KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMAAH

d. Kewajiban suami 52 1. Suami harus memperlakukan isterinya dengan baik 2. Suami tidak boleh menghina isterinya dengan segala kekurangan pada dirinya, karena tidak ada lelaki dan wanita yang tidak mempunyai kekurangan 3. Suami tidak boleh terlalu keras terhadap isterinya 4. Suami tidak boleh memukul isterinya 5. Suami harus menyiapkan waktu senggang untuk bersenang- senang secara khusus dengan isteri 6. Suami harus memberi makan, pakaian, dan tempat perlindungan kepada isterinya 7. Suami harus memberikan pendidikan dasar tentang Islam, kesehatan, dan ilmu kesehatan kepada isterinya 8. Suami harus membayar maharnya apabila diminta, sebaliknya apabila suami tidak membayar mahar sedang isterinya meminta, maka isteri dapat menolak berhubungan dengan suami sebagai hak dari suatu pernikahan. 9. Suami sebagai pelindung terhadap isterinya dari hal-hal yang tidak bermoral dan sebagai penghibur dalam keadaan-keadaan yang sulit. 52 Alimuddin Tuwu, Bimbingan nikah membina rumah tangga menurut alQuran Sunnah Terj. Kitaabun Nikah, h. 100 B. Kewajiban suami terhadap istri dikalangan Jamaah Tabligh pada saat berdakwah khuruj fii sabilillah Kewajiban suami adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh suami sebagai kepala keluarga terhadap istri dan anggota keluarga lainnya. Sebelum berdakwah, para anggota Jamaah Tabligh JT diwajibkan untuk memperhatikan kewajibannya terhadap istri dan anggota keluarga 53 . Salah satu kewajiban yang dimiliki oleh seorang suami terhadap anggota keluarganya adalah memberikan nafkah kepada mereka. Pada saat suami ingin melakukan khuruj fii sabilillah selama 3 hari dalam 1 bulan, 40 hari dalam 1 tahun, dan 4 bulan dalam seumur hidup mereka diwajibkan terlebih dahulu mengumpulkan uang dari hasil kerja, usaha maupun berdagang untuk ditinggalkan bagi kebutuhan sehari-hari istri, dan anggota keluarga lainnya selama ditinggal berdakwah khuruj fii sabilillah dalam kurun waktu yang telah ditentukan, yaitu 3 hari, 40 hari dan 4 bulan 54 . Menurut Jamaah Tabligh meninggalkan anak dan isteri untuk li Ilaai kalimatillah. Jadi, perginya seorang keluar dijalan Allah SWT bukan untuk habiskan waktu dimasjid, duduk, dzikir, pegang tasbih kalaulah ini yang dibuat maka ini adalah bentuk kedzoliman terhadap keluarga. Para sahabat dahulu tinggalkan isteri berbulan-bulan bahkan ada yang bernama al-Faruq ayah dari Rabiah AlFaruq seorang muhaddits telah tinggalkan isteri 27 53 Hasil penelitian penulis dalam kegiatan khuruj yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh ketika bergabung setelah pembahasan mengenai mudzakaroh enam sifat, diambil dari beberapa pendapat Jamaah Tabligh yang hadir pada saat itu 54 Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015 tahun adalah untuk meninggikan kalimat Allah dengan berdakwah. Datang dari kampung-kampung, bandar-kebandar, dengan cara membentuk Jamaah dakwah 55 . Setiap keluarga yang ingin ditinggal khuruj fii sabilillah oleh suami diadakan musyawarah terlebih dahulu. Seluruh anggota keluarga diberitahu seperti istri dan anak-anak bahwa mereka akan ditinggal selama beberapa lama 3 hari, 40 hari, dan 4 bulan, setelah diadakan musyawarah dan istri maupun anggota keluarga lainnya setuju maka suami dan istri menghitung besaran nafkah yang akan ditinggalkan oleh suami dalam kurun waktu ia berdakwah. Contoh, dalam satu hari keluarga salah satu anggota Jamaah Tabligh mereka menghabiskan uang sebanyak Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah untuk biaya makan dan kebutuhan anak- anak sekolah serta kebutuhan lainnya. Maka, seorang suami ketika ingin khuruj fii sabilillah dalam kurun waktu 3 hari meninggalkan uang Rp. 100.000,- X 3 = Rp. 300.000,- begitu pula ketika ingin khuruj fii sabilillah dalam kurun waktu lainnya, yaitu 40 hari dan 4 bulan. Apabila ditinggal oleh suami selama 4 bulan, maka 120 X 100.000= Rp. 12.000.000,- 56 . Perlu untuk diketahui pula bahwa setiap melakukan khuruj fii sabilillah Jamaah Tabligh tidak menerima sumbangan dari pihak manapun dan hanya mengandalkan biaya dari uang yang telah dikumpulkannya untuk kegiatan yang akan dilakukan pada saat berdakwah contohnya untuk biaya makan sehari-hari, dll. 55 Abu Muhammad Fahim, Kedok Jamaah Tabligh, h. 58. 56 Abu Targhibi, Targhib masturoh, Jakarta: Assalam, h. 15. Sesungguhnya pergerakkan jamaah tabligh diseluruh dunia, memiliki aturan penyeleksian sebelum khuruj. Aturan ini dikenal dikalangan jamaah tabligh dengan istilah tafaqud. Tafaqud ini meliputi; amwal, amal dan ahwal. Amwal adalah yang berhubungan dengan masalah biaya, yaitu biaya untuk selama perjalanan dan biaya untuk keluarga yang ditinggalkan. Semua itu disesuaikan dengan lamanya ia keluar dan daerah yang akan dituju. Sedangkan Ahwal adalah yang berkaitan dengan masalah keluarga, pekerjaan dan sejenisnya 57 . Seseorang akan dibenarkan khuruj 40 hari atau 4 bulan atau beberapa pun lamanya, jika dia telah melewati proses tafaqud tadi. Sehingga tidak benar tuduhan yang mengatakan bahwa Jamaah Tabligh meninggalkan keluarga begitu saja, tanpa meninggalkan perbekalan bagi keluarganya atau menyia-nyiakannya. Selanjutnya, walaupun sudah dipastikan seseorang itu lulus tafaqud untuk khuruj, maka kawan-kawan Jamaah Tabligh yang tidak sedang khuruj, secara bergilir akan memperhatikan hal ihwal keluarga yang sedang ditinggalkannya tersebut 58 . Beberapa hal yang hendaknya ditanamkan oleh seorang wanita soleha terhadap nafkah yang diberikan oleh suaminya, selalu bersyukur, 57 Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, Cirebon: Pustaka Nabawi, 2010, h. 65. 58 Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, h. 66. berhemat, jangan menuntut lebih, menggunakannya dengan izin suami, puas dengan nafkah yang ada, dan digunakan untuk kepentingan agama 59 . Pemenuhan nafkah materi dapat didapatkan dengan cara bekerja, berdagang dan lain sebagainya. Ketika urusan bekerja Jamaah Tabligh memiliki beberapa prinsip, diantaranya 60 : 1. Mencela perbuatan menganggur, dan mengandalkan belas kasihan orang lain. Setiap orang mesti bekerja dan memiliki mata pencaharian, tanpa bergantung dan berharap kepada orang lain. 2. Bekerja semata-mata demi mendapatkan ridha Allah, sehingga urusan dunia diletakkan sebagaimana perintah Allah dan Rasul- Nya. 3. Meyakini bahwa bekerja adalah sekedar upaya dan ikhtiyar manusia, sedangkan pemberi rezeki yang hakiki adalah Allah Ar- rozzaq. 4. Bekerja dunia untuk menghilangkan ketergantungan pada makhluk dan belajar bertawakkal kepada Allah atas hasilnya. 5. Bekerja adalah medan dakwah untuk mengajak dan memberi contoh kepada kaum muslimin, bagaimana seharusnya seorang dai bekerja duniawi. 59 Abdurrahman Ahmad, Fadhilah Wanita Shalihah, Cirebon: Pustaka Nabawi, h. 102. 60 Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh, h. 86. 6. Bekerja dijadikan sebagai medan ibadah, yaitu untuk lebih ber taqarrub kepada Allah dengan mencari rezeki yang halal, kemudian disalurkan kembali ke jalan yang halal. Kewajiban seorang suami dalam melindungi, mendidik dan mengajarkan anaknya serta anggota keluarga lainnya dalam alQuran surah At-Tahrim ayat 6 dijelaskan : ۵ݚ ۵ݓُݚأ ݍݚܓﱠ݆ا اݕݏمآ اݕق م݃سفݎأ م݃ݛ݇ݒأݔ اܔ۵ݎ ۵ݒܐݕقݔ ﱠݏ݆ا س۵ ۺܔ۵جح݆اݔ ۵ݓݛ݇ع ۻ݃ئ۵݇م ܐاܑش ظ۵݇غ ۵ﱠ݆ ݌ݕّعݚ ݑﱠ݆݇ا ۵م مݒܕمأ ݌ݕ݇عفݚݔ ۵م ݌ݔܕمۭݚ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai perintah Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”, Q.S. At-Tahrim66: 6 Ketika khuruj fii sabilillah Jamaah Tabligh tidak jarang menerima perkataan yang seakan-akan mereka menelantarkan anak dan istrinya ketika meninggalkan mereka berdakwah. Khususnya persoalan nafkah untuk mereka dan mengajarkan atau mendidik anaknya agar paham mengenai ilmu agama. Namun, pada hakikatnya ketika khuruj tersebut mereka bukan hanya berdakwah dengan cara khuruj fii sabilillah melainkan juga belajar ilmu agama yang diperolehnya ketika khuruj dan ilmu tersebut akan ia terapkan dan amalkan dirumah kepada anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Sehingga tidak tepat kalau seandainya dikatakan bahwa suami yang ikut berdakwah dengan Jamaah Tabligh tidak mengajarkan atau bahkan menyampingkan urusan mendidik anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Bahkan, salah satu tujuan dari dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh ini adalah untuk memperbaiki diri sendiri, keluarga dan menimba ilmu dari para asatidz yang berada dalam setiap rombongan halaqoh Jamaah Tabligh ketika khuruj fii sabilillah 61 . Nafkah materi dan biologis adalah suatu tuntutan yang harus ditunaikan. Namun, kewajiban nafkah kepada anak isteri tidak hanya berupa nafkah materi, tetapi juga perlu; nafkah iman, nafkah ilmu agama, nafkah materi dan nafkah biologis. Nafkah keimanan jelas lebih utama, karena iman adalah asas setiap amal, dan yang dapat menjauhkan seseorang dari api neraka adalah iman dan amal. Letak kesempurnaan Islam yaitu mengatur segala keperluan hidup manusia demi kebaikkan. Sayangnya, dewasa ini masyarakat pada umumnya, telah menyempitkan makna nafkah kepada urusan materi dan biologis saja, dan mengabaikan kewajiban nafkah iman dan ilmu. Padahal keduanya lebih utama dan penting daripada urusan materi dan biologis saja 62 . Menurut kami bahwa nafkah biologis bukanlah nafkah yang berhubungan dengan hubungan badan, akan tetapi lebih kepada pemberian ilmu agama, dan iman khususnya untuk istri 63 . 61 Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015 62 Abdurrahman Ahmad, Kupas Tuntas Jamaah Tabligh buku 1, h. 52. 63 Hasil wawancara dengan Ust. Ayat Muhayyat Syah dikediaman beliau, 22 Februari 2015 Istri dan anak yang ditinggal khuruj fii sabilillah mereka akan diperhatikan oleh teman rekan anggota Jamaah Tabligh lainnya yang tergabung dengan halaqoh Jamaah Tabligh yang terdekat dengan rumahnya. Mereka akan diperhatikan segala sesuatunya, seperti kesediaan bahan pokok makanan dan lainnya, dan ini disebut dengan kunjungan ahliyah keluarga 64 . Hikmah yang didapat seseorang ketika melakukan khuruj fii sabilillah bagi istri dan anaknya ketika selesai berdakwah atau pulang kerumah adalah : a. Khidmat kepada keluarga, masyarakat dan menjadi bunga kepada keluarga. Ketika pulang kerumah setelah berdakwah seorang suami bahkan dapat melakukan hal-hal yang membuat istri bahagia, diantaranya adalah suami dapat memasak, karena ketika khuruj fii sabilillah sudah terbiasa dengan hal tersebut. b. Zikir Ibadah didalam rumah bersama anggota keluarga. c. Talim dirumah Memasukkan ajaran agama kedalam rumah. d. Dakwah dengan cara lemah lembut. e. Menjadikan rumah seperti rumahnya Nabi SAW. Hidup sederhana, yaitu seperti : hidup menurut kadar keperluan, seperti dalam makan, minum, pakaian dan kendaraan 65 . 64 Hasil penelitian lapangan dimasjid kebon jeruk, dialog dengan ustadz Hartono yang berasal dari Indramayu ketika ia sedang melakukan program khidmat dimasjid kebon Jeruk. 65 Muhammad Qosim, Panduan Keluar pada jalan Allah khuruj fii sabilillah, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2009, h. 66. Khidmat terhadap suami bagi para isteri Jamaah Tabligh dan dapat pula dikatakan sebagai kewajiban isteri terhadap suami diatur, seperti, senantiasa menunaikan hak suami, setia kepada suami, berhias hanya untuk suami bukan untuk orang lain, mentaati perintahnya, menyenangkan suami, tidak bermuka masam kepada suami, menjaga harta suami, bersabar atas keburukkan suami, melayani keperluan suami dengan sebaik mungkin, tidak menuntut duniawi secara berlebihan, menghargai kebaikkan suami, dan senantiasa berwajah cerah 66 . Menjadi penghibur kepada suami ketika dia berada dirumah dengan memberi layanan yang baik, seorang isteri hendaklah menjadikan rumah tangganya seperti suasana surga terhadap suami dan anak-anak 67 . Lalu, seorang wanita atau isteri dikalangan jamaah tabligh memiliki 3 tanggung jawab, yaitu: Pertama, ketaatan kepada Allah SWT. Kedua, menghidupkan agama pada diri sendiri. Ketiga, mentarbiyyah anak secara Islam dan mendorong laki- laki keluar dijalan Allah SWT 68 . C. ANALISIS PENULIS Hak dan kewajiban suami isteri dalam Jamaah Tabligh JT yang menjadi fokus penulis pada pembahasan skripsi ini, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan hak dan kewajiban menurut Hukum Islam dan Hukum positif yang berlaku di Indonesia Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 66 Abdurrahman Ahmad, Mudzakarah Masturat, Cirebon: Pustaka Nabawi, 2009, h. 56. 67 Muhammad Bambang, Isteri shalilah calon ratu bidadari surga, Bandung: Pustaka Ramadhan, 2006, h. 12. 68 Abu Abidah, Bayan Masturah seri 2, Jakarta: Annisa photoshop, 2008, h. 46. dan Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, terlihat jelas perbedaan ketika dibandingkan Hak isteri dalam Hukum Islam, Hukum Positif dengan pandangan Jamaah Tabligh, walaupun hak isteri bukan termasuk dari bagian fokus penulis dalam pembahasan skripsi ini. Hak isteri dalam pandangan mereka lebih sebatas terhadap memberikan semangat terhadap usaha dakwah yang dilakukan oleh suami sehingga wajar kalau seandainya mereka ditinggal khuruj fii sabilillah oleh sang suami mereka tidak keberatan dan merasa senang karena sudah diberikan pondasi mengenai keutamaan berdakwah adalah hak isteri dalam mendorong suami melakukan hal tersebut. Menurut penulis persoalan muncul ketika kewajiban seorang suami dan menjadi hak isteri seperti nafkah, yang seharusnya hal tersebut dapat dipenuhi oleh seorang suami dengan bekerja, usaha maupun berdagang setiap hari dan diberikan sesuai dengan ukuran nafkah seperti biasanya. Namun dengan adanya metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT pemenuhan nafkah tersebut bagi istri, ketika isteri ditinggal untuk berdakwah dapatkah nafkah tersebut terpenuhi sebab suami ketika berdakwah mereka pada dasarnya tidak bekerja secara duniawi untuk kebutuhan rumah tangganya. Dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT dengan cara khuruj fii sabilillah dengan meninggalkan isteri 3 hari, 40 hari bahkan sampai 4 bulan secara tidak langsung menggambarkan dan terlintas dipikiran bahwa adanya penelantaran kewajiban suami terhadap hak isteri dan anak, nafkah mereka, pendidikkan bagi mereka dan lain sebagainya. Pernyataan tersebut juga akan terlintas disetiap orang yang mendengar metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT. Pada dasarnya penelitian yang dilakukan oleh penulis sudah dapat menjawab mengenai kewajiban suami terhadap isteri khususnya dalam hal nafkah ketika suami meninggalkan isteri dan anak untuk khuruj fii sabilillah. Sebelum suami Jamaah Tabligh berdakwah hal yang harus diperhatikan adalah nafkah untuk isteri dan anak selama mereka ditinggal berdakwah, kalau seandainya berdakwah dalam 3 hari maka dapat ditotal dengan biaya hidup perhari, contoh : sehari membutuhkan biaya Rp. 150.000,- maka biaya tersebut dikalikan untuk bekal selama 3 hari terhadap isteri dan anak sebesar Rp. 450.000,- begitu pula apabila isteri dan anak ditinggal dalam kurun waktu 40 hari, dan 4 bulan, tinggal dikalikan saja seperti hitungan diatas. Besaran nafkah tidak ditentukan dalam batas maksimal dan minimal dikalangan Jamaah Tabligh, itu semua dapat ditentukan hasil musyawarah antara suami dan isteri. Setelah diadakan musyawarah keluarga dan ditentukan besaran harta yang akan ditinggalkan selanjutnya Jamaah Tabligh yang ingin khuruj fii sabilillah akan didata terlebih dahulu oleh tim tafaqud yang berada disetiap halaqoh disana juga akan dipertanyakan kembali mengenai pemenuhan kewajiban suami apabila ia telah berumah tangga. Setelah itu dapat diambil kesimpulan bahwa kewajiban suami terhadap isteri dalam metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh pada dasarnya bila dilakukan oleh mereka dengan prosedur yang menjadi syarat khuruj fii sabilillah maka tidak terdapat kesalahan terhadap kewajibannya kepada isteri dan anggota keluarganya, selama isteri ridha terhadap nafkah dan hak isteri terhadap kewajiban suami. Kewajiban suami seperti mendidik anak pada dasarnya adalah kewajiban bersama antara suami isteri. Namun dalam praktiknya Jamaah Tabligh JT lebih menyerahkan kewajiban tersebut terhadap isteri. Dapat dilihat ketika sang suami meninggalkan isteri untuk berdakwah. Ketika pulang berdakwah sang suami sibuk mempersiapkan nafkah dengan cara bekerja, berdagang dan lain sebagainya untuk khuruj fii sabilillah berikutnya, sehingga dalam pikiran seseorang mereka tidak memiliki waktu untuk mendidik anaknya. Dalam dakwah yang digunakan oleh Jamaah Tabligh JT mereka menggunakan istilah Talim di rumah memasukkan agama kerumah, ini salah satu metode yang digunakannya untuk mendidik anak dengan cara mengajarkan ilmu agama di dalam rumah dalam waktu yang ditentukan oleh keluarga bersama, sehingga tidak tepat kalau seandainya kewajiban suami dalam mendidik anak terlantarkan karena khuruj fii sabilillah tersebut. Justru, dengan khuruj fii sabilillah suami mendapatkan ilmu dan ilmu tersebut mereka dapat amalkan untuk diri sendiri, anak dan isteri ketika dilakukan talim dirumah tersebut. Persyaratan sebelum khuruj fii sabilillah serta hikmah yang diambil setelah melakukan khuruj fii sabilillah dalam metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh JT sebetulnya sudah sangat jelas mengisyaratkan bahwa menelantarkan isteri dan anak adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh itu sendiri. Namun, pada saat penulis melakukan penelitian memang ada sebagian kecil dari bagian Jamaah Tabligh JT yang tidak melakukan sesuatu yang telah disyaratkan oleh Jamaah Tabligh JT itu sendiri. Mereka berdalih bahwasanya ada beberapa kisah yang dapat dijadikan landasan mengenai keutamaan mencintai Allah dan Rasul Nya lebih utama dari segalanya dan akan menghasilkan sesuatu yang indah. Contoh pertama kisah Nabi Ibrahim A.S. meninggalkan isteri dan anak yang kala itu masih bayi ditengah gurun pasir gersang tanpa ada perbekalan yang mencukupi, semata-mata demi membantu tugas dakwah dan perjuangan agama suaminya. Nabi Ibrahim tidak meninggalkan keluarganya 3 hari, 40 hari, atau 4 bulan, tetapi bertahun-tahun, akan tetapi hikmah dibalik itu semua adalah dari nabi Ibrahim melahirkan keturunan mulia yaitu nabi-nabi dan rasul-rasul Allah. Contoh kedua, kisah nabi Musa yang meninggalkan isterinya ditengah hutan sendirian untuk berdakwah kepada Firaun dan terakhir contoh dari salah seorang sahabat Nabi yaitu Abu Bakar Ashshiddiq yang menemani Rasul untuk berhijrah, beliau meninggalkan keluarga demi kepentingan dakwah. Pandangan penulis terhadap pemikiran sebagian kecil anggota Jamaah Tabligh JT ini adalah hanya sedikit meluruskan mengenai terhadap pendapat mereka tersebut, walaupun ada sedikit kekeliruan namun menurut penulis tidak terdapat kesalahan dalam pendapat mereka tersebut. Berikut adalah pendapat yang harus diluruskan menurut penulis. Pertama, dalam kehidupan zaman sekarang memang melakukan dakwah adalah sesuatu hal yang sulit terlebih dengan metode dakwah yang dilakukan oleh Jamaah Tabligh itu sendiri dengan cara khuruj fii sabilillah, namun cara dakwah banyak macamnya dengan beberapa metode diantaranya adalah : dengan lisan, dan dengan tulisan serta melalui berbagai macam media elektronik. Kedua, didalam Islam berusaha termasuk berbisnis, berdagang dan bekerja pada dasarnya sangat dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil yang halal, khususnya dari berdagang sebagaimana sabda Rasulullah SAW: ݅كݔ ݐܑݛ۸ ݅جܕ݆ا ݅݋ع :݄۵ق ؟۷ݛطأ ۷س݆݃ا ݘأ ݑ݆݇ا ݄ݕسܔ ۵ݚ :݅ݛق :݄۵ق جݚܑخ ݍ۸ عفاܔ ݍع عݛ۸ ܔݔܕ۹م Dari Rafi bin Khadij ia berkata, ada yang bertanya kepada Nabi; Wahai Rasulullah , pekerjaan apa yang paling baik.? Rasulullah menjawab; Pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya dan juga setiap perdagangan yang mabrur baik. HR. AlBaihaqi Ketiga, nafkah merupakan kewajiban suami terhadap isteri dan anak karena seorang suami adalah laki-laki dan merupakan pemimpin atas seorang wanita, sebagaimana firman Allah SWT : ݄۵جܕ݆ا ݌ݕماﱠݕق ݗ݇ع ء۵سݏ݆ا ۵݋۸ ݅ﱠّف ݑﱠ݆݇ا مݓّع۸ ݗ݇ع ضع۸ ۵݋۸ݔ اݕقفݎأ ݍم مݓ݆اݕمأ ۼ۵ح݆۵ﱠّ݆۵ف ۼ۵ۿݎ۵ق ۼ۵ظف۵ح ۷ݛغ݆݇ ۵݋۸ ظفح ݑﱠ݆݇ا ݙ۾ا݆اݔ ݌ݕف۵܏۾ ݎ ﱠݍݒܖݕش ﱠݍݒݕظعف ﱠݍݒݔܕجݒاݔ ݙف عج۵ّ݋݆ا ﱠݍݒݕ۸ܕضاݔ ݌ۯف م݃ݏعطأ اف اݕغ۹۾ ﱠݍݓݛ݇ع اݛ۹س ﱠ݌ۮ ݑﱠ݆݇ا ݌۵ك ۵ًݛ݇ع اܕݛ۹ك . ۵سݏ݆ا ฀ : ء ٩ Artinya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salehah, adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur pisah ranjang, dan kalau perlu pukullah mereka. Tetapi, jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, pada akhirnya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Secara teori, hak dan kewajiban suami isteri dalam Hukum Islam, Hukum Positif Kompilasi Hukum Islam dan UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan menurut Jamaah Tabligh JT tidak terdapat sesuatu yang bertentangan satu sama lain, hanya terdapat beberapa perbedaan pandangan Jamaah Tabligh namun hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip dalam Hukum Islam dan Hukum Positif. 2. Kewajiban suami terhadap isteri dapat diambil beberapa poin dalam Hukum Islam, Hukum positif dan Jamaah Tabligh, yang pada intinya adalah : a. Menjaga dan melindungi serta memperlakukan isterinya dengan baik. b. Memberikan nafkah, biaya rumah tangga, kiswah dan tempat tinggal sesuai dengan kemampuan suaminya. c. Memberikan pelajaran mendidik isteri untuk patuh terhadap perintah agama dan berbakti kepada perintah suami selama suami tidak memerintahkan terhadap sesuatu yang dilarang oleh agama. 3. Karena tidak adanya ukuran standar minimal maupun maksimal pemberian nafkah terhadap isteri, maka apabila Jamaah Tabligh JT meninggalkan isteri dengan nafkah sesuai pendapat mereka maka hal tersebut pada dasarnya tidak terdapat kesalahan dan sah-sah saja seorang suami meninggalkan isteri untuk berdakwah, selama isteri ridha dan dapat menjalankan sesuatu yang diamanahkan oleh suami. 4. Ketika melakukan penelitian dan turun langsung ke lapangan penulis mendapatkan kesimpulan bahwa pada dasarnya menurut penulis. Jamaah Tabligh dikategorikan menjadi dua : a. Mereka sangat bersikukuh terhadap dakwah yang dilakukannya adalah cara yang paling betul karena sudah sesuai dengan ajaran Islam, sehingga isteri dan anak kalaupun ditinggal secara sepihak tanpa persetujuan musyawarah pun tak jadi masalah karena zaman dahulu kala pun nabi Ibrahim meninggalkan isterinya bukan hanya 3 hari, 40 hari dan 4 bulan. Akan tetapi nabi Ibrahim meninggalkan isteri bertahun-tahun untuk berdakwah, namun berkat kesabaran nabi Ibrahim ini menghasilkan keturunan-keturunan yang mulia, yaitu nabi- nabi dan Rasulullah. Itu salah satu kisah yang menjadikan satu golongan ini menjadi semangat berdakwah, isteri nabi Ibrahim ditinggal bertahun-tahun dengan tanpa persediaan nafkah namun hasil yang didapatkan luar biasa. Menurut mereka, isteri mereka ditinggalkan dan masih ada halaqoh yang siap mengunjungi untuk membantu mereka kunjungan Ahliyah, sehingga perjuangan mereka belum ada apa-apanya dengan perjuangan nabi Ibrahim AS. Penulis menamakan mereka yang memiliki pendapat ini adalah golongan ekstrim dikalangan Jamaah Tabligh. Pada dasarnya, kalau seandainya mereka serta merta meninggalkan isteri dan anak tanpa meninggalkan nafkah juga sebetulnya melanggar sesuatu aturan yang telah ditetapkan oleh Jamaah Tabligh itu sendiri. Namun, ini hanyalah sebagian kecil dan hanya sedikit. b. Golongan kedua penulis mengatakan sebagai golongan yang moderat, yaitu golongan yang pada dasarnya lebih memahami hakikat dakwah dan kewajibannya sebagai seorang suami, maka golongan ini lebih terbuka terhadap siapa pun dan betul-betul mencari nafkah serta memperhatikan nafkah yang akan ditinggalkannya, golongan ini adalah golongan terbanyak dan biasanya mereka adalah para pimpinan Jamaah Tabligh itu sendiri pada setiap khuruj maupun halaqah. B. Saran Dengan selesai pembahasan dalam skripsi ini penulis merasa perlu memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah khususnya KUA : Pemerintah dalam hal ini KUA seharusnya berperan aktif mensosialisasikan mengenai pasal-pasal yang berada dalam UU. No. 1 Tahun 1974 Maupun KHI mengenai hak dan kewajiban suami isteri. Sebaiknya setiap ada pasangan yang ingin menikah dibekali terlebih dahulu mengenai pengertian hak dan kewajiban suami isteri dalam