BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Hemaglutinasi Inhibisi HI
Uji HI serum I terhadap antigen H5N1 menunjukkan bahwa pada dua minggu setelah vaksinasi ke dua telah dapat dideteksi terbentuknya antibodi pada
hewan yang divaksinasi Tabel 4. Rata-rata titer antibodi yang terukur sebesar 2
6,75
pada kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N1, dan 2
1,5
pada kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N2. Titer antibodi pada kelompok
marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 menunjukkan adanya peningkatan menjadi sebesar 2
3
setelah vaksinasi ke dua. Namun pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 justru mengalami penurunan menjadi 2
5,75
. Pada akhir pengamatan produksi antibodi mencapai puncaknya, yaitu 2
8,75
pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 dan 2
6,75
pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N2.
Tabel 4 Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi Titer Antibodi terhadap Antigen Virus H5N1 pada Kedua Kelompok Perlakuan.
Kelompok Hewan
Sampel Titer Antibodi pada Uji HI ke-
log 2 I
II III
Vaksin H5N1
Vaksin H5N2 A
B C
D Rata-rata
A B
C D
Rata-rata 9
7 6
5 6,75
1 2
- -
1,5 6
6 5
6 5,75
4 2
3 3
3 11
7 8
9 8,75
7 7
7 6
6,75
Uji HI ke tiga dilakukan terhadap serum yang diambil pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen H5N1 dan H5N2 inaktif tanpa adjuvan.
Penyuntikan antigen tanpa adjuvan dengan rute intravena ini bertujuan untuk menggertak produksi antibodi guna mendapatkan titer antibodi yang setinggi-
tingginya, yang selanjutnya akan dimurnikan untuk digunakan dalam penelitian lebih lanjut.
Hasil rata-rata uji HI pertama, kedua, dan ketiga terhadap antigen H5N1, memperlihatkan bahwa kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1
memperlihatkan respon produksi antibodi yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang divaksinasi dengan vaksin H5N2, dengan capaian titer antibodi
akhirnya sebesar 2
8,75
, yang dicapai pada satu minggu setelah penyuntikan antigen virus H5N1 secara intravena. Sementara itu kelompok marmot yang divaksinasi
dengan vaksin H5N2 memperlihatkan produksi antibodi yang lebih rendah, dengan capaian titer tertinggi sebesar 2
6,75
, yang dicapai pada satu minggu setelah penyuntikan antigen virus H5N2 secara langsung intravena. Hasil rata-rata dari
ketiga kali uji HI terhadap antigen H5N1, secara umum memperlihatkan adanya peningkatan produksi antibodi dari kedua jenis vaksin yang digunakan pada tiap
periode vaksinasi, walaupun pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 terjadi sedikit penurunan produksi antibodi dari hasil vaksinasi ke
dua. Rata-rata hasil uji HI pertama, ke dua, dan ke tiga terhadap antigen virus H5N1 terlihat pada Gambar 1.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
I II
III
Uji HI Titer Antibodi Terhadap Virus H5N1
log 2
H5N1 H5N2
Gambar 3 Grafik Hasil Rata-Rata uji HI I, II, dan III dari Dua Kelompok Marmot yang Divaksinasi dengan Vaksin H5N1 dan H5N2.
Pada kelompok marmot yang divaksinasi dengan vaksin H5N1 produksi antibodi sudah mencapai 2
6,75
pada dua minggu setelah vaksinasi, namun pada satu minggu setelah vaksinasi ke tiga nilainya turun menjadi 2
5,75
, kemudian pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen H5N1 tanpa adjuvan nilainya
kembali naik mencapai 2
8,75
. Penurunan produksi antibodi pada satu minggu setelah vaksinasi ke tiga terjadi karena pada saat vaksinasi ke tiga tersebut
dilakukan, titer antibodi dalam tubuh marmot masih tinggi. Tingginya titer antibodi inilah yang justru menyebabkan vaksinasi ke tiga menjadi kurang efektif,
karena titer antibodi yang tinggi akan menetralisasi antigen yang berasal dari vaksin, sehingga antigen dari vaksin tersebut menjadi tidak efektif dalam
merangsang sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indriani
et al. 2005 tentang pengembangan prototipe vaksin inaktif AI H5N1 isolat lokal. Dari penelitian
tersebut diketahui bahwa vaksinasi yang dilakukan pada ayam yang berumur satu dan dua minggu ternyata memberikan respon antibodi yang kurang baik. Hal
tersebut disebabkan karena masih adanya pengaruh antibodi maternal bawaan spesifik yang diberikan induknya, dimana antibodi tersebut baru akan sangat
rendah ketika ayam berumur tiga minggu. Indriani et al. 2005 juga menyatakan
bahwa untuk mendapatkan hasil vaksinasi yang baik dan efektif pada ayam, maka vaksinasi sebaiknya dilakukan pada ayam yang telah berumur tiga minggu,
dimana status antibodinya mendekati nol. Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan vaksinasi, terutama
jika akan dilakukan vaksinasi ulang booster, baik untuk tujuan mendapatkan
antibodi ataupun untuk memberikan proteksi terhadap penyakit pada hewan, perlu dilakukan kajian untuk menentukan jarak waktu antara vaksinasi satu dengan
vaksinasi berikutnya guna menjamin efektifitas dari suatu tindakan vaksinasi dengan tetap mempertahankan status protektif apabila tujuannya untuk
memberikan proteksi dari antibodi dalam tubuh hewan yang akan divaksinasi. Antibodi selalu bersifat spesifik terhadap antigen tertentu Wibawan
et al. 2003, demikian juga dalam penelitian ini, vaksinasi dengan vaksin H5N1 akan
menghasilkan antibodi poliklonal terhadap antigen H5N1, dan vaksinasi dengan vaksin H5N2 akan menghasilkan antibodi poliklonal yang spesifik terhadap
antigen H5N2. Uji HI serum pertama dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 terhadap antigen H5N2 sudah menunjukkan titer antibodi
yang tinggi, yaitu mencapai 2
9
, dengan rata-rata sebesar 2
7,5
. Antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi dengan vaksin H5N2 ini ternyata dapat bereaksi silang
terhadap antigen H5N1, hal ini ditunjukkan dari hasil uji HI serum I terhadap antigen H5N1 pada kelompok tersebut memberikan hasil positif, dengan nilai
sebesar 2
1,5
. Reaksi silang tersebut terjadi karena antigen yang yang digunakan dalam vaksin memiliki kesamaan jenis protein H hemaglutinin terhadap antigen
yang digunakan dalam uji HI, yaitu H5. Titer antibodi yang teramati pada uji HI pertama terhadap antigen H5N1 terbilang sangat rendah apabila dibandingkan
dengan hasil uji HI terhadap antigen H5N2. Hal tersebut disebabkan karena antibodi yang diperoleh dari vaksinasi bukan merupakan antibodi yang spesifik
terhadap H saja, tetapi juga terdapat antibodi terhadap protein N. Menurut Lee et
al. 2006, adanya antibodi homolog terhadap protein N tertentu dapat menyebabkan terjadinya hambatan
steric dalam uji HI, antibodi terhadap protein N juga dapat berpengaruh secara nonspesifik terhadap protein H yang mendorong
pada penghambatan nonspesifik dan kemungkinan kesalahan identifikasi isolat. Menurut Asmara 2007 neuraminidase N memiliki peranan membantu virus
Avian Influenza untuk berikatan dengan membran sel inang. Sehingga adanya antibodi homolog terhadap protein N ini akan menyebabkan penurunan
kemampuan virus avian influenza untuk berikatan dengan sel target. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan titer antibodi dari kelompok marmot
yang divaksinasi dengan vaksin H5N2 pada uji HI terhadap antigen H5N1. Titer antibodi dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2
menunjukkan adanya peningkatan pada uji HI ke dua atau satu minggu setelah vaksinasi ke tiga, menjadi sebesar 2
3
. Pada akhir pengamatan uji HI terhadap antigen H5N1 dari kelompok hewan yang divaksinasi dengan vaksin H5N2,
diperoleh titer antibodi yang cukup tinggi, yaitu mencapai rata-rata sebesar 2
6,75
, pada satu minggu setelah vaksinasi dengan antigen tanpa adjuvan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi dengan vaksin H5N2 dapat digunakan dalam pembuatan antibodi standar untuk H5N1.
4.2 Uji Agar Gel Presipitasi AGP