pengukuran kekeruhan (NTU) pada PLC
16
Gambar 14 Skema sistem kontrol PID pada SCADA
Perangkat lunak SCADA berfungsi untuk memberikan perintah serta
mengambil keputusan tindakan terhadap peralatan yang di kontrol.
Gambar 15 Kontrol untuk menghasilkan nilai PID yang diperlukan
17
Melalui sistem PID yang teritegrasi dalam modul PLC input air baku sungai
digunakan sebagai sinyal awal nilai dugaan kekeruhan menjadi setpoint, sedangkan
sensor kekeruhan setelah pembubuhan koagulan digunakan sebagai sinyal kontrol
berumpan balik melalui proses sistem kontrol PID.
Respon cepat dan akurat yang dihasilkan pada sistem kontrol dilakukan
dengan seting parameter PID yang diperlukan yaitu nilai Kp, Ki dan Kd pada sistem
kontrol PID melalui perangkat lunak SCADA
Kompilasi Data dari Dokumen Publik
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari dokumen Instalasi
Pengolahan Air IPB yaitu, data hasil pengukuran kualitas air baku yang diutamakan
pada parameter NTU. Dokumen publik yang dimaksud adalah dokumen hukum
yang berlaku mengenai persyaratan air serta standar SNI untuk pengelolaan
Instalasi Pengolahan Air. Data tersebut adalah hasil pengukuran kualitas air baku
yang diutamakan pada parameter NTU. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi
Pengolahan Air IPB.
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan korelasi antara nilai awal kualitas
air baku sebelum pembubuhan PAC dengan kualitas air baku setelah pembubuhan
PAC sesuai dosis pengunaan PAC untuk kebutuhan pengolahan air. Analisis yang
digunakan merupakan analisis sistem kontrol PID (Proportional, Integral dan
Derivative) sederhana dengan bantuan komputer menggunakan program olah data
Matlab.
Sistem kontrol PID memiliki tiga cara dalam pengaturan yaitu kontrol P
(Proportional), D (Derivative) dan I (Integral), Sistem kontrol tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan, pada penerapan sistem kontrol PID dapat bekerja secara
mandiri maupun secara gabungan. Mendapatkan sinyal keluaran dari sistem PID
yang diinginkan harus dilakukan pengaturan terhadap parameter P,I dan D pada saat
perancangan sistem tersebut.
Suatu sistem kontrol PID dapat bekerja sampai mendekati ideal dalam suatu
plant, maka diperlukan analisa hasil uji coba pada sistem dengan sistem trial dan
error melalui software Matlab. Dalam penelitian ini menggunakan fungsi alih :
( )
=
( )
+ (5 +
+
+
) + (8 +
) +
(2)
Berdasarkan rumus diatas, maka pada editor Matlab dituliskan perumusan :
Kp=?;
Ki=?;
Kd=?;
Ps=[Kd Kp Ki];
Qs=[1 5+Kd 8+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(Ps,Qs)
18
Dari hasil percobaan terhadap perubahan nilai Kp, Ki dan Kd maka dicari
nilai perubahan pada grafik yang menunjukan kondisi ideal suatu sistem kontrol
PID, yaitu dengan menyeimbangkan nilai Kp, Ki dan Kd. Berikut grafik respon
sistem PID terhadap perubahan nilai Kp, Ki dan Kd.
Gambar 16 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 20, Ki = 30, Kd = 5
Gambar 17 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 50, Ki = 60, Kd = 10
19
Gambar 18 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 20
Gambar 19 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 10
20
Dari beberapa percobaan yang dilakukan maka untuk mendapatkan kondisi
ideal dalam merancang kontrol PID memerlukan peningkatan beberapa kondisi Kp,
Ki dan Kd. Hal tersebut dilakukan dengan cara : (a) menambahkan Kp untuk
meningkatkan rise time (waktu naik), (b) menambahkan Kd untuk mengurangi
overshoot (melampaui), (c) menambahkan Ki untuk mengurangi error steady state
(perbedaan antara masukan dan keluaran sistem terhadap masukan uji tertentu pada
saat waktu mendekati tak hingga, t → ∞).
Gambar 20 Respon sistem kontrol PID untuk nilai Kp = 80, Ki = 90, Kd = 5
Gambar 21 Blok sistem kontrol PID model simulink
Uji coba untuk model sistem kontrol PID juga dapat dilakukan dengan Matlab
Simulink untuk mendapatkan respon sistem kontrol PID yang ideal seperti hasil uji
coba model Matlab diatas.
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Korelasi Tegangan (V) Pada Kekeruhan Air Baku
Korelasi linear antara tegangan yang dihasilkan dan kekeruhan air baku
menunjukan semakin besar nilai tegangan yang dihasilkan, maka semakin besar
nilai kekeruhannya (NTU). Hal tersebut ditimbulkan karena perubahan nilai
tegangan pada sensor dipengaruhi oleh jumlah intensitas cahaya yang masuk pada
saat air mengalir melalui sensor tersebut. Semakin baik kualitas air maka intensitas
cahaya yang masuk semakin banyak pada saat pembacaan sensor. Hal sebaliknya
berlaku pada hasil keluaran untuk nilai kekeruhan tertinggi. Hasil pengukuran
kalibrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 22 Grafik proses kalibrasi dan formulasi yang dihasilkan
Hasil kalibrasi menghasilkan perumusan untuk menghitung besaran nilai
tegangan yang dihasilkan terhadap nilai NTU yang ditentukan.
= 3,7736 − 1,7941
(3)
Grafik proses kalibrasi menunjukan bahwa semakin besar nilai kekeruhan
yang diperoleh maka linearitas dalam pengukuran semakin menyimpang. Hal
tersebut terjadi karena sistem dalam sensor kekeruhan yang digunakan memiliki
akurasi dari 3 sampai 30 NTU untuk skala tegangan output 0 sampai 10 Volt.
Melalui metode yang sama pada saat kalibrasi sensor pengukuran berikutnya
dilakukan dengan membandingkan 2 jenis air, yaitu air baku dari sungai dan air
baku setelah penambahan PAC. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3.
22
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tabel 3 Hasil pengukuran kekeruhan untuk dua jenis air baku
Air baku setelah
Pompa Dosis
Air baku dari
pencampuran PAC
(katup dosis %)
sungai (NTU)
melalui proses
flokulasi (NTU)
75
11,414
4,621
75
13,300
4,621
75
16,319
4,998
75
17,451
4,998
75
21,602
6,130
75
22,734
8,017
75
26,885
9,149
75
29,149
11,036
75
33,300
11,791
Data pada Tabel 3 diperoleh dari operasional Instalasi Pengolahan Air IPB
pada sungai Cihideung untuk tipe konvensional yaitu dengan dosis koagulan (PAC)
sebesar 75% pada skala 0-100% dengan campuran bahan koagulan PAC 14kg/200
Liter air untuk pemakaian selama 7 jam.
Hasil pengukuran menunjukan untuk dosis PAC yang sama pada tiap
perlakuan air menghasilkan nilai NTU air baku yang cukup untuk proses
selanjutnya yaitu penyaringan melalui pasir kwarsa pada tabung filtrasi sistem
Instalasi Pengolahan Air.
Data pengukuran selanjutnya dilakukan dengan memberlakukan sistem
pembubuhan dosis koagulan yang berbeda pada setiap perlakuan input air baku. Hal
tersebut dihasilkan melalui sistem kontrol PID yang bekerja dengan
menginisialisasi nilai dugaan awal air baku menjadi setpoint dan mengolah data
melalui sistem PID yang menghasilkan nilai manipulated variable (perubahan yang
terjadi) untuk memerintahkan besar kecilnya nilai dosis koagulan.
Hasil dari pembubuhan koagulan tersebut diukur kembali menjadi nilai
umpan balik sebagai data masukan sistem PID untuk memberikan keputusan
apakan nilai perubahan yang terjadi telah sama dengan nilai perubahan yang
diinginkan sehingga menghasilkan keputusan yang akurat dalam pemberian
koagulan berdasarkan nilai perubahan NTU.
Hasil pengukuran NTU dalam perhitungan skala input dan output NTU
menghasilkan dosis yang berbeda pada tiap perlakuan kekeruhan air baku. Data
masukan air baku berasal dari sistem sensor awal sebagai air baku dari sungai,
sedangkan sistem sensor kedua diperoleh dari pengukuran air baku setelah proses
pembubuhan koagulan.
Data pengukuran pada Instalasi Pengolahan Air IPB di wilayah sungai
Cihideung dapat dilihat pada Tabel 4.
23
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tabel 4 Persentase pompa dosis hasil sistem kontrol PID
Pompa
Air baku setelah
Air baku
Dosis
Waktu
pencampuran PAC
dari sungai
(katup
Pengunaan
setelah proses
(NTU)
dosis
Koagulan
flokulasi (NTU)
%)
17hr 30min
11,791
4,621
30
0.0000s
16hr 24min
13,300
4,621
32
22.500s
11hr 39min
17,074
4,998
45
60.000s
10hr 30min
17,829
6,130
50
0.0000s
9hr 22min
21,602
6,885
56
30.000s
8hr 45min
23,866
8,395
60
0.0000s
7hr 17min
26,885
9,149
72
30.000s
6hr 19min
29,149
10,281
83
31.086s
5hr 46min
33,300
11,036
91
9.2280s
Nilai kekeruhan yang diperoleh dari hasil perubahan dosis PAC diukur
setelah melalui proses flokulasi (proses pengendapan cepat melalui membran yang
digunakan pada proses tersebut).
Seperti terlihat pada Tabel 4 input dan output NTU terhadap perubahan dosis
PAC yang diberikan pada input air baku sebanding dengan kenaikan NTU input
terhadap perubahan persentasi pompa dosis yang menghasilkan penurunan yang
cukup untuk proses filtrasi (proses penyaringan air setelah proses flokulasi melalui
pasir kwarsa).
Gambar 23. Pemasangan sensor kekeruhan pada Instalasi Pengolahan Air
24
Data dari sistem SCADA diperoleh dari input air baku dan data sinyal kontrol
setelah proses pumbubuhan PAC seperti terlihat pada Gambar 24.
(a)
(b)
Gambar 24. Bentuk fisik pemasangan sensor pada instalasi pengolahan air
(a) sensor pada aliran masuk air baku,
(b) sensor setelah pembubuhan PAC
Analisa Sistem Sensor dan Penguat Operasional
Hubungan antara air baku sungai dan air baku bercampur PAC pada
pengukuran kekeruhan di instalasi pengolahan air menunjukkan adanya korelasi
dengan nilai kekeruhan yang dihasilkan turun setelah pencampuran air baku dengan
PAC melalui proses flokulasi sebesar 4-11 NTU untuk setiap perlakuan air baku
dengan dosis yang sama.
Proses pengukuran yang dilakukan pada air baku mendapatkan hasil keluaran
tegangan yang berbeda untuk dikonversi menjadi nilai NTU tertentu berawal dari
sinyal perubahan tinggi rendahnya kekeruhan yang dibaca melalui sensor dengan
metode jembatan wheatstone yang bekerja pada model throughbeam melalui
detektor optik. Sinyal keluaran perubahan tegangan tersebut masih sangat kecil
sehingga diperlukan penguat operasional yang bekerja sebagai komparator
tegangan seperti terlihat pada Gambar 22.
Gambar 25. Rangkaian sensor dan penguat operasional
25
Metode jembatan wheatstone pada sensor menyeimbangkan nilai tegangan
keluar (V-Out 1) dari percabangan menjadi nol pada saat awal, yaitu D1
memancarkan cahaya yang diterima oleh D2 dengan hambatan air baku yang
memiliki nilai 1 sampai 2 NTU. Setelah air baku berubah menjadi bernilai 30NTU
maka D2 terhambat dalam menerima cahaya dari D1. Hal tersebut membuat nilai
tegangan keluar (V-Out 1) menjadi tinggi. Perubahan nilai keluaran dari V-Out 1
ini masih rendah, maka diteruskan ke penguat operasional.
Seperti terlihat pada Gambar 22 dimana tegangan masuk pada percabangan
nomer 7 (+) dan 4 (-) adalah nilai perubahan tegangan dari sensor sedangkan
tegangan masuk pada percabangan nomer 6 (-) dan 5 (+) sebagai tegangan masuk
penyeimbang, yaitu nilai R11 dapat berubah sebagai pengatur keseimbangan. Pada
sinyal V-