Analisis Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah dan Perlakuan Akuntansi pada Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001. Bank Syariah : dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta.

Antonio, Muhammad Syafi’i, dan Purwatmadja, 1999. Bank Syariah. Gema Insani Press, Jakarta.

Arifin, Zainul, 1999. Memahami Bank Syariah. Alvabet, Jakarta.

Departemen Agama Republik Indonesia, 1992. Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Toha Putra, Semarang.

Erlina, 2008. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Kedua, USU press, Medan.

Ghozali, Imam, 2006. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Indriantoro, N. Dan Supomo, B., 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2010. PSAK 105 Akuntansi Mudharabah, Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2010. PSAK 102 Akuntansi Murabahah, Jakarta.

Ismail, 2010. Akuntansi Bank:Teori dan Aplikasi dalam Rupiah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Ismail, 2013. Perbankan Syariah, Kencana, Jakarta.

Jogiyanto, 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman- pengalaman. BPFE, Yogyakarta.


(2)

91 PP No. 72, 1992. Bagi Hasil, Hukumonline.com

Sugiyono, 2004. Statistika untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung. UU Perbankan, 1998. Sinar Grafika.

Wirdyaningsih, 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta. Yaya, Rizal, dkk, 2014. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penulis menggunakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu mengumpulkan data-data, serta menguraikannya secara menyuluruh tentang keadaan dan sifat-sifat yang sebenarnya dari objek penelitian.

3.2Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan dalam variabel independen dan variabel dependen adalah skala rasio. Menurut Erlina (2008:59), skala rasio adalah skala pengukuran yang menunjukkan kategori, peringkat, jarak, dan perbandingan variabel yang diukur. Skala rasio menggunakan nilai absolut sehingga memperbaiki skala interval yang menggunakan nilai relatif.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2004:72)populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya.

Didalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah bank umum syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI). Jumlah bank umum


(4)

66 syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 ada 13 bank umum syariah, antara lain:

Tabel 3.1

Daftar Populasi Penelitian No Nama Bank Umum Syariah

1 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 2 PT Bank Mega Syariah

3 PT Bank Muamalat Indonesia 4 PT Bank BNI Syariah

5 PT Bank Syariah Mandiri

6 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah 7 PT Bank BCA Syariah

8 PT Bank BRI Syariah

9 PT Bank Jabar Banten Syariah 10 PT Bank Panin Syariah 11 PT Bank Syariah Bukopin 12 PT Bank Victoria Syariah

13 PT Bank Maybank Syariah Indonesia

Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2008:75). Dari keterangan populasi diatas dapat dikatakan bahwa sampel yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah bagian dari bank umum syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Bagian dari populasi yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan purposive sampling (sampel bertujuan). Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang didasarkan suatu kriteria tertentu yang ditentukan oleh sang peneliti untuk mendapatkan sampling yang memadai dan valid.

Adapun kriteria sampel yang dijadikan peneliti sebagai pertimbangan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :


(5)

1. Bank umum syariah yang masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012 sampai dengan akhir tahun 2014.

2. Bank umum syariah tersebut menyampaikan laporan keuangan kepada Bursa Efek Indonesiaatau laporan keuangan audited pada website bank umum syariah tersebut selama tahun 2012 sampai dengan akhir tahun 2014.

3. Dalam laporan keuangan bank umum syariah tersebut terdapat akun pendapatan tabungan mudharabahdan Murabahah.

Tabel 3.2

Daftar Sampel Penelitian

No Nama Bank Umum

Syariah

Kriteria Bank Syariah Sampel

1 2 3

1 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)

- - -

2 PT Bank Mega Syariah    1

3 PT Bank Muamalat Indonesia    2

4 PT Bank BNI Syariah    3

5 PT Bank Syariah Mandiri    4

6 PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah

- - -

7 PT Bank BCA Syariah    5

8 PT Bank BRI Syariah    6

9 PT Bank Jabar Banten Syariah    7

10 PT Bank Panin Syariah    8

11 PT Bank Syariah Bukopin    9

12 PT Bank Victoria Syariah    10 13 PT Bank Maybank Syariah

Indonesia

- - -

Berdasarkan kriteria tersebut, penulis menetapkan sebanyak 10 sampel bank syariah yang masuk ke dalam data sampel penelitian.


(6)

68 3.4Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002:147), data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Penelitian ini menggunakan kombinasi antara data time series dan cross section atau sering disebut dengan pooling data. Data time series atau disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu tertentu, misalnya dalam waktu mingguan, bulanan, atau tahunan. Sementara itu, data cross section atau sering disebut data satu waktu merupakan sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja.

3.5Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data yang ada dalam objek penelitian. Data penelitian ini diperoleh dari internet melalui situs bank umum syariah masing-masing yang sudah didata sebelumnya dari Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Data yang


(7)

diperoleh berupa laporan keuangan yang telah diaudit dan dipublikasikan per 31 Desember selama periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

3.6 Teknik Analisis

3.6.1 Metode Deskriptif

Merupakan suatu metode atau prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya.

3.6.2 Metode Komparatif

Merupakan metode analisis yang dilakukan dengan membandingkan teori-teori dengan praktek dalam perusahaan, kemudian mengambil kesimpulan yang sebenarnya dari masalah yang diteliti.


(8)

70 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dengan menggunakan teknik perhitungan statistik yang menggunakan teknik perhitungan statistik. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan microsoft excel. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel-variabel penelitian ke program SPSS versi 17.0 dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis data yang memenuhi kriteria yang dijadikan sampel penelitian ini dan laporan keuangan tahunan yang diamati selama periode 2012-2014.

Tabel 4.1

Sampel Bank Umum Syariah No Nama Bank Umum Syariah

1 PT Bank Mega Syariah 2 PT Bank Muamalat Indonesia 3 PT Bank BNI Syariah

4 PT Bank Syariah Mandiri 5 PT Bank BCA Syariah 6 PT Bank BRI Syariah

7 PT Bank Jabar Banten Syariah 8 PT Bank Panin Syariah 9 PT Bank Syariah Bukopin 10 PT Bank Victoria Syariah


(9)

4.2 Hasil Analisis Data 4.2.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, dan skewness (Ghozali 2006:19).

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Mudharabah 30 21 31 27.13 2.909

Murabahah 30 27 31 28.93 1.437

Valid N (listwise) 30

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 17

Dari tabel 4.2 diatas, dapat dijelaskan bahwa:

1. Rata-rata Tabungan Mudharabah (X1) adalah 27,13 dengan standar deviasi sebesar 2,909 dan jumlah data sebanyak 30. Nilai terendah adalah 21 dan tertinggi adalah 31.

2. Rata-rata dari Murabahah (X2) adalah 28,93 dengan standar deviasi sebesar 1,437 dan jumlah data sebanyak 30. Nilai terendah adalah 27 dan tertinggi adalah 31.


(10)

72 4.3 Perhitungan Bagi Hasil Pada Bank Syariah Di Bursa Efek Indonesia

Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana bank dan nasabah pemilik dan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil adalah alternatif transaksi syariah yang mengharamkan riba (bunga).

Dalam praktek pembagian hasil usaha bank syariah di Indonesia menggunakan metode Gross Profit Margin (Net Revenue Sharing), karena memiliki kekuatan sebagai berikut:

1. Lebih disarankan DSN: “ Dari Segi kemaslahatan pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (Net Revenue Sharing)”.

2. Kemungkinan bagi hasil kepada pemilik dana akan lebih besar dibanding metode profit sharing, karena yang dibagihasilkan pendapatan sebelum dikurangi biaya bank. Tingkat bagi hasil kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku dipasar perbankan konvensional, sehingga bank akan lebih mudah dalam menghimpun dana. 3. Tidak akan terjadi bagi rugi kepada pemilik dana.

4. Lebih mudah diimplementasikan.

5. Lebih mudah dikrontrol oleh pemilik dana.


(11)

4.3.1Data Bagi Hasil Tabungan Bank Syariah Di BEI

Berikut ini adalah laporan keuangan bagi hasil tabungan syariah pertahun bank syariah yang terdaftar di BEI. Selama 3 tahun (2012-2014), dalam penelitian ini penulis menggunakan laporan keuangan bagi hasil tabungan syariah.

Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3

Data Bagi Hasil Tabungan Bank Syariah Di BEI (2012-2014)

No. Bank Syariah 2012 2013 2014

1. BCA Syariah 8.970.110.038 16.080.323.315 22.430.477.307 2. BNI Syariah 16.708.000.000 54.885.000.000 99.232.000.000 3. BRI Syariah 133.840.100.000 173.751.100.000 205.660.200.000 4. Bank Bukopin

Syariah

88.521.585.550 114.766.488.702 170.221.610.432 5. Bank Jabar Banten

Syariah

214.355.520 46.397.000 57.767.000 6. Bank Mega Syariah 387.765.000 301.500.000 139.160.000 7. Bank Muamalat 1.247.995.215 1.954.114.232 2.389.316.763 8. Panin Bank Syariah 146.346.178 273.812.379 526.519.793 9. Bank Syariah

Mandiri

629.464.723.271 543.973.127.108 420.135.918.984 10. Bank Victoria

Syariah

152.812.128 110.972.538 149.848.854 Sumber: Laporan keuangan Distribusi Pendapatan Tabungan Mudharabah Bank Syariah yang terdaftar di Bei 2012-2014


(12)

74 Dari laporan keuangan bagi hasil untuk para deposan diatas, maka dapat dilihat bahwa rata-rata bagi hasil untuk para deposan dari tahun ketahun mengalami fluktuatif. Untuk memudahkan menganalisa laporan keuangan diatas, dapat dilihat grafik berikut ini:

Gambar 4.1

Tingkat Pertumbuhan Bagi Hasil Bank Syariah Di BEI

Dari gambar 4.1 diatas terjadi perkembangan fluktutiatif pada nominal bagi hasil bank syariah dari tahun 2012-2014. Hal ini menandakan bahwa Bank Syariah di BEI belum cukup baik untuk mengelola dan mengefektifkan dana pihak ketiga. Dalam hal ini, bank syariah dapat memperoleh keuntungan atau profit yang cukup baik. Baik itu untuk para nasabahnya, maupun untuk bank syariah itu sendiri. Dari tabel diatas dikarenakan sifat bagi hasil yang fluktuatif dan keuntungannya tidak bisa tetap. Artinya bank syariah tidak bisa memberi

0 100.000.000.000 200.000.000.000 300.000.000.000 400.000.000.000 500.000.000.000 600.000.000.000 700.000.000.000

2012

2013

2014


(13)

keuntungan yang sifatnya tetap seperti halnya pada bank konvensional yang mengenal sistem bunga, karena bagi hasil yang akan diterima oleh nasabah maupun oleh bank tergantung dari kondisi usaha yang telah dijalankan oleh bank. 4.3.2Menentukan Keuntungan Bagi Hasil Antara Bank dengan Nasabah

Penabung Bank Syariah Di BEI

Dalam menghitung bagi hasil yang harus diterima oleh masing-masing nasabah harus diperoleh atau tersedia data antara lain sebagai berikut:

1. Jumlah/saldo nasabah per jenis simpanan tahunan yang bersangkutan 2. Total saldo tahunan rata-rata per jenis simpanan nasabah pada tahun yang

bersangkutan

3. Total pendapatan bagi hasil yang akan didistribusikan pada nasabah per jenis simpanan nasabah pada bulan yang bersangkutan.

4. Nisbah atau rate bonus bagi hasil dari jenis simpanan nasabah per tahun yang bersangkutan.

Misalnya Tn.Andi memiliki tabungan di Bank Syariah Medan sunggal pada tahun 2014. Saldo rata-rata tabungan Tn. Andi adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Medan Sunggal dengan Deposan adalah 40% : 60%. Saldo rata-rata tabungan pertahun diseluruh Bank Syariah Medan Sunggal adalah Rp 10.000.000.000,- dan


(14)

76 pendapatan bank Syariah Medan Sunggal yang dibagi hasilkan adalah Rp 40.000.000,-.

Keuntungan yang diperoleh Tn. Andi pada tahun tersebut adalah:

Rp 10.000.000

Rp 10.000.000.000� 40.000.000�60% = Rp 24.000,−

4.3.3 Tabungan Mudharabah

Berikut ini adalah laporan keuangan pada dana tabungan mudharabah bank syariah mandiri. Selama 3 tahun (2012-2014). Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4

Data Tabungan Mudharabah Bank Umum Syariah (2012-2014)

No. Bank Syariah 2012 2013 2014

1. BCA Syariah 43.464.280.823.000 43.779.574.003.000 31.555.359.184.000 2. BNI Syariah 3.389.019.000.000 4.280.855 .000.000 4.809.187.000.000 3. BRI Syariah 2.597.083.000.000 3.970.205.000.000 4.881.619.000.000 4. Bukopin Syariah 2.319.040.669.620 2.587.899.239.317 3.263.690.545.264 5. Jabar Banten

Syariah

4.956.575.000 5.562.951.000 9.360.000.000

6. Bank Mega Syariah

714.295.119.000 376.004.148.000 299.512.211.000 7. Bank Muamalat 1.985.586.533.000 2.225.162.877.000 1.723.618.638.000 8. Bank Panin

Syariah

517.354.418.000 659.220.249.000 854.377.921.000

9. Bank Syariah Mandiri

4.161.500.769.523 3.703.697.897.843 3.006.253.323.800


(15)

10. Bank Victoria Syariah

9.973.344.555 8.867.597.810 9.024.665.306 Sumber: Laporan Keuangan Pendapatan Tabungan Mudharabah Bank Syariah BEI 2012-2014

Dari laporan keuangan saldo tabungan diatas, maka dapat dilihat bahwa saldo dari tahun ketahun mengalami kenaikan dan ada juga yang mengalami fluktuatif. Itu berarti tidak semua bank syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia cukup baik untuk menarik dana pihak ketiga untuk mengarahkan para deposan dalam mengi menginvestasikan dananya pada bank syariah yang ada di Bursa Efek Indonesia. Untuk memudahkan menganalisa laporan keuangan diatas dapat dilihat grafik dibawah ini:

Gambar 4.2

Tingkat Pertumbuhan Saldo Tabungan Mudharabah Bank Syariah di BEI

Dari gambar 4.5 diatas, menunjukkan bahwa pertumbuhan saldo tabungan bank syariah yang terdaftar di BEI 2012-2014 dapat dikatakan fluktuatif. Karena

0 5.000.000.000.000 10.000.000.000.000 15.000.000.000.000 20.000.000.000.000 25.000.000.000.000 30.000.000.000.000 35.000.000.000.000 40.000.000.000.000 45.000.000.000.000 50.000.000.000.000

2012

2013


(16)

78 tidak semua bank syariah yang mengalami kenaikan dari tahun ketahun, dan bagi hasil yang diperoleh deposan juga bersifat fluktuatif.

4.3.4 Perlakuan AkuntansiTabungan Mudharabah

Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan bertambahnya rekening mudharabah dan pada saat distribusi bagi hasilnya:

Tabel 4.5 Kasus I

Kasus 1 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah

01 Jan 2013 Tn. Andi menerima transfer dari nasabah BSM cabang petisah sebesar Rp 500.000

15 Jan 2013 Tn. Andi Menerima bagi hasil tabungan mudharabah sebesar Rp 20.000

Jurnal untuk transaksi diatas adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit Kredit

01/01/2013 Kas Rp 500.000

Tabungan Mudharabah Rp 500.000

15/01/2013 Biaya bagi hasil Rp 20.000

Tabungan Mudharabah Rp 20.000


(17)

Tabel 4.6 Kasus II

Kasus 2 transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 03 Jan 2013 Tn. Andi Menarik tunai tabungan Mudharabah sebesar Rp 200.000

28 Jan 2013 Potongan tabungan Mudharabah Tn Andi untuk administrasi tabungan sebesar Rp 2.000 dari pajak sebesar 4.000 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar Rp 20.000 pada transaksi kasus 1 diatas)

Jurnal untuk transaksi diatas adalah sebagai berikut:

Tanggal Rekening Debit Kredit

03/01/2013 Tabungan mudharabah Rp 200.000

Kas Rp 20.000

28/01/2013 Tabungan mudharabah Rp 2.000

Pendapatan administrasi tabungan mudharabah

Rp 2.000

Tabungan mudharabah Rp 4.000

Titipan kas negara-pajak tabungan


(18)

80 4.4Murabahah

Berikut ini adalah laporan keuangan murabahah selama 3 tahun (2012-2014), dalam penelitian ini penulis mengunakan laporan keuangan murabahah.

Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.7

Laporan Keuangan Murabahah

Bank syariah 2012 2013 2014

1. BCA syariah 435.053.719.392 597.422.266.365 948.034.172.205 2. BNI syariah 4.734.352.000.000 7.969.128.000.000 11.152.499.000.000 3. BRI syariah 6.966.407.000.000 8.849.045.000.000 9.858.575.000.000 4. Bank Bukopin

Syariah

2.578.807.458.124 3.218.231.049.374 2.202.580.531.153 5Bank Jabar

Banten Syariah

1.273.373.382.000 2.115.061.773.000 4.839.521.000.000 7. Bank Mega

Syariah

5.233.839.144.000 6.714.437.813.000 5.183.515.388.000 8.Bank

Muamalat

16.140.183.597.000 19.566.857.115.000 20.172.146.338.000 9. Panin Bank

Syariah

764.727.017.000 1.231.834.878.000 617.336.777.000 10. Bank Syariah

Mandiri

27.549.264.479.714 33.207.375.747.131 33.714.638.093.696 11. Bank Victoria

syariah

396.821.000.000 581.715.763.188 479.451.019.879 Sumber: Laporan keuangan murabahah Bank Syariah Di Bursa Efek Indonesia 2012-2013

Dari laporan keuangan murabahah diatas, maka dapat dilihat bahwa rata-rata murabahah dari tahun ketahui mengalami fluktiatif. Untuk memudahkan menganalisa laporan keuangan diatas, dapat dilihat grafik berikut ini:


(19)

Gambar 4.3

Tingkat Pertumbuhan Murabahah Bank Syariah Di BEI

Dari Gambar 4.3 diatas, menunjukkan bahwa pertumbuhan murabahah bank syariah di BEI pertahun dari 2012-2014 dapat dikatakan mengalami fluktuatif. Artinya tidak selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

0 5.000.000.000.000 10.000.000.000.000 15.000.000.000.000 20.000.000.000.000 25.000.000.000.000 30.000.000.000.000 35.000.000.000.000 40.000.000.000.000

2012

2013


(20)

82 4.4.1 Pencatatan Akuntansi Murabahah

Tabel 4.8

Pencatatan Murabahah

PERKIRAAN PENCATATAN/PENGAKUAN

1. Harga Barang Diakui sebagai “Asset Murabahah”sebesar biaya perolehan

2. Potongan harga dari pemasok Diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva Murabahah.

3. Aktiva tersedia untuk dijual untuk murabahah pesanan meningkat

Dinilai sebesar biaya perolehan dan penurunan nilai aktiva ( usang, rusak mengurangi nilai aktiva)

4. Murabahah tanpa pesanan atau tidak mengikat

-Nilai terendah= nilai perolehan atau nilai yang bersih dapat direalisasi.

-Nilai bersih= diakui sebagai kerugian. 5. Harga Pokok Dibukukan pada perkiraan “Asset

Murabahah

6. Margin Diakui pada perkiraan “margin Murabahah ditanggung”

7. Harga Jual Dicatat pada perkiraan “Piutang Murabahah

8. Piutang Murabahah -Saat akad: diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati. - Akhir periode: dinilai sebesar nilai bersih

yang dapat direalisasi (piutang penyisihan).

9. Keuntungan Murabahah -Akad terjadi sama dengan periode L/K saat terjadinya.

- Akad melampaui satu periode L/K secara potongan.

10. Potongan Pembayaran (salah satu metode)

-Saat penyelesaian bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah.

-Setelah penyelesaian bank menerima dulu


(21)

pelunasan, kemudian bank membayar potongan

-Diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima.

-Apabila barang jadi dibeli nasabah diakui sebagai pembayaran piutang

-Apabila barang batal dibeli nasabah dikembalikan setelah diperhitungkan kerugian bank

11. Denda Diakui sebagai dana sosial

4.5 Perlakuan Akuntansi Murabahah

Berikut akan disajikan contoh kasus yang terjadi yang terjadi pada Murabahah:

Tabel 4.9

Contoh Kasus Murabahah

KASUS JURNAL

1. Saat pembayaran pada supplier atas barang yang dibeli untuk dijual kepada nasabah, dinilai sebesar harga perolehan. Misalkan harga perolehan Rp 110.000

Dr. Persd / Asset Murabahah Rp 110.000 Cr. Rek. Pemasok / Kas dsb Rp 110.000

2. Potongan harga diakui sebagai pengurang biaya perolehan asset murabahah. Bila bank menerima potongan harga dari pemasok Misalkan potongan harga sebesar Rp 10.000

Dr. Rek Pemasok / kas RP 10.000

Cr. Persd / Asset Murabahah Rp 10.000


(22)

84 Harga beli barang Rp 110.000

nilainya turun menjadi Rp 100.000 karena rusak atau usang. Kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar Rp 120.000

Murabahah tanpa pesanan atau pesanan tidak mengikat

Nilai perolehan Rp 100.000 dan nilai bersih realisasi Rp 105.000 (jual Rp 120.000)

Dr. Beban kerugian Asset Murabahah Rp 10.000

Cr. Asset / Persd. Murabahah Rp 110.000 Cr. Margin Murabahah ditangguhkan Rp

20.000

Dr. Piutang Murabahah Rp 120.000 Dr. Beban kerugian Asset Murabahah Rp 5.000

Cr. Asset / Pers. Murabahah Rp 105.000 Cr. Margin Murabahah ditangguhkan Rp

20.000 4. Bank menjual barang kepada

nasabah. Misalkan harga jual Rp 120.000 (10 x angsuran)

Dr. Pitutang Murabahah Rp 120.000 Cr. Persd. Asset Murabahah Rp 100.000 Cr. Margin Murabahah ditangguhkan Rp

20.000 5. Penerimaan angsuran cicilan dari

nasabah. Misalkan harga jual Rp 120.000 (10 x angsuran)

Dr. Rekening nasabah Rp 12.000 Cr. Piutang Murabahah Rp 12.000 Dr. Margin Murabahah ditangguhkan Rp 2.000

Cr. Pendapatan Murabahah Rp 2.000 6. Potongan pembayaran pelunasan

awal.

Saat penyelesaian. Misalkan cicilan sudah dibayar 5 kali. Harga jual Rp 120.000 (10 x angsuran). Dan potongan sebesar Rp 2.500

Setelah penyelesaian. Bank terlebih dahulu menerima pelunasan

kemudian memberikan potongan kepada nasabah.

Dr. Rekening nasabah Rp 57.000

Dr. Margin Murabahah ditangguhkan Rp 10.000

Cr. Piutang Murabahah Rp 60.000 Cr. Prndapatan Murabahah Rp 7.500

Dr. Beban muqasah (potongan murabahah)


(23)

Rp 2.500

Cr Rekening nasabah Rp 2.500

7. Uang muka/denda.

Misalkan uang muka sebesar Rp 12.500 saat penerimaan.

a. Barang jadi dibeli nasabah. b. Barrang tidak jadi dibeli

nasabah. Misalkan kerugian bank Rp 7.500

Dr. Kas / Rekening nasabah Rp 12.500 Cr. Uang muka nasabah Murabahah Rp

12.500

Dr. Uang muka nasabah Murabahah Rp 12.500

Cr. Piutang Murabahah Rp 12.500 Dr. uang muka nasabah Murabahah Rp 12.500

Cr. Kerugian bank Rp 7.500

Cr. Kas / rekening nasabah Rp 5.000 8. Dibayar uang muka ke pemasok.

Misalkan Rp 20.000

Dr. Uang muka pemasok Murabahah Rp 20.000

Cr. Kas Rp 20.000 9. Dikenakan denda pembayaran

(mampu tapi tidak mau bayar) sebesar Rp 1.000

Dr. Rekening nasabah Rp 1.000

Cr. Rekening ZIS (dana kebajikan) Rp 1.000


(24)

86 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan tentang sejauh mana analisis perhitungan pendapatan tabungan mudharabah, murabahah, dan perlakuan akuntansi pada bank syariah yang terdaftar di bursa efek Indonesia, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep bagi hasil pada bank syariah tersebut dapat dijelaskan bahwa pemilik dana (sahibul maal) menginvestasikan dananya pada bank selaku pengelola dana (mudharib). Dana yang dikelola berupa tabungan, giro, dan deposito. Bank selaku mudharib(mengelola dana) tersebut dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan dan penyaluran lain (seperti pada surat berharga, penempatan bank lain, maupun penempatan pada bank Indonesia) yang menguntungkan dan sesuai dengan prinsip syariah, pemilik dana menandatangani akad kerjasama yang berisi antara lain nominal, tingkat bagi hasil (nisbah), dan jangka waktu simpanan, bagi hasil yang diperoleh pemilik dana setiap periode tahunan sama tergantung dari hasil penyaluran dana, dan bank sebagai pengelola dana mengakui pendapatan atas penyaluran dana secara bruto sebelum dikurangi dengan hak pemilik dana (sebelum dibagihasilkan). Tahapan perhitungan bagi


(25)

hasil pada ban syariah di BEI yaitu menentukan nisbah yang akan ditentukan, menghitung pendapatan yang akan dibagihasilkan, dan distribusi bagi hasil pendapatan kepada masing-masing nasabah sesuai nisbah yang disepakati.

2. Akuntansi tabungan mudharabah dan penghimpun dana bentuk lainnya yang menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang akuntasi mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelolaan tabungan. PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai pencatatannya. Dan pencatatan akuntansi tabungan mudharabah bank syariah yang terdaftar di BEI sudah sesusai dengan PSAK 105 tentang Mudharabah.

3. Pada dasarnya konsep murabahah dalam aplikasinya diperbankan adalah salah satu konsep sederhana. Disini bank berperan sebagai perantara dan membantu kebutuhan antara penjual dan pembeli. Murabahah adalah transaksi jual beli terhadap suatu barang dimana melibatkan dana pihak dengan harga penjualan disepakati antara penjual dan pembeli. Dalam transkasi murabahah melibatkan penjual dan pembeli karena adanya kebutuhan terhadap suatu barang dimana dalam hal ini nasabah sebgai pihak pembeli dan bak sebagai pihak penjual.


(26)

88 4. Aplikasi murabahah ditujukan untuk kepentingan pemenuhan

barang-barang konsumtif dan produktif.

5. Margin ditentukan berdasarkan biaya operasional ditambah dengan keuntungan. Margin tersebut boleh diambil selama bisa menutupi biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank.

6. Dalam pencataatan akuntansi murabahah pada dasarnya mengacu pada PSAK 102 dan akuntansi pada bank syariah yang terdaftar di BEI dengan akad murabahah sudah sesuai dengan PSAK 102 tentang Murabahah.

B. SARAN

1. Hendaknya bank syariah yang terdaftar di BEI banyak melakukan sosialisasi yaitu upaya-upaya pembinaan calon nasabah melalui proses analisa, evaluasi, komunikasi serta interaksi baik itu langsung maupun tidak langsung demi meningkatkan pendapatan bank baik dari segi modal yang berupa dana dari pihak ketiga maupun dari segi profitabilitas.

2.Peningkatan dana investment acoocunt sangat diperlukan, karena demi berjalannya kegiatan usaha, bank syariah harus memiliki modal yang cukup untuk menjalankan kegiatan usahanya demi mendapatkan profitabilitas atau keuntungan baik itu untuk bank maupun untuk para nasabah penyimpanan dana. Namun bank syariah juga tetap menjaga prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya agar


(27)

keuntungan yang didapatpun bukan suatu keuntungan yang melanggar prinsip syariah (haram).

3. Efektifitas pengelolaan dana pihak ketiga yang baik merupakan potensi bank untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, besarnya keuntungan yang diperoleh akan menimbulkan minat bagi para nasabah untuk menginvestasikan dananya pada bank syariah demi mendapatkan keuntungan investasinya.


(28)

24 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian, Dasar Falsafah dan Hukum Bank Syariah

Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

2.1.2 Arti Perbankan Syariah

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992,”Bank syariah adalah bank umum atau bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata-mata berdasarkan prinsip syariat (Islam)”. Lebih jauh purwatmadja dan Antonio (1999:1) menjelaskan bahwa yang dimaksud bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam atau mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.

Dalam hal ini praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dijauhi, untuk diganti dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan.


(29)

2.1.3 Dasar dan Falsafah Bank Syariah

Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah dari Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan manusia. Untuk mencapai tujuan yang suci ini, Allah tidak meninggalkan manusia sendiri tetapi diberikannya petunjuk melalui rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik aqidah,akhlak,maupun syariah.

Dua komponen yang utama sifatnya konstan dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen syariah senantiasa diubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf perbedaan umat, dimana seoarang Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri, ia bukan saja komprehensif tetapi juga universal. Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak akan ada syariat lain yang datang untuk menyempurnakannya.

Komprehensif, berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun social (ibadah maupun muamalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan manusia dengan kholiqnya, serta untuk mengingatkan secara berkelanjutan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rule of the game dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial.

Universal, bermakna ia dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti, Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam special treatmentbagi muslim dan membedakannya dari non muslim.


(30)

26 Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yang artinya: dalam bidang kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.

Sifat eksternal muamalat ini dimungkinkan karenea adanya yang dinamakan tsabit wa mutaghayyirat (prinsip dan variabel) dalam islam. Kalau kita ambil contoh sektor ekonomi seperti: larangan riba, adanya prinsip bagi hasil, prinsip pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Variabel merupakan instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tadi seperti: mudharabah, musyarakah, murabahah,dan sebagainya.

Disinilah tugas cendikiawan muslim sepanjang zaman untuk menerapkan teknik penerapan prinsip-prinsip tapi dalam variabel-variabel sesuai dengan situasi dan kondisi sesama.

Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan didunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama harus dihindari:

a. Menjatuhkan diri dari unsur riba, dengan cara:

a. Menghindari penggunaan sistem yang menerapkan dimuka secara pasti keberhasilan usaha (QS.Luqman:34);

b. Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang


(31)

mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS.Ali Imran:130);

c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR.Muslim);

d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR.Muslim).

b. Menetapkan sistem bagi hasil dan perdagangan

Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa, uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.

2.1.4 Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia

Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya regulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (satu peniadaan bunga). Sungguh demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak


(32)

28 diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga maupun keuntungan bagi hasil.

Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa: “Bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (Bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil”. (pasal 6). Dikeluarkannya UU ini, maka operasional perbankan syariah semakin luas. Titik kulminasi telah tercapai dengan diadakannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa sajayang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari system konvensional ke system syariah.

UU No. 10 sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No. 72/1992 yang melarang dual system. Dengan tegas pasal 6 UU No. 10/1998 memperbolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui:


(33)

1. Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang baru, atau

2. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha secara syariah.

Sungguhpun demikian bank syariah yang ada ditanah air harus tetap tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlaku pada umumnya sebagaimana diungkapkan Zainul (1999:25) antara lain:

1. Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan cabang dan kegiatan devisa.

2. Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia. 3. Pengawasan intern.

4. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan faktor yang lainnya.

5. Penggunaan sanksi atas pelanggaran.

Disamping ketentuan-ketentuan diatas Bank Syariah di Indonesia juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Hal ini terakhir memberikan implikasi bahwa setiap produk Bank Syariah mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat.

Adanya tuntutan perkembangan maka Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 kemudian direvisi menjadi Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998. Undang–undang ini melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap


(34)

30 penting, dan merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil. Diantara perubahan yang berkaitan langsung dengan keberadaan Bank Islam adalah:

1. Pasal 1 ayat 12 menyatakan “Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk megembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

2. Pasal 1 ayat 13 berbunyi: “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan barang atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtisna)

3. Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga pasal 6 huruf m menjadi berbunyi seperti: “ menyediakan pembiayaan dan melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia’’.


(35)

4. Ketentuan Pasal 13 huruf c diubah, sehingga Pasal 13 huruf c menjadi berbunyi sebagai berikut: “ menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Untuk menjalankan Undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat tahun 1999 dilengkapi Bank berdasarkan Prinsip Syariah. Aturan yang berkaitan dengan Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 2 Mei 1999, yaitu:

1. Pasal 1 huruf a menyatakan: “Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah”. 2. Pasal 1 huruf g menyatakan: “Kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah

adalah kegiatan usaha perbankan yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998”.

3. Bab IV kegiatan usaha, pasal 28 menyatakan bahwa “Bank wajib menerapkan Prinsip Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi:


(36)

32 a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang

meliputi:

• Giro berdasarkan prinsip wadi’ah

• Tabugan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah

• Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah, atau

• Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah b. Melakukan penyaluran dana melalui:

1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip

Murabahah

Istishna

Ijarah

Salam

• Jual beli lainnya

2. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip

Mudharabah

Musyarakah

• Bagi hasil lainnya

3. Pembagian lainnya berdasarkan prinsip

Hiwalah

Rahn

Qard


(37)

c. Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (under transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah.

d. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar syariah.

e. Memindahkan uang atau kepentingan sendiri dan nasabah berdasarkan prinsip wakalah.

f. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan dan/atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah.

g. Menyediadakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yang amanah.

h. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahanya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.

i. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di otoritas jasa keuangan berdasarkan prinsip ujr.

j. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah,mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah serta memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip wakalah.


(38)

34 l. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.

m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah.

4. Pasal 29 menyatakan: “Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, bank dapat pula:

a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf. b. Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip

musyarakahatau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakahatau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun

berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi Bank Syariah di Indonesia dalam mengembangkan produk-produknya dan operasionalnya. Berdasarkan hukum positif tersebut, Bank Syariah di Indonesia sebenarnya memiliki keleluasaan dalam mengembangkan produk dan aktivitas operasionalnya.


(39)

2.1.5 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan konvensional, karena sistem keuangan dan perbankan syariah merupakan subsistem dari suatu sistem ekonomi syariah yang cakupannya luas. Oleh karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun dituntut secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.

Tujuan dari pendirian bank-bank Islam umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah, dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.

Menurut Wirdyaningsih (2005:39), prinsip utama yang dianut oleh bank islam adalah :

1. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transakso;

2. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah; dan

3. Menumbuhkembangkan zakat

Berdasarkan prinsip utama tersebut, maka secara operasional terdapat perbedaan-perbedaan yang subtantif antara bank syariah dengan bank konvensional seperti terlihat pada tabel berikut:


(40)

36 Tabel 2.1

Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

No Keterangan Bank syariah Bank Konvensional

1 Akad dan aspek legalitas Hukum islam dan hukum positif

Hukum positif

2 Lembaga penyelesaian sengketa

BASYARNAS BANI

3 Struktur organisasi Ada Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Tidak ada DSN dan DPS

4 Investasi Halal Halal dan haram 5 Prinsip operasional Bagi hasil, jual beli,

sewa

Perangkat bunga 6 Tujuan Profit dan falah oriented Profit oriented 7 Hubungan nasabah Kemitraan Debitor dan kreditor

Sumber : Wirdyaningsih (2005 : 39)

Dari tabel tersebut, perbedaan bank syariah dan bank konvensional dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Akad dan Aspek Legalitas

Di dalam bank Islam, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.


(41)

2. Lembaga Penyelesaian Sengketa

Lembaga penyelesaian sengketa di perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antar bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikan di peradilan negeri, tetapi menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. 3. Struktur Organisasi

Unsur yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengurus Syariah dan Dewan Syariah Nasional.

4. Investasi

Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Menyimpan uang di bank syariah termasuk kategori investasi karena perolehan kembalinya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. 5. Prinsip Operasional

Ada beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank konvensional dengan bank syariah, yaitu antara lain :

a. Perbedaan Konsep Antara Bunga dan Bagi Hasil

Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha


(42)

38 yang dilakukan mengandung risiko dan mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal.

b. Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing : 1) Investasi adalah kegiatan usaha yang mendukung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan pengembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.

2) Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan pengembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. c. Perbedaan Utang Uang dan Utang Barang

Terdapat dua jenis utang, yakni utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang atau yang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas. Utang yang terjadi karena pembiayaan harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut juga harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang disepakati. Apabila harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh naik, karena akan masuk ke dalam kategori riba. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk pengadaan barang, bukan utang uang.


(43)

6. Tujuan

Bank konvensional maupun bank syariah memiliki tujuan dalam pengoperasiannya. Hal yang mendasari tujuan bank syariah dalam beroperasi adalah untuk memenuhi profit pada bank syariah dengan cara bagi hasil antar pemilik dana atau bank (shahibul maal) dengan pengelola dana atau nasabah (mudharib) yang sesuai kesepakatan bersama. Sedangkan bank konvensional hanya berorientasi pada keuntungan yang diperoleh dari hasil bunga setiap nasabah.

7. Hubungan Nasabah

Dalam bank syariah, hubungan antara bank (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) tidak hanya sebatas debitur dengan kreditor saja tetapi syariah memfokuskan pada hubungan kemitraan dimana shahibul maal dan mudharib mampu bekerja sama dengan baik dalam pencapaian profit yang telah disepakati.

2.2 Ruang Lingkup Mudharabah 2.2.1 Pengertian Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usahanya.

Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibulmaal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara


(44)

40 mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kesalahan sipengelola, sipengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

2.2.2 Landasan Syariah

Secara umum, landasan dasar syariah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini:

a. Al-Qur’an

“…dan orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al-Muzzammil : 20)

Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah Al-Muzzammil 20 adalah kata yadhirbun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. “Apakah telah tunaikan sholat maka bertebarlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT” (Al-Jumu’ah : 10)

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhan…” (Al-Baqarah : 198)

Surat Al-Jumu’ah : 10 dan surat Al Baqarah : 198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.


(45)

a. Al-Hadits

Diriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengurangi lautan, menuruni lembahyang berbahaya atau membeli ternak jika menyalahi peraturan tersebut, yangbersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah pun membolehkannya (H.R Thabrani)

Dari Shahih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasullah SAW bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli, mudharabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (H.R Ibnu Majah).

2.2.3 Jenis-jenis Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: MudaharabahMuthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.

a.Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabahmuthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibulmaal dan mudaharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama selafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari sahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.


(46)

42 a. Mudahrabah Muqayyadah

Mudahrabah Muqayyadah atau disebut juga dengan selisih restiredmudaharabah/specifiedmudharabah adalah kebalikan dari mudharabahmuthalaqah. Si mudharib dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. Dalam melakukan aktivitas yang bersifat mudharabah ini ada beberapa rukun yang harus dipenuhi agar transaksi menjadi sah, yaitu:

a. Ada Pemodal b. Ada Pengelola c. Ada Modal

d. Ada Nisbah Keuntungan e. Ada Akad/shiqhat

Sementara itu syarat-syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah: a. Pemodal dan Pengelola

Keduanya harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum dan keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak.

b. Shighat (Ucapan)

Yaitu penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua pihak guna menunjukkan kemauan mereka untuk menyempurnakan kontrak. c. Modal


(47)

adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas mudharabah. Untuk itu, modal harus memenuhi syarat-syarat berikut: harus diketahui jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang) dan harus tunai.

2.2.4 Aplikasi dalam Perbankan

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpun dana, mudharabah diterapkan pada:

a). Tabungan berjangka, yaitu tabungan dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya;

b). Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a). Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;

b). Investasi khusus, dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Dengan demikian, mudharabah merupakan kerjasama antara dua belah pihak, maka bila shahibulmaal memberikan dananya maka mudharib (pengelola) mengkontribusikan kerja dan keahliannya.


(48)

44 2.2.5 Manfaat Mudharabah

a. Bank akan menikmati bagi hasil pada saat keuntungan nasabah meningkat.

b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank. c. Pengembalian pokok pinjaman disesuaikan dengan cash flow (arus kas)

usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.

d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

2.2.6 Resiko Mudharabah

Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapan dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya:

a. Sidestreaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak;

b. Lalai dan kesalahan yang disengaja;

c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.


(49)

2.3Pengertian Pendapatan dan Skema Mudharabah 2.3.1 Pengertian Pendapatan Syariah

Sebelum penulis menguraikan pendapatan syariah maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan tentang akuntansi syariah, karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Menurut Muhammad (2001 : 10) “akuntansi syariah adalah kegiatan melakukan penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama melakukan muamalah (transaksi)”.

Dari hal tersebut diatas dapat digunakan sebagai informasi untuk menentukan apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa prinsip yang terkandung dalam pengertian diatas, yaitu :

a. Prinsip Pertanggungjawaban

Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggunggajawaban manusia selalu pemegang amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanahkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawaban ini adalah dalam bentuk laporan.


(50)

46 b. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tapi juga merupakan nailai yang inheren melekat dalam fitrah manusia. Dalam akuntansi kata adil secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar. Maka kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian yaitu :

1. Kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan masyarakat.

2. Kata adil merupakan sifat fundamental, yang berpijak pada nilai-nilai etika syariah dan moral mendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangunan akuntansi.

c. Prinsip Kebenaran

Dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran, dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran dan kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Kebenaran Al-Qur’an tidak memperbolehkan untuk mencampur antara yang benar dan yang batil.

Menurut Muhammad (2001:204), pendapatan akuntansi syariah adalah kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan


(51)

keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapatan yang berakibat pada investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa, atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan.

Investasi yang halal dimaksud di sini adalah investasi yang tidak melanggar syariah Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi, bila kita pandang pendapatan dari sudut akuntansi syariah maka dapat kita lihat bahwa segala sesuatunya secara karakteristik operasional bank syariah selalu berdasarkan pada konsep yang mengacu pada kesatuan syariah.

2.3.2 Skema Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibulmaal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. Menurut Mohammad Thohir (2009 : 110) Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba, dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan


(52)

48 Sumber : Ismail (2013 : 173)

pengelolaan mudharabah. Secara umum, aplikasi perbankan syariah dalam akad pembiayaan mudharabah dapat digambarkan dalam gambar berikut ini :

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Mudharabah Keterangan :

1. Bank syariah (shahibul maal) dan nasabah (mudharib) menandatangani akad pembiayaan mudharabah.

2. Bank syariah menyerahkan dana 100% dari kebutuhan proyek usaha. 3. Nasabah tidak menyerahkan dana sama sekali, namun melakukan

pengelolaan proyek yang dibiayai 100% oleh bank. Nasabah

(Mudharib)

Bank Syariah (Shahibul Maal) 1. Akad pembiayaan mudharabah

3. Modal 0%

Kerja Sama Usaha

% Nisbah bagi hasil 4. Pengelola usaha

5. Pendapatan

% Nisbah bagi hasil 2. Modal 100%

6. Modal (100%)


(53)

4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh mudharib. Bank syariah tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan.

5. Hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan mudharabah.

6. Persentase tertentu menjadi hak bank syariah, dan sisanya diserahkan kepada nasabah. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh mudharib, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh bank syariah dan mudharib.

2.4. Murabahah

2.4.1 Pengertian Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu, di mana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan mensyaratkan keuntungan yang diharapkan sesuai jumlah tertentu. Dalam akad ini, penjual menjual barangnya dengan meminta kelebihan atas harga beli dengan harga jual. Perbedaan antara harga beli dan harga jual barang disebut dengan margin keuntungan.

Dalam praktek bank syariah, bank merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah.


(54)

50 Menurut Muthaher (2012:58) murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

Pembayaran atas transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau melakukan pembayaran angsuran selama jangka waktu yang disepakati.

Dalam hal pembayaran secara angsuran, pihak bank syariah mengakui hal itu sebagai piutang murabahah. Piutang murabahah adalah tagihan yang timbul dari transaksi jual beli berdasarkan akad murabahah secara angsuran. Selain itu, piutang murabahah juga dapat diklasifikasikan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan piutang.

2.4.2 Syarat Murabahah

Di dalam murabahah terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi. Menurut Antonio (2001:102) syaratmurabahah adalah sebagai berikut :

1. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. 3. Kontrak harus bebas riba.

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.


(55)

Secara prinsip, jika syarat dalam 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :

1. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya,

2. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.

3. Membatalkan kontrak.

Jual beli secara murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya.

2.4.3 Skema Piutang Murabahah

Dalam pembiayaan murabahah, sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang melakukan transaksi jual beli, yaitu bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli barang.


(56)

52 Gambar 2.2

Skema Piutang Murabahah

Keterangan :

1. Bank syariah dan nasabah melakukan negosiasi tentang rencana transaksi jual beli yang akan dilaksanakan. Poin negosiasi meliputi jenis barang yang akan dibeli, kualitas barang, dan harga jual.

2. Bank syariah melakukan akad jual beli dengan nasabah, di mana bank syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Dalam akad jual beli ini, ditetapkan barang yang menjadi objek jual beli yang telah dipilih oleh nasabah, dan harga jual barang.

3. Atas dasar akad yang dilaksanakan antara bank syariah dan nasabah, maka bank syariah membeli barang dari supplier/penjual. Pembelian yang

Bank

Syariah Nasabah

1. Negosiasi & persyaratan 2. Akad jual beli

6. Bayar

Supplier Penjual 3. Beli barang

5. Terima barang & dokumen

4. Kirim barang

Sumber : Ismail (2013:139)


(57)

dilakukan oleh bank syariah ini sesuai dengan keinginan nasabah yang telah tertuang dalam akad.

4. Supplier mengirimkan barang kepada nasabah atas perintah bank syariah. 5. Nasabah menerima barang dari supplier dan menerima dokumen kepemilikan

barang tersebut.

6. Setelah menerima barang dan dokumen, maka nasabah melakukan

pembayaran. Pembayaran yang lazim dilakukan oleh nasabah ialah dengan cara angsuran.

2.5Akuntansi Tabungan Mudharabah

Akuntansi tabunganmerupakan pencatatan untuk semua transaksi yang terkait dengan tabungan, yang meliputi setoran, penarikan, dan pemindah bukuan (Ismail, 2010:50).

Perlakuan akuntansi tabungan adalah :

a. Saldo tabungan dinilai sebesar jumlah kewajiban bank kepada pemilik tabungan. Saldo tabungan nasabah dicatat dalam kelompok kewajiban, karena tabungan nasabah merupakan utang bagi bank yang sewaktu-waktu bank harus membayarnya tanpa perjanjian.

b. Transaksi tabungan diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh penabung. Pencatatannya sesuai dengan jumlah yang disetorkan atau yang ditarik secara tunai.


(58)

54 c. Setoran tabungan yang diterima tunai pada saat uang diterima, dan setoran kliring diakui pada saat kliring berhasil ditagihkan atau kliring dinyatakan efektif.

d. Bank memberikan bunga tabungan yang besarnya sesuai dengan kebijakan bank masing-masing dan jenis tabungan. Pada umumnya bank memberikan bunga yang diperhitungkan secara harian sesuai dengan saldo pengendapannya.

Menurut Rizal (2014:92),akuntansi untuk tabungan mudharabah dan perhimpun dana bentuk lainnya yang menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola tabungan. PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai pencatatannya.

2.5.1 Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah

Beberapa transksi terkait tabungan mudharabah dapat mengakibatkan bertambahnya saldo tabungan mudharabah. Transaksi tersebut antara lain adalah setoran tunai nasabah, transfer dari kantor cabang lain ke rekening nasabah,


(59)

transfer dari bank lain ke rekening nasabah, dan penerimaan bagi hasil mudharabah ke rekening nasabah (Rizal, 2014:93).

Berikut ini adalah ilustrasi yang mengakibatkan bertambahnya rekening tabungan mudharabah nasabah.

Tabel 2.2 Contoh Kasus 1

Kasus 1 Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah

01 Jan 2015 Ursila, nasabah BSM menerima setoran tunai pembukaan tabungan mudharabah sebesar Rp 3.500.000.

08 Jan 2015 Ursila, mentransfer sebesar RP 500.000. dari rekeningnya ke rekening tabungan BSM cabang petisah

17 Jan 2015 Ursila menerima kiriman dari rekening giro nasabah Bank Muamalat sebesar Rp 500.000.

31 Jan 2015 Ursila menerima bagi hasil tabungan mudharabah dari BSM sebesar Rp 20.000.


(60)

56 Tabel 2.3

Jawaban Kasus 1

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/01/15 Db Kas 3.500.000

Kr Tabungan Mudharabah 3.500.000

08/01/15 Db RAK cabang petisah 500.000

Kr Tabungan Mudharabah 500.000

17/01/15 Db Giro pada Bank Indonesia 500.000

Kr Tabungan Mudharabah 500.000

31/01/15 Db Hak pihak ketiga atas bagi hasil

20.000

Kr Tabungan Mudharabah 20.000

Untuk transaksi yang bersifat antarkantor, dalam praktik perbankan biasa digunakan rekening sementara dengan nama rekening antar kantor (RAK), seperti dapat dilihat pada jurnal tanggal 8 januari 2015. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antarbank yang berbeda, biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi oleh Bank Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Mekanisme ini biasa disebut dengan kliring. Pada transaksi


(61)

kliring, semua penerimaan dari atau pembayaran kepada bank lain dilakukan melalui rekening giro pada Bank Indonesia, seperti yang terlihat pada jurnal transaksi tanggal 17 januari 2015.

2.5.2 Transaksi Pengurangan Tabungan Mudharabah

Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan berkurangnya saldo tabungan mudharabah adalah penarikan tunai oleh nasabah, transfer ke rekening lain pada bank yang sama, transfer ke nasabah bank lain, serta penarikan biaya administrasi tabungan, pajak, dan lainnya oleh bank (Rizal,2014:94).

Berikut adalah ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkutangnya saldo rekening tabungan mudharabah nasabah.

Tabel 2.4 Contoh Kasus 2

Kasus 2 Transaksi Pengurangan Saldo Rekening Tabungan Mudharabah 01 Januari

2015

Ursila, nasabah BSM cabang gajahmada medan menarik tunai tabungan mudharabah sebesar Rp 1.500.000.

08 Januari 2015

Ursila, mentransfer sebesar Rp 500.000 dari rekeningnya ke rekening tabungan nasabah BSM cabang petisah.

17 Januari 2015

Ursila, menstransfer sebesar Rp 250.000 dari rekeningnya ke rekening giro nasabah Bank Muamalat.


(62)

58 31 Januari

2015

Potongan tabungan mudharabah Ursila untuk administrasi tabungan sebesar Rp 2.000 dan pajak sebesar Rp 4.000 (20% dari bagi hasil yang diterima sebesar Rp 20.000 pada transaksi kasus 1 di atas).

Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Jawaban Kasus 2

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

01/01/15 Db Tab.mudharabah 1.500.000

Kr Kas 1.500.000

08/01/15 Db Tab.mudharabah 500.000

Kr RAK cabang petisah 500.000

17/01/15 Db Tab.mudharabah 250.000

Kr Giro pada Bank Indonesia 250.000

31/01/15 Db Tab.mudharabah 2.000

Pendapatan administrasi tab.mudharabah

2.000

Db Tab.mudharabah 4.000

Titipan kas negara-pajak tabungan 4.000


(63)

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Bambang Santoso

(2004)

Analisis Sistem Pembiayaan

Murabahah Pada Bank BNI Syariah Cabang Medan

Seluruh rangkaian prosedur aplikasi pembiayaan

murabahah di BNI syariah telah berjalan dengan baik. Struktur pengendalian

intern berjalan dengan baik ditandai dengan adanya pemisahan

batas dan wewenang di BNI

Syariah.

Kelemahan yang ditemukan


(64)

60 sulitnya mendapatkan nasabah yang potensial dan dapat dipercaya.

2. Hasri Maulina

(2005)

Analisis

Penerapan Sistem Pembiayaan

Murabahah pada PT. BPR Gebu Prima Medan

Pembiayaan

murabahah pada PT. BPR Syariah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, baik dalam sistem penerpan,

pengakuan dan pengukuran yang diperoleh.

3. Widhayanti

(2005) Analisis Efektivitas Pembiayaan Murabahah pada PT. Bank Prosedur operasional, administrasi dan aplikasi kinerja pembiayaan


(65)

SUMUT Syariah Cabang Medan

murabahah pada PT. Bank SUMUT Syariah

telah berjalan dengan efektif.

4. Liesma Maywarni

Siregar (2005)

Analisis

penerapan sistem pembiayaan

transaksi

murabahah yang diterapkan BPRS Syariah Al-Washliyah Medan

Sistem pembiayaan

murabahah telah sesuai dengan PSAK 59 yang menyatakan

bahwa dalam murabahah, bank bertindak sebagai penjual, dansabah bertindak sebagai pembeli atas barang tersebut dalam akad menjadi objek pembiayaan


(66)

62 dengan nilai pembiayaan

sebesar harga pokok ditambah margin yang dkenakan bank.

5. Nursamian

Simbolon (2007)

Penerapan Standar Akuntansi

Keuangan No.59 tentang Akuntansi Perbankan

Syariah pada BNI Syariah Cabang Medan

BNI dalam menghimpun

dana sari nasabah

terdiri dari tabungan,

deposito, wadiah. Seluruh produk pembiayaan

sudah berjalan dengan ketentuan

yang telah ditetapkan.

Tabel 2.6Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun letak perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang adalah pada variabel serta objek


(67)

penelitiannya. Peneliti terdahulu menggunakan variabel pembiayaan Murabahah dalam judul penelitiannya dan kebanyakan melakukan objek penelitian langsung pada perusahaan yang dituju. Sedangkan penulis sekarang menggunakan variabel Pendapatan Tabungan Mudharabah¸ Murabahah, dan Perlakuan Akuntansinya dan melakukan penelitian pada Bursa Efek Indonesia dimana terdapat perbankan syariah didalamnya.

2.7Kerangka Konseptual

Dalam melihat hubungan antara berbagai variabel, kerangka konseptual akan membantu menggambarkan hubungan yang dimiliki dari variabel yang ingin diketahui. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Mengacu kepada dasar dan landasan teori, serta penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :


(68)

64 Gambar 2.7

Kerangka Konseptual

Penelitian ini mengenai pengaruh Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah dan Perlakuan Akuntansi terhadap Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana hasil penelitian terdahulu masih terdapat perbedaan. Pemilihan kedua variabel independen tersebut didasarkan pada teori dan penelitian terdahulu. Dengan demikian, penelitian ini adalah penelitian replikasi yang menguji kembali pengaruh Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah, dan Perlakuan Akuntansi terhadap Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2014.

Bank Syariah

Beberapa Produk Utama Bank Syariah

- Mudharabah - Murababah

Perhitungan Pendapatan Mudharabah

Perlakuan Akuntansi Penerapan Murabahah

Analisis PSAK 105 dan PSAK

102


(69)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dengan di awali berdirinya Bank Syariah pada tahun 1992 oleh bank yang di beri nama dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan sistem syariah, kini bank yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat mempesonakan.

Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tanwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syariah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan dibahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang belangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.

Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah menurut mereka, hanyalah produk-produk pada bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran teorinya saja, sedangkan prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi


(70)

13 pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi barometer bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut lebih disebabkan pada tuntutan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan dengan basis pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan bagi bank syariah.

Agar bagaimana sistem bagi hasil menjadi karakteristik operasional bank syariah, tentunya banyak hal yang harus dibenahi dan dipersiapkan, disamping perbaikan pada sistem, jaringan dan manajemen, mempersiapkan sumber daya manusia yang paham dan mengerti ekonomi dan keuangan syariah, baik teori dan praktek merupakan kondisi mendasar bagi bank syariah untuk dipersiapkan.

Penghimpunan dana masyarakat diperbankan syariah menggunakan instrumen yang sama dengan penghimpun dana pada perbankan konvensional, yaitu instrumen giro, tabungan, dan deposito. Ketiga jenis ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK). Kendati menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja masing-masing instrumen penghimpun bank konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpun dana syariah terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan oleh bank konvensional dalam memberikan keuntungan kepada nasabah. Ketentuan tentang larangan haramnya menggunakan mekanisme bunga bagi bank syariah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam fatwa Nomor 1 tentang Giro, Nomor 2 tentang Tabungan, dan Nomor 3 tentang Deposito (Rizal, 2014:25).


(71)

Pada masing-masing fatwa tersebut, juga difatwakan mekanisme alternatif yang dibenarkan prinsip syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang Giro, disebutkan bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan prinsip syariah adalah giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000 tentang Tabungan, mekanisme tabungan yang dibenarkan bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Adapun untuk deposito, dinyatakan dalam fatwa DSN Nomor 3 Tahun 2000, bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Oleh karena mekanisme penghimpun dana pihak ketiga hanya mengenal dua jenis, yaitu wadi’ah (titipan) dan mudharabah (bagi hasil), secara teori pengklasifikasian penghimpun dana di bank syariah didasarkan pada penghimpunan berdasarkan wadi’ah dan dana penghimpunan berdasarkan mudharabah.

Tabungan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sama halnya dengan giro, mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh DSN bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Tabungan mudharabah harus mengikuti ketentuan mudharabah yang ditetapkan DSN, sedangkan tabunganwadi’ah harus mengikuti ketentuan wadi’ah yang difatawakan


(72)

15 DSN. Dalam praktik perbankan syariah di Indonesia, sebagian besar bank syariah menggunakan skema tabungan mudharabah.

Pada prinsipnya, dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan tetapi agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalam akad. Sedangkan pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian, kerugian financial menjadi tanggungan pemilik dana.

Prinsip pembagian hasil mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (groos profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Adapun dalam bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana modal mudharabah.

Pembayaran imbalan bank syariah kepada deposan (pemilik dana) dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank sebagai mudharibatas pengelolaan mudharabah tersebut, apabila bank syariah


(1)

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Hotmal Ja’far, MM., Ak, MM, Ak yang juga selaku dosen

pembimbing telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, bantuan, dan motivasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Yang telah Memberikan Ilmunya dan Wawasan Kepada penulis. Dan staf-staf bagian Akademik, staf keuangan, staf jurusan dan staf perpustakaan yang selalu melayani mahasiswa.

6. Orangtua yang sangat saya cintai Bapak Syukri Tanjung dan Ibu Zuraini Marbun dan juga abang saya Syainal Tanjung, Narsa Tanjung, dan Raynul Tanjung, Spd.

7. Teman akrab saya Rizky Ramadhan Piliang, Ridwan , Varamita Agustina, Habibullah, Rahmasnyah, Andri Caniago, Aziz, Hendra, Arfah, Indah Nasriah Tanjung, dan Adela Friska Tanjung.

8. Teman terbaik sampai sekarang Ira Yulia Syam, Jauhar An-nahya, Abdurrahman, Dina, Ryen, Popi, Denni, Saskia, Indah, Farida, Riza, Rasyid, Muhib, Fitri, Mardatillah, Karin, Sartika Maha, Renzy, M Aldy Nazam, Gita, Yunus, dan Almira.


(2)

9. Seluruh teman – teman HMI FEB USU, Akuntansi 2012 dan pihak – pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengulasan skripsi. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2016 Penulis,

Ismail Habib NIM : 120503022


(3)

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitiandan Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Tinjauan Teoritis ... 13

2.1.1 Pengertian, Dasar Falsapah, dan Hukum Bank Syariah ... 13

2.1.2 Arti Perbankan Syariah ... 13

2.1.3 Dasar dan Falsapah Bank Syariah ... 14

2.1.4 Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia ... 16

2.1.5 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank konvensional ... 24

2.2 Ruang Lingkup Mudharabah ... 28

2.2.1 Pengertian Mudharabah ... 28

2.2.2 Landasan Syariah ... 29

2.2.3 Jenis-jenis Mudharabah ... 30

2.2.4 Aplikasi dalam Perbankan ... 32

2.2.5 Manfaat Mudharabah ... 33

2.2.6 Resiko Mudharabah ... 33

2.3 Pengertian Pendapatan Bagi Hasil dan Skema Mudharabah 34 2.3.1 Pengertian Pendapatan Syariah ... 34

2.3.2 Skema Mudharabah ... 36

2.4 Murabahah ... 38

2.4.1Pengertian Murabahah ... 38

2.4.2 Syarat Murabahah ... 39

2.4.3 Skema Piutang Murabahah ... 40

2.5 Akuntansi Mudharabah ... 42

2.5.1 Transaksi Penambahan Tabungan Mudharabah ... 43


(4)

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 48

2.7 Kerangka Konseptual ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Skala Pengukuran Variabel ... 54

3.3 Popoulasi dan Sampel Penelitian ... 54

3.4 Jenis Data ... 57

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 57

3.6 Teknik Analisis ... 58

3.6.1 Metode Deskriptif ... 58

3.6.2 Metode Komparatif ... 58

BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1 Deskripsi Data Penelitian ... 59

4.2 Hasil Analisis Data ... 60

4.2.1 Statistik Deskriptif ... 60

4.3 Perhitungan Bagi Hasil Pada Bank Syariah di BEI... 61

4.3.1 Data Bagi hasil Tabungan Bank Syariah di BEI ... 62

4.3.2 Menentukan Keuntungan Bagi Hasil Bank dengan Nasabah Penabung Bank Syariah Di BEI ... 64

4.3.3 Tabungan Mudharabah ... 65

4.3.4 Perlakuan Akuntansi Tabungan Mudharabah ... 67

4.4 Murabahah ... 69

4.4.1 Pencatatan Akuntansi Murabahah ... 71

4.5 Perlakuan Akuntansi Murabahah ... 72

BABV KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77


(5)

DAFTAR TABEL

No. Tabel JudulTabel Halaman

2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional ... 25

2.2 Contoh Kasus 1 ... 44

2.3 Jawaban Kasus 1 ... 45

2.4 Contoh Kasus 2 ... 46

2.5 Jawaban Kasus 2 ... 47

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 48

3.1 Daftar Populasi Penelitian ... 55

3.2 Daftar Sampel Penelitian ... 56

4.1 Sampel Bank Umum Syariah ... 59

4.2 Statistik Deskriptif ... 60

4.3 Data Bagi Hasil Tabungan Bank Syariah ... 62

4.4 Data Tabungan Mudharabah Bank Umum Syariah ... 65

4.5 Kasus I ... 67

4.6 Kasus II ... 68

4.7 Laporan Keuangan Murabahah ... 69

4.8 Pencatatan Murabahah ... 71


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah ... 37

2.2 Skema Piutang Murabahah ... 41

2.3 Kerangka Konseptual ... 53

4.1 Tingkat Pertumbuhan Bagi Hasil Bank Syariah di BEI ... 63

4.2 Tingkat Pertumbuhan Saldo Tabungan Mudharabah Bank Syariah Di BEI ... 66