BAB V Analisa Data
Dalam bab ini akan dianalisa semua data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang sudah disajikan dalam bab sebelumnya. Adapun analisa yang dilakukan adalah dengan
analisa data kualitatif, yaitu analisa terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data dan informasi.Jadi teknik analisa data
dilakukan dengan penyajian data yang terdapat melalui keterangan yang diperoleh dari responden dari lapangan, selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan. Dalam bab sebelumnya telah dikemukakan yang apa yang menjadi tujuan penelitian.
Dimana tujuan tersebut diukur melalui indikator-idikator pada defenisi operasional.Pada defenisi operasional dijelaskan yang menjadi indikator penelitian adalah tugas pokok dan
fungsi Dewan Pengupahan Daerah serta proses formulasi kebijakan yaitu : •
Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya •
Menemukan pilihan-pilihan kebijakan •
Menilai konsekunsi masing-masing pilihan kebijakan •
Menilai ratio nilai sosial yang dikorbankan •
Memilih alternatif kebijakan yang paling efisien Sesuai dengan apa yang diaturkan dalam Keputusan Presiden no 107 Tahun 2004
terdapat dua tugas pokok yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi yaitu antara lain :
a. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka : 1 Penetapan Upah Minimum Provinsi UMP.
2 Penetapan Upah Minimum KabupatenKota UMK dan Upah Minimum Sektoral UMS.
Universitas Sumatera Utara
3 Penerapan sistem pengupahan di tingkat Provinsi. b. Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional.
Saran dan usulan yang diberikan oleh Dewan Pengupahan Provinsi inilah nantinya akan ditetapkan menjadi kebijakan oleh Gubernur. Maka dengan kata lain proses formulasi
kebijakan pengupahan dilakukan di tingkat Dewan Pengupahan Provinsi dan nantinya hasil dari formulasi tersebut akan diputuskan oleh gubernur menjadi sebuah kebijakan. Sehingga
degan melihat bagaimana proses formulasi kebijakan upah minimum provinsi dilakukan kita dapat melihat bagaimana peranan dewan pengupahan provinsi.
Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap para anlis kebijakan publik mulai menerapakan beberapa
teknik untuk menjustifikasi bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lainnya. Untuk kebijakan pengupahan persoalan publik yang harus
diselesaikan adalah konflik kepentingan antara buruh dan pengusaha. Buruh menginginkan nominal yang ditetapkan tinggi dengan alasan untuk kesejahteraan hidupnya sementara para
pengusaha menginginkan yang sebaliknya. Upah yang terlalu besar akan memberatkan pengusaha dan perusahaan. Dan logika ekonomi dari perusahaan adalah menekan
pengeluaran seminimal mungkin. Tentunya upah rendah menjadi keinginan para pengusaha. Agar persoalan ini dapat terselesaikan dengan baik maka pemerintah membentuk
lembaga non-struktural untuk menyelesaikan konflik kepentingan antara buruh dan pengusaha. Melalui badan inilah kedua belah pihak melakukan pembicaraan untuk mencari
titik temu. Untuk melakukan perumusan kebijakan publik terdapat beberapa model yang dapat
digunakan. Salah satu model yang digunakan adalah model teori Rasionalisme. Dimana model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain
Universitas Sumatera Utara
berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat. Model ini dilakukan dengan beberapa urutan :
V. 1 Mengetahui preferensi publik dan kecenderungannya
Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 kebijakan penetapan upah minimum diarahkan untuk mencapai kebutuhan hidup layak selain memberi jaminan pekerjaburuh
penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Maka preferensi publik yang ingin diketahui dalam hal ini adalah nilai nomial kebutuhan hidup layak. Untuk itulah sebelum
Dewan Pengupahan melakuakan persidangan terlebih dahulu dilakukan survey keseluruh kabupatenkota. Hal ini dilakukan agar ditemukan patokan dalam penentuan KHL. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi no 17 Tahun 2005 tentang komponen dan pelaksanaan kebutuhan hidup layak bahwa nilai KHL diperoleh melalui survei
harga dengan pedoman yang telah diaturkan dalam Peraturan Menteri tersebut. Seperti yang disampaikan oleh bapak Nyito Suprayogi :
“Sebelum melakukan rapat dewan pengupahan, terlebih dahulu dilakukan survey KHL ke seluruh kabupatenkota yang ada di provinsi sumatera utara. Survey tersebut dilakukan
dengan parameter KHL yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri no 17 tahun 2005. Dimana di dalam aturan tersebut terdapat 46 komponen kebutuhan hidup layak”
Terdapat sekitar 46 komponen yang menjadi pedoman dalam melakukan survei ke seluruh Kabupatenkota yang ada di sumatera utara. Dan pada akhirnya daerah yang memiliki
nilai KHL terendah akan ditetapkan sebagai dasar dalam menetapkan upah minimum. Data- data yang diperoleh inilah yang akan dikaji oleh masing-masing pihak untuk menjadi tawaran
besaran KHL yang akan disampaikan dalam sidang Dewan Pengupahan. Ada beberapa faktor yang akan dijadikan pertimbangan dalam melakukan pengkajian yaitu produktivitas, inflasi
dan pertumbuhan ekonomi. Pertimbangan faktor-faktor inilah nantinya yang akan menyebapkan terjadinya perbedaan pandangan dalam penetapan besaran KHL yang akan
dajukan kepada Gubernur setelah dilakukan sidang Dewan Pengupahan.
Universitas Sumatera Utara
V. 2 Menemukan Pilihan-Pilihan Kebijakan
Data-data dari lapangan yang diperoleh melalui survei ke daerah-daerah kemudian dilakukan pengkajian, penghitungan dan analisa berdasarkan faktor-faktor ekonomi. Pada
tahap ini akan terlihat pandangan yang berbeda antara perwakilan buruh dan pengusaha. Perbedaan ini terjadi dikarenakan kedua belah pihak memiliki sudut pandang yang berbeda
dalam menilai berapa besaran KHL yang akan disepakati. Bagi buruh menginginkan nominal yang disepakati lebih tinggi dari nilai yang diperoleh dari hasil survey di daerah-daerah. Hal
ini dikarenakan buruh berpendapat bahwa Upah minimum merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Dan menurut meraka bahwa survey yang dilakukan
hanyalah menghitung kebutuhan hidup riil buruh yang paling minimal. Sementara bagi kalangan pengusaha melihat bahwa upah minimum merupakan upah standar sehingga
menurut mereka hasil survey yang dilakukan sudah merupakan gambaran standar kebutuhan hidup layak dan tepat untuk dijadikan acuan untuk penetapan upah minimum. Dan mereka
berpandangan bahwa demikianlah seharusnya yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara dari kalangan pemerintah melihat bahwa upah minimum merupakan sebuah jaring pengaman yang bermaksud agar upah tidak terus mengalami penurunan yang
diakibatkan ketidakseimbangan pada pasar kerja.Maka dengan demikian upah minimum tidak didasarkan pada pencapaian KHL untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sehingga
dalam melakukan atas kajian upah minimum perlu untuk memperhatikan faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kondisi perekonomian.
Hal yang terutama untuk diperhatikan adalah usaha-usaha yang paling tidak mampu. Jika nilai upah yang ditetapkan terlalu tinggi maka hal tersebut akan menimbulkan
konsekunsi pada keberlangsungan usaha-usaha tersebut. Selain hal tersebut pertimbangan- pertimbangan faktor lain juga harus diperhatikan antara lain produktivitas yaitu merupakan
Universitas Sumatera Utara
hasil perbandingan antara jumlah Produk DomestikRegional Bruto PDRB dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama. Nilai Inflasi yang ditetapkan sebesar 6-7,5 dan
pertumbuhan ekonomi. Dalam mengkaji menentukan pilihan nilai Upah minimum yang akan ditetapkan harus memperhatikan faktor-faktor diatas. Agar nantinya kebijakan yang diambil
tidak malah membawa kerugian pada masyarakat luas. Dengan kepentingan yang berbeda maka masing-masing pihakakan mengajukan pilihan
tawaran yang berbeda pula. Satu pihak berharap agar nilai KHL diperbesar sementara pada lain pihak berharap agar nilai KHL lebih kecil. Perbedaan pandangan tersebut merupakan hal
yang wajar untuk terjadi seperti yang dikemukakan oleh bapak Eko Wahyu Nugrahadi, M. Si :
“Sangatlah wajar memang jika dalam memberikan usulan besaran nilai yang akan disepakati antara pengusaha dan buruh terjadi perbedaan pandangan dan pendapat. Karena
masing-masing menggunakan logika yang berbeda dan merasa bahwa pandangan merekalah yang paling benar dibandingkan pandangan yang lain. Hal ini terjadi karena kedua pihak
memiliki kepentingan masing-masing dan saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari disini bahwa kedua belah pihak walaupun memiliki
kepentingan yang berbeda tetapi keduanya saling membutuhkan.Pengusaha membutuhkan buruh untuk menjalankan perusahaan demikian juga buruh membutuhkan pekerjaan dan gaji
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.Berdasarkan inilah hendaknya kedua belah pihak menyelesaikan perbedaan pandangan. Sehingga walau sejauh apapun perbedaan yang
ada diantara kedua belah pihak tetap akan ditemukan sebuah kesepakatan bersama. Dan untuk membantu menemukan kesepakatan bersama kita coba untuk menjelaskan bagaimana
kondisi perekonomian di Sumatera Utara dari sisi produktivitas, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan juga kemampuan perusahaan. Melalui penjelasan ini diharapkan masing-masing
semakin terbuka pemikirannya dan pada akhirnya akan diperoleh sebuah nilai kompromi antara kedua belah pihak”
Walaupun terdapat perbedaan diantara kedua belah pihak tetap kedua-duanya menyadari bahwa masing-masing pihak saling membutuhkan antara yang satu dengan yang
lain. Maka yang dibutuhkan agar ditemukan jalan tengah diantara kedua belah pihak adalah melakukan perundingan. Maka untuk itu perlu dilakukan penilaian terhadap masing-masing
pilihan kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
V. 3 Menilai Konsekuensi Masing-masing Pilihan Kebijakan
Setiap pilihan kebijakan yang akan ditetapkan memiliki konsekwensi masing-masing. Maka agar pilihan kebijakan yang nantinya ditetapkan danpat memberikan manfaat
maksimum bagi masyarakat, perlu dilakukan penilaian konsekuensi dari masing-masing kebijakan.
Pihak buruh sebagi elemen yang paling merasakan konsekuensi dari kebijakan upah minimum mengaharapkan agar upah minimum dapat mensejahterakan kehidupannya. Maka
mereka berharap nilai KHL yang akan ditetapkan lebih besar. Agar pencapaian kesejahteraan buruh dapat terpenuhi. Mereka menilai bahwa hasil dari survey yang dilakukan merupakan
nilai kehidupan minimal. Bukan merupakan untuk pencapaian kesejahteraan kehidupan buruh. Dan mereka menilai jika nominal KHL yang akan ditetapkan kecil maka dapat
dipastikan bahwa kesejahteraan buruh tidak akan dapat terpenuhi. Konsekuensinya kehidupan buruh tetap tidak akan mengalami perubahan. Seperti yang disampaikan oleh bapak Ediman
Manik : “Kita melihat bahwa tawaran yang disampaikan oleh pihak pengusha terlalu rendah dan
sangat memberatkan kehidupan para buruh.Hasil survey yang dilakukan menurut kami hanyalah untuk menghitung nilai kebutuhan hidupburuh yang paling minimal. Kalau ini
yang akan disepakati menjadi acuan penetapan upah minimum, maka kami bisa pastikan kesejahteraan buruh tidak akan dapat tercapai. Maka dengan sendirinya bahwa kebijakan
upah minimum yang menurut kami merupakan sarana untuk pencapaian kesejahteraan buruh tidak tercapai. Untuk itulah kami mengusulkan agar nilai KHL yang akan ditetapkan lebih
tinggi dari hasil survey dengan pertimbangan untuk peningkatan kesejahteraan buruh”
Pada pihak lain pengusaha merasa bahwa tawaran yang disampaikan oleh pihak buruh terlalu tinggi dan pengusaha beranggapan bahwa tawaran tersebut tidak sanggup untuk
dipenuhi oleh pengusaha. Bagi pengusaha hasil survey yang dilakukan sudah merupakan gambaran kebutuhan hidup dari seorang buruh, maka menurut mereka kewajiban perusahaan
adalah untuk membayar sesuai dengan kebutuhan mereka. Bila upah minimum yang akan ditetapkan nantinya terlalu besar maka perusahaan dipastikan akan kesulitan memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kewajibannya untuk membayar upah buruh. Hal ini akan berdampak pada stabilitas perusahaan yang akan tergangu dengan peningkatan pengeluaran perusahaan. Hal ini akan
memicu pada kebangkrutan perusahaan ataupun pemutusan hubungan kerja karyawan perusahaan tersebut. Maka kalangan pengusaha berharap agar nilai nominal KHL yang
ditetapkan jangan terlalu tinggi.Karena tidak semua perusahaan memiliki kondisi usaha yang baik.Dan ada banyak perusahaan yang kondisinya kurang baik. Dan jika mereka dibebani
dengan kewajiban untuk membayar gaji yang besar, maka dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak akan mampu untuk melakukannya.
Bagi pemerintah sendiri yang mengeluarkan kebijakan Upah Minimum yang bertujuan untuk melindungi upah pekerjaburuh agar tidak jatuh terlalu rendah, juga tidak
menginginkan nilai Upah Minimum yang terlalu tinggi. Karena hal ini akan memberikan dampak yang kurang baik bagi kekondusifan dunia usaha. Dan pemerintah juga sebagai
penengah dalam hal ini melihat bahwa pengusaha berkeberatan bila tingkat upah minimum ditetapkan terlalu tinggi.Posisi inilah yang harus ditangani oleh pemerintah dengan baik. Oleh
karena itu diperlukan dialog antara dua kepentingan yang berbeda tersebut untuk mendapatkan alternatif kebijakan yang dapat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sehingga dengan demikian pilihan kebijakan yang akan diambil nantinya dapat memberikan manfaat optimal bagi semua pihak yang berkepentingan dalam kebijakan tersebut.
V. 4 Menilai Ratio Nilai Sosial Yang Dikorbankan
Pada pembahasan diatas dijelaskan bahwa tiap-tiap pilihan kebijakan memiliki konsekuensi masing-masing. Jika pilihan kebijakan yang ditetapkan adalah menaikkan nilai
KHL maka bagi pihak buruh hal tersebut akan dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan buruh. Tetapi pada lain pihak pihak pengusaha keberatan dengan hal tersebut. Mereka
melihat bahwa jika hal tersebut terjadi maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam pembayaran upah pekerjanya. Dan ini akan berdampak pada terganggunya stabilitas
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang dapat berujung pada penutupan perusahaan. Hal ini tetntunya juga akan berdampak pada buruh itu sendiri dengan hilangnya pekerjaan dan berkurangnya lahan
pekerjaan. Maka pihak pengusaha cenderung menginginkan agar nilai KHL yang ditetapkan
lebih rendah dari tawaran buruh dan berdasarkan pada hasil survey yang telah dilakukan.Karena dalam pandangan pengusaha bahwa kondisi perusahaan juga harus menjadi
bahan pertimbangan dalam penetapan nilai KHL. Pada kesempatan inilah pemerintah berperan sebagai penengah.Hal ini diperlukan
agar tercapai kesepakatan antara pihak pengusaha dan juga buruhpekerja. Biasanya pemerintah akan meminta pakar atau kalangan dari perguruan tinggi untuk memberikan
penjelasan dan saran kepada kedua belah pihak akan tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak. Penjelasan yang disampaikan oleh pakar bisanya berhubungan dengan kondisi
perekonomian secara makro dan bagaina prediksi-prediksi ekonomi kedepan. Hal inilah yang diharapkan nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kedua belah pihak dalam
melakukan perundingan untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan diambil.
V. 5 Memilih Alternatif Kebijakan Yang Paling Efisien
Proses terakhir dalam melakukan formulasi kebijakan adalah melakukan memilih alternatif kebijakan yang paling efisien. Diantara pilihan-pilihan kebijakan yang telah
ditawarkan tersebut, yang telah melalui proses penilaian dan penghitungan dampak yang ditimbulkan akan dipilih mana yang akan diputuskan. Proses pemilihan kebijakan dapat saja
dilakukan dengan voting jika proses dialog tidak berhasil mencapai kata sepakat diantara keduabelah pihak.
Setalah menyampaikan masukan dan pandangan dari masing-masing pihak dan mendengarkan penjelasan dan saran dari pakar yang berasal dari kalangan perguruan tinggi,
maka akan dilakukan dialog. Pada kesempatan inilah masing-masing pihak mencoba untuk
Universitas Sumatera Utara
mencari jalan tengah yang dapat disepakati bersama.Dimana piahak buruh mencoba untuk menurunkan tawarannya dan demikian halnya pihak dari pengusaha mencoba untuk
menaikkan tawarannya. Pada akhirnya akan diperoleh nilai yang dapat disepakati bersama. Kesepakatan inilah yang akan dietapkan menjadi pilihan kebijakan upah minimum Provinsi
Sunatera Utara. Demikianlah proses yang dilakukan untuk memperoleh rumusan upah minimum yang
akan disampaikan kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi upah minimum Provinsi Sumatera Utara. Dalam proses tersebut semua pihak mengakui bahwa tidak ada kendala
berarti yang ditemui dalam melakukan proses tersebut. Hanya persoalan perbedaan pandangan antara buruhpekerja dengan pengusaha yang menjadi kendala dalam proses
tersebut. Tetapi melalui dialog yang dilakukan dalam forum tersebut akhirnya perbedaan- perbedaan pandangan yang terdapat dalam rapat tersebut dapat terselesaikan. Dimana pada
akhirnya ditemukan kesepakatan dan dihasilkan sebuah pilihan kebijakan yang akan ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI Penutup