Hubungan Respon Imun dan Stres dengan Tingkat Kekambuhan Demam Tifoid pada Masyarakat di Wilayah Puskesmas Colomadu Karanganyar

HUBUNGAN RESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN
DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DI WILAYAH PUSKESMASCOLOMADU
KARANGANYAR
Dina Mayasari.*
Arum Pratiwi **
Abstract
Typhoid fever still become the problem of society health in Indonesia with the incident
between 350-180 case of per 100.000 resident and CFR gyrate 3%. This disease is
pertained by a contagion which can groan the many people. Typhoid fever represent
the acute infection disease is which is because of germ of Salmonella Typhi. Patient
of typhoid Fever later can become the carrier and relapsing/relaps can be the
happened. Factors causing the typhoid fever of recurrence for example : (1) immunity
circumstance/endurance body of somebody, (2) personal hygiene which less be
environmental though good generally, (3) consumption of food and beverage which
risk (not yet cook/braise, lighted upon by the fly, not paid attention to its hygiene), (4)
life style, (5) stress, etcetera. The main purpose of this research is to find out the the
relationship of immune respon and stress with the relapse level of tifoid fever at the
society in region of Puskesmas Colomadu Karanganyar. The research method of this
research is use the descriptive desain research of corelatif with the device of cross
sectional.Population of this research are all tifoid patients who are came on
Puskesmas Colomadu in 2008, that are 130 patients. The technicall sampling of this

research is purposive sampling with 43 patients. The technicall data collecting to be
used on this research is by quesioner and interview to the patients, this quesioner
include the immune respon, stress and relapse level of tifoid. The best conclude on
this research hypothesis test conducted by a data analysis with the analysis bivariate
crosstabulation hence result of value Chi-Square ( X²) to The Chi Square (X²) value
for the relationship of immune respon and relapse level of tifoid is 31,279. With the
sifnificant level 0,013 that is more smaller than 0,05 so on this case the Ho is rejected
and Ha accepted, so its concluded that there is have a good relationship between
immune respon and relapse level of tifoid. The Chi Square (X²) value for stress and
relapse level of tifoid is 22,598 with significant level 0,021 smaller than 0,05, so Ho is
rejected and Ha is accepted. This research is its found that there is have a good
relationship of immune respon and stress with the relapse level of tifoid fever at the
society in region of Puskesmas Colomadu Karanganyar.
Keyword : Immune Respon, Stress, Relapse Level
__________________________________________________________________________

*Dina Mayasari
**Arum Pratiwi
Dosen Jurusan Keperawatan FIK UMS Jln. Ahmad Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura
_________________________________________________________________________


Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

115

PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok
penyakit menular ini merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan
wabah (Sudoyo, 2006).
Demam tifoid (termasuk para-tifoid) yang
biasa juga disebut typhus atau tipes adalah
penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Typhi, terutama menyerang
bagian saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran (Israr, 2008)
Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi akut yang selalu ada di masyarakat
(endemik) di Asia, Afrika, Amerika Latin
Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia.
Penyakit ini tergolong penyakit menular yang
dapat menyerang banyak orang, mulai dari
usia balita, anak-anak, dan dewasa. Sebagian
penderita demam tifoid kelak akan menjadi
carrier , baik sementara atau menahun.
Kekambuhan yang ringan pada carrier
demam tifoid, terutama pada carrier jenis
intestinal sukar diketahui karena gejala dan
keluhannya tidak jelas.
Kambuh atau relaps dapat terjadi dan
berlangsung dalam waktu yang pendek pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan
dengan demikian juga hanya menghasilkan

kekebalan yang lemah. Kekambuhan akan
terjadi bila pengobatan sebelumnya tidak
adekuat atau, sebetulnya bukan kambuh tetapi
terkena infeksi baru. Kekambuhan dapat lebih
ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada
infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari
demam tifoid yang tidak diobati akan
mengakibatkan timbulnya relaps (Soedarto,
2007).
Ada asumsi yang berkembang dalam
masyarakat mengenai faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi penderita tifoid tersebut
kambuh, antara lain:

1. kemungkinan terjadinya kekambuhan
ataupun terinfeksi dari tifoid biasanya
berhubungan dengan keadaan imunitas /
daya tahan tubuh orang tersebut sehingga
dalam keadaan seperti itu kuman dapat

meningkatkan aktivitasnya kembali
2. kebersihan perorangan yang kurang
meskipun lingkungan umumnya adalah
baik
3. konsumsi makanan dan minuman yang
berisiko (belum dimasak / direbus,
dihinggapi lalat, tidak diperhatikan
kebersihannya)
4. gaya hidup
5. stres, dan sebagainya.
Imunitas atau daya tahan tubuh
merupakan respon tubuh terhadap bahan
asing. Respon imun yaitu reaksi yang
dikoordinasi oleh sel-sel dan molekul-molekul
terhadap mikroba ataupun agen-agen yang
lain. Sehingga bila dalam kondisi imun yang
menurun, pertahanan tubuh pun akan menurun
dan tubuh bisa mudah terserang penyakit
kemudian sakit. Penekanan fungsi sistem
imun akan menyebabkan peningkatan

kerentanan seseorang terhadap terjadinya
penyakit-penyakit infeksi. Daya tahan tubuh
kita 80% dibangun di usus, sehingga
kesehatan pencernaan mendukung daya tahan
tubuh. Usus adalah bagian tubuh yang
pertama terekspos oleh dunia luar melalui
makan yang dikonsumsi. Usus bukan hanya
berfungsi untuk penyerapan dan pencernaan
makanan tetapi juga merupakan bagian dari
sistem imun terbesar dalam tubuh yang
mengatasi antigen dan zat berbahaya yang
masuk.
Stres dipandang sebagai kondisi yang
timbul ketika seseorang berhubungan dengan
situasi tertentu, dimana suatu ”permintaan”
melebihi batas kemampuan coping seseorang.
Pada orang yang mengalami stres yang
mempunyai konsekuensi kondisi yang
patologis akan mengganggu respon imun.
Penekanan fungsi sistem imun akan

menyebabkan
peningkatan
kerentanan
seseorang terhadap terjadinya penyakitpenyakit infeksi.
Uraian di atas ditemukan bahwa di
wilayah tersebut banyak penderita tifoid yang

Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

116

kambuh dan sering didapatkan keluhan serta
data kekambuhan yang disebabkan oleh
imunitas yang menurun dan stres, sehingga
telah
melatarbelakangi
peneliti
ingin
mengetahui hubungan daya tahan tubuh /
imunitas

dan
stres
dengan
tingkat
kekambuhan tifoid pada masyarakat di
wilayah Puskesmas Colomadu Karanganyar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
“descriptive corelative” dengan rancangan
“cross sectional” (Nursalam, 2003). Populasi
pada penelitian ini adalah seluruh pasien
dengan demam tifoid yang berumur >18 tahun
yang berkunjung di wilayah Puskesmas
Colomadu Karanganyar yang berjumlah 130
orang. Sedangkan sampel penelitian adalah 43
orang dari pasien dengan kekambuhan demam
tifoid di wilayah Puskesmas Colomadu
Karanganyar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden berdasarkan

data jenis kelamin
Tabel 1. Jenis kelamin
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Jumlah
21
43

Persentase
48,8%
22
100,0%

Tabel 3. Nilai total skor Stres
Tingkat Nilai
< 15 (tidak stres)
>15 – 40 (stres)

Total

Jumlah
55,8%
44,2%
100,0%

Hasil total skor untuk respon imun nampak
rata-rata adalah buruk.

Persentasi
11,6 %
88,4 %
100,0 %

Hasil total skor untuk tingkat stres nampak
rata-rata adalah stres.
Tabel

4.


Nilai Total
Kekambuhan

Skor

Tingkat

Nilai total skor untuk tingkat
kekambuhan nampak rata-rata adalah sering
kambuh.
Pengujian Hipotesis
Tabel 5. Hubungan Respon Imun dengan
TingkatKekambuhan
Total Skor
Kadang Kambuh
(2-3x)
Sering Kambuh (
>3x)
Total
Resp
on
Imun

Tabel 2. Nilai total skor Respon Imun
Total Skor
Persentase
Buruk
24
Baik
19
Total
43

Jumlah
5
38
43

Buru
k
Baik
Total
(%)

Jumlah
17

Persentasi
39,5

26

60,5

43

100,0 %

Kambuh
51,2%
Kadan
Sering
g
kamb
kamb
uh
uh

Tota
l
(%)

25,6%

30,2%

55,8

14,0%

30,2%

39,6%

60,4%

44,2
100,
0



p
valu
e

31,27
9

0,01
3

Berdasarkan hasil analisis Chi Square
diperoleh nilai Pearson Chi-square sebesar
31,279 dengan probabilitas sebesar 0,013 <
0,05.

Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

117

Tabel 6. Hubungan Stres dengan Tingkat
Kekambuhan
Kambuh
Stres

Tida
k
stres
s
Stres
Tota
l (%)

Kadan
g
kambu
h

Sering
kambuh

2,3%

9,3%

11,6%

37,2%

51,2%

39,5%

60,5%

88,4%
100,0
%

Total
(%)



p
val
ue

22,5
98

0,0
21

Berdasarkan hasil analisis Chi Square
diperoleh nilai Pearson Chi-square sebesar
22,598 dengan probabilitas sebesar 0,021 <
0,05.
Hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa kedua hubungan mempunyai p value
lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak sehingga
disimpulkan terdapat hubungan respon imun
dan stres dengan tingkat kekambuhan demam
tifoid responden.
PEMBAHASAN
Hubungan antara Respon Imun
dengan Tingkat Kekambuhan Demam Tifoid
memperlihatkan bahwa dari 43 responden
pasien demam tifoid yang mengalami
kekambuhan pada masyarakat di wilayah
Puskesmas Colomadu Karanganyar lebih dari
separuhnya adalah memiliki respon imun yang
buruk yaitu sebanyak 24 orang (55,8%),
walaupun tidak berbeda jauh dengan
responden yang memiliki respon imun yang
baik yaitu sebanyak 19 orang (44,2%).
Analisa respon imun ini didukung oleh angka
dari hasil pemeriksaan darah, nilai mean
jumlah limfosit didapatkan 31,16. Limfosit
merupakan
antibodi
yang
akan
menghancurkan bakteri atau virus penyebab
penyakit.
Keseluruhan
responden
dalam
penelitian ini adalah pasien dengan demam
tifoid yang kambuh didapatkan jumlah
perempuan sedikit lebih banyak daripada lakilaki yaitu perempuan sebanyak 22 orang

(51,2%) dan laki-laki sebanyak 21 orang
(48,8%). Dari hasil ini juga nampak seperti
yang dikemukakan oleh Rasmilah (2001)
bahwa pada perempuan kemungkinan untuk
menjadi carrier 3 kali lebih besar
dibandingkan pada laki-laki.
Hal tersebut karena mayoritas
perempuan kurang dalam menjaga asupan
makanan yang bergizi karena sedang diet
untuk menjaga berat badan ideal atau memang
terlalu sibuk dengan kegiatan sehari-hari serta
kurang terpenuhinya kebutuhan tidur. Bahkan
dewasa ini perempuan Indonesia adalah
perempuan yang bekerja di luar rumah selain
itu dia juga berperan sebagai ibu rumah
tangga. Banyaknya aktivitas baik laki-laki
ataupun perempuan bila tanpa diimbangi
dengan istirahat yang cukup, maka imun
tubuh menjadi buruk dan mudah terserang
penyakit.
Menurut Haryoto (2007), perubahan
musim yang tidak menentu pada dewasa ini
karena pemanasan global, mengakibatkan
tubuh kurang mampu untuk beradaptasi
padahal di lingkungan semakin banyak bakteri
dan virus yang bermutasi, sehingga tubuh pun
menjadi rentan akan penyakit.
Hal ini dibenarkan oleh Fahmi (2007),
bahwa perubahan kondisi lingkungan sebagai
dampak pemanasan suhu global juga akan
menjadi media munculnya berbagai penyakit,
karena akan meningkatkan angka kasus
penyakit infeksi yang ditransmisikan melalui
air seperti virus atau bakteri. Sedangkan tubuh
mengalami imun yang buruk, maka tubuh
menjadi lemah dan lebih mudah terserang
penyakit.
Hubungan antara Stres dengan
Tingkat
Kekambuhan
Demam
Tifoid
memperlihatkan hubungan yang signifikan
antara stres dengan tingkat kekambuhan
demam tifoid. Hasil perhitungan nilai
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan
5% atau 0,021 < 0,05. Menurut Vita Health
(2004), stres adalah respon terhadap setiap
keadaan yang mengancam kesehatan jasmani
dan atau emosional. Bila seseorang
mengalami stres maka akan meningkatkan
resiko
terserang
penyakit
ataupun
kekambuhan penyakit. Dalam ilmu psikologi

Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

118

stres diartikan sebagai suatu kondisi
kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat,
sehingga
menimbulkan
adanya
ketidakseimbangan.
Taylor (1995) mendeskripsikan stres
sebagai pengalaman emosional negatif disertai
perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis,
kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk
mengubah atau menyesuaikan diri terhadap
situasi yang menyebabkan stres.
Penelitian yang dilakukan di wilayah
Puskesmas Colomadu ini memperlihatkan
bahwa sebagian besar responden yaitu 38
orang (88,4%) mengalami stres, yang dalam
arti stres ringan dan sedang, karena stres berat
hanya ditemukan pada pasien di Rumah Sakit
Jiwa. Sedangkan sebagian kecil responden
yaitu sebanyak 5 orang (11,6%) tidak stres.
Hal ini dimungkinkan karena masyarakat di
wilayah Puskesmas Colomadu adalah
masyarakat modern yang sebagian tinggal di
perkotaan dan mempunyai aktivitas atau
pekerjaan yang memicu timbulnya stres.
Faktor-faktor
yang
dapat
menimbulkan stres tersebut disebut stresor.
Pada stresor fisikbiologik dapat berupa panas,
dingin, infeksi, dan rasa nyeri. Pada
masyarakat juga sering ditemukan stresor
psikologis dan stresor sosial budaya. Stres
psikologis dapat berupa perasaan takut,
khawatir,
cemas,
marah,
kekecewaan,kesepian, dan bahkan jatuh cinta.
Sedangkan stresor sosial budaya dapat berupa
perselisihan, menganggur, perceraian. Oleh
karena itu stres dapat mengenai semua orang
dan semua usia.
Seperti yang diungkapkan oleh
Kuspriyadi (2007) bahwa gangguan kejiwaan
dapat
berpengaruh
terhadap
lamanya
kesembuhan penyakit seseorang ataupun
kekambuhan
suatu
penyakit.
Dalam
pengalaman stres setiap manusia juga
mempunyai kemampuan untuk mengatasinya
(koping).
Hal tersebut didukung oleh Sutanto
(2008) yang mengatakan bahwa sebagian
besar dari kita mempunyai rentang stres yang
optimal atau “Daerah Nyaman” (Comfort
Zone) yang membuat kita merasa nyaman dan
berfungsi baik, jika kita melampaui daerah

nyaman, timbul rasa lelah yang merupakan
tanda untuk mengurangi tingkat stres. Jika hal
itu tidak dilakukan, maka tubuh akan
kehabisan tenaga (sakit).
Hal ini dibenarkan oleh Gunawan
(2007)
bahwa
persepsi
pengendalian
memperantarai pengaruh stres pada sistem
imun manusia, dimana manusia yang
memiliki pengendalian lebih besar terhadap
masalah memiliki kesehatan yang lebih baik
dan menunjukkan fungsi sistem imun yang
lebih baik. Sehingga dapat dikatakan
keparahan
fisik
penyakit
dapat
diperhitungkan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil analisis data, secara keseluruhan
penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara respon
imun dengan tingkat kekambuhan demam
tifoid pada masyarakat di wilayah
Puskesmas Colomadu Karanganyar.
3. Hasil analisa data yang telah dilakukan
oleh peneliti maka diketahui adanya
hubungan yang signifikan antara stres
dengan tingkat kekambuhan demam tifoid
pada masyarakat di wilayah Puskesmas
Colomadu Karanganyar.
Saran
1. Bagi Puskesmas dan Balai Pengobatan
Swasta,
diharapkan
meningkatkan
perhatian
dan
mengidentifikasi
masyarakat atau pasien yang berkunjung,
dengan
meningkatkan
kegiatan
penyuluhan
kesehatan,
peningkatan
pengetahuan
kepada
kader-kader
kesehatan,
sehingga
mampu
meningkatkan
pemberian
pelayanan
kesehatan
yang
bermutu
untuk
menurunkan angka penyakit infeksi akut
dan menuju masyarakat Indonesia yang
sehat.

Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

119

2. Bagi masyarakat, diharapkan mampu
menjaga kesehatan, meningkatkan daya
tahan tubuh, mengendalikan stres, serta
kebersihan lingkungan dalam masyarakat
sehingga mampu melakukan pencegahan
terhadap
suatu
penyakit
untuk
mewujudkan kesehatan masyarakat.

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan
lebih mengembangkan lagi hal-hal yang
berhubungan dengan demam tifoid dan
resiko
kekambuhannya,
sehingga
didapatkan hal yang lebih dominan.

DAFTAR PUSTAKA
Rasmilah (2001). Stres, Koping, dan Adaptasi. Jakarta: Agung Seto
Vita Health (2004). Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta
Taylor (1995). Konseling Masyarakat.FKM UNAIR
Haryoto (2007). Psikoneuroimunologi Untuk Keperawatan. Edisi 2. Surakarta : UNS Press
Fahmi (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit. FKUI
Gunawan (2007). Imunulogi tubuh. Edisi 1. PT Refika Aditama. Bandung.
Kuspriyadi(2007).www.medscape.com as retrieved on 9 September 2007
Sutanto (2008). www.sinar harapan.com as retrieved on 15 Desember 2008

Hubunga n Respon Imun Dan Stress Dengan…. (Dina Mayasari & Arum P)

120

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN RESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DI WILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR

0 3 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN GASTRITIS DI WILAYAH KERJA Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo.

2 6 15

HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA UPT. PUSKESMAS PURWOSARI SURAKARTA.

0 1 15

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA UPT. PUSKESMAS PURWOSARI SURAKARTA.

0 2 7

DAFTAR PUSTAKA HUBUNGAN ANTARA STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA UPT. PUSKESMAS PURWOSARI SURAKARTA.

0 1 4

HUBUNGAN RESPON IMUN DAN STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN DEMAM TIFOID PADA MASYARAKAT DIWILAYAH PUSKESMAS COLOMADU KARANGANYAR.

0 2 9

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN DEMAM Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Tifoid Pada Penderita Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Jatiyoso Karanganyar.

0 0 15

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Tifoid Pada Penderita Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Jatiyoso Karanganyar.

0 1 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN DEMAM Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Tifoid Pada Penderita Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Jatiyoso Karanganyar.

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN YOGYA

0 0 17