KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMAAH
d. Kewajiban suami
52
1. Suami harus memperlakukan isterinya dengan baik
2. Suami tidak boleh menghina isterinya dengan segala
kekurangan pada dirinya, karena tidak ada lelaki dan wanita yang tidak mempunyai kekurangan
3. Suami tidak boleh terlalu keras terhadap isterinya
4. Suami tidak boleh memukul isterinya
5. Suami harus menyiapkan waktu senggang untuk bersenang-
senang secara khusus dengan isteri 6.
Suami harus memberi makan, pakaian, dan tempat perlindungan kepada isterinya
7. Suami harus memberikan pendidikan dasar tentang Islam,
kesehatan, dan ilmu kesehatan kepada isterinya 8.
Suami harus membayar maharnya apabila diminta, sebaliknya apabila suami tidak membayar mahar sedang isterinya
meminta, maka isteri dapat menolak berhubungan dengan suami sebagai hak dari suatu pernikahan.
9. Suami sebagai pelindung terhadap isterinya dari hal-hal yang
tidak bermoral dan sebagai penghibur dalam keadaan-keadaan yang sulit.
52
Alimuddin Tuwu, Bimbingan nikah membina rumah tangga menurut alQuran Sunnah Terj. Kitaabun Nikah, h. 100
B. Kewajiban suami terhadap istri dikalangan Jamaah Tabligh pada saat
berdakwah khuruj fii sabilillah Kewajiban suami adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh suami
sebagai kepala keluarga terhadap istri dan anggota keluarga lainnya. Sebelum berdakwah, para anggota Jamaah Tabligh JT diwajibkan untuk
memperhatikan kewajibannya terhadap istri dan anggota keluarga
53
. Salah satu kewajiban yang dimiliki oleh seorang suami terhadap anggota
keluarganya adalah memberikan nafkah kepada mereka. Pada saat suami ingin melakukan khuruj fii sabilillah selama 3 hari dalam 1 bulan, 40 hari
dalam 1 tahun, dan 4 bulan dalam seumur hidup mereka diwajibkan terlebih dahulu mengumpulkan uang dari hasil kerja, usaha maupun
berdagang untuk ditinggalkan bagi kebutuhan sehari-hari istri, dan anggota keluarga lainnya selama ditinggal berdakwah khuruj fii sabilillah dalam
kurun waktu yang telah ditentukan, yaitu 3 hari, 40 hari dan 4 bulan
54
. Menurut Jamaah Tabligh meninggalkan anak dan isteri untuk li Ilaai
kalimatillah. Jadi, perginya seorang keluar dijalan Allah SWT bukan untuk habiskan waktu dimasjid, duduk, dzikir, pegang tasbih kalaulah ini yang
dibuat maka ini adalah bentuk kedzoliman terhadap keluarga. Para sahabat dahulu tinggalkan isteri berbulan-bulan bahkan ada yang bernama al-Faruq
ayah dari Rabiah AlFaruq seorang muhaddits telah tinggalkan isteri 27
53
Hasil penelitian penulis dalam kegiatan khuruj yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh ketika bergabung setelah pembahasan mengenai mudzakaroh enam sifat, diambil dari beberapa
pendapat Jamaah Tabligh yang hadir pada saat itu
54
Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015
tahun adalah untuk meninggikan kalimat Allah dengan berdakwah. Datang dari kampung-kampung, bandar-kebandar, dengan cara membentuk
Jamaah dakwah
55
. Setiap keluarga yang ingin ditinggal khuruj fii sabilillah oleh suami
diadakan musyawarah terlebih dahulu. Seluruh anggota keluarga diberitahu seperti istri dan anak-anak bahwa mereka akan ditinggal selama
beberapa lama 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan, setelah diadakan musyawarah dan istri maupun anggota keluarga lainnya setuju maka suami dan istri
menghitung besaran nafkah yang akan ditinggalkan oleh suami dalam kurun waktu ia berdakwah. Contoh, dalam satu hari keluarga salah satu
anggota Jamaah Tabligh mereka menghabiskan uang sebanyak Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah untuk biaya makan dan kebutuhan anak-
anak sekolah serta kebutuhan lainnya. Maka, seorang suami ketika ingin khuruj fii sabilillah dalam kurun waktu 3 hari meninggalkan uang Rp.
100.000,- X 3 = Rp. 300.000,- begitu pula ketika ingin khuruj fii sabilillah dalam kurun waktu lainnya, yaitu 40 hari dan 4 bulan. Apabila ditinggal
oleh suami selama 4 bulan, maka 120 X 100.000= Rp. 12.000.000,-
56
. Perlu untuk diketahui pula bahwa setiap melakukan khuruj fii sabilillah
Jamaah Tabligh tidak menerima sumbangan dari pihak manapun dan hanya mengandalkan biaya dari uang yang telah dikumpulkannya untuk
kegiatan yang akan dilakukan pada saat berdakwah contohnya untuk biaya makan sehari-hari, dll.
55
Abu Muhammad Fahim, Kedok Jamaah Tabligh, h. 58.
56
Abu Targhibi, Targhib masturoh, Jakarta: Assalam, h. 15.
Sesungguhnya pergerakkan jamaah tabligh diseluruh dunia, memiliki aturan penyeleksian sebelum khuruj. Aturan ini dikenal dikalangan
jamaah tabligh dengan istilah tafaqud. Tafaqud ini meliputi; amwal, amal dan ahwal. Amwal adalah yang berhubungan dengan masalah biaya, yaitu
biaya untuk selama perjalanan dan biaya untuk keluarga yang ditinggalkan. Semua itu disesuaikan dengan lamanya ia keluar dan daerah
yang akan dituju. Sedangkan Ahwal adalah yang berkaitan dengan masalah keluarga, pekerjaan dan sejenisnya
57
. Seseorang akan dibenarkan khuruj 40 hari atau 4 bulan atau beberapa
pun lamanya, jika dia telah melewati proses tafaqud tadi. Sehingga tidak benar tuduhan yang mengatakan bahwa Jamaah Tabligh meninggalkan
keluarga begitu saja, tanpa meninggalkan perbekalan bagi keluarganya atau menyia-nyiakannya. Selanjutnya, walaupun sudah dipastikan
seseorang itu lulus tafaqud untuk khuruj, maka kawan-kawan Jamaah Tabligh yang tidak sedang khuruj, secara bergilir akan memperhatikan hal
ihwal keluarga yang sedang ditinggalkannya tersebut
58
. Beberapa hal yang hendaknya ditanamkan oleh seorang wanita soleha
terhadap nafkah yang diberikan oleh suaminya, selalu bersyukur,
57
Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, Cirebon: Pustaka Nabawi, 2010, h. 65.
58
Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, h. 66.
berhemat, jangan menuntut lebih, menggunakannya dengan izin suami, puas dengan nafkah yang ada, dan digunakan untuk kepentingan agama
59
. Pemenuhan nafkah materi dapat didapatkan dengan cara bekerja,
berdagang dan lain sebagainya. Ketika urusan bekerja Jamaah Tabligh memiliki beberapa prinsip, diantaranya
60
: 1.
Mencela perbuatan menganggur, dan mengandalkan belas kasihan orang lain. Setiap orang mesti bekerja dan memiliki mata
pencaharian, tanpa bergantung dan berharap kepada orang lain. 2.
Bekerja semata-mata demi mendapatkan ridha Allah, sehingga urusan dunia diletakkan sebagaimana perintah Allah dan Rasul-
Nya. 3.
Meyakini bahwa bekerja adalah sekedar upaya dan ikhtiyar manusia, sedangkan pemberi rezeki yang hakiki adalah Allah Ar-
rozzaq. 4.
Bekerja dunia untuk menghilangkan ketergantungan pada makhluk dan belajar bertawakkal kepada Allah atas hasilnya.
5. Bekerja adalah medan dakwah untuk mengajak dan memberi
contoh kepada kaum muslimin, bagaimana seharusnya seorang dai bekerja duniawi.
59
Abdurrahman Ahmad, Fadhilah Wanita Shalihah, Cirebon: Pustaka Nabawi, h. 102.
60
Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh, h. 86.
6. Bekerja dijadikan sebagai medan ibadah, yaitu untuk lebih ber
taqarrub kepada Allah dengan mencari rezeki yang halal, kemudian disalurkan kembali ke jalan yang halal.
Kewajiban seorang suami dalam melindungi, mendidik dan mengajarkan anaknya serta anggota keluarga lainnya dalam alQuran surah
At-Tahrim ayat 6 dijelaskan :
۵ݚ ۵ݓُݚأ
ݍݚܓﱠ݆ا اݕݏمآ
اݕق م݃سفݎأ
م݃ݛ݇ݒأݔ اܔ۵ݎ
۵ݒܐݕقݔ ﱠݏ݆ا
س۵ ۺܔ۵جح݆اݔ
۵ݓݛ݇ع ۻ݃ئ۵݇م
ܐاܑش ظ۵݇غ ۵ﱠ݆
ݕّعݚ ݑﱠ݆݇ا
۵م مݒܕمأ
ݕ݇عفݚݔ ۵م
ݔܕمۭݚ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai perintah Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”, Q.S.
At-Tahrim66: 6
Ketika khuruj fii sabilillah Jamaah Tabligh tidak jarang menerima perkataan yang seakan-akan mereka menelantarkan anak dan istrinya
ketika meninggalkan mereka berdakwah. Khususnya persoalan nafkah untuk mereka dan mengajarkan atau mendidik anaknya agar paham
mengenai ilmu agama. Namun, pada hakikatnya ketika khuruj tersebut mereka bukan hanya berdakwah dengan cara khuruj fii sabilillah
melainkan juga belajar ilmu agama yang diperolehnya ketika khuruj dan ilmu tersebut akan ia terapkan dan amalkan dirumah kepada anak, istri dan
anggota keluarga lainnya. Sehingga tidak tepat kalau seandainya dikatakan bahwa suami yang ikut berdakwah dengan Jamaah Tabligh tidak
mengajarkan atau bahkan menyampingkan urusan mendidik anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Bahkan, salah satu tujuan dari dakwah yang
dilakukan oleh Jamaah Tabligh ini adalah untuk memperbaiki diri sendiri, keluarga dan menimba ilmu dari para asatidz yang berada dalam setiap
rombongan halaqoh Jamaah Tabligh ketika khuruj fii sabilillah
61
. Nafkah materi dan biologis adalah suatu tuntutan yang harus
ditunaikan. Namun, kewajiban nafkah kepada anak isteri tidak hanya berupa nafkah materi, tetapi juga perlu; nafkah iman, nafkah ilmu agama,
nafkah materi dan nafkah biologis. Nafkah keimanan jelas lebih utama, karena iman adalah asas setiap amal, dan yang dapat menjauhkan
seseorang dari api neraka adalah iman dan amal. Letak kesempurnaan Islam yaitu mengatur segala keperluan hidup manusia demi kebaikkan.
Sayangnya, dewasa ini masyarakat pada umumnya, telah menyempitkan makna nafkah kepada urusan materi dan biologis saja, dan mengabaikan
kewajiban nafkah iman dan ilmu. Padahal keduanya lebih utama dan penting daripada urusan materi dan biologis saja
62
. Menurut kami bahwa nafkah biologis bukanlah nafkah yang berhubungan dengan hubungan
badan, akan tetapi lebih kepada pemberian ilmu agama, dan iman khususnya untuk istri
63
.
61
Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015
62
Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, h. 52.
63
Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015
Istri dan anak yang ditinggal khuruj fii sabilillah mereka akan diperhatikan oleh teman rekan anggota Jamaah Tabligh lainnya yang
tergabung dengan halaqoh Jamaah Tabligh yang terdekat dengan rumahnya. Mereka akan diperhatikan segala sesuatunya, seperti kesediaan
bahan pokok makanan dan lainnya, dan ini disebut dengan kunjungan ahliyah keluarga
64
. Hikmah yang didapat seseorang ketika melakukan khuruj fii sabilillah bagi istri dan anaknya ketika selesai berdakwah atau
pulang kerumah adalah : a.
Khidmat kepada keluarga, masyarakat dan menjadi bunga kepada keluarga. Ketika pulang kerumah setelah berdakwah seorang suami
bahkan dapat melakukan hal-hal yang membuat istri bahagia, diantaranya adalah suami dapat memasak, karena ketika khuruj fii
sabilillah sudah terbiasa dengan hal tersebut. b.
Zikir Ibadah didalam rumah bersama anggota keluarga. c.
Talim dirumah Memasukkan ajaran agama kedalam rumah. d.
Dakwah dengan cara lemah lembut. e.
Menjadikan rumah seperti rumahnya Nabi SAW. Hidup sederhana, yaitu seperti : hidup menurut kadar keperluan, seperti dalam
makan, minum, pakaian dan kendaraan
65
.
64
Hasil penelitian lapangan dimasjid kebon jeruk, dialog dengan ustadz Hartono yang berasal dari Indramayu ketika ia sedang melakukan program khidmat dimasjid kebon Jeruk.
65
Muhammad Qosim, Panduan Keluar pada jalan Allah khuruj fii sabilillah, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2009, h. 66.
Khidmat terhadap suami bagi para isteri Jamaah Tabligh dan dapat pula dikatakan sebagai kewajiban isteri terhadap suami diatur, seperti,
senantiasa menunaikan hak suami, setia kepada suami, berhias hanya untuk suami bukan untuk orang lain, mentaati perintahnya,
menyenangkan suami, tidak bermuka masam kepada suami, menjaga harta suami, bersabar atas keburukkan suami, melayani keperluan suami dengan
sebaik mungkin, tidak menuntut duniawi secara berlebihan, menghargai kebaikkan suami, dan senantiasa berwajah cerah
66
. Menjadi penghibur kepada suami ketika dia berada dirumah dengan memberi layanan yang
baik, seorang isteri hendaklah menjadikan rumah tangganya seperti suasana surga terhadap suami dan anak-anak
67
. Lalu, seorang wanita atau isteri dikalangan jamaah tabligh memiliki 3 tanggung jawab, yaitu:
Pertama, ketaatan kepada Allah SWT. Kedua, menghidupkan agama pada diri sendiri. Ketiga, mentarbiyyah anak secara Islam dan mendorong laki-
laki keluar dijalan Allah SWT
68
. C.
ANALISIS PENULIS
Hak dan kewajiban suami isteri dalam Jamaah Tabligh JT yang menjadi fokus penulis pada pembahasan skripsi ini, pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan hak dan kewajiban menurut Hukum Islam dan Hukum positif yang berlaku di Indonesia Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
66
Abdurrahman Ahmad, Mudzakarah Masturat, Cirebon: Pustaka Nabawi, 2009, h. 56.
67
Muhammad Bambang, Isteri shalilah calon ratu bidadari surga, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2006, h. 12.
68
Abu Abidah, Bayan Masturah seri 2, Jakarta: Annisa photoshop, 2008, h. 46.
dan Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, terlihat jelas perbedaan ketika dibandingkan Hak isteri dalam Hukum Islam, Hukum Positif dengan
pandangan Jamaah Tabligh, walaupun hak isteri bukan termasuk dari bagian fokus penulis dalam pembahasan skripsi ini. Hak isteri dalam pandangan
mereka lebih sebatas terhadap memberikan semangat terhadap usaha dakwah yang dilakukan oleh suami sehingga wajar kalau seandainya mereka ditinggal
khuruj fii sabilillah oleh sang suami mereka tidak keberatan dan merasa senang karena sudah diberikan pondasi mengenai keutamaan berdakwah
adalah hak isteri dalam mendorong suami melakukan hal tersebut. Menurut penulis persoalan muncul ketika kewajiban seorang suami dan
menjadi hak isteri seperti nafkah, yang seharusnya hal tersebut dapat dipenuhi oleh seorang suami dengan bekerja, usaha maupun berdagang setiap hari dan
diberikan sesuai dengan ukuran nafkah seperti biasanya. Namun dengan adanya metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT pemenuhan
nafkah tersebut bagi istri, ketika isteri ditinggal untuk berdakwah dapatkah nafkah tersebut terpenuhi sebab suami ketika berdakwah mereka pada
dasarnya tidak bekerja secara duniawi untuk kebutuhan rumah tangganya. Dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT dengan cara khuruj fii
sabilillah dengan meninggalkan isteri 3 hari, 40 hari bahkan sampai 4 bulan secara tidak langsung menggambarkan dan terlintas dipikiran bahwa adanya
penelantaran kewajiban suami terhadap hak isteri dan anak, nafkah mereka, pendidikkan bagi mereka dan lain sebagainya. Pernyataan tersebut juga akan
terlintas disetiap orang yang mendengar metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT.
Pada dasarnya penelitian yang dilakukan oleh penulis sudah dapat menjawab mengenai kewajiban suami terhadap isteri khususnya dalam hal
nafkah ketika suami meninggalkan isteri dan anak untuk khuruj fii sabilillah. Sebelum suami Jamaah Tabligh berdakwah hal yang harus diperhatikan
adalah nafkah untuk isteri dan anak selama mereka ditinggal berdakwah, kalau seandainya berdakwah dalam 3 hari maka dapat ditotal dengan biaya hidup
perhari, contoh : sehari membutuhkan biaya Rp. 150.000,- maka biaya tersebut dikalikan untuk bekal selama 3 hari terhadap isteri dan anak sebesar
Rp. 450.000,- begitu pula apabila isteri dan anak ditinggal dalam kurun waktu 40 hari, dan 4 bulan, tinggal dikalikan saja seperti hitungan diatas. Besaran
nafkah tidak ditentukan dalam batas maksimal dan minimal dikalangan Jamaah Tabligh, itu semua dapat ditentukan hasil musyawarah antara suami
dan isteri. Setelah diadakan musyawarah keluarga dan ditentukan besaran harta yang akan ditinggalkan selanjutnya Jamaah Tabligh yang ingin khuruj
fii sabilillah akan didata terlebih dahulu oleh tim tafaqud yang berada disetiap halaqoh disana juga akan dipertanyakan kembali mengenai pemenuhan
kewajiban suami apabila ia telah berumah tangga. Setelah itu dapat diambil kesimpulan bahwa kewajiban suami terhadap isteri dalam metode dakwah
yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh pada dasarnya bila dilakukan oleh mereka dengan prosedur yang menjadi syarat khuruj fii sabilillah maka tidak
terdapat kesalahan terhadap kewajibannya kepada isteri dan anggota
keluarganya, selama isteri ridha terhadap nafkah dan hak isteri terhadap kewajiban suami.
Kewajiban suami seperti mendidik anak pada dasarnya adalah kewajiban bersama antara suami isteri. Namun dalam praktiknya Jamaah Tabligh JT
lebih menyerahkan kewajiban tersebut terhadap isteri. Dapat dilihat ketika sang suami meninggalkan isteri untuk berdakwah. Ketika pulang berdakwah
sang suami sibuk mempersiapkan nafkah dengan cara bekerja, berdagang dan lain sebagainya untuk khuruj fii sabilillah berikutnya, sehingga dalam pikiran
seseorang mereka tidak memiliki waktu untuk mendidik anaknya. Dalam dakwah yang digunakan oleh Jamaah Tabligh JT mereka menggunakan
istilah Talim di rumah memasukkan agama kerumah, ini salah satu metode yang digunakannya untuk mendidik anak dengan cara mengajarkan
ilmu agama di dalam rumah dalam waktu yang ditentukan oleh keluarga bersama, sehingga tidak tepat kalau seandainya kewajiban suami dalam
mendidik anak terlantarkan karena khuruj fii sabilillah tersebut. Justru, dengan khuruj fii sabilillah suami mendapatkan ilmu dan ilmu tersebut mereka dapat
amalkan untuk diri sendiri, anak dan isteri ketika dilakukan talim dirumah tersebut.
Persyaratan sebelum khuruj fii sabilillah serta hikmah yang diambil setelah melakukan khuruj fii sabilillah dalam metode dakwah yang dilakukan
oleh Jamaah Tabligh JT sebetulnya sudah sangat jelas mengisyaratkan bahwa menelantarkan isteri dan anak adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh itu sendiri.
Namun, pada saat penulis melakukan penelitian memang ada sebagian kecil dari bagian Jamaah Tabligh JT yang tidak melakukan sesuatu yang telah
disyaratkan oleh Jamaah Tabligh JT itu sendiri. Mereka berdalih bahwasanya ada beberapa kisah yang dapat dijadikan landasan mengenai
keutamaan mencintai Allah dan Rasul Nya lebih utama dari segalanya dan akan menghasilkan sesuatu yang indah. Contoh pertama kisah Nabi Ibrahim
A.S. meninggalkan isteri dan anak yang kala itu masih bayi ditengah gurun pasir gersang tanpa ada perbekalan yang mencukupi, semata-mata demi
membantu tugas dakwah dan perjuangan agama suaminya. Nabi Ibrahim tidak meninggalkan keluarganya 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan, tetapi bertahun-tahun,
akan tetapi hikmah dibalik itu semua adalah dari nabi Ibrahim melahirkan keturunan mulia yaitu nabi-nabi dan rasul-rasul Allah. Contoh kedua, kisah
nabi Musa yang meninggalkan isterinya ditengah hutan sendirian untuk berdakwah kepada Firaun dan terakhir contoh dari salah seorang sahabat Nabi
yaitu Abu Bakar Ashshiddiq yang menemani Rasul untuk berhijrah, beliau meninggalkan keluarga demi kepentingan dakwah.
Pandangan penulis terhadap pemikiran sebagian kecil anggota Jamaah Tabligh JT ini adalah hanya sedikit meluruskan mengenai terhadap pendapat
mereka tersebut, walaupun ada sedikit kekeliruan namun menurut penulis tidak terdapat kesalahan dalam pendapat mereka tersebut. Berikut adalah
pendapat yang harus diluruskan menurut penulis. Pertama, dalam kehidupan zaman sekarang memang melakukan dakwah adalah sesuatu hal yang sulit
terlebih dengan metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh itu
sendiri dengan cara khuruj fii sabilillah, namun cara dakwah banyak macamnya dengan beberapa metode diantaranya adalah : dengan lisan, dan
dengan tulisan serta melalui berbagai macam media elektronik. Kedua, didalam Islam berusaha termasuk berbisnis, berdagang dan bekerja pada
dasarnya sangat dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil yang halal, khususnya dari berdagang sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
݅كݔ ݐܑݛ۸ ݅جܕ݆ا ݅ع :݄۵ق ؟۷ݛطأ ۷س݆݃ا ݘأ ݑ݆݇ا ݄ݕسܔ ۵ݚ :݅ݛق :݄۵ق جݚܑخ ݍ۸ عفاܔ ݍع عݛ۸
ܔݔܕ۹م
Dari Rafi bin Khadij ia berkata, ada yang bertanya kepada Nabi; Wahai Rasulullah
, pekerjaan apa yang paling baik.? Rasulullah menjawab; Pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya dan juga setiap
perdagangan yang mabrur baik. HR. AlBaihaqi Ketiga, nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isteri dan anak karena
seorang suami adalah laki-laki dan merupakan pemimpin atas seorang wanita, sebagaimana firman Allah SWT :
݄۵جܕ݆ا ݕماﱠݕق
ݗ݇ع ء۵سݏ݆ا
۵۸ ݅ﱠّف
ݑﱠ݆݇ا مݓّع۸
ݗ݇ع ضع۸
۵۸ݔ اݕقفݎأ
ݍم مݓ݆اݕمأ
ۼ۵ح݆۵ﱠّ݆۵ف ۼ۵ۿݎ۵ق
ۼ۵ظف۵ح ۷ݛغ݆݇
۵۸ ظفح
ݑﱠ݆݇ا ݙ۾ا݆اݔ
ݕف۵۾ ݎ
ﱠݍݒܖݕش ﱠݍݒݕظعف
ﱠݍݒݔܕجݒاݔ ݙف
عج۵ّ݆ا ﱠݍݒݕ۸ܕضاݔ
ۯف م݃ݏعطأ
اف اݕغ۹۾
ﱠݍݓݛ݇ع اݛ۹س
ﱠۮ ݑﱠ݆݇ا
۵ك ۵ًݛ݇ع
اܕݛ۹ك .
۵سݏ݆ا
: ء ٩
Artinya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain
perempuan, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salehah, adalah mereka
yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur pisah ranjang, dan kalau perlu
pukullah mereka. Tetapi, jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.
67