Korosi Dan Rekayasa Permukaan

KOROSI DAN REKAYASA PERMUKAAN
*)

Muhamad Daud Pinem*)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan

Abstrak
Korosi adalah suatu persoalan yang selalu dihadapi dan merupakan suatu permasalahan yang harus
dicari jalan keluarnya untuk mengurangi terjadinya oksidasi antara logam dengan udara bebas. Proses
korosi terjadi karena bereaksinya permukaan suatu logam dengan oksigen, di mana permukaan logam
tersebut tidak dilapisi dengan suatu logam lain atau logam alloy (paduan) untuk mengurangi terjadinya
korosi. Pada logam, apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat porous, oksigen dapat
tembus dan terjadi reaksi-reaksi pada antarmuka oksida-logam. Namun, umumnya lapisan tipis tidak
porous dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Metode yang digunakan dalam
pelapisan logam diantaranya adalah pelapisan permukaan dengan deposisi uap yang dibagi dua yaitu
deposisi uap kimia dan deposisi uap fisis. Pada proses penguapan, material sumber dipanaskan dengan
berkas energi-tinggi (elektron, ion, laser), tahanan, induksi dan sebagainya dalam ruang vakum.
Metode pelapisan semprot termal untuk komponen turbin gas. Pada penyemprotan ini, serbuk
disuntikkan dalam gas yang sangat panas dengan kecepatan tinggi ke permukaan komponen. Metode
senapan detonasi adalah campuran sejumlah oksigen dari asetelin (C2H2) yang terukur dan diledakkan
dengan letupan api. Serbuk dengan diameter rata-rata 45 mm disuntikkan, dan dipanaskan oleh gas

panas kemudian ditembakkan dari laras sepanjang 1 inchi ke benda kerja dengan kecepatan sekitar 750
m/s. Pada teknik semprotan plasma, serbuk dipanaskan oleh busur arus searah dengan umpan argon
dan kemudian ditembakkan ke benda kerja dengan kecepatan 125-600 m/s. Digunakan pelindung
berupa selubung gas mulia (Ar) untuk mencegah oksidasi material yang diendapkan.
Kata-kata kunci: Korosi, Oksida, Pelapisan, Logam

1. Pendahuluan
Suatu ungkapan rekayasa yang menyatakan
bahwa "hampir semua permasalahan adalah
permukaan" tampak jelas ketika seseorang
membahas korosi metalik dan keausan, retakfatik logam, dan efek katalis pada reaksi kimia.
Permukaan logam umumnya mengalami oksidasi
ketika berada di udara pada temperatur ruang dan
membentuk lapisan oksida sangat tipis (lapisan
kusam). Korosi "kering" ini sangat terbatas, dan
hanya merusak sebagian kecil permukaan subtrat
metalik. Namun pada temperatur tinggi, hampir
semua logam dan paduan bereaksi dengan
lingkungan sekitarnya dengan laju yang cukup
berarti dan membentuk lapisan oksida tebal

(kerak) yang tidak bersifat melindungi. Di
lapisan kerak ini dapat terbentuk fasa cair yang
berbahaya karena dapat menimbulkan difusi duaarah dari zat yang bereaksi antara fasa gas dan
subtrat metalik. Pada korosi "basah" atau korosi
berair, terjadi serangan elektrokimia karena
adanya air dan dapat merusak permukaan metalik
serta menjadi penyebab berbagai permasalahan di
semua cabang industri.
Secara konvensional, sifat permukaan baja
ditingkatkan
melalui
permesinan
untuk
menghasilkan permukaan dengan tekstur mulus

(superfinishing), pengerjaan secara mekanik
(tumbukan peluru, shot-peening), perlakuan
termokimia dengan menambah atom karbon dan
atau nitrogen yang kecil (karburasi, nitridisasi,
karbonitridisasi), menambah lapisan pelindung

(galvanisasi, elektroplating, konversi kimiawi
(anodisasi), dan sebagainya.

2. Oksidasi pada Temperatur Tinggi
Kecenderungan
suatu
logam
untuk
beroksidasi, sama seperti reaksi spontan lainnya,
ditandai oleh perubahan energi bebas ΔG yang
menyertai pembentukan oksidasi. Berbagai jenis
logam mudah teroksidasi karena memiliki nilai
ΔG negatif. Sesuai persamaan Gibbs dengan
sendirinya terdapat hubungan antara ΔGo dengan
ΔHo, panas reaksi standar dari perubahan entropi
standar ΔS. Variasi energi bebas standar dengan
perubahan temperatur absolut untuk sejumlah
logam oksidasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306


303

Gambar 1: Energi bebas standar pembentukan
oksida
Logam mulia yang mudah tereduksi terdapat
di ujung atas diagram dan logam yang lebih
reaktif terdapat di bagian dasar. Namun beberapa
jenis logam di bagian dasar (Al, Ti, Zr), tidak
mengalami oksidasi pada temperatur ruang karena
ada lapisan oksida koheren tipis yang lebih dahulu
terbentuk dan tidak dapat ditembus.
Nilai numerik ΔG untuk reaksi oksidasi
berkurang dengan meningkatnya temperatur,
berarti stabilitas oksida berkurang. Hal ini terjadi
karena entropi yang menyertai reaksi, padatan
(logam) + gas (oksigen), keduanya padat,
mempunyai nilai entropi yang hampir sama dan
ekivalen dengan entropi
d(ΔGo)/dT hampir

oksigen, yaitu 209,3 J deg-1 mol-1. Oleh karena itu
di sekitar nilai ini, garis ΔG terhadap T
mempunyai kemiringan ke atas, dan setiap
perubahan kemiringan terjadi karena perubahan
keadaan.

Gambar 2: Berbagai bentuk perilaku oksidasi
pada logam

3. Kinetika Oksidasi
Perubahan energi bebas menunjukkan
kemungkinan produk reaksi stabil, tetapi tidak
meramalkan laju pembentukan produk. Selama
oksidasi, molekul oksigen pertama yang

304

diabsorpsi permukaan logam berdisosiasi menjadi
komponen atom sebelum membentuk ikatan kimia
dengan atom permukaan logam, proses ini disebut

kemisorpsi. Setelah terbentuk beberapa lapisan
adsorpsi, oksida bernukleasi secara epitaksial pada
butir logam induk di lokasi yang diutamakan,
seperti dislokasi dan atom pengotor. Setiap daerah
nukleasi tumbuh, merasuk satu dengan lainnya
sehingga terbentuk lapisan tipis oksida di seluruh
permukaan. Oleh karena itu oksida biasanya
terdiri dari agregat butir-individu atau kristal, dan
menampakkan gejala seperti rekristalisasi,
pertumbuhan butir, creep mencakup cacat kisi,
mirip dengan yang terjadi pada logam.
Apabila lapisan oksida yang mula-mula
terbentuk bersifat porous, oksigen dapat tembus
dan terjadi reaksi pada antar muka oksida-logam.
Namun, umumnya, lapisan tipis tidak porous dan
oksida selanjutnya mencakup difusi melalui
lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di
permukaan oksida oksigen maka ion logam dan
elektron harus berdifusi dalam logam yang berada
di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi di

antarmuka logam-oksida, ion oksigen harus
berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah
dengan arah berlawanan untuk menuntaskan
reaksi.
Pertumbuhan lapisan oksida dapat diikuti
dengan keseimbangan-termal memiliki kepekaan
hingga 10-7 g, dan pengurangan dilakukan di
lingkungan pada temperatur yang dikendalikan
dengan teliti. Teknik metalografi yang paling
sering diterapkan adalah elipsometri, yang
bergantung pada perubahan di bidang polarisasi
berkas cahaya-terpolarisasi yang dipantulkan oleh
permukaan oksida; sudut rotasi bergantung tebal
oksida. Selain itu juga digunkan interferometri,
tetapi kini lebih sering dipakai replika dan lapisan
tipis di mikroskop transmisi elektron dan
mikroskopik scanning elektron. Laju penebalan
oksidasi bergantung pada temperatur dan meterial
seperti Gambar 2.


Selama tahap awal pertumbuhan pada
temperatur rendah, karena atom oksigen
mendapatkan elektron dari atom permukaan

Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)

logam, terbentuk medan listrik yang kuat pada
lapisan tipis oksida, medan ini menarik atom
logam melalui oksida. Pada rentang temperatur
yang rendah ini (untuk Fe di bawah 200oC)
ketebalan bertambah secara logaritmik dengan
waktu (x ∞ Ln t), dan laju oksidasi turun dengan
berkurangnya kekuatan medan.
Pada temperatur intermediat (antara
50o °
1000 C untuk Fe) oksidasi berkembang terhadap
waktu mengikuti hukum parabola (x 2 ∞ t) untuk
hampir semua logam. Di daerah ini pertumbuhan
merupakan proses aktivasi-termal dan ion-ion
melalui lapisan oksida dengan gerakan termal, dan

kecepatannya bermigrasi bergantung pada jenis
cacat struktur dalam kisi oksida. Tegangan yang
besar, baik tekan maupun tarik, seringkali dialami
lapisan oksida pelindung retak dan lepas.
Pengelupasan berulang yang terjadi pada skala
kecil menghalangi pertumbuhan parabolik yang
lebih luas dan oksidasi memiliki laju linear bahkan
lebih cepat. Tegangan dalam lapisan oksida
berkaitan dengan rasio Pilling-Bedworth (P-B),
yaitu rasio volume molekuler oksida terhadap
volume atomik logam yang membentuk oksida.
Apabila rasio lebih kecil dari satu seperti untuk
Mg, Na, K, oksida yang terbentuk mungkin tidak
memberikan perlindungan yang memadai terhadap
oksidasi selanjutnya, sejak tahap awal dan dengan
kondisi seperti ini yang lazim dijumpai pada
logam-logam alkali, diikuti hubungan oksidasi
linear (x ∞ t). Namun, apabila rasio P-S jauh lebih
besar dari satu, seperti pada logam transisi, oksida
terlalu tebal dan pengelupasan juga cenderung

terjadi.
Pada temperatur tinggi, lapisan bertambah
tebal sesuai hukum laju parabolik (x 2 ∞ t). Cacat
titik berdifusi melalui oksida karena terdapat
gradien konsentrasi yang konstan. Cacat
ditiadakan pada salah satu antar muka dan terjadi
pembentukan lokasi kisi yang baru. Khususnya
seng oksida bertambah tebal karena difusi
interstisi seng yang terbentuk di antarmuka logam
oksida melalui oksida menuju antarmuka oksida
logam dan di sini menghilang karena reaksi:
2Zni++ + 4e + O2 → 2ZnO
Konsentrasi interstisi seng pada antar muka
logam/oksida dipertahankan oleh reaksi:
Zn(logam)

→ Znj++ +2e

Dengan pembentukan kekosongan dalam kisi
seng. Migrasi cacat interstisi bermuatan terjadi

bersamaan dengan imigrasi elektron, dan untuk
lapisan oksida yang tebal, wajar untuk
mengasumsi bahwa konsentrasi kedua spesies
yang bermigrasi adalah konstan pada kedua

permukaan oksida, yaitu permukaan oksida/gas
dan aksida logam, konsentrasi dikendalikan oleh
kesetimbangan termodinamika setempat, jadi
melintasi oksida terdapat perbedaan konsentrasi
konstan Δc dan laju transportasi melalui satuan
luas DΔc/x, di mana D adalah koefisien difusi dan
x adalah tebal lapisan. Maka laju pertumbuhan:
Dx/dt ∞ DΔc/x
Dan penebalan lapisan bertambah secara
parabolik sesuai hubungan. x 2 = kt, di mana k
adalah konstanta yang mencakup beberapa
parameter struktur. Wagner menunjukkan proses
oksidasi dapat dijabarkan menjadi arus ionik
ditambah arus elektronik, dan mendapatkan
persamaan laju oksidasi yang dinyatakan dalam
ekivalen kimia cm-2s-1, masing-masing mencakup
jumlah transportasi anion dan elektron,
konduktivitas oksida, potensial kimia dari ion
yang berdifusi pada antarmuka dan ketebalan
lapisan oksida. Pada rentang temperatur tertentu
berbagai oksida bertambah tebal sesuai hukum
parabolik.
Pada temperatur rendah dan untuk lapisan
oksida yang tipis, berlaku hukum logaritmik.
Apabila tebal kerak bertambah mengikuti hukum
parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada
antar muka bertambah dan akhirnya lapisan oksida
mengalami kegagalan-perpatahan sejajar dengan
antar muka atau mengalami perpatahan geser atau
pematahan tarik melalui lapisan. Di daerah ini laju
oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan
yang kemudian berkurang lagi akibat perpatahan
lokal di kerak oksida. Laju oksidasi yang bersifat
parabolik berubah menjadi rata dan laju oksidasi
mengikuti hukum linear. Perubahan seperti ini
disebut paralinear dan biasanya dijumpai pada
oksidasi titanium setelah oksida mencapai
ketebalan kritis.

4. Ketahanan terhadap Oksidasi

Penambahan elemen paduan sesuai kaidah
Wagner Nauffe adalah salah satu cara untuk
mengubah laju oksidasi dan hal ini dapat
meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi.
Elemen paduan dapat ditambahkan karena
merupakan pembentukan oksida yang kuat dan
mengutamakan pembentukan oksidanya sendiri
dari bukan oksida logam pelarut di permukaan
logam. Kromium merupakan elemen tambahan
yang sangat baik karena membentuk lapisan
pelindung Cr2O3 di sejumlah logam (seperti Fe,
Ni) tetapi merugikan Ti yang membentuk oksida
anion
tak-sempurna
tipe-n.
Penambahan
aluminium pada tembaga meningkatkan perilaku
oksidasi karena terjadi pembentukan Al2O3.
Baja
tahan-karat
(feritik,
austenitik,
martensitik) merupakan salah satu paduan tahanoksidasi terbaik dan berbasis Fe-Cr. Ketika

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306

305

paduan yang mengandung krom, seperti baja
tahan-karat austenitik, bersentuhan dengan produk
hasil pembakaran bahan bakar fosil yang panas,
lapisan luar krom oksida yang terbentuk seringkali
dikaitkan dengan fasa sulfida yang berada di
bawahnya
(Gambar 3a). Struktur dupleks ini
dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram
(stabilitas) fasa dan konsep "urutan reaksi".
Aktivitas kimia sulfur dan oksigen dalam
bentuk fasa gas merupakan fungsi dari tekananparsial (konsentrasi). Apabila tekanan parsial
sulfur relatif rendah, komposisi fasa gas akan
berada dalam medan krom oksida dan paduan
mengalami oksidasi (Gambar 3b). Sulfur dan
oksigen berdifusi melalui lapisan kerak oksida
yang tumbuh tetapi difusi S2 lebih cepat
dibandingkan O2. Karenanya komposisi fasa gas
yang menyentuh paduan mengikuti “urutan
reaksi” seperti yang digambarkan oleh garis putusputus. Gambar 3c. Memperlihatkan urutan reaksi
untuk gas dengan tekanan awal sulfur yang
lebih tinggi. Kemiringan sedemikian sehingga
krom oksida terbentuk lebih dahulu dan
menyusul krom sulfida. Kadang-kadang kerak
oksida retak atau membentuk void. Aktivitas S2
dalam kerak mengalami peningkatan lokal dan
melampaui aktivitas fasa gas utama. Dengan
demikian mungkin terjadi sulfidasi krom
meskipun konsentrasi sulfur dalam aliran gas
utama rendah.

(a)

(b)

(d)

Gambar 3a, b, c dan d adalah: urutan reaksi
untuk oksidasi dan sulfidasi kromium.

5. Korosi Berair
Korosi logam dalam lingkungan berair
terjadi oleh mekanisme elektro kimia yang
melibatkan pelarutan logam sebagai ion (misal:
Fe → Fe2+ + 2e). Elektron berlebih yang
dihasilkan dalam elektrolit mereduksi ion
hidrogen (khususnya dalam larutan asam) sesuai
reaksi: 2H + + 2e → H2 sehingga gas keluar dari
logam, atau membentuk ion hidroksil dengan
mereduksi oksigen yang larut sesuai reaksi: O 2
+ 4e + 2H2O
→ 4OH -Jadi laju korosi
berhubungan dengan aliran elektron atau arus
listrik. Pada (Gambar 4) diperlihatkan sel aerasi
diferensial ion Fe2+ masuk ke larutan dari anoda
dan ion OH - dari katoda, dan apabila keduanya
bertemu mereka membentuk ferohidroksida
Fe(OH) 2. Namun, bergantung pada aerasi,
oksidasi mungkin menghasilkan Fe(OH)3 karatmerah Fe2O 3.H 2O atau magnetit-hitam Fe3O 4.
Proses seperti ini penting bilamana air,
khususnya air laut memenuhi celah (crevice)
yang terjadi selama pemakaian, manufaktur atau
disain.
Pada korosi jenis ini, pemasukan
oksigen ke daerah katodik besar, sering terjadi
serangan lokal yang gawat di daerah anoda yang
kecil sehingga membentuk sumuran, goresan,
celah, dan sebagainya.

Gambar 4: Korosi besi oleh aerosi differensial

6. Rekayasa Permukaan

(c)

306

Pelapisan permukaan dengan deposisi uap.
Pelapisan permukaan dengan deposisi uap
dibagi dua yaitu deposisi uap kimia dan deposisi
uap fisis. Pada proses deposisi uap kimia (CVD,
chemical vapour deposition} pelapisan logam,
paduan, atau senyawa tahan api merupakan hasil
reaksi kimia antara uap dan gas pembawa di

Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)

atau di dekat permukaan suatu subtrat yang
dipanaskan (Gambar 5a dan Gambar 5b). CVD
bukan suatu proses "line-of-sight” dan dapat
melapisi permukaan rumit dengan rata, serta
mempunyai “throwing power” (kemampuan
suatu
larutan
pelapis-elektro
untuk
mengendapkan logam secara merata di katoda
dengan bentuk tak teratur) yang baik. Reaksi
CVD untuk deposisi boron nitrida dan titanium
karbida masing-masing adalah:
BC1 3(g) + NH 3(g) → BN (s) + 3HCl(g) (500 –
1500 0 C)
TiC1 4(g) + CH 4(g) → TiC(s) + 4HCl(g) (800 –
1000 0 C)
Temperatur subtrat yang mengendalikan laju
deposisi relatif tinggi. Oleh karena itu, meskipun
CVD cocok untuk pelapisan senyawa tahan api,
seperti tungsten karbida yang diikat-kobalt, CVD
akan melunakkan baja perkakas kecepatan tinggi
yang dikeraskan dan ditemper, sehingga perlu
mengulang perlakuan panas temperatur tinggi.
Salah satu proses deposisi adalah CVD dengan
bantuan plasma (PACVD, plasma-assisted CVD).
Di atas subtrat ditempatkan pelat yang diberi
muatan dengan tegangan bias frekuensi radio.

Gambar 5: Reaktor CVD eksperimental
Zona plasma yang dihasilkan mempengaruhi
struktur lapisan. PACVD digunakan untuk
membuat lapisan keramik (SiC, Si3N4) tetapi
temperatur subtrat sebesar 6500C (minimum) masih
terlalu tinggi untuk baja paduan yang telah
mengalami perlakuan panas. CVD dan PACVD
dapat menghasilkan ketebalan maksimum lapisan
sekitar 100 μm dengan ekonomis. Pada proses
penguapan, material sumber dipanaskan dengan
berkas energi-tinggi (elektron, ion, laser), tahanan,
induksi dan sebagainya dalam ruang vakum
(Gambar 6a). Laju penguapan bergantung pada
tekananan uap sumber dan tekanan ruang.

Gambar 6: (a) PVD bergantung-penguapan dan
(b) PVD bergantung-penyemburan
Logam-logam menguap dengan laju memadai
apabila tekanan uap melampaui 1 Nm-2 dan tekanan
ruang lebih rendah dari 10-3 Nm-2. Atom yang
menguap bergerak menuju subtrat (komponen),
dengan
mengikuti
garis-pandang.
Apabila
penyemburan diterapkan dalam PVD (Gambar 6b),
sumber katoda beroperasi dengan potensial
tegangan mencapai 5 kV (arus searah atau frekuensi
radio) dalam lingkungan gas mulia (Ar).

7. Pelapisan
Permukaan
Penembakan Partikel

dengan

Sejak penggunaan pertama mesin turbin gas
pada tahun 1940-an, derap pengembangan rekayasa
terutama ditentukan oleh tersedianya material
temperatur tinggi yang cocok. Sisa pembakaran
panas yang bergerak dengan kecepatan tinggi
mengenai komponen di bagian mesin yang paling
kritis. Selain itu, terdapat pula berbagai zat perusak
yang melewati mesin, seperti garam laut dan pasir.
Untuk lingkungan yang merugikan ini, sangat sulit,
bahkan tidak mungkin dikembangkan paduan yang
memiliki kombinasi sifat kekuatan pada temperatur
tinggi dan ketahanan korosi. Berbagai usaha
dilakukan untuk menciptakan sistem paduan yang
menghasilkan suatu kerak oksida "pelindung" tipis
yang bersifat memulihkan diri. Pada prakteknya,
lapisan luar ini tidak menghambat difusi atom ke
subtrat dan bereaksi dengan paduan subtrat yang
juga mengalami penipisan karena erosi.

Gambar 7: Pelapisan dengan senapan detonasi
Akibat
Akibat perbedaan muai termal antara kerak
oksida (keramik) dan subtrat metalik terjadi repture

Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306

307

dan retak pada kerak apabila kerak tidak plastis
atau memiliki ikatan lemah dengan paduan.
Pelapisan bahwa tahan-api yang tahan aus dan
korosi merupakan salah satu jawaban terhadap
masalah ini. Metode pelapisan semprot termal yaitu
untuk komponen turbin gas. Pada penyemprotan
ini, serbuk disuntikkan dalam gas yang sangat
panas dan disemprotkan dengan kecepatan tinggi ke
permukaan komponen. Pada impak, partikel
mengalami deformasi plastis dan melekat dengan
kuat pada komponen dan juga melekat satu sama
lainnya. Struktur lapisan pada penampang
melintang
memiliki
penampilan
lentikular
karakteristik dan terdiri dari partikel tahan api.
Berbagai lapisan penyemprotan termal dapat
beroperasi pada temperatur di atas 10000C.
Ketebalan sesuai kebutuhan, bervariasi dari
beberapa mikron hingga beberapa milimeter.
Pada metode senapan detonasi (Gambar 7)
campuran sejumlah oksigen dan asetelin {C2H2}
terukur diledakkan dengan letupan api. Serbuk
dengan diameter rata-rata 45 mm disuntikkan, dan
dipanaskan oleh gas panas kemudian ditembakkan
dari laras sepanjang 1 m ke benda kerja dengan
kecepatan sekitar 750 m/s. Laras diisi gas nitrogen
di antara detonasi, yang terjadi setiap empat atau
delapan kali per detik.

meningkatkan adhesi kerak dalam jumlah kecil.
Lapisan dengan komposisi khusus ini digunakan
sebagai perapat saluran gas panas di lokasi di mana
terdapat toleransi rendah antar sudu yang berputar
dan bagian dalam dinding mesin sehingga efisiensi
bahan bakar meningkat. Lapisan ini tahan terhadap
kontak gesekan yang kadang-kadang terjadi.

Daftar Pustaka
Bell, T. 1992. Surface engineering: its current and
future impact on tribology, J.Phys D:
Appl.Phys. 5, A97-3006.
Bunshah, R. F. 1984. Overview of deporition
technologies with emphasis on vapour
deposition techniques. Industrial Materials
Sctence and engineering. Bab 12 (L.E. Murr.
(Ed.)). Marcel Dekker, New York.
Shreir, L. L. 1976. Corrosion, Vol.1 and 2. Edisi
kedua. Newnes-Butterworth, London.
Trethewey, K. R. And Chamberlain, J. 1988.
Corrosion for students or Science and
engineering. Longman, Harlow.

Gambar 8: Pelapisan dengan suluh (torch)
semprotan plasma
Pada teknik semprotan plasma, serbuk
dipanaskan oleh busur arus searah dengan umpan
argon (Gambar 8) dan kemudian ditembakkan ke
benda kerja dengan kecepatan 125 - 600 m/s.
Digunakan pelindung berupa selubung gas mulia
(Ar) untuk mencegah oksidasi material yang
diendapkan. Proses ini dilakukan untuk membuat
lapisan tipe-MCrAIY pada komponen turbin di
mana dipersyaratkan ketahanan korosi pada
temperatur tinggi (seperti sudu, kipas) dan M
adalah logam dengan titik lebur tinggi seperti Fe,
Ni dan Co. Pelapisan ini mengandung lebih banyak
elemen pembentukan kerak seperti krom dan
aluminium dibandingkan super alloy (misalnya:
39Co-3Ni-21Cr-7,5Al-0,5Y). Lapisan tersebut
merupakan sumber elemen yang dapat teroksidasi
dan memungkinkan terbentuknya lapisan kerak
"pelindung'" yang mampu memulihkan diri. Iterium
adalah atom yang mampu memulihkan atau

308

Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)