Berdasarkan hasil isolasi gambar 3, diperoleh bahwa sampel dari ketiga penjual jamu menunjukkan hasil negatif. Hasil isolasi menunjukkan
tidak ada pertumbuhan bakteri Salmonella spp. seperti yang terlihat pada kontrol positif yaitu tidak ada pertumbuhan koloni transparan.
3. Uji konfirmasi keberadaan Salmonella spp pada sampel jamu kunyit asam
Uji konfirmasi bertujuan untuk memastikan dan menegaskan bahwa koloni bakteri yang tumbuh dalam media isolasi SSA adalah bakteri
Salmonella spp. Uji konfirmasi ini terdiri dari uji fermentasi gula-gula atau uji karbohidrat uji fermentasi glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa, uji
sulfur, uji indol, uji motilitas, uji sitrat, dan uji katalase. Namun, dalam penelitan ini tidak dilakukan uji-uji tersebut karena dari hasil pengkayaan dan
isolasi bakteri Salmonella menunjukkan hasil negatif tidak tumbuh bakteri Salmonella spp.. Media Rappaport-Vassiliadis Broth dan media SSA
merupakan media yang selektif untuk bakteri Salmonella spp. sehingga jika pada tahapan pengkayaan dan isolasi memberikan hasil negatif untuk
pertumbuhan Salmonella, maka tidak perlu dilakukan uji konfirmasi. Bakteri- bakteri yang bisa tumbuh dalam media SSA selain Salmonella adalah spesies
Shigella, Proteus, dan Citrobacter. Namun, untuk memastikan keberadaan bakteri-bakteri tersebut perlu dilanjutkan dengan uji yang sesuai dengan
karakteristik bakteri-bakteri tersebut. Uji konfirmasi dapat dilakukan bila ada tumbuh bakteri dalam media isolasi SSA, namun karena hasil isolasi bersih
atau tidak terdapat pertumbuhan bakteri gambar 4 maka uji konfirmasi tidak perlu dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel jamu
kunyit asam dari ketiga penjual jamu di desa Ngawen bersih atau terbebas dari kontaminasi bakteri Salmonella spp.
Proses pembuatan jamu yang dilakukan oleh ketiga penjual jamu di desa Ngawen dapat dikatakan sebagian besar prosedurnya telah sesuai dengan
CPOTB sehingga memungkinkan jamu terhindar dari kontaminasi mikroba. Kontaminasi mikroba dapat bersal dari tanah yang merupakan tempat tumbuh
bahan baku, air yang digunakan, alat-alat yang kurang bersih, dan lingkungan tempat produksi. Kebersihan bahan baku, tempat penyimpanan, tempat
pengolahan, dan pengemasan juga berperan penting dalam meminimalkan kontaminasi mikroba. Bahan baku yang digunakan oleh penjual jamu untuk
membuat jamu kunyit asam adalah rimpang kunyit dan buah asam jawa, serta air dan gula jawa sebagai bahan tambahannya. Kunyit dan asam yang
digunakan adalah yang masih segar, dapat dilihat dari penampakan kulit kunyit yang tidak berjamur dan kulit asam yang tidak pecah. Tempat penyimpanan
bahan baku adalah tempat yang kering dan sejuk. Dalam proses pembuatannya, bahan baku yang telah dikupas dan dicuci bersih dengan air mengalir sebanyak
2 kali diletakkan dalam baskom kering dan bersih. Bahan kunyit ditumbuk dengan menggunakan lumpang dan alu sedangkan buah asam direndam dengan
air hangat. Buah asam yang telah direndam selanjutnya direbus bersama dengan kunyit dan ditambahkan gula jawa sebagai pemanis. Proses pemanasan
jamu kunyit asam yang dilakukan oleh penjual jamu adalah selama 15-20 menit. Selanjutnya jamu yang sudah jadi disaring dan dituangkan dalam botol
kaca sehingga kehigienisan jamu tetap terjaga. Penjual melakukan proses
produksi di dapur sendiri dan alat-alat yang digunakan seperti baskom, lumpang, alu, panci, penyaring, pengaduk, serta corong dan botol kaca telah
dicuci hingga bersih terlebih dahulu sebelum digunakan. Dengan demikian, kesesuaian cara pembuatan dan pengolahan jamu
kunyit asam oleh ketiga penjual jamu di desa Ngawen dengan CPOTB menurut BPOM 2005 dapat menjaga kehigienisan, keamanan dan kualitas jamu kunyit
asam serta meminimalkan cemaran mikroba.
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN