Kajian keefektifan beberapa komponen pengendalian ramah lingkungan terhadap penyakit pustule bakteri kedelai

KAJIAN KEEFEKTIFAN BEBERAPA KOMPONEN
PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN
TERHADAP PENYAKIT PUSTUL BAKTERI KEDELAI

Oleh

SUSKANDINI RATIH DIRMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOCOR
2004

ABSTRAK
SUSKANDINI RATIH DIRMA WATI. Kaj ian Keefektifan Beberapa Komponen
Pengendalian Ramah Lingkungan terhadap Penyakit Pustul Bakteri Kedelai. Di bawah
bimbingan BUD1 TJAHJONO, MEITY SURADJI SINAGA, DIDY SOPANDIE, dan
RUSMILAH SUSENO.
Di Indonesia, pengendalian penyakit tanaman yang bersifat ramah lingkungan
diperlukan untuk mendukung sistem pertanian berkelanjutan. Penyakit pustul bakteri
merupakan penyakit penting yang mengakibatkan rendahnya produksi kedelai di
Indonesia. Penyebab penyakit pustul bakteri adalah Xanthomonas axonopodrs pv.

glycrnes. Untuk mengendalikan penyakit pustul bakteri kedelai dilakukan suatu seri
percobaan untuk mengevaluasi pengaruh kombinasi pola tanam dengan aplikasi bakteri
biokontrol atau bakterisida botani terhadap keparahan penyakit dan produksi kedelai
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Laboratorium Kimia Terpadu Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat
Penelitian Bioteknologi, dan Kebun Percobaan Cikarawang-Darrnaga, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juni 2000 hingga Desember 2002.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Formulasi cair P. Jluorescens GI 34
maupun B. subtrlrs BBO 1 dalam molase 1% sarnpai dengan umur simpan 60 hari efektif
menginaktivasi bakteri Xag karena mekanisme pembentukan senyawa antimikroba oleh
P. f7uorescens GI 34 (siderofor, biosurfaktan, dan hidrogen sianida) dan R. subtrlzs BBOl
(biosurfaktan), (2) Ekstrak daun matoa dalam forrnulasi air 20 % paling efektif
menginaktivasi Xag karena kandungan asam galat (8,2 mg/g daun matoa) lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak daun mimba, daun kipahit, daun paku papila, daun sereh
wangi, rimpang lengkuas merah, dan buah kelapa sawit, (3) Strategi pengendalian bempa
kombinasi pola tanam tumpangsari kedelai-jagung dengan aplikasi bakteri biokontrol
paling efektif karena dapat menurunkan laju infeksi pustul bakteri dari O,11 unit/hari
menjadi 0,06 unit/hari di musim kemarau dan dari 0,13 unit/hari menjadi 0,07 unit/hari di
musim penghujan, (4) Kombinasi pola tanam tumpangsari kedelai-jagung dan aplikasi 1).

Jluorescens GI 34 dan B. subtrlis BBOl mempakan strategi pengendalian pustul bakteri
yang paling efisien dengan memberikan keuntungan usahatani paling besar yaitu
Rp1.765.000700/hadi musim kemarau dan Rp1.363.000,00/ha di musim penghujan.

Kata kunci: Pengendalian Ramah Lingkungan, Penyakit Pustul Bakteri, Kedelai.

ABSTRACT

SUSKANDINI RATIH DIRMAWATI.
Studies on the Effectivity of Several
Enviromental Friendly Pest Management Components to Bacterial Pustule on Soybean.
Under the Guidance of BUD1 TJAHJONO, MEITY SURADJI SINAGA, DIDY
SOPANDIE, and RUSMILAH SUSENO.
Ecological approach of plant disease management is needed to enhance the
sustainable agriculture in Indonesia. Bacterial pustule disease has been known as an
important soybean disease because of its potential to reduce soybean yield in Indonesia.
The causal agent of the disease is Xunthomonus uxonopodzs pv. glycmes. To control the
pustule disease, series of experiments were done to determine the effect of combination
of the culture system and using biocontrol agents or botanical bactericide on the disease
severity and yield of soybean.

The researches have been conducted at the Bacteriology Laboratory of Plant Pest
and Disease Department, the Agriculture Faculty, the Chemistry Laboratory of
Mathematics and Natural Science Faculty, the Bioprocess Engineering Laboratory of
Biotechnology Research Centre and Cikarawang Experimental Station, Bogor
Agricultural University. The works have been done from June 2000 until December
2002.
The results of this work showed that (I) the liquid formulation of P. fluorescens
GI 34 in molasses 1% retarded X a . pv glycznes up to 60 days after storage by the
exudation of siderofor, hydrogen cyanida, and biosurfactant and that of B subtzlzs BBO 1
also retarded Xu. pv glycznes by the exudation of biosurfactant, (2) the matoa leaf
extract with gallic acid 8.2 mg/g leaf fresh weight in the concentration of 20 % in water
gave the highest retardation to the bacterial pustule, (3) the combination of intercropped
system soybean-corn with the application of biocontrol agents gave the highest
retardation effect : decreasing the infection rate from 0.11 unit/days to 0.06 unit/days in
dry season and decreased the infection rate from 0.13 unit/days to 0.07 unit/days in wet
season, (4) the combination of intercropped system soybean-corn with the application
of biocontrol agents gave the highest income (Rp 1,765,000.00/ha in dry season and
Rp 1,363,000.00/ha in wet season).
Keywords: Enviromental Friendly Pest Management, Bacterial Pustule Disease,
Soybean.


PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
KAJIAN KEEFEKTIFAN BEBERAPA KOMPONEN PENGENDALIAN RAMAH
LINGKUNGAN TERHADAP PENYAKIT PUSTUL BAKTERI KEDELAI
merupakan hasil gagasan dan penelitian saya sendiri yang belum pernah digunakan
untuk mencapai suatu gelar akademik apapun di perguruan tinggi lain.

Semua

sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2004
~uskandiniRatih Dirmawati

KAJIAN KEEFEKTIFAN BEBERAPA KOMPONEN
PENGENDALIAN RAMAH LINGKUNGAN
TERHADAP PENYAKIT PUSTUL BAKTERI KEDELAI


Oleh
SUSKANDINI RATIH DIRMAWATI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2004

Judul Disertasi

: Kaj ian Keefektifan Beberapa Komponen Pengendalian

Ramah Lingkungan terhadap Penyakit Pustul Bakteri Kedelai
Nama Mahasiswa


: Suskandini Ratih Dirmawati

Nomor Mahasiswa

: 985056

Program Studi

: Entomologi Fitopatologi

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H. ~ $ d iTiahiono. M.Agr
Ketua

~ n ~ ~ o t a


I

Prof. Dr. Ir. Didv Sopandie, M.Aar
Angggota

Mengetal
2. Ketua Program Studi
Entomologi Fitopatologi

go(,a&k
-3

<Ldf[d

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat,

Tanggal lulus : 23 Maret 2004

Prof. Dr. Ir. Rusmilah Suseno, M.Sc
Anggota


RI WAYAT HIDUP
Penulis lahir di Mojokerto, 2 Mei 1961 merupakan puteri tunggal Bapak
Sentausa Edhi Soewarso (alm.) clan Ibu Dodi Srimurti.

Tahun 1973 penulis

menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Santo Yusup Semarang dan pada tahun 1976
menyelesaikan SLTP di SMP Negeri 1 Salatiga. Pada tahun 1980 penulis
menyelesaikan SLTA di SMA Negeri 1 Salatiga.
Pada tahun 1986, penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana di Departemen
Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada
tahun 1992 penulis menempuh pendidikan Magister Pertanian pada Program Studi
Fitopatologi, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Selanjutnya pada tahun 1998, penulis memperoleh kesempatan belajar pada program
Doktor di Program Studi Entomologi-Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor atas Beasiswa Program Pasca Sarjana, Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja di Jurusan Proteksi


Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung sejak tahun 1986.

PRAKATA

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T, penelitian tentang
pengendalian penyakit pustul bakteri kedelai benvawasan lingkungan dapat
diselesaikan. Revolusi hijau berhasil melepaskan bangsa Indonesia dari kelaparan,
tetapi meninggalkan dampak negatif akibat penggunaan pestisida kimia secara tidak
rasional diantaranya punahnya serangga non hama maupun mikroorganisme non
patogen yang bermanfaat.

Oleh karena itu sistem pertanian Indonesia saat ini

hendaknya

kembali ekosistem

memperhatikan


pengendalian penyakit pustul bakteri

secara

menyeluruh. Dalam

ramah lingkungan telah dibuktikan bahwa

pendayagunaan keanekaragaman hayati di lingkungan pertanian Indonesia dapat
berperan efektif dan efisien. Agens biokontrol dan bakterisida botani yang dapat
digunakan untuk pengendalian penyakit pustul bakteri berturut-turut adalah bakteri
Pseudornonas Jluorescens, Bacillus subtilis, daun matoa, daun paku papila, daun
kipahit, daun sereh wangi, rimpang lengkuas merah, dan buah kelapa sawit.
Pada kesempatan ini ucapan terimakasih disampaikan dengan hormat kepada:
(1) Bapak Dr. Ir. H. Budi Tjahjono, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis sehingga akhirnya
penulis menyelesaikan penelitian dan tugas belajar secara menyeluruh dengan
senantiasa menghargai waktu kehidupan serta menyikapinya dengan bijaksana.


(2) Ibu Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga, M.Sc. sebagai Anggota Komisi Pembimbing
yang penuh kesabaran meluangkan waktu untuk membimbing penelitian dan
membimbing tugas belajar secara menyeluruh .

(3)

Bapak Prof Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang membimbing penelitian ini dengan seksama.

(4) Ibu Prof Dr. Ir. Rusmilah Suseno, M.Sc. sebagai

Anggota

Komisi

Pembimbing yang membimbing penelitian dan memberikan pengayoman atas
diri penulis selama penulis tugas belajar .
Kepada Ibu Ir. Ivone 0. Sumaraw, M.Si. dan Ibu Ir. A. A.Nawangsih, M.Si
di Laboratorium Bakteriologi Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian IPB disampaikan terima kasih atas dukungan moral dan semangat kepada
penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi di laboratorium

Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Bioproses, Laboratorium Kimia Terpadu,
dan Kebun Percobaan Cikarawang-Darmaga, IPB yang membantu menyelesaikan
penelitian ini.
Secara pribadi diucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Nurlaila N.Q. Mei
Tientje, M.Pd. atas wawasan yang disampaikannya.

Kepada suami

Dr. Ir. H.

Tubagus Hasanudin, M.S. dan keempat anakku Ratu Nurina Risanty, Tubagus Arya
Tubagus Adytia Syarief Hidayat, dan Ratu Annisa Aulia Dien

Abdurachman,

Safitrie, serta Ibunda Dodi Srimurti diucapkan terima kasih yang tiada tara atas
keikhlasannya

menerima

semua perlakuan buruk maupun menyenangkan dari

pribadi penulis selama penulis tugas belajar. Pada akhirnya, semoga tulisan ini
bukan sekedar menjadi bahan pustaka tetapi dapat diwujudkan dalam pengendalian
penyakit kedelai.
Bogor, Mei 2004
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ABSTRACT

.............................................................................

RIWAYAT HIDUP
PRAKATA

.....................................................................

...............................................................................

DAFTAR IS1

.............................................................................

DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1X

DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

X

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

xii

PENDAHULUAN .......................................................................

1

Latar Belakang ..................................................................
..
Tujuan Penelltian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1
4

Hipotesis Penelitian .............................................................

5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
Penyakit Pustul Bakteri ........................................................
PseudomonasJluorescens Migula sebagai Agens Biokontrol . . . . . . . . . . . .
Hucillus subtzlis (Ehrenberg) Cohn sebagai Agens Biokontrol ...........

Komponen Bioaktif Tanaman sebagai Bakterisida Botani . . . . . . . . . . . . . . .
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ............................................
Waktu dan Tempat Penelitian
. .

Metode Penelitian

................................................

...........................................................

Percobaan I. Evaluasi Keefektifan Forrnulasi Bakteri Biokontrol
dan Identifikasi Senyawa Penghambat terhadap
Penyakit Pustul Bakteri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

I . I . Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penyebab Pustul ........
1.2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Calon Biokontrol

......

1.3. Pengujian Inaktivasi Xug in vitro oleh Filtrat dan
Suspensi Bakteri Calon Biokontrol ..........................

1.4. Analisis Senyawa Inaktivasi dalam Filtrat Bakteri
Calon Biokontrol . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . ... . . . . . . . . . . . .

24

1.5. Formulasi Bakteri Biokontrol ... . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . .. . . . ..

26

Percobaan 11. Evaluasi Keefektifan Bakterisida Botani Asal
Enam Jenis Tanaman dan Analisis Senyawa
Penghambat terhadap Penyakit Pustul Bakteri
11.I. Ekstraksi Bahan Bakterisida Botani

.. . . .

. . . ... . . . ... . . . .. . ..

28
28

11.2. Pengujian Inaktivasi Xug invitro oleh Bakterisida Botani

29

11.3. Analisis Asarn Galat dalam Bakterisida Botani

29

. . . . . . ... . .

Percobaan III. Analisis Keefektifan dan Keefisienan Pengendalian
Pustul Bakteri dengan Kombinasi Pola Tumpang
sari atau Monokultur dan Aplikasi Bakteri Biokontrol
atau Bakterisida Botani . . . . . . . .. .. . ... . . . . . . . .. . . . . .. .. . . .
HASIL DAN PEMBAHASAN

. .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ... . . . . .. . . . ... .. . . . . .. . . . . .. ..

Percobaan I. Evaluasi Keefektifan Formulasi Bakteri Biokontrol dan
Identifikasi Senyawa Penghambat terhadap Penyakit Pustul
Bakteri . . . . . . . . . ... .. . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . ... .. . . .. . . . . . . ... . . . ... ..

30

37

37

I. 1. Isolasi dan Identifikasi Penyebab Pustul Kedelai

. . . . . . . . . . . . . .. . . . ..

37

1.2. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Calon Biokontrol

... ... . . . .. . .. . . . . .

38

1.3. Pengujian Inaktivasi Xag oleh Filtrat dan Suspensi
Bakteri Calon Biokontrol ... ... . .. . .. ... ... ... ... . . . ... .. . . . . . .. . . . . . . .

39

. . . . . . ..

44

1.4. Analisis Senyawa Inaktivasi Xug dalam Filtrat Biokontrol

1.5. Formulasi Bakteri Biokontrol selama Penyimpanan . . . . .. . . . .. . ...

51

Percobaan 11. Evaluasi Keefektifan Bakterisida Botani Asal Enam
Jenis Tanaman dan Analisis Senyawa Penghambat
terhadap Penyakit Pustul Bakteri . . . . . . . . . ... ... ... ... ... . . . ..

59

Percobaan 111. Analisis Keefektifan dan Keefisienan Pengendalian Pustul
Bakteri dengan Kombinasi Pola Turnpangsari atau
Monokultur dan Aplikasi Bakteri Biokontrol atau
Bakterisida Botani .... . . . . . . . . . . . . ... ... ... .. . . . . . . . . . . . . . . .. ...

64

KESIMPULAN

.......................................................................

SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

...

Vlll

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat bakteri saprofit berfluoresensi

...............................................

9

2. Deskripsi enam bahan tanaman yang dideterminasi sebagai bakterisida . . . .

18

3. Jenis metabolit antimikroba yang menginaktivasi Xug. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

50

4. Persen inaktivasi dan potensi inaktivasi (Unit Inaktivasi Bakteri) Xug oleh
ekstraks botani ......................................................................

62

5. Kuantitas asam galat dalam ekstrak botani yang menginaktivasi Xug ......

64

6. Kuantitas asam galat daun kedelai sehat, daun kedelai sakit bergejala pustul,
daun kedelai sakit yang dikendalikan dengan ekstrak botani .......................

73

7. Pendapatan usahatani pola tanam tumpangsari atau monokultur kedelai
dikombinasikan
dengan agens biokontrol, bakterisida botani atau bakterisida
. .
k~mia.............................................................................................................

79

DAFTAR GAMBAR

1. Hubungan jalur biosintesis metabolisme primer dan sekunder tumbuhan ......

15

2. Kategori serangan Xa.pv. glycines ...............................................................

34

3. Gejala penyakit pustul bakteri, ooze bakteri Xcrg dari potongan daun kedelai
bergejala pustul, gejala menguning kotiledon kedelai pada uji patogenisitas
Xag,dan kultur pada medium YDC .............................................................

4. Koloni bakteri pada medium agar darah 0,4% ,koloni bakteri berwarna
kuning kehijauan pada medium agar King's B ........................................

5. Tidak terbentuk zone inaktivasi Xag oleh suspensi sel bakteri biokontrol6 jsi,
pembentukan zone inaktivasi Xag oleh suspensi bakteri biokontrol48 jsi,
pembentukan zone inaktivasi Xag oleh filtrat bakteri biokontrol 24 jsi .........

40

6. Persen inaktivasi Xag yang dibentuk oleh filtrat maupun suspensi bakteri
biokontrol ........................................................................................................

42

7. Absorbansi yang menunjukkan surfaktin dalam filtrat B.subtilisATCC21332,
H. subtilis BBO 1,absorbansi filtrat P. Jluorescens GI34 dan SL03 yang tidak
mengandung surfaktin .....................................................................................

45

8. Absorbansi senyawa siderofor P.fluorescens GI 19, GI34, SLO 1, SL03, dan
X u ...........................................................................................................

48

9. Hidrogen sianida yang diproduksi oleh P. Jluorescens GI34 mengubah asam
pikrat benvarna kuning pada kertas saring menjadi kecoklatan, asam pikrat
berwarna kuning pada kertas saring sebagai pembanding .........................
10. Puncak absorbansi yang menunjukkan kualitas dan kuantitas biosurfaktan B.
subtilis BBO 1dalam forrnulasi molase 1% setelah 7 hari penyimpanan dan
60 hari penyimpanan ................................................................................

52

I I . Pengaruh lama penyimpanan pada suhu 2 7 ' ~dan kelembaban 80% terhadap
tegangan pertnukaan formulasi agens biokontrol ....................................

53

12. Pertumbuhan bakteri biokontrol dalam molase 1% dan limbah cair tahu pada
suhu 2 7 ' ~dan kelembaban 80% .................................................................

57

13. Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH formulasi agens biokontrol .......

58

14. Beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai bakterisida botani.. . ... .. . . ..

60

15. Uji inaktivasi Xug pada 24 jsi dan 96 jsi

61

. . . . .. ... . . . ... . . . . . . ... . . . . . . ... ... . . . ... .

16. Potensi inaktivasi Xug oleh ekstrak botani

. .. . .. .. . . .. . . . . . . . . . .. . .. . ... . . . . . . . . . ..

63

17. Laju infeksi pustul bakteri karena pengaruh kombinasi aplikasi bakteri
biokontrol dan pola tanam kedelai ... . . . ... ... ... . . . ... . . . .. . .. . . .. . . . . . . . . . . .. . ...

69

18. Laju infeksi pustul bakteri karena pengaruh kombinasi aplikasi bakterisida
botani dan pola tanam kedelai.. . ... ... . . . .. . ... ... . . . . . . .. . . . . ... . . . .. . . . . . . . ... .. . . ..

70

19. Populasi bakteri biokontrol di pemukaan daun kedelai

.. . . . . .. . . . . ... ... . . . . .. . .

72

20. Laju infeksi pustul bakteri karena pengaruh cara aplikasi agens pengendalian
dalam musim kemarau dan penghujan . . . . . . . .. . . . . . . ... ... .. . . .. . . . . . . ... ... . . . . . . . . .

74

2 1. Produksi biji kedelai pada interaksi pola tanam kedelai dan agens pengendalian

77

22. Nilai persentase terhadap biaya pendapatan usaha tani, dan R/C berbagai
macam strategi pengendalian penyaklit pustul bakteri ... ... .. . . .. ... . . . ... . ... . . .

81

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tata letak petak percobaan keefektifan pengendalian pustul bakteri
dengan kombinasi pola tumpangsari atau monokultur dan aplikasi
bakteri biokontrol atau bakterida botani . ..... .. .. .. ... ... ... .... ...... .. ..... .. ... .. .. ... ..
2. Beberapa hasil pengujian sifat fisik kimia bakteri biokontrol ...................
3. Persen Inaktivasi Xug oleh filtrat bakteri biokontrol ..... ........... ... .. .. .. ..... .
4. Persen Inaktivasi Xug oleh suspensi bakteri biokontrol ............ ..... ........
5. Keadaan formulasi cair bakteri biokontrol selama penyimpanan

.... .......

6. Komposisi kimia molase dan limbah cair tahu yang digunakan sebagai
bahan pembentuk formulasi cair bakteri biokontrol ......... ........ ..... .. ..... .....
7. Rata-rata keadaan cuaca di kebun percobaan Cikarawang, Bogor
(Juli 2000 - Januari 2002) .......................................................................
8. Analisis sifat kimia dan fisika tanah tempat penanaman kedelai di
kebun percobaan Cikarawang, Bogor ............................... ......... ............. .

9. Analisis sidik ragam pengaruh pola tanam, jenis bakteri biokontrol,
cara aplikasi, dan interaksinya terhadap laju infeksi pustul bakteri
pada 35, 45, dan 55 HST .......... ................................................ ................
10. Analisis sidik ragam pengaruh pola tanam, jenis bakterisida botani,
cara aplikasi, dan interaksinya terhadap laju infeksi pustul bakteri
pada 35, 45, dan 55 HST ............ ....... .. .. .. ........ ............... ............. .. .. .........

100

1 1. Rerata laju infeksi pustul bakteri pada kombinasi aplikasi bakteri
biokontrol dengan pola tanam kedelai, musim kemarau 20001200 11
2002 . ....... ..... ............... ... ... .....,............... ....,.......................,...... ............,...

101

12. Rerata laju infeksi pustul bakteri pada kombinasi aplikasi
bakteri biokontrol dengan pola tanam kedelai, musim penghujan 20001
200 112002.... .. .. .. .. .. .. ..... .. . .. ......... ...... .. . ... ..... ......... ..... .. .... ... ......... .. ............

102

13. Rerata laju infeksi pustul bakteri pada kombinasi aplikasi bakterisida
botani dengan pola tanam kedelai, musim keinarau 20001200 112002... ..

103

14. Rerata laju infeksi pustul bakteri pada kombinasi aplikasi bakterisida
botani dengan pola tanam kedelai, musim penghujan 20001200 112002 ..

104

xii

15. Laju infeksi pustul bakteri karena pengaruh interaksi pola tanam
dan jenis bakteri biokontrol ........................................................................
16. Pengaruh interaksi aplikasi agens biokontrol dan pola tanam
kedelai terhadap populasi agens biokontrol pada daun kedelai .................
17. Laju infeksi pustul bakteri karena pengaruh cara aplikasi agens
pengendali.. .................................................................................................
19. Pengaruh kombinasi aplikasi bakteri biokontrol atau bakterisida botani
dengan pola tanam kedelai terhadap jumlah polong, persen polong hampa,
serta produksi kedelai ..................................................................................

19. Analisis pendapatan usahatani monokultur kedelai per ha tanpa pengendalian
penyakit pustul bakteri ...............................................................................
20. Analisis pendapatan usahatani monokultur kedelai per ha ramah lingkungan
penyakit pustul bakteri ...............................................................................
20. Analisis pendapatan usahatani monokultur kedelai per ha dengan
streptomisin sulfat .....................................................................................
22. Analisis pendapatan usahatani tumpangsari kedelai-jagung per ha ramah
lingkungan ...............................................................................................
23. Analisis pendapatan usahatani tumpangsari kedelai-jagung per ha
tanpa pengendalian penyakit pustul bakteri .............................................
24. Analisis pendapatan usahatani tumpangsari kedelai-jagung per ha
dengan streptomisin sulfat ........................................................................

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai (Glyczne max L. Merr.) merupakan sumber protein nabati yang
penting bagi penduduk Indonesia. Departemen Pertanian (2002) menyatakan
produksi kedelai di Indonesia tahun 200 1 dan 2002 berturut-turut sebanyak 1,38 dan
1,O 1 juta ton atau produktivitas rata-rata 1,2 tonlha. Menurut Badan Pusat Statistik
(2002), kebutuhan kedelai untuk konsumsi penduduk dan pakan ternak di Indonesia
pada tahun 2002 sebanyak 3,27 juta ton. Kesenjangan kebutuhan kedelai yang terjadi
dipenuhi dengan impor kedelai terutama dari Amerika dan Taiwan. Setiap tahun
Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1,6 juta ton. Sejak krisis ekonomi pada
pertengahan 1997 dan naiknya nilai dolar Amerika terhadap rupiah maka kebijakan
mengimpor yang menghabiskan dana sebesar 5 trilyun

rupiah per tahun (harga

kedelai per kg adalah Rp 3500,OO) perlu dipertimbangkan.
Kebutuhan kedelai belum dapat terpenuhi oleh produksi kedelai nasional
karena berbagai kendala, diantaranya masalah hama dan penyakit di pertanaman
kedelai.

Salah satu penyakit yang dapat mengurangi produksi di berbagai areal

pertanaman kedelai di Indonesia adalah pustul bakteri yang disebabkan oleh
Xanthomonas axonopodz.~pv. glycznes ( X d . Machmud (1 990), Aini ( 1 992), Rahayu
(1994) dan Dirrnawati (1996) berturut-turut melaporkan bahwa varietas kedelai
unggul nasional maupun lokal di areal pertanaman kedelai Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta teserang bakteri pustul
sehingga dapat menurunkan produksi antara 15,9 % hingga 50,O %.

Sinclair dan Backman (1989) mengemukakan bahwa taktik pengendalian
penyakit pustul bakteri yang dianjurkan diantaranya penanaman varietas kedelai
resisten, benih sehat, dan penggunaan bakterisida kimia. Namun demikian masingmasing

taktik pengendalian

tersebut memiliki kendala apabila dilakukan di

lapangan.
Bakteri Xug mempunyai banyak stru~nyang masing-masing menunjukkan
genotip dan virulensi yang berbeda-beda dan telah dibuktikan melalui analisis sidik
jari DNA (Rukayadi et u1. 1999). Patogen yang mempunyai banyak stru~n dan
perkembangan penyakitnya tergolong berbunga majemuk seperti halnya pustul
bakteri tidak dapat dikendalikan dengan penggunaan satu varietas kedelai dengan
daya tahan vertikal.
Bakteri Xug dapat bertahan

dalam mekanisme infeksi laten pada benih

kedelai selama dua tahun tanpa menunjukkan gejala sakit (Mortensen 1989). Oleh
karena itu penggunaan benih kedelai yang tidak menunjukkan gejala sakit belum
tentu menjamim bahwa benih kedelai sehat. Penggunaan bakterisida kimia untuk
pengendalian Xug dapat menjadi kendala karena
dengan frekuensi yang tinggi dapat
(Lorrnan 1996).

penggunaan bakterisida kimia

menimbulkan

pencemaran air dan tanah

Untuk mengatasi kendala pengendalian penyakit pustul bakteri

pada berbagai varietas kedelai di berbagai areal tanam diperlukan evaluasi beberapa
strategi pengendalian sehingga didapatkan cara pengendalian yang efisien dan efektif.
Penyemprotan suspensi agens biokontrol sebagai salah satu alternatif dari
bakterisida kimia telah dilakukan terhadap penyakit tanaman.

Suspensi bakteri

BBOl dilaporkan dapat menurunkan keparahan penyakit hawar bakteri padi yang

disebabkan oleh Xanthornonas campestrw pv. oryzue (Tjahjono 2000, komunikasi
pribadi).

Selain hawar bakteri padi,

penyakit pustul bakteri daun kedelai juga

dilaporkan dapat dikendalikan dengan bakteri P.~eudomonas,fluorescens B29 asal
daun kedelai.

Pengendalian dengan suspensi Pf B29 dapat menekan keparahan

penyakit pustul bakteri dari 20,44 hingga 23,66 % bergantung kepada waktu aplikasi.
Suspensi P j B29 yang diaplikasikan sebelum inokulasi Xag menurunkan keparahan
penyakit 20,44 %, sedangkan Pf B29 yang diaplikasikan bersama-sama dengan Xug
menurunkan keparahan penyakit 23,66 %.

Lama bertahannya Pf' B29 pada

permukaan daun kedelai yang diaplikasikan dengan campuran xantan gum bertumtan
4 dan 9 hari setelah penyemprotan di musim kemarau dan penghujan (Nawangsih
1997). Kenyataan ini mengindikasikan bahwa keefektifan pengendalian dengan
suspensi I'J B29 saja belum cukup, oleh karena itu keefektifan suspensi hams
ditingkatkan lagi.
Selain dengan aplikasi agens biokontrol, pengendalian penyakit tanaman
dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan ekstrak tumbuhan sebagai bakterisida
botani.

Menurut Harborne (1987), senyawa fenolik

yang terkandung dalam

tumbuhan merupakan antibakteri yang efektif. Bakterisida botani yang sering
digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman adalah mimba (Azadzrachta zndzca
Juss) dengan memanfaatkan bagian daun, daging buah, biji, kulit batang, dan akar.
Agens biokontrol atau bakterisida botani yang digunakan dalam pengendalian
penyakit tanaman perlu dibuat dalam formulasi yang tidak toksik dan mendukung
pertumbuhan tanaman sekaligus efektif mengendalikan organisme pengganggu
sasaran serta ekonomis dalam penyediaan. Menurut Jones dan Burges (1 998), syarat

supaya agens biokontrol atau bakterisida botani terpilih sebagai bahan pengendalian
penyakit tanaman adalah agens biokontrol atau bakterisida botani hams masih efektif
selama 18 bulan dalam formulasi. Menurut Suastuti (1 998) medium cair yang terdiri
atas glukosa dan garam anorganik berupa NH4N03, KH2P04, FeS04.7H20, serta
MgS04.H20 penting untuk stabilisasi metabolisme bakteri yang dibiakkan di
dalamnya.
Pengaruh pola tanam tumpangsari terhadap produksi tanaman telah banyak
diteliti, tetapi pengaruhnya terhadap keparahan penyakit tanaman masih belum
konsisten.

Lanter (1990) dan Bodreau et al. (1992) menyatakan bahwa penyakit

bercak daun bersudut pada buncis yang disebabkan oleh cendawan Phaeosarropsrs
grweolu lebih rendah intensitasnya pada pola pertanaman tumpangsari buncis dan

jagung dibandingkan dengan monokultur buncis. Tanaman jagung menghalangi
penyebaran dan memerangkap spora P. grrseola.
Informasi ini penting untuk mengkaji beberapa strategi pengendalian penyakit
pustul bakteri yang memprioritaskan penggunaan agens biokontrol atau bakterisida
botani dalam formulasi yang efektif dan efisien dikombinasikan dengan pola tanam
kedelai.

Dengan strategi ramah lingkungan maka penggunaan bakterisida kimia

yang tidak mendukung kelestarian ekosistem pertanian dapat dihindari.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan perlu dilakukan
penelitian dengan tujuan sebagai berikut:

( 1 ) Mengevaluasi keefektifan formulasi bakteri biokontrol dan mengidentifikasi
senyawa penghambat terhadap penyakit pustul bakteri.
( 2 ) Mengevaluasi keefektifan bakterisida botani asal enam jenis tanaman dan

menganalisis senyawa penghambat terhadap penyakit pustul bakteri.
( 3 ) Menganalisis keefektifan dan keefisienan strategi pengendalian penyakit pustul

bakteri berupa kombinasi pola tumpangsari atau monokultur dengan aplikasi
bakteri biokontrol atau bakterisida botani.

Hipotesis Penelitian
( I ) Tingginya keeefektifan penghambatan formulasi cair bakteri biokontrol terhadap
pustul bakteri berbeda-beda karena senyawa penghambat yang dihasilkan
masing-masing bakteri biokontrol berbeda.
( 2 ) Tingginya keefektifan penghambatan enam jenis bakterisida botani terhadap

pustul bakteri berkaitan dengan kandungan asam galat dalam bakterisida botani.
( 3 ) Keefektifan dan keefisienan pengendalian pustul bakteri berupa kombinasi pola

tumpangsari kedelai-jagung dengan aplikasi bakteri biokontrol atau bakterisida
botani lebih tinggi dibandingkan taktik pengendalian tunggal.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Penyakit Pustul Bakteri
pv.
Penyakit pustul bakteri disebabkan oleh Xanthomonas uxonopod~.~
glycmes (Nakano) Dye Vauterin (Xag). Bakteri Xag berukuran 0,5-0,9 x 1,4-2,3 pm,
berbentuk batang, memiliki satu flagel polar dan merupakan bakteri Gram negatif.
Bakteri Xag dapat mencairkan gelatin dalam waktu 6 hari, membentuk asam sitrat
dari arabinosa, glukosa, manosa, selobiosa, trehalosa, dan sukrosa dalam 2 hari,
menguraikan protein susu dalam 13 hari, menghidrolisis pati dalam 2 hari, serta
masih dapat tumbuh pada suhu 36" C. Sifat fisik yang mudah diamati ialah bentuk
permukaan koloni mucold, sirkuler dengan tepi lembut yang cembung dan benvarna
kuning pada agar yeast dextrose carbonate (YDC) (Moffett dan Croft 1983, Schaad
dan Stall 1988).
Bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman kedelai melalui stomata, hidatoda
atau luka, kemudian berkembang di dalam sel daun kedelai. Pemencaran bakteri
antar tanaman dibantu oleh percikan air hujan yang disertai dengan angin. Epidemi
penyakit pustul bakteri terjadi pada kedelai yang masa pembungaannya bertepatan
dengan cuaca basah (Hartman et a/. 1999). Gejala awal penyakit pustul berupa
bercak hijau pucat sebesar mata jarum.

Bercak dapat meluas hingga mencapai

diameter 3 mm dengan bagian tengah bercak menonjol benvarna kecoklatan. Pustul
ini terjadi karena hipertrofi dan hiperplasia.

Pada gejala lanjut, daun tampak

mengering dipenuhi bercak pustul, mudah sobek serta gugur lebih awal.

Daun

kedelai yang gugur prematur menyebabkan produktivitas tanaman kedelai menurun
berkaitan dengan jumlah polong hampa yang tinggi (Sinclair dan Backman 1989).
Gejala pustul bakteri berbeda dengan pustul karat yaitu

pustul bakteri

terdapat pada daun-daun muda pada bagian atas tanaman, sedangkan pustul karat
terdapat mula-mula pada daun-daun tua di bagian bawah lalu berkembang ke daun
yang lebih muda di bagian atas. Pada permukaan bawah helai daun kedelai yang
bergejala pustul karat yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrlzzz Syd.
terdapat urediosorus yang tampak seperti gumpalan tanah benvarna coklat yang
terasa kasar jika diraba (Hartman et a/. 1999).
Stadium kritis tanaman kedelai terhadap bakteri pustul yaitu 40 hari setelah
tanam. Gejala pustul muncul pada daun muda dan gejala semakin parah pada
kedelai berumur 60 hari setelah tanam terutama pada saat pengisian polong
(Semangun 1990). Inokulasi dengan cara penyemprotan suspensi Xag berkerapatan
10' CFUIml pada daun kedelai berumur 25 hari setelah tanam menunjukkan bahwa
periode inkubasi bervariasi antara 8 hingga 27 hari bergantung kepada ketahanan
varietas kedelai.

Suhu dan kelembaban udara relatif yang optimum selama masa

inkubasi adalah 29' C dan 89 % (Dirmawati 1996).
Bakteri pustul kedelai dapat menyerang kacang buncis, kacang panjang,
bahkan di India menyerang kecipir (lJo11chos hzflorus) (Hartman et a/. 1999). Hal
ini sesuai dengan laporan Aini (1992) bahwa polong kacang buncis (Phaseolus
vulgurw) dan kacang panjang (Vzgna smensu) dapat diinfeksi oleh bakteri Xag
melalui inokulasi buatan. Namun secara alami tidak pernah diperoleh gejala pustul
pada polong kacang buncis dan kacang panjang. Bakteri penyebab pustul dapat
bertahan dalam serasah kedelai di permukaan tanah, tetapi tidak hidup dalam serasah

kedelai yang dibenamkan minimum 15 cm di dalam tanah selama satu bulan.
Menurut Sinclair dan Backman (1992), di Amerika Serikat bakteri pustul kedelai
dilaporkan menyerang gulma Brunnichza cirrhosa Gaertn.

2. Pseudomonasfluorescens Migula sebagai Agens Biokontrol
P.seudomona.s fluorescens Migula. merupakan bakteri saprofit seperti halnya
/-'. uerugmosa P. putzda, P. chlororuphw, dan P. aureofaczens. Sifat fisik dan kimia

bakteri saprofit berfluoresensi disajikan pada Tabel I . Beberapa peneliti melaporkan
bahwa P. JEuorescens dapat digunakan sebagai agens biokontrol berbagai penyakit
tanaman. Menurut Fravel et a/. (1998), I-'. ,fluorescens A506 yang diformulasikan
dalam bentuk tepung dan secara komersial dikenal dengan merek dagang Blight Ban
A506 efektif mengendalikan penyakit Erwmza amylovora

pada buah apel, pir,

kentang, tomat, dan stroberi. Formulasi suspensi P. fluorescens A506 dengan merek
dagang Victus dinyatakan efektif mengendalikan I-'.tolu,~zlpada jamur merang.
Mekanisme P. fluorescens mengendalikan penyakit tumbuhan diantaranya
dengan memproduksi siderofor, hidrogen sianida, dan antibiotik pirolnitrin,
pyoluteorin serta 2,4-diasetilfluoroglusinol.

Antibiotik 2,4-diasetilfluoroglusinol

diproduksi P. ,fluore.scen.s P f 5 pada medium yang mengandung glukosa. Pada
medium yang mengandung gliserol, bakteri ini tidak membentuk antibiotik 2,4diasetilfluoroglusino1 ( Rodriguez

dan

Pfender 1997). Bakteri P. ,fluore.scens

memproduksi senyawa berfluoresensi benvarna kuning kehijauan.

Senyawa

fluoresein atau pioverdin berpendar di bawah cahaya ultraviolet (panjang gelombang
266 nm).

Tabel 1 . Sifat bakteri saprofit berfluoresensi
Pengujian
-

Pembentukan levan
Pencairan gelatin
Tulnbuh pada suhu 4°C
Tumbuh pada suhu 4 1"C
Penggunaan sumber karbon
D-galaktosa
Trehalosa
Butirat
Sorbitol
Sumber: Schaad (1 988)

Saprofit
1'. aeruginou

P. f1uorescen.s

-

+

P. cl~lororaphrs P. aureofaciens

+

+

P, putzda
-

Pigrnen pioverdin terbentuk pada medium King's B (Schaad 1988). Pigrnen
pioverdin merupakan molekul dengan berat 400-2000 dalton yang tidak larut dalam
kloroform, tetapi larut dalam air. Senyawa pioverdin mengikat ion ~ e ) ' (Abdallah
1991, Weisbeek dan Gerrits 2000).
Siderofor pada mikroorganisme atau tumbuhan berfungsi untuk pengambilan
unsur besi dalam tanah yang pada umumnya terikat pada batu-batuan. Kelarutan ion
besi di tanah yang dapat dimanfaatkan oleh organisme hanya 10-l8M (Weisbeek dan
Gerrits 2000). Menurut Hemming (l990), konsentrasi ion besi yang dapat larut dari
mineral Fe(OH)3 dalam tanah 2 x 1o-)' M.

Di lain pihak,

semua makhluk hidup memerlukan ion ~ e ) +untuk

pertumbuhan sel. Unsur besi berfungsi sebagai kofaktor enzim metabolisme dalam
makhluk hidup. Tanaman membutuhkan ion besi

1 0 ' ~hingga

M, sedangkan

mikroorganisme memerlukan lo-' hingga lo-' M. Tukey (1 990) melaporkan bahwa
ion besi yang terkandung dalam eksudat tanaman sebanyak
Bakteri P. putida WCS358

M.

membentuk senyawa siderofor yang disebut

pseudobaktin. Pseudobaktin adalah senyawa kuinol yang dirangkaikan oleh rantai
oligopeptida. Panjang rangkaian serta komposisi oligopeptida bervariasi dan menjadi
karakteristik pembeda pseudobaktin. Pengikatan ion besi dijembatani oleh senyawa
katekolat, hidroksamat, atau gabungan antara hidroksamat dan asam hidroksi
aspartik. Selanjutnya setelah bakteri mengikat ion Fe3+,konsentrasi Fe3+didalam sel
selalu dijaga.
Kekurangan ion besi mengurangi pertumbuhan bakteri sedangkan kelebihan
zat besi akan meracuni sel bakteri.
konsentrasi ion besi.

Sistem pengkelatan ion besi diatur oleh

Pembentukan senyawa pengkelat zat besi meningkat jika

bakteri ditumbuhkan pada medium dengan kandungan ion ~ e "terbatas. Pengaturan
ion besi yang dibutuhkan bakteri dikendalikan oleh gen Fur yang terdapat dalam
sitoplasma. Menurut Litwin et al. (1993) dalam Weisbeek dan Gerrits (2000), gen
Fur juga berperan dalam virulensi patogen.
Neilands dan Nakamura (1991) menyatakan bahwa molekul FeC13 sebanyak
0,l hingga 5,O pM per ml medium pertumbuhan dapat menghambat pembentukan
siderofor. Namun unsur

sebanyak 0,03 pM per ml medium tumbuh memicu

pembentukan siderofor (dapat diamati pada kisaran panjang gelombang 400 hingga
600 nm).

Menurut Scher dan Baker (1982), siderofor yang berupa katekol

hidroksamat dalam filtrat bakteri dapat dideteksi dengan panjang gelombang 4 10 nm.
Menurut Mount

dan Lacy (1982),

pioverdin yang diproduksi oleh P.

jluorescens B 10 bersifat antibiotik terhadap Fusarzum spp. Neilands dan Nakamura
( 1991 ) menyatakan bahwa siderofor pioverdin atau pseudobaktin yang diproduksi

oleh P. jluorescens WCS374, P. Jluorescens ATCC 13525, dan P.Jluorescens 17400
adalah kromoforpeptida. Kromoforpeptida siderofor adalah struktur seperti membran
yang mengandung pigrnen dan mengikat mineral besi. Menurut Matzanke (1991),
kromoforpeptida siderofor yang diproduksi oleh I'.~eudomonasspp. adalah gabungan
katekolat dan hidroksamat yaitu Tris N metiltioformohidroksamat

yang dapat

mengikat dua molekul Fe3+ Di lain pihak, senyawa Tris N metilformohidroksamat
diketahui dapat membunuh bakteri maupun cendawan. Weisbeek dan Gerrits (2000)
menyatakan bahwa sistem pengkelatan besi berkaitan dengan produksi metabolit
sekunder yang bersifat antagonis terhadap mikroorganisme lain.

Abdallah (199 1) menyatakan bahwa siderofor yang disebut pioverdin atau
pseudobaktin diekskresikan ke luar sel oleh Pseudomonas spp. untuk mengikat ion
~e"dan mentranspornya ke dalam sel. Pioverdin dibentuk setelah inkubasi selama
40 jam yaitu pada fase stasioner.
Selain siderofor,

Alstrom dan Burns (1989) menyatakan bahwa P.

fluorescens dapat memproduksi metabolit volatil

diantaranya hidrogen sianida.

Jumlah hidrogen sianida yang diproduksi P. fluorescens CHAO dalam kultur cair
selama 36 jam kultivasi adalah 37 nmollml. Voisard et a/. (1989) melaporkan bahwa
hidrogen sianida yang diproduksi oleh P. fluorescens CHAO dapat menekan infeksi
7'hreluvropsisbaszcola pada akar tembakau, tetapi tidak meracuni akar tembakau.

3. Bacillus subtilis (Ehrenberg) Cohn sebagai Agens Biokontrol
Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif yang membentuk spora.

Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu lingkungan 70' hingga
100' C. Pelczar dan Chan (1988) menyatakan bahwa resistensi B. subtilis terhadap
panas hilang jika bakteri disterilisasi dengan panas lembab maupun kering. Spora
tidak tahan terhadap sterilisasi dengan panas lembab bersuhu 100" C selama 2 jam,
sedangkan jika disterilisasi dengan panas kering bersuhu 115" C memerlukan waktu
40 menit.
Pada umumnya B. subtilis dapat digunakan sebagai agens biokontrol terhadap
patogen tanaman walaupun

diketahui terdapat strain yang dapat membusukkan

biji kedelai. Sinclair dan Backman (1989) melaporkan bahwa biji kedelai yang

diinokulasi B. suhtilis strain virulen (isolat VS) pada suhu 30-35"

Can kelembaban

udara relatif 98 % akan menunjukkan busuk berlendir 5 hari setelah inokulasi.
Sel H. suhtilis berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,O pm . dan
mempunyai flagel peritrikus (Pelczar dan Chan 1988). Bakteri ini dapat membentuk
endospora yang berbentuk oval di bagian sentral sel. Bakteri ini dapat tumbuh pada
suhu 4 5 ' ~ pH
~ 5-7, NaCl 7 %, menghidrolisis pati, serta membentuk asam sitrat
dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol, dan silosa (Leary dan Chun 1988).
Bakteri B. subtili,~yang bersifat antagonis mampu menekan pertumbuhan
mikroorganisme lain karena memproduksi antibiotik berupa lipopeptida yang disebut
basitrasin dengan mekanisme merusak membran sel bakteri (Leary dan Chan 1988).
Jenis metabolit sekunder lain yang diproduksi B. suhtilis adalah biosurfaktan yang
disebut surfaktin atau subtilisin.

Surfaktin merupakan lipopeptida siklik yang

berfungsi menurunkan tegangan permukaan air dan juga bersifat antibiotik (Hommel
dan Ratledge 1993, Desai dan Desai 1993).
Menurut Mulligan dan Gibbs (1993), produksi optimum surfaktin B.subtilis
dipengaruhi oleh komposisi medium tumbuh.

Setiap liter medium pertumbuhan

dengan komposisi glukosa 4 %, amonium nitrat 0,4 %, dan Fe SO4 0,32 mM
meningkatkan produksi surfaktin dari 0,O g menjadi 8,O g selama 20 hingga 40 jam
inkubasi. Produksi surfaktin dipengaruhi oleh jumlah minimum zat besi di dalam
setiap liter medium pertumbuhan yaitu 0,2 ppm.

4. Komponen Bioaktif Tanaman sebagai Bakterisida Botani
Fotosintesis atau fiksasi karbon dioksida merupakan proses biosintesis
karbohidrat dalam tumbuhan berhijau daun. Karbohidrat merupakan salah satu
bahan awal atau prekursor metabolisme sekunder.

Metabolit sekunder adalah

senyawa intermediet yang diproduksi dalam jumlah sedikit dan tidak diperlukan
untuk fungsi pertumbuhan normal tanaman. Metabolit sekunder berfungsi sebagai
antimikroba atau penolak serangga. Selama kondisi tanaman tidak menguntungkan
karena terdapat stimuli lingkungan atau mikroba, maka jumlah metabolit sekunder
meningkat dan mungkin tetap diproduksi setelah kondisi membaik. Metabolit yang
berupa senyawa

berbobot molekul rendah ini terakumulasi di dalam tanarnan

(Sastrohamidjojo 1996, Vickery dan Vickery 1981).

Gambar 1 menunjukkan

hubungan antara jalur metabolisme primer dan sekunder sehingga mengarah pada
produksi komponen bioaktif tanaman, seperti halnya asam galat.
Asam galat merupakan penyusun senyawa tanin tumbuhan.

Di dalam

tumbuhan, asam galat berbentuk ester dengan alkohol. Asam galat tergolong dalam
senyawa fenolik.

Asam galat diproduksi tumbuhan normal dengan konsentrasi

rendah. Konsentrasi asam galat meningkat pada reaksi ketahanan tumbuhan terhadap
serangga maupun patogen (Mann 1987, Harborne 1987).

Fotosintesis

4
Karbohidrat

[

Tanin terhidrolisa

1

-

\
Asam sikimat
\

I

1
.
[
Asam galat
Asam protokatekuat

Asam dehidrw&pat

Naflokuinon

I

1

Asam amino

Asam indol asetat

Asam piruvat

Alkaloid
Glukosida sianogenat

Koumarin

Asam sinamat
I

Fenol sederhana
Asam benzoat

4

Asam kumarat --

A senvawafenoi;I;1

4

1 KO-A '

7

Asetil ko-A ,

Asarn lemak

A
I

I

I

Flavonoid

Tanin terkondensasi

4

L

Xanton

J
1

1

J

Asam absisat
Asam faseat

+N

Asam mevalonat

Steroid

Siklus Krebs

Isopentenil
oirofosfat

Terpenoid

1
7

Sitokinin
Giberelin

Gambar 1 Hubungan jalur biosintesis metabolisme primer dan sekunder pada
tumbuhan (Sumber: Vickery dan Vickery 1981)
Keterangan: Pada kondisi tanaman normal reaksi lebih mengarah kepada perubahan
glukosa (karbohidrat) menjadi Asetil ko-A yang masuk ke dalam Siklus
Krebs. Pada kondisi abnormal tanalnan karena kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan maka reaksi mengarah kepada perubahan glukosa
(karbohidrat) menjadi molekul metabolit sekunder melalui siklus asam
dehidrosikimat dan asam sikimat.

1

Asam galat dibentuk dari aromatisasi asam dehidrosikimat (Manitto 1991,
Vickery dan Vickery 1981).

Menurut Prindle dan Wright (1991), asam galat

mempunyai bobot molekul500-3000 dalton. Asam galat merupakan senyawa dengan
struktur cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil dan dapat
membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein, selulosa, dan pektin. Asam
galat terdapat dalam vakuola sel dan mudah larut dalam air. Menurut Harborne
(1987), asam galat terdapat dalam daun sebagai fraksi yang larut dalam etanol,
terutama pada daun yang membentuk lignin. Menurut Manitto (1991), asam galat
dibentuk dalam daun maupun jaringan tumbuhan yang membentuk puru (gall) atau
hipertrofi sel.
Dalam peranannya sebagai zat antibakteri, asam galat merusak perrneabilitas
membran bakteri sehingga membocorkan metabolit dalam sel bakteri (Manitto 1991 ).
Pelczar dan Chan (1987) menyatakan bahwa asam galat membentuk ikatan yang
stabil dengan membran sitoplasma bakteri sehingga merusak integritas membran
sitoplasma dan mengakibatkan kebocoran substansi dalam sel bakteri. Oleh karena
membran sel merupakan lokasi beberapa jenis enzim, diantaranya enzim ATP-ase
maka kerusakan membran sel mengganggu fungsi enzim ATP-ase dalam produksi
energi. Hambatan dalam produksi energi akan mengganggu pembentukan komponen
sel bakteri.
Bakterisida botani yang sering digunakan untuk pengendalian penyakit
tumbuhan adalah mimba (Azadzrachta zndzca Juss) dengan memanfaatkan bagian
daun, daging buah, biji, kulit batang, dan akar. Tanaman mimba mengandung 70
senyawa terpenoid diantaranya azadirachtin, nimbin, dan salanin. Maharishi (1993)

inenggunakan ekstrak daun mimba 2 % dalam pelarut air untuk mengendalikan
penyakit bercak daun cabai yang disebabkan oleh bakteri X a. pv. ve.szcutorzu. Daun
inimba yang diemulsikan dalain etanol telah dikomersialkan dengan inerek dagang
Margoside OK-80EC 0,05 % atau Margoside CK-20EC 0,I % untuk pengendalian
penyakit bercak daun cabai.
Keefektifan ekstrak daun miinba segar konsentrasi 2 % dalam pelarut klorofonn
saina dengan streptomisin 100 ppm dalam pengendalian penyakit bercak daun cabai.
Pengendalian penyakit bercak daun dengan penggunaan biji mimba lebih efektif
dibandingkan dengan daun karena bahan aktif yang terkandung dalain setiap g biji
(setara 3,5 mg azadirachtin murni) lebih banyak dibandingkan dengan daun.
Heyne (1987) mengkoinpilasi berbagai jenis tanaman di Indonesia yang
digunakan sebagai bakterisida penyakit manusia. Deskripsi beberapa bahan tanainan
yang digunakan sebagai bakterisida pustul bakteri kedelai disajikan pada Tabel 2.
Walaupun penelitian lanjut belum dilakukan, namun senyawa fenolik yang
terkandung dalain kulit ranting maupun daun matoa, daun kipahit, dan daun paku
papila dilaporkan dapat menyembuhkan penyakit pada manusia yang disebabkan oleh
bakteri, misalnya inata bernanah, kulit bernanah, bahkan gonorrlzoeu. Minyak atsiri
yang terkandung dalain riinpang lengkuas merah maupun helai daun sereh wangi
dilaporkan dapat inenyembuhkan penyakit kulit maupun diare pada manusia. Bahanbahan tanaman tersebut telah digunakan secara turun temurun di Indonesia.

Tabel 2 Deskripsi enam bahan tanaman yang dideterminasi sebagai bakterisida
Nama tanaman
(Famili)

Bagian tanaman
yang digunakan
untuk bakterisida

Ekologi

Senyawa aktif
250 g rimpang mengandung 0,15- 1,5%
minyak atsiri

A lpinia galanga SW
(lengkuas merah)
(Zingiberaceae)

Rimpang berwarna
merah

Rumpun memerlukan cahaya matahari

A ndropogon nardus
var.genulnusHACK
(sereh wangi)
(Gramineae)

Pelepah daun, helai
daun.

Rumpun hidup di la- Daun mengandung
han kritis, di bawah 77-83%minyak atsinaungan
ri

Elaeis guineensis
J ACO (kelapa sawit)
(Palmae)

Buah berisi biji Keras

Pohon di pantai

I,ygodium scandens Daun menyirip me- Rumpun hidup di tanah lembab, di poSWARTZ (paku ka- manjang
hon
wat) (Schizaeceae)

Buah mengandung
40% lemak kuning
Senyawa fenolik

I'ierasma javanica