Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ

1. Pertemuan Kelompok Kerja BBNJ

  Karena pertemuan di dalam Working Group tidak disertai oleh dokumen pertemuan resmi, sehingga dokumen-dokumen mengenai pertemuan Kelompok Kerja BBNJ yang dipublikasikan oleh PBB hanya berbentuk Letter from the Co- Chairpersons of the Ad Hoc Open ended Informal Working Group to the President of the General Assembly yang tidak merinci proses diskusi dan perdebatan yang terjadi beserta para pihak yang mengajukan dan merespon

  berbagai isu selama pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. 118 Oleh karena itu, skripsi ini mereferensi Earth Negotiations Bulletin (ENB), 119 yaitu buletin yang

  melaporan diskusi dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ secara lengkap yang dipublikasi oleh International Institute for Sustainable Development (IISD). 120

  117 UN. Report of the Ad Hoc Open-ended Informal Working Group, Appendix 1, Paragraf 6-9. 118 UN, Ad Hoc Open-ended Informal Working Group to Study Issues Relating to the Conservation

  and Sustainable Use of Marine Biological Diversity Beyond Areas of National Jurisdiction dari http:www.un.orgDeptslosbiodiversityworkinggroupbiodiversityworkinggroup.htm diakses pada 6 Maret 2017.

  119 IISD, Earth Negotiations Bulletin (ENB) dari http:enb.iisd.orgenb diakses pada 6 Maret 2017.

  120 Posisi lengkap dari aliansi blok maupun negara selama pertemuan pertama hingga terakhir Working Group BBNJ tersedia di Lampiran 6 dan Lampiran 7.

  a. Pertemuan Pertama (13 - 17 Februari 2006) 121 Pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ pertama, terdapat banyak

  perdebatan di antara negara partisipan yang membentuk posisi yang beragam dan prioritas pada banyak isu. Salah satu isu utama adalah pertanyaan tentang status hukum sumber daya genetik (MGRs), yaitu apakah tunduk pada prinsip kebebasan pada laut lepas (Freedom of the High Seas) atau rezim warisan bersama untuk umat manusia ( Common Heritage of Mankind). Posisi bersama G-77Cina memprioritaskan prinsip warisan bersama untuk umat manusia dengan menggarisbawahi bahwa manfaat dari MGRs tidak harus menjadi hak istimewa negara yang memiliki ekonomi dan teknologi maju, tetapi bersama dengan negara-negara berkembang melalui peraturan internasional baru. Di dalam blok G-77Cina, beberapa negara menganjurkan untuk memperluas mandat International Seabed Authority (ISA), sementara negara lain mendukung untuk membentuk lembaga baru. Akan tetapi, posisi G-77Cina terkait penerapan rezim warisan bersama untuk umat manusia untuk MGRs tidak mendapat dukungan dari negara lain. AS dan Jepang menolak penerapan UNCLOS Bagian XI (Area) terhadap MGRs, dengan alasan bahwa rezim ini hanya berlaku untuk sumber daya mineral, sedangkan Uni Eropa juga tidak mendukung penerapan UNCLOS Bagian

  XI ataupun rezim laut lepas untuk MGRs di luar wilayah yurisdiksi nasional, melainkan lebih menyoroti kebutuhan untuk memperjelas status hukumnya.

  121 IISD, Summary of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 13-17 February 2006 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 25 (IISD, 2006)

  dari http:www.iisd.cadownloadpdfenb2525e.pdf diakses pada 6 April 2017.

  Isu lain yang muncul selama diskusi adalah "kesenjangan implementasi," yaitu belum memadainya pelaksanaan perjanjian dan mekanisme yang telah ada dan kontraposisi atau koeksistensi terhadap "kesenjangan tata kelola" yang menggambarkan kebutuhan dibentuknya instrumen internasional baru untuk mengatur isu-isu yang belum diatur. Uni Eropa menegaskan bahwa dua kesenjangan tersebut perlu ditangani secara bersamaan, dan mengajukan proposal untuk perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS baru, terutama berfokus pada kawasan laut lindung (MPAs) di laut lepas, untuk mengisi kesenjangan tata kelola. Didukung oleh NGO, yang juga berfokus pada praktik penangkapan ikan yang merusak dan pembentukan sebuah lembaga pengawas. Ide perjanjian pelaksanaan baru juga mendapatkan perhatian dari negara Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Di lain pihak, proposal UE tersebut tidak mendapatkan perhatian dari G- 77Cina, dikarenakan proposal tersebut sedikit atau bahkan tidak membahas tentang isu MGRs yang merupakan prioritas bagi negara-negara berkembang. Ide perjanjian pelaksanaan baru juga ditentang oleh AS, Jepang, Korea Selatan, Norwegia, dan Islandia, yang meragukan proses panjang dan ketidakpastian dalam negosiasi instrumen internasional baru dan berpendapat bahwa implementasi penuh dari perjanjian yang telah ada cukup untuk mengatasi ancaman yang paling mendesak terhadap keanekaragaman hayati laut.

  Isu utama ketiga dari pertemuan tersebut adalah kebutuhan untuk berfokus pada langkah-langkah jangka pendek untuk mengatasi ancaman yang paling mendesak bagi keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional. Dalam hal ini, di awal pertemuan para delegasi sepakat bahwa illegal,

  unregulated, and unreported (IUU) fishing dan praktik penangkapan ikan destruktif merupakan ancaman utama bagi keanekaragaman hayati laut. Oleh karena itu, Meksiko, Selandia Baru, Uni Eropa, IUCN, dan Greenpeace menyerukan langkah-langkah mendesak. Palau, yang didukung oleh NGO, menyerukan untuk secepatnya menerapkan moratorium terhadap penggunaan pukat dasar laut dalam (high seas bottom-trawling) yang belum diatur dan menyoroti ketidakmampuan Regional Fisheries Management Organizations (RFMO) untuk mengatur praktik tersebut yang dilakukan oleh kapal berbendera negara non-anggota RFMO. Selain itu, Kanada mengajukan reformasi RFMO dan peninjauan UNFSA sebagai langkah-langkah jangka pendek yang pragmatis. Dengan demikian, kesimpulan dari Kelompok Kerja BBNJ adalah pengakuan perlunya tindakan segera untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut di luar wilayah yurisdiksi nasional.

  b. Pertemuan Keempat (31 Mei - 3 Juni 2011) 122 Di awal pertemuan keempat ini, para delegasi menyampaikan masukan

  mereka pada unsur-unsur substantif yang diperlukan untuk memastikan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ, yang menyajikan ide-ide baru dan mengungkapkan kemauan bersama untuk menyepakati perlunya “pedoman, aturan, atau mekanisme,” seperti yang ditegaskan oleh Selandia Baru akan pentingnya kerjasama di antara anggota pertemuan tersebut.

  122 IISD, Summary The Fourth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 31 May - 3 June 2011 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 70

  (IISD, 2011) dari http:www.iisd.cadownloadpdfenb2570e.pdf diakses pada 6 April 2017.

  G-77Cina dan Uni Eropa yang telah bersatu pada pertemuan ketiga untuk mendorong perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, pada pertemuan kali ini mereka juga lebih menyatu pada kebutuhan untuk menghasilkan “paket” isu-isu yang akan dibahas pada kepentingan yang sama. Oleh karena itu, G-77Cina mulai mengadopsi gagasan „pembagian keuntungan,‟ yang merupakan gagasan dari UE pada pertemuan sebelumnya, dibandingkan dengan terus menekankan prinsip warisan bersama untuk umat manusia, dan menyatakan dukungan terhadap tindakan konservasi, yang juga menjadi prioritas UE. Uni Eropa tidak hanya tetap mendukung pembagian keuntungan dari MGRs yang merupakan prioritas negara- negara berkembang, tetapi juga mendukung dibentuknya rezim internasional tentang akses MGRs. NGO yang hadir pun menyambut terbentuknya aliansi ini, terutama karena mereka telah mengusulkan perjanjian pelaksanaan sebagai keputusan.

  Akan tetapi, aliansi yang juga terbentuk pada pertemuan tahun 2010 (Jepang, Islandia, AS, Kanada dan Rusia) tetap menentang perjanjian pelaksanaan baru dan gagasan untuk membatasi penelitian ilmiah kelautan (MSR) dengan membentuk rezim akses dan pembagian keuntungan (ABS). Islandia dan Norwegia secara pragmatis menunjuk institusi-institusi regional sebagai cara yang paling cepat untuk membuat kemajuan pada MPAs dan analisis dampak lingkungan (EIA), bersama Kanada yang juga menggarisbawahi manfaat dari kode etik secara sukarela dalam pelaksanaan MSR dan pembuatan „pilot sites‟ agar dapat menguji modalitas untuk identifikasi dan pengelolaan MPAs. AS juga mengajukan pendekatan yang sama untuk diadopsi dalam pembahasan sektor Akan tetapi, aliansi yang juga terbentuk pada pertemuan tahun 2010 (Jepang, Islandia, AS, Kanada dan Rusia) tetap menentang perjanjian pelaksanaan baru dan gagasan untuk membatasi penelitian ilmiah kelautan (MSR) dengan membentuk rezim akses dan pembagian keuntungan (ABS). Islandia dan Norwegia secara pragmatis menunjuk institusi-institusi regional sebagai cara yang paling cepat untuk membuat kemajuan pada MPAs dan analisis dampak lingkungan (EIA), bersama Kanada yang juga menggarisbawahi manfaat dari kode etik secara sukarela dalam pelaksanaan MSR dan pembuatan „pilot sites‟ agar dapat menguji modalitas untuk identifikasi dan pengelolaan MPAs. AS juga mengajukan pendekatan yang sama untuk diadopsi dalam pembahasan sektor

  

  Menjelang akhir pertemuan, terlihat tanda-tanda kompromi muncul dari UE, G-77Cina, dan Meksiko yang telah sepakat akan pengembangan perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS; Islandia menerima gagasan pembagian keuntungan; dan AS menerima gagasan untuk dilakukannya transfer teknologi dan pembangunan kapasitas, serta pengembangan dari perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS. Hingga pada akhirnya, pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keempat berhasil menghasilkan “paket 2011” yang direkomendasikan kepada Majelis Umum bahwa kerangka hukum untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ secara efektif membahas: MGRs, termasuk pertanyaan mengenai pembagian keuntungan, tindakan seperti perangkat manajemen berbasis wilayah (ABMTs), termasuk MPAs, EIA, pembangunan kapasitas dan transfer

  teknologi kelautan.

  c. Pertemuan Kesembilan (20 - 23 Januari 2015) 123 Pada awal pertemuan kesembilan Kelompok Kerja BBNJ, para delegasi

  membuat pernyataan umum. Afrika Selatan, atas nama G-77Cina, menekankan: kesenjangan hukum dalam ketentuan UNCLOS tentang ABS dari MGRs; warisan bersama untuk umat manusia sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional

  123 IISD, Summary The Ninth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 20-23 January 2015 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 94

  (IISD, 2015) dari http:www.iisd.cadownloadpdfenb2594e.pdf diakses pada 6 April 2017.

  dan prinsip untuk perjanjian pelaksanaan baru; dan isu-isu yang telah ditetapkan dalam paket 2011. Maroko, atas nama African Group, berpendapat bahwa adopsi perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah eksploitasi BBNJ. Trinidad and Tobago, atas nama Caribbean Community (CARICOM), menekankan perlunya perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS yang dibentuk berdasarkan prinsip warisan bersama untuk umat manusia dan memperkuat UNCLOS dengan mengatasi kesenjangan dalam pelaksanaan konservasi dan pemanfaatan MGRs di ABNJ. Maladewa, atas nama Alliance of Small Island Developing States (AOSIS), mengingatkan bahwa sekarang adalah waktu untuk bertindak dan menyerukan peluncuran negosiasi formal perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS.

  Italia, atas nama Uni Eropa, mendesak digelarnya konferensi antar- pemerintah sesegera mungkin dan, didukung oleh Singapura, mendesak konferensi tersebut harus menyelesaikan tugasnya dalam batas waktu yang telah disepakati. Maroko menyerukan digelarnya konferensi antar-pemerintah untuk menyusun instrumen hukum pada BBNJ, dengan menekankan bahwa paket 2011 telah disetujui oleh Majelis Umum dan tidak boleh dirubah. Jamaika mengatakan bahwa pertemuan kali ini merupakan momentum bagi Kelompok Kerja BBNJ untuk merekomendasikan mandat negosiasi formal terhadap perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS, dengan menggunakan pendekatan ekosistem, dan prinsip warisan bersama untuk umat manusia kepada Majelis Umum.

  Meksiko menyarankan untuk menghasilkan konsensus di berbagai area tentang perlunya instrumen hukum baru dan hukum kebiasaan internasional, serta Meksiko menyarankan untuk menghasilkan konsensus di berbagai area tentang perlunya instrumen hukum baru dan hukum kebiasaan internasional, serta

  Australia menyarankan untuk menghasilkan rekomendasi melalui konsensus yang jelas dan konkret kepada Majelis Umum untuk memberikan panduan ringkas tentang ruang lingkup dan parameter dari perjanjian pelaksanaan baru, serta pada proses dan batas waktu negosiasi yang inklusif dan transparan, termasuk proses persiapan untuk konferensi antar-pemerintah. Selandia Baru mengingatkan bahwa tekanan publik dan dampak kumulatif pada BBNJ telah meningkat, serta kesenjangan hukum dan fragmentasi dari kerangka hukum yang telah ada, menunjukkan perlunya perjanjian pelaksanaan baru.

  Islandia menegaskan posisinya bahwa instrumen internasional yang baru harus berfokus pada kesenjangan hukum, seperti MGRs, dan menolak pembahasan ulang isu-isu yang sudah diatur pada rezim internasional yang telah ada, seperti isu perikanan. Kanada menyatakan bahwa negaranya mempertanyakan apakah peluncuran negosiasi pada instrumen baru adalah cara terbaik untuk segera mencapai hasil yang sebenarnya dan menyarankan negosiasi yang akan dilakukan harus dipandu oleh kebutuhan untuk menjaga balance of interests, dan hak-hak serta kewajiban yang ada, menghormati kerangka kerja regional dan sektoral yang Islandia menegaskan posisinya bahwa instrumen internasional yang baru harus berfokus pada kesenjangan hukum, seperti MGRs, dan menolak pembahasan ulang isu-isu yang sudah diatur pada rezim internasional yang telah ada, seperti isu perikanan. Kanada menyatakan bahwa negaranya mempertanyakan apakah peluncuran negosiasi pada instrumen baru adalah cara terbaik untuk segera mencapai hasil yang sebenarnya dan menyarankan negosiasi yang akan dilakukan harus dipandu oleh kebutuhan untuk menjaga balance of interests, dan hak-hak serta kewajiban yang ada, menghormati kerangka kerja regional dan sektoral yang

  Jepang menyatakan bahwa konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan BBNJ tidak harus mengganggu kerangka kerja internasional yang telah ada, sedangkan, Rusia menyatakan keraguannya terkait kebutuhan dibentuknya perjanjian baru, dan menyarankan untuk mengecualikan sektor perikanan di laut lepas serta mengidentifikasi kesenjangan hukum terlebih dahulu sebelum negosiasi dimulai. AS berpendapat bahwa kasus persuasif untuk perjanjian pelaksanaan baru belum dibuat, dengan alasan bahwa paket 2011 tidak lebih dari daftar topik potensial untuk dibahas lebih lanjut. Korea Selatan menegaskan bahwa konsensus belum dicapai pada beberapa isu, termasuk tentang cara untuk memastikan kesesuaian dengan instrumen dan badan yang telah ada tanpa mempengaruhi mandat mereka.

  Pada akhirnya, di dalam pertemuan kesembilan Kelompok Kerja BBNJ ini, menghasilkan rekomendasi kepada Majelis Umum, antara lain:

   Memutuskan untuk mengembangkan sebuah instrumen yang mengikat secara

  hukum internasional tentang BBNJ di bawah UNCLOS dan untuk itu, sebelum mengadakan konferensi antar-pemerintah, memutuskan untuk mendirikan sebuah PrepCom untuk membuat rekomendasi substantif kepada Majelis Umum pada akhir 2017;

   Memutuskan, sebelum akhir sidang ke-72, dan dengan mempertimbangkan

  laporan PrepCom, pada penyelenggaraan konferensi antar-pemerintah untuk mempertimbangkan rekomendasi dari PrepCom dan menguraikan teks instrumen yang mengikat secara hukum internasional di bawah UNCLOS;

   Memutuskan negosiasi akan membahas topik yang diidentifikasi dalam

  “paket 2011” tentang pemanfaaatan konservasi dan berkelanjutan BBNJ secara khusus, yaitu MGRs, termasuk pertanyaan pembagian keuntungan, langkah-langkah seperti perangkat manajemen berbasis wilayah (ABMTs), termasuk MPAs, EIAs, pembangunan kapasitas dan transfer teknologi kelautan;

Dokumen yang terkait

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0