Model of Small Holders Dairy Cattle Waste Pollution at Several Natural Physical and Economic Social Conditions
MODEL PENCEMARAN LIMBAH PETERNAKAN
SAPIPERAHRAKYATPADABEBERAPA
KONDISI FlSlK ALAMI DAN SOSIAL EKONOMl
(Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah)
DOSO SARWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
DOSO SARWANTO. Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat
pada Beberapa Kondisi Fisik Alami dan Sosial Ekonomi (Studi kasus di Provinsi Jawa
Tengah). Dibimbing oleh M. SRI SAENI, HAOl S. ALIKODRA, BUNASOR SANIM,
dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Peternakan sapi perah mempakan salah satu sumber pencemar Iingkungan di
seMor pertanian. Petemakan sapi perah di Indonesia sebagian besar dikelola dalam
bentuk petemakan rakyat yang dalam pemeliharaannya lebih memperhalikan
produMivitas ternak dengan rnengesampingkan pertimbangan ekologis.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dan mengetahui perilaku
pencemaran limbah sapi perah terhadap kualitas air bersih dan tingkat kebauan pada
wilayah dengan kondisi fisik alami dan sosial ekonomi yang berbeda. Penelitian ini
juga menentukan pengelolaan limbah ternak yang sesuai dengan keadaan petemak di
setiap wilayah. Model disusun berdasahn komponen keadaan temak, kondisi
lingkungan dan keadaan peternak. Data dipemleh dari hasil observasi lapangan,
analisis laboratorium dan kajian pustaka serta data statistik dari instansi terkait.
Penentuan sampel wilayah dari tingkat kabupaten atau kota sarnpai desa terpilih
dilakukan dengan metode gugus bertahap tanpa pengacakan. Simulasi model
dilakukan dengan bantuan program Powesim 2 . 5 ~ .
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) Limbah ternak sap
perah di wilayah fisik alarni rendah dan sosial ekonomi rendah dapat mencemari
lingkungan; 2) pengelolaan limbah untuk wilayah fisik alami tinggi dan sosial ekonomi
tinggi berupa gas bio, wilayah fisik alami tinggi dan sosial ekonomi rendah adalah
dengan menjual limbah keluar lokasi petemakan, wilayah fisik alami rendah dan
sosial ekonomi tinggi dengan pengornposan, sedangkan wilayah fisik alami rendah
dan sosial ekonomi rendah pengornposan yang disertai penjualan limbah ke luar
wilayah; 3) Wilayah fisik alami tinggi berpotensi untuk mewujudkan petemakan sapi
perah fakyat yang berketanjutan, sedangkan wilayah fisik alami rendah ketersediaan
air dan ketersediaan hijauan pakan rnerupakan aspek yang perlu rnendapatkan
perhatian.
ABSTRACT
DOSO SARWANTO. Model of Small Holders Dairy Cattle Waste Pollution at Several
Natural Physical and Economic Social Conditions ( a case study in the Province of
Central Java ). Under the dir&on of M.SRl SAENI, HAOl S.AL1KODRA , BUNASOR
SANIM, and HARTRlSARl HARDJOMIDJOJO.
Dairy cattle farming represent one of environment pollution sources in
agricultural sector. Most of dairy farming's in Indonesia are managed in the forms of
small holder farming's that give more attention to productivity rather than ecological
concerns.
The purpose of this study was to make models and their behavior of dairy cattle
animal waste pollution on clean water quality and degree of smell at several regions
with different natural physical and economic social conditions. This study also
investigated the animal waste management that match with the farmer's condition in
each region. Model compiled based on to component situation of livestock,
environment and farmers condition. Data obtained from result of field observation,
laboratory analysis and literature and also statistical of relevant institution.
Determination of regional sarnpel of sub-province or town until chosen countryside
conducted with multistage sampling without randomization (purposive sampling).
Model simulation with program of Powesim 2 . 5 ~ .
Based on the result of research can be concluded that 1) low natural physical
region and low economic social condition had animal waste can to pollute of
environment,
2) The waste management for the region with high natural physical
and high economic social of bio gas, for regional with high natural phwical and lw
social economics is by selling waste go out ranch location, composting for the region
with low natural physical and high economic social, and composting accompanied by
removing to excess of animal waste for regional with low natural physical and low
economic social, 3) high natural physical region had the potential to realize
sustainable small holder dairy cattle, while low natural physical region the availibility of
water and forage represent aspect which need to get attention.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
Model Pencemaran Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat pada Beberapa
Kondisi Fisik Alami dan So9iai Ekonmi (Studi kasus di Provinsi Jawa
Tengah)
Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikdp dari
karya yang ditemitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pusbka di bagian akhir
disertasi
MODEL PENCEMARAN LIMBAH PETERNAKAN
SAP1 PERAH RAKYAT PADA BEBERAPA
KONDISI FlSlK ALAMl DAN SOSIAL EKONOMI
(Studi Kasus Di Provinsi Jawa Tengah)
OLEH :
DOSO SARWANTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk rnempewleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelohan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi :Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat pada
Beberapa Kondisi Fkik Alami dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus Di
Provinsi Jawa Tengah)
Nama
: Doso Sarwanto
NP M
: P.026010041
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan tingkungan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS
Ketua
Prof. Dr. Ir. Hadi S. A i k d r a , MS
Anggda
Prof. Dr. lr. ~dnasorSanirn. M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Harb-isari Hardjomidioio, DEA
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingku
4d6\
Dr-lr. Suriono H. Sutiahio. MS
Tanggal Ujian : 30 Agustus 2004
Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 20 Januari 1964 sebagai anak
bungsu dad sepuluh bersaudara putra pasangan Kisworo ( a h ) dengan Distiarsi.
Pendidikan dasar hingga perguruan tinggi diternpuh di Purwokerto.
Pendidikan
sarjana di Fakultas Petemakan Universitas Jenderal Soeditman (UNSOED)
Purwokerto, lulus tahun 1988. Pada Tahun 1994, penulis diterima di Program Studi
ltmu Ternak pada Pascasajana Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung dengan
beasiswa TMPD dari DlKTl dan lulus tahun f 996. Selanjutnya penulis rnelanjutkan ke
program Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Aarn dan
Lingkungan, Sekolah Pascasajana IPB tahun 2001 dengan beasiswa BPPS dari
DlKTl.
Penulis pada awalnya bekerja sebagai dosen tetap Yayasan Wijayakusuma
Purwokerto 1989 - 1990. Pada tahun 1991, penulis diangkat sebagai dosen Kopertis
Wilayah VI Jawa Tengah dpk. Fakunas Petemakan Universitas Wijayakusuma
Putwokerto.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala karunia-Nya,
sehingga karya llmiah yang bejudut Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi
Perah Rakyat pada Beberapa Kondisi Fisik Alami dan Sosial Ekonomi berhasil
diseleaikan.
Proses yang sangat panjang mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian sarnpai pembuatan laporan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.1r.M..Sri Saeni, MS, Bapak
Prof.Dr.lr.Hadi S.Alikodra, MS, Bapak Prof.Dr.lr.Bunasor Sanim, M.Sc. dan Ibu
Dr-lr-Harb-isari Hardjomidjojo, DEA selaku Komisi Pembirnbing yang telah banyak
memberikan tuntunan dan bimbingannya. Penulis sampaikan terima kasih kepada
Bapak Prof.Dr.lswanto, SH selaku Rektof Universitas Wijayakusuma Purwokerto yang
telah memberikan ijin dan dukungannya. Penulis juga menyarnpailcan terima kasih
pada beberapa pihak dan instansi di wilayah Provinsi Jawa Tengah atas bantuan dan
kejasamanya yang sangat baik kepada penulis. Ungkapan terima kasih yang tak
terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda Kisworo, istri (Edina) dan anak-anakku
(Swastika dan Radita), serta saudara kandung penulis khususnya mba Kusmiarsi dan
mas S u d j a m atas segala doa dan dukungan serta bantuannya.
Rasa syukur atas selesainya penyusunan Disertasi ini tak lupa penufis
persembahkan kepada Ayahanda (Alm) Kiswom dan Bapak (Am) Prof.drh.R.Djanuar
atas bimbingan dan curahan kasih sayangnya kepada penulis semasa hidupnya.
Pada akhimya harapan penulis adalah karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi yang mernbacanya.
Bogor, Oktober 2004
Doso Sarwanto
4. M d e l Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat dan
Kebijakan Pengeloaan Limbah Temak ......................
.
.
.
.................
a. Wilayah dengan Kondisi Fisik Alami Tinggi dan Sosial Ekonomi Tinggi
I)
uraian konsep model FAtSEt ............................
.
.
.................
2) struktur model FAtSEt .........................
.................................
3) perilaku model FAtSEt ....................
.
..................................
b . Wilayah dengan Kondisi Fisik Alami Tinggi dan Sosial Ekonomi
Rendah ................................ .
............................................................
I)
uraian konsep model FAtSEr ............................
.....................
2) stnrktur model FAtSEr ....................
.
.
.
...............................
3) periiaku model FAtSEr ...............................
.
.
.......................
c. Wilayah dengan Kondisi Fisik Alarni Rendah dan Sosial Ekonomi
Tinggi ........................
.........................................................
1) uraian konsep model FArSEt ..................................................
2) struktur model FArSEt .........................................................
3) perilaku model FArSEt .....................
....
..............................
d. Wlayah dengan Kondisi Fisik Alami Rendah dan Sosial Ekonomi
Rendah ................................................................................
1) uraian konsep model FArSEr ..................................................
2) struktur mcdel FArSEr .......................................................
3) perilaku model FArSEr ...........................
.
.
.
.........................
e. Validasi Model ...................................................................
5. Petemakan Sapi wrah Rakyat yang Berkelanjutan
..........................
a . Wilayah dengan kondisi fisik alarni tinggi dan sosial ekonomi tinggi ..
b . Wilayah dengan kondisi fisik alarni tinggi dan sosial ekonomi rendah
c. Wilayah dengan kondisi fisik alami rendah dan sosial ekonomi tinggi
d . Wilayah dengan kondisi fisik alami rendah dan sosial ekonomi
rendah .............................. .
.................................................
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
1. Simpulan ...............................................................................
2 . S a r a n ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
LAMPIRAN .................................................................................
DAFTAR TABEL
No
Uraian
Halaman
1. Kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Tengah dengan lndeks Konsentrasi
Ternak sapi perah terbesar . . . .... . .... . . . .......
. . . .... ...... . . .... . ..... ... . . . . . ...
2. Penentuan iokasi penelitian berclasarkan kondisi fisik alami ....... . . .... . . ....
3. Penentuan lokasi penelitian berdasahan kondisi sosial ekonomi
. . . .... . . ...
4. Pengelompokan wilayah penelitian bedasarkan kondisi fisik alami dan
sosial ekonomi ..... . .... . . . . . .... . . .........
.... . . .. .... ........ . ..... ........... . . .
.
.
.
5. Hasil pengelompokkan wilayah penelitian berdasahn kondisi fisik alami
dan sosial ekonomi . . . ........ . .... . . ... . . ........ .............. . . .. ... ......,.... . . . .....
.
.
6. Keadaan petemak di wilayah penelitian .. . . . .... . . . . . ... ...... .. .... . . ... .... . . . ..
7. Kondisi lingkungan di wilayah penelitian .... . ........... . . ....... . ..................
8. Keadaan petemak dan penentuan pengelolaan limbah ternak .. . .... . . .... . . .
9. Unsur penyusun model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FAtSEt . . . ..... . .... . . . . . . . . .... . . .... ...... . . .... . ..... . . .... . . ..
10. Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
terhadap lahan mitik peternak sapi perah di wilayah FAtSEt .... . . .... . .. .... . ..
11. Unsur penyusun model pencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FAtSEr . . . . .. .. . .... . . .... . . .... . . ...... . . ........ . . ...... ..... . ..
12. Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEr ...................
13. Unsur penyusun model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FArSEt .. . . . . .... ......... . . ....
....... . . ..,. . .... . . ..... . . .....
14. Ketersediaanlimbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEt . . . .......... . . ....
15 Unsur penyusun model pencernaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FArSEr . ..... .... . . .... . . ...... ...... ..... . . . . .... ..... ....... . . ..
16. Kefersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEr .. . ...... . .... . . . . .
17. Validasi output model pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat
pada berbagai kondisi fisik alami dan sosial ekonomi .... . . .......... . . .... . . ....
18. Rangkuman hasil simulasi petemakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan
. .
..
dl wtlayah peneltt~an..... . ..... . .. ..... . . ...
........ .... ....... . . .... . ..... . , ..., . . ..
.
.
DAFTAR GAMBAR
Uraian
Kerangka pernikiran model pencemaran limbah petemakan sapi
perahrakyat pada beberapa kondisi ftsik alami dan sosial ekonomi
.........
Tahaptahap simulasi model ...........................................................
Peta lokasi penelitian .....................................................................
Diagram lingkar model pencemaran limbsh peternakan sapi perah rakyat...
Diagram alir model pencemaran lirnbah peternakan sapi perah rakyat di
wilayah FAtSEt ............................................................................
Grafrk pencemaran iimbah peternakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
............ .. .....................
air be~sihdi wilayah FAtSEt .....................
.
.
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEt .................
Grafik pencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FAtSEt ....................................
.........................
Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sap4 perah rakyat di
wilayah FAtSEr .............................................................................
Grafik pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air bersih di wilayah FAtSEr ................... .
.
.
.
.................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEr .................
Grafik pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingicat
kebauan di wilayah FAtSEr ............................................................
Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat di
wilayah FArSEt ............................... .
.
.........................................
Graf~kpencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air krsih wilayah FArSEt ..............................................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEt .................
Grafik pencernaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FArSEt .............................................................
17. Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat di
wilayah FArSEr .............................................................................
Graftk pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air bersih di wilayah FArSEr ............................................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
temadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEr .................
Grafik pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FArSEr .............................................................
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FAtSEt .......
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FAtSEt
............
Grafik produksi susu di wilayah FAtSEt ...........................................
Graf~kketersediaan air di wilayah FAtSEt ......................................
Grafik populasi sapi perah dan daya tampung ternak di wilayah FAtSEt ...
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FAtSEr .......
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FAtSEr ............
Grafik produki susu di wilayah FAtSEr ...........................................
Grafik dan ketenediaan air di wilayah FAtSEr ..........................................
Grafik populasi sapi perah dan daya tampung ternak di wilayah FAtSEr ...
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FArSEt .........
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FArSEt .............
Grafik produksi susu di wilayah FArSEt
.............................................
Grafik ketersediaan air di wilayah FArSEf .........................................
Grafik populasi sapi perah dart daya tampung ternak di wilayah FArSEt ...
Diagram alif model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FArSEr ........
Grafik ketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FArSEr .............
Grafik produksi susu di wilayah FArSEr
...........................................
Grafik ketersediaan air di wilayah FAFSEr ...........................................
40. Grafikpopulasi sapi perah dan daya tarnpung temakdi wilayah FArSEr ...
DAFTAR LAMPIRAN
No
Uraian
Halaman
Komposisi nutrient bahan pakan sapi perah pada beberapa wilayah . . ... . ...
Penghitungan biaya Fansum dan keuntungan peternak sapi perah rakyat ...
Persamaan Powersim model pencemaran limbah peternakan sapi perah
rakyat di wilayah FAtSEt ............................
.
....... . . ..........................
Persamaan Powemim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di witayah FAtSEr ..................................................................
Persamaan Powersim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di wilayah FArSEt ..................... .............................................
Persamaan Powenim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di wilayah FArSEr ... ...... ....... ... . . .. . . . . .... . ..... . . . , .... .... . . ..... . ...,., ...
Persamaan Powemim model peternakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FAtSEt .... . . .... . ........ . . .......... . . ... . . . . .... ..........
Persamaan Powemim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FAtSEr ......................... . . .... . . .. . . . . .... . ............
Persamaan Powersim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FArSEt .......... . . . . . .... . ... ..... .. ... . . . .... . .... ....... . . .. .
Persamaan Powersim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FArSEr .. .. ....... . . ..... . ....... . . .... . ... , , , , .... . .... .....
Hasil sirnulasi nilai BOD di wilayah penelitian ........................................
Hasil simulasi kadar nitrit di wilayah penelitian . . . .... . . . . . ..... ... . .............. ... .
Hasil simulasi kadar nitrat di wilayah penelitian .... . . .... . . ....... ... . . ....... . .. . . ..
Hasil simulasi kadar NH3di wilayah penelitian .... . . .... . . ..... . ..........
.
....... .
15. Hasil simulasi kadar H& di wilayah penelitian . . . . . . .... . . ...... .... . . .... . . .... . . ..
149
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di behagai negara, petemakan sapi perah merupakan salah satu sumber
pencemar utarna di sub-sektor peternakan. Pernanasan global yang terjadi tidak
terlepas pula dari peran serta petemakan sapi perah yang memberikan kontribusi
bempa emjsi gas rumah kaca seperb
Ca
dan CH4. Limbah temak yang
dihasilkan pada usaha petemakan sapi perah adalah berupa feses dan urine.
Satu ekor sapi perah setiap harinya menghasilkan limbah temak berupa feses
-
sebanyak 30 40 kg dan urine 20 - 25 kg (van Horn et a/. 1994). Limbah temak
mengandung nitrogen dan fosfor yang tinggi. Nitrogen dan fosfor merupakan
unsur hara utama penyebab eutrofikasi yang dapat merangsang perturnbuhan
algae di perairan. Keadaan ini dapat rnengakibatkan gangguan treseimbangan
ekologis dan bahkan dapat rnenyebabkan kematian biota perairan serta merusak
estetika perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi nitrat yang mudah
tercuci dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga akan mencemari air
tanah. Kadar nitrat yang tinggi dapat mengakibatkan methemoglobinemia pada
bayi atau dikenal dengan penyakit bayi biru
(Miner st al., 2000; Saeni 1989).
Feses dan urine sapi perah juga mengandung gas NH3 dan H2S yang
mempunyai bau menyengat, Sehingga akan dapat mengganggu lingkungan
sekitarnya. Hasil penelitian Baliarti ef a/. (1994) menunjukkan bahwa bau yang
ditimbufkan oleh NH, dan H2Sdapat mencapai radius
perah.
Seidl (1999) menyatakan bahwa gas
+ 50 m dari kandang
sapi
NH3 adalah gas yang mudah
menguap ke udara. Konsentrasi NH3di udara tinggi akan diserap oleh stomata
daun yang dapat mengakibatkan tanaman kekurangan kalsium. Hidwen sumda
atau H2S merupakan gas yang dapai mencemari lingkungan. Hal ini dinyatakan
oleh Saeni (1989)
bahwa di atmosfir, hidrogen sulfida (H2S) akan bereaksi
dengan oksigen (Q2) membenttlk air (H20) dan sulfur dioksida (S02)yang
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
saluran
pemafasan
dapat
mengakibatkan iritasi dan sekresi mukus, sehingga akan membahayakan bagi
orang yang mempunyai pernafasan peka terhadap SOz.
Usaha petemakan sapi perah di lndonesia sampai saat ini masih lebih
mernentingkan produkbvitas ternak dengan mengesampingkan pertimbangan
ekologis.
Usaha petemakan sapi perah yang
berkelanjutan
perlu
rnempehatikan aspek lingkungan di dalam proses produksinya. Spedding
(1995) menyatakan bahwa peternakan yang berkelanjutan periu memperhatikan
kelangsungan hidup ternak dan produksi temak serta tidak rnenghasilkan limbah
yang dapat mencemari lingkungan.
Populasi sapi perah di lndonesia menurut DireMorat Jenderal Bina
Produksi Petemakan (2001) telah mencapai 368.490
ekor dengan tingkat
pertumbuhan 4,02% dan produksi susu sekitar 505.000 ton per tahun.
Di
lndonesia sebagian besar usaha sapi perah dipelihara dan dikelola dalam bentuk
peternakan rakyat yang dicirikan antara lain jumiah kepemilikan sapi perah
1 - 3 ekor setiap kepala keluarga, luas lahan yang terbatas, pemeliharaan
dilakukan sendiri dan relatif sedehana, serta kepedulian tehadap lingkungan
yang masih rendah.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Pewnian Nomor
404/kptslOT.2101612002 petemakan rakyat adalah usaha petemakan yang
diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang tidak memerlukan ijin usaha
karena masih di bawah jumlah maksimum yang telah ditentukan, yaitu di bawah
20 ekor.
Menurut Oevendra (1994)
petemakan rakyat menrpakan tulang
punggung sektor pertanian di Asia terrnasuk Indonesia.
Ciri-ciri petemakan
rakyat antara lain petemakan berskala kecil, mempunyai efisiensi ekonomi yang
rendah, keterbatasan Iahan yang dimiliki dan sebagian besar petemak berada di
pedesaan dan pinggiran kota.
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi sapi
perah yang tinggi. Pada tahun 2001 populasi sapi perah mencapai sebanyak
125.936 ekor atau 34,18% dari total populasi di Indonesia. Potensi sapi perah
yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah berpotensi terhadap tingkat pencemaran
lingkungan. Petemakan sapi perah di Provinsi Jawa Tengah sebagian besar
krupa petemakan rakyat yang tersebar di berbagai wilayah yang mempunyai
perbedaan dalam kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
lstilah kondisi fisik
alami dan sosial ekonomi telah digunakan oleh Sutardi (1982) untuk
mengelompokkan wilayah penyebaran petemakan sapi perah di Indonesia.
Kondisi fisik alami adalah hasil penjabaran kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat kepadatan temak.
Kondisi
sosial ekonomi menrpakan penjabaran kondisi masyarakat yang besar
pengaruhnya terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat pendapatan
petemak. Perbedaan kondisi fisik alami dan sosial ekonomi akan menyebabkan
perbedaan keadaan temak seperb jumlah temak dan limbah ternak, kondisi
lingkungan berupa daya dukung alam, dan keadaan petemak seperti perilaku
petemak terhadap penanganan fimbah temak di masing-masing wilayah
berbeda.
Sebagai akibatnya tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah
temak di masing-masing wilayah juga akan berbeda. Pencemamn lingkungan
akibat limbah
petemakan sapi perah rakyat meliputi pencemaran air (800,
NO; ,NO; ) dan pencemaran udara berupa tingkat kebauan (NH3 dan H2S).
Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran limbah temak
adalah
dengan pengelolaan iimbah ternak yang sesuai dengan kondisi masing-masing
wilayah. Penentuan jenis pengelolaan limbah petemakan sapi perah rakyat di
setiap wilayah perlu memperhatikan keadaan petemak, kondisi lingkungan dan
keadaan temak.
Penentuan jenis pengelolaan iimbah yang didasarkan pada
keadaan peternak, kondisi lingkungan dan keadaan ternak di masing-masing
wilayah, diharapkan dapat diterirna dan diterapkan oleh para peternak sapi perah
rakyat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Zahid (1997) menunjukkan bahwa
pencemaran limbah temak sapi perah disebabkan oleh perilaku petemak yang
buruk dalam pengelolaan limbah temak. Perilaku buruk petemak lebih
disebabkan oleh kurangnya kesadaran petemak sapi perah serta keterbatasan
biaya dan lahan yang dimiliki.
Berdasarkan ha1 tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah petemakan sapi perah
rakyat dan upaya pengelolaannya pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial
ekonomi. Supaya tujuan penelitian dapat tercapai tanpa mengubah kondisi dan
keadaan obyek penelitian, maka dilakukan dengan pembuatan model. Menurut
Ford (1999) dan Suratmo (2002) model adalah sebagai pengganti atau
penyedehananaan sistem di alam yang dapat digunakan untuk memudahkan
pengambilan keputusan. Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa tujuan
dilakukan pembuatan model adalah untuk rnernahami gejaia atau proses yang
terjadi serta mararnalkan gejala atau proses tersebut di masa depan. Model
yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
rnemperkirakan tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah ternak sapi perah
pada waktu mendatang dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
penentu kebijakan di sub sektor petemakan dalam upaya rnewujudkan
petemakan sapi perah mkyat yang berkelanjutan.
2. Perurnusan Masalah
Sejalan dengan meningkatnya populasi sapi perah, jurnlah limbah ternak
yang dihasilkan akan sernakin besar. Pada sisi lain daya dukung alam benrpa
ketersediaan air dan penggunaan lahan untuk peternakan sernakin berkurang
akibai jumlah penduduk yang semakin bertambah. Selain itu keadaan petemak
berupa perilaku petemak terhadap penanganan limbah temak yang rendah
rnenyebabkan pencemaran lingkungan ahbat limbah peternakan sapi perah
rakyat akan sernakin terase.
Kondisi fisik alami yang tinggi adalah suatu kondisi dengan keadaan temak
seperti populasi sapi perah dan jurnlah limbah temak yang
rendah, serta
mempunyai daya dukung alam yang tinggi. Hal ini rnenyebabkan tingkat
pencemaran lingkungan akibat limbah petemakan sapi perah menjadi rendah.
Kondisi sosial ekonomi yang tinggi ditunjukkan dengan tingkat pendapatan
petemak yang tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi dapat mengakibatkan
tingginya tingkat kesadaran dan kemarnpuan petemak dalam pengelolaan limbah
temak. Keadaan tersebut diperlihatkan melalui cara penanganan Iimbah temak
yang dilakukan oleh petemak sapi perah. Peternakan sapi perah rakyat di
Provinsi Jawa Tengah tersebar di behagai wilayah yang mempunyai kondisi
fisik alami dan sosial yang berbeda. P e M a a n kondisi fisik alami dan sosial
ekonomi akan rnenyebabkan perbedaan di dalam keadaan temak. kondisi
lingkungan dan keadaan petemak. Perbedaan tersebut menyebabkan tingkat
pencemaran lingkungan akibat limbah temak sapi perah rakyat dan penentuan
jenis pengelolaan limbah di setiap wilayah akan berbeda. Tidak tercemamya
lingkungan oleh limbah temak rnerupakan saiah satu ha1 yang perlu diperhatikan
untuk mewujudkan peternakan yang berkelanjutan.
diperhatikan
untuk mewujudkan petemakan yang
Hal lain yang perlu
krlrelanjutan
adalah
menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat; serta menjamin
kelangsungan hidup temak.
Tingkat
pencemaran lingkungan akibat
limbah ternak dan jenis
pengelolaan limbah temak di setiap wilayah diharapkan dapat dipecahkan
dengan cepat, hemat dan dapat dipertanggungjawabkan rnelalui pembuatan
model. Oleh karena itu masalah yang timbul pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana bentuk model pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat
pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
b. Bagaimana jenis pengelolaan limbah temak yang sesuai dengan keadaan
petemak sapi perah pada txberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
c. Bagaimana merumuskan petemakan sapi perah yang berkelanjutan pada
beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
3. Kerangka Pemikiran
Petemakan sapi perah di Indonesia berkembang dan menyebar pada
berbagai kondisi fisik alami dan sosial ekonomi (Sutardi, f 982). Kondisi fisik
alami adalah hasil penjabaran kondisi lingkungan yang besar pengaruhnya
terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat kepadatan ternak. Kondisi
sosial ekonomi merupakan penjabaran kondisi masyarakat yang besar
pengaruhnya terhadap pencemaran lingkungan seperti tingbt pendapatan
petemak. Rahardjo (1999) menyatakan bahwa keadaan fisik suatu wilayah
berkaitan erat dengan lingkungan fisik dalam berbagai aspek khususnya yang
berkaitan dengan lingkungan geografis antara lain seperti ildim, curah hujan,
tanah, dan topografi.
Variasi dalam perbedaan fisik akan menciptakan pula
perbedaan dalam sistem yang diterapkan. Sedangkan sosial ekonomi lebih
terkait dengan lingkungan masyarakat dan tingkat pendapatan petani.
Populasi sapi perah di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Bina
Produksi Petemakan (2001) telah mencapai 308.490
ekor dengan ting kat
pertumbuhan 4,02% dan produksi susu selritar 505.000 ton per tahun.
Jawa
Tengah rnerupakan salah satu provinsi yang mernpunyai potensi sapi perah
tinggi, pada tahun 2001 populasi sapi perah mencapai sebanyak 125.936 &or
atau 341 8% dari total populasi di Indonesia. Van Horn et al. (1994) menyatakan
bahwa untuk satu ekor sapi perah setiap harinya rata-rata menghasilkan limbah
-
ternak berupa feses sekitar 30 40 kg dan urine 20 - 25 kg.
Limbah temak termasuk buangan organik yang mudah dibusukkan atau
dipecah oleh baMeri dengan adanya oksigen. Tanpa adanya pengelolaan yang
memadai, pembuangan limbah temak ke badan-badan air dapat menurunkan
kadar oksigen terlarut, sehingga badan air akan mengalami defisit oksigen yang
sangat diperlukan oleh biota perairan. Kondisi ini dapat menyebabkan kualitas
air menurun. Limbah ternak juga merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang
rnengakibatkan terjadinya eutrofikasi pada pada badan air yang ditandai
blooming pertumbuhan algae Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan ekologis dan bahkan dapat rnenyebabkan kematian biota perairan
serta merusak estetika perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi
nitrat yang mudah tercuci dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga
akan mencemari air tanah.
Kadar nitrat yang tinggi dapat mengakibatkan
methemo~obinemiapada bayi atau dikenal dengan penyakit bayi biru (Miner et
a/., 2000; Saeni 1989).
Saliarti ef at. (1994) menyatakan bahwa masalah lingkungan yang timbul
sebagai dampak negatif usaha petemakan adalah bau yang ditimbulkan,
mengganggu pemandangan atau estetika dan menjadi bahan pencemar
tehadap air pemukaan dan air tanah.
Menurut Miner
ef al. (2000) tingkat
pencemaran dipengaruhi pula oleh kondisi alarn, sebagai contoh bau yang
ditimbulkan oleh limbah ternak sangat dipengaruhi pula oleh angin, suhu,
kelembaban dan curah hujan.
Rusdi dan Kumani (1994) menyatakan bahwa pengelolaan Iimbah sapi
perah merupakan upaya yang dilakukan dalam menangani limbah berupa limbah
padat yaitu feses dan limbah cair yang berasal dari urine dan air untuk sanitasi.
Tujuan pengelolaan limbah ternak adalah untuk menghindari pencemaran
lingkungan (udara dan air).
Pemilihan sistem pengeloaan limbah ternak
didasarkan pada banyak faktor antara lain biaya, potensi pencemaran air dan
udara, kebutuhan tenaga kerja, pertimbangan lokasi, dan pertimbangan wilayah.
Karena menurut Hadiyanto (2001) setiap wilayah akan mempunyai karateristik,
perilaku dan sikap petemak yang krbeda. Oleh karena itu dalam menentukan
suatu kebijakan pedu mempertimbangkan faktor tersebut.
Spedding (1995)
menyatakan bahwa untuk tercapainya petemakan yang berkelanjutan harus
rnemperhatikan kelangsungan hidup tema k dan produksi ternak serta tidak
menghasilkan limbah yang dapat mencernari lingkungan
Muhammadi et a/. (2001) menjelaskan bahwa pada saat ini analisis
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan metode sistem dinamis berupa
simulasi model.
Simulasi model adalah tiruan perilaku sistem nyata atau
sebenarnya , sehingga analisis dapat dilakuhn lebih cepat, bersifat menyeluruh,
hemat dan dapat dipertanggung~awabkan.Berdasarkan kajian pustaka tersebut,
maka disusun kemngka pernikiran penelitian seperti pada Gambar 1.
L
Petemakan sapi perah rakyat
Tersebar di bebempa wilayah
kondisi fisik alami dan sosial ekonomi
w
Kondisi fisik alami
(kepadatan temak)
Keadaan temak
(populasi dan
ltmbah temak)
I
,
L
Kondisi sosial ekonomi
(tingkat pendapatan petemak)
Kondisi lingkungan
(air, udara, lahan)
Penanganan Cmbah
yang dilakukan
I
1
Petemakan yang
berkelanjutan
Pencemaran
ltngkungan
I
pencemaran
limbah temak
1
(Sumber : Baliarti et al, 1994; Ditjen Peternakan, 2001; Hadiyanto, 2001 ;
Mertrel, 1981; Miner ef at., 2000; Muhammadi et al., 2001 ;
Rahardjo, 1999; Rusdi dan Kumani, 1994; Saeni, 1984;
Speeding, 1995; Sutardi, 1982; van Horn et ai., 1994)
Gambar 1. Kerangka pemikiran model pencemaranan limbah peternakan
sapi perah rakyat pada beberapa kondis i fisik alami dan
sosial ekonomi.
4. Tujuan PenelitIan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Membuat model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat pada
beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
b. Menentukan jenis pengelolaan limbah temak yang sesuai dengan keadaan
petemak sapi perah pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
c. Mewmuskan petemakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan pada beberapa
kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
5. Kegunaan Penelitian
Keberhasilan penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan antara lain
a. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, model yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mernperkirakan tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah
peternakan sapi perah rakyat pada walrtu mendatang.
b. Bagi penentu kebijakan di sub-sektor petemakan, jenis pengelolaan limbah
yang dihasilkan dalarn penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan
dalam mewujudkan peternakan sapi perah mkyat yang
berkelanjutan.
c. Bagi penulis penelitian ini dapat meningkatkan kernandirian dalam melakukan
penelitian dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Feferensi bagi
para peneliti yang mengkaji masalah pengembangan peternakan sapi perah.
TlNJAUAN PUSTAKA
1. Limbah Temak dan Pencemaran
Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001) limbah adalah
sisa suatu usaha atau kegiatan. Sedangkan menurut Rusdi dan Kumani (1994)
limbah adalah hasil buangan pada suatu kegiatan yang tidak diperlukan lagi dan
pada umumnya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
limbah
tersebut dapat berupa limbah padat, limbah cair, dan lirnbah gas. Ketiga macam
Iimbah dapat dihasilkan sekaligus dari suatu kegiatan atau dapat pula secara
kombinasi atau secara sendiri-sendiri.
Limbah petemakan dapat didefinisikan sebagai sernua bahan yang
diekskresikan oleh ternak atau sisa proses produksi peternakan yang tidak
mempunyai nilai guna dan merupakan semua buangan dari usaha peternakan
yang bersifat padat, cair maupun gas. timbah padat adalah semua limbah yang
behentuk padat atau berada dalam fase padat yaitu berupa kotoran ternak
(feses) dan sisa pakan. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan
atau berada dalam fase cair yaitu air seni (urine) dan air untuk kebersihan ternak
dan kandang. Adapun limbah gas adalah semua lirnbah yang berbentuk gas
atau berada dalam fase gas yang biasanya bemubungan dengan lirnbah padat
dan limbah cair. Hal ini disebabkan limbah gas sebagai fase dekomposisi dan'
zat kirnia pada limbah padat dan cair (Merkel, 1981; Soehadji, 1992).
Secara spesifik fimbah ternak dapat dikatakan sebagai kotoran atau tinja
dan urine temak atau yang biasa disebut manum, sedangkan dalam dunia
pertanian limbah peternakan adatah sisa produksi petemakan setelah diambil
hasil utamanya.
Limbah ternak dapat pula dikatakan sebagai bahan yang
diekskresikan temak dan rnerniliki nilai ekonomi yang lebih rendah. Limbah
temak termasuk buangan organik yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh
bakteri dengan adanya oksigen atau sebagai bahan buangan yang mernerlukan
oksigen. Tanpa adanya pengelolaan yang memadai, pembuangan limbah temak
ke badan-badan air dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, sehingga badan
air akan mengalami defisit oksigen yang sangat diperlukan oleh biota perairan.
Kondisi ini dapat menyebabkan kualitas air menurun.
Limbah ternak juga
merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang mengakibatkan tejadinya
eutrofikasi pada pada badan air yang ditandai blooming pertumbuhan algae
Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan keseirnbangan ekologis dan
bahkan dapat menyebabkan kematian biota perairan seda merusak estetika
perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi nitrat yang mudah tercuci
dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga akan mencemari air tanah.
Kadar nitrat yang tinggi akan tereduksi dalam lambung menjadi nitrit yang dapat
mengakibatkan methemoglobinemia pada bayi atau dikenal dengan penyakit bayi
biru (Miner etal.,200; Saeni 1989)
Pembuangan limbah ternak ke dalam lingkungan akan menimbulkan
masalah pencemaran berupa pencemaran air, tanah, udara oleh bau dari gas
tertentu serta dampak yang tidak langsung seperti timbulnya bahaya lafat,
nyarnuk dan tikus ( Juheini, 1999).
Menurut
Webb dan Adas (1999)
pencemaran sumber air oleh adanya limbah temak terjadi melalui perembesan
secara Iangsung atau bertahap melalui tanah.
Di lnggris 31% kejadian
pencemaran air disebabkan oleh limbah temak yang tidak dikelola secara
memadai.
Tingginya kandungan bahan organik dalam limbah ternak dapat
merawni biota air karena kurangnya oksigen akibat tingginya kebutuhan oksigen
oieh mikroba untuk menguraikan bahan organik. BOD lirnbah temak mencapai
10.000 - 20.000 ppm. Namun demikian sifat fisik dan kimia lrnbah tergantung
dari tipe ternak dan manajemen pemeliharaannya.
Selanjutnya Baliarti ef ai. (1494)menyatakan bahwa masalah Iingkungan
yang timbul sebagai dampak negatif usaha petemakan adalah bau yang
ditimbulkan, mengganggu pemandangan atau estetika dan rnenjadi bahan
pencemar terhadap air permukaan dan air tanah.
Timbulnya gangguan
temadap lingkungan hidup manusia sekitar kandang ternak sekarang ini mulai
muncul.
Keluhan masyarakat yang biasanya dirasakan pertama kali adalah
timbulnya bau tidak sedap dari kotoran temak. Berbeda dengan limbah organik
non-ekslaeta, kotoran temak langsung mengeluarkan gas yang menimbulkan
bau tanpa menunggu proses dekomposisi. Akibat proses pencemaan dalam
tubuh temak terbentuklah gas seperti CHp, NH3, dan
H2S dengan
kadar yang
berbeda-beda tergantung jenis temak dan macam bahan pakan yang diben'kan.
Pain (1999) menyatakan bahwa limbah temak mempunyai bau tidak sedap
karena rnerupakan sisa proses metabolisme dan pemecahan bahan o w n i k oleh
mikroorganisme dalarn suasana anaerob yang menghasilkan senyawa antara
lain indol, asam lemak dan arnonia. Surnber bau limbah temak berasal dari
kandang temak, tempat penumpukan dan pembuangan limbah. Laju emisi bau
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : jenis temak, pengeloiaan limbah dan
kondisi Iingkungan.
Untuk mengurangi bau dapat dilakukan dengan digesti
anaerobik atau dengan gas bio. Di lnggris bau yang paling banyak ditimbulkan
berasal dari peternakan babi, unggas dan sapi.
Pada kenyataannya usaha petemakan sapi perah dapat menimbulkan
masalah lingkungan yang krasal dari respirasi, feses serta urine yang
memberikan kontribusi penyebab timbulnya gas rumah kaca seperti C02, CHI,
pencemaran udara karena NH3,pencemaran air permukaan dan air tanah karena
NO; dan fosfor. Kesemuanya mernbutuhkan penanganan dan perhatian serta
biaya yang tinggi (Tamminga, 1992; Berg, 1999).
Menurut Seidl (1999) gas rumah kaca yang dihasillran oleh temak sapi
perah yaitu C02, dan CH4. Gas metana (CH,) dibentuk oleh rnikroorganisme
anaerob yaitu bakteri metanogenik pada proses fermentasi dalam lambung
temak ruminansia, sehingga produksi CH4 sangat tergantung dari kuantitas dan
kualitas pakan.
Selain melalui proses fermentasi dalam Iambung temak
ruminansia, CH4 juga dihasilkan dari proses dekomposisi limbah ternak dalam
suasana anaerob. Pmduksi CH4 dari subsektor peternakan rnencapai sekitar
20,38% ( fermentasi 1553% dan dekomposisi limbah temak 4,85%) dari total
CH4yang dihasilkan.
Hasil penelitian di Jerrnan yang dilakukan Berg (7 999) menunjukkan
bahwa produksi CHI dari sektor pertanian sebesar 30% yang sebagian besar
berasal dari petemakan.
Hal ini didukung oleh Tamminga (1992) yang
rnenyatakan bahwa CH4 yang berasal dari hewan ruminansia sekitar 15 - 25%
yang sebagian berasal dari temak sapi (74%) sisanya (28%) berasal dari temak
domba, kerbau dan ruminansia liar.
Gas ammonia (NH3)di udara sebagian berasal dari temak dan mempunyai
pengaruh kurang baik terhadap lingkungan yaitu berupa bau yang tidak sedap.
Konsentrasi NH3 di udara juga akan mernpenganrhi kualitas tanah, sehingga
akan berdampak pula terhadap tumbuhan (Berg, 1999; Seidl, 1999). Nitrogen
dapat menimbulkan pencemaran pada lingkungan melalui dua cara yaitu dalam
bentuk ammonia di udara dan bentuk nitrat yang terdapat dalam tanah dan air
tanah. Sumber utama penghasil nitrogen pada petemakan sapi perah berasal
dari pupuk dan manure . Di Belanda usaha sapi perah setiap tahunnya terdapat
I01 kg nitrogen hilang berupa NH3 vdatil, 285 kg berupa nitrat dan 30 kg
nitrogen terakumulasi di dalam tanah.
Sebagian nitrat menyebabkan
pencemaran air tanah, sehingga air menjadi tidak layak untuk diminurn, karena
)radar nitrat mencapai lebih 11,3 ppm (Tamminga, 1992).
Selanjutnya Saeni
(1989) menjelaskan bahwa pencemaran nitrat dari
beberapa air permukaan dan air tanah telah menjadi masalah utama di beberapa
daerah perbnian. Walaupun pupuk telah dinyatakan sebagai
sumber
pencemaran, kenyataan lain rnenunjukkan bahwa kandang temak juga
rnerupakan sumber pencemar nitrat. Pada beberapa petemakan sapi ternyata
sapi jantan dapat menghasilkan feses lebih dad 18 kali kotoran manusia,
sehingga menyebabkan pencemaran air dengan tingkat yang tinggi di suatu
daerah yang populasi penduduknya sedikit.
Sumur-sumur di daerah pertanian
umumnya mengandung nitrat dan sangat beibahaya yang disebabkan
pencemaran nitrogen dari kandang-kandang temak
.
Di dalam pemt hewan
memamah biak misalnya sapi dan domba mengandung
pereduksi yang
mengandung bakteri-bakteri yang mampu rnewduksi ion nitrat menjadi ion nittit
yang toksik.
Orang dewasa mempunyai toleransi yang tinggi terhadap nitrit,
tetapi dalam perut bayi nitrat direduksi menjadi nitnt.
Nitrit menonaktifkan
hemoglobin yang rnenyebabkan keadaan dikenal dengan bayi biru yang dapat
menyebabkan kernatian
2. Pengelolaan Limbah Temak
Pengelolaan limbah sapi perah rnerupakan upaya yang ditakukan dalam
menangani limbah berupa limbah padat yaitu feses dan limbah cair yang berasal
dari urine dan air untuk sanitasi. Tujuan pengelolaan Iimbah ternak adalah untuk
menghindari pencemaran lingkungan (udara, air, dan tanah) sekaligus dapat
memkrikan nilai tambah pada usaha petemakan yang dijalankan. Pemilihan
sistern pengeloaan limbah temak didasarkan pada banyak faktor antara lain
biaya, potensi pencemaran air dan udara, kebutuhan teflaga keja, pertirnbangan
lokasi, pertimbangan wilayah pembuangan, selera operator, Reksibilifas sistem
dan dapat dipertanggungjawabkan (Rusdi dan Kurnani, 1994).
Selanjutnya Lanyon (1994) menjelaskan bahwa pengelolaan limbah
temak untuk melindungi kualitas air tergantung dari manajemen setiap usaha
petemakan yang meliputi sumberdaya alam, struktur dan fasilitas yang tersedia
dan tujuan dari usaha petemakan. Pencemaran air tejadi pada air permukaan
dan air tanah. Upaya untuk mengatasinya adalah melaksanakan perbaikan
pemeliharaan ternak mulai dari perkandangan, pemberian pakan sampai
pemanfaatan limbah ternak.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan juga dapat ditakukan
dengan pengurangan produksi limbah melalui peningkatan efisiensi dalam
proses produksi, sehingga akan rnenunrnkan produksi limbah berupa cair, padat
dan limbah gas yang dibuang secara langsung ke lingkungan. Namun dernikian
didalam pengelolaan limbah sangat tergantung dari tingkat kesadaran dan
partisipasi masarakat (Alikdra, 1999)
Van Horn et at. (1994) menyatakan bahwa pada saat ini upaya yang hams
dilakukan adaiah melindungi kualitas air dari pencemaran limbah ternak terutama
nitrogen. Pemberian pupuk dari limbah ternak dalarn jumlah yang memadai
dapat menghindari larutnya nitrogen melalui air permukaan dan air tanah sem
mempunyai njlai ekonomis. Satu ekor sapi perah dewasa setiap harinya dapat
menghasilkan feses sebanyak 30
-
40 kg dan urine 20 - 25 kg dengan
kandungan bahan organik 6.3 kglhari, total nitrogen 0,273 k ~ h a r idan amonia
0,050 kg. Oleh karena itu, supaya pengeiolaan limbah ternak dapat
optimal
perlu mengetahui beberapa faktor yaitu : 1) produksi dan karakteristik serta
komponen limbah 2) komponen lingkungan yang antara lain ketersediaan dan
kualitas air, bau yang ditimbulkan, emisi NH3 dan CH4; serta 3) metode
prosesing dan pemanfatan sumberdaya yang meliputi pengelolaan limbah untuk
padang penggembalaan dan tanaman pertanian, pengomposan dan gas bio.
Hasil penefitian Juhaeni (1999) rnenunjukkan bahwa proses pengelolaan
secara fisik dan biologis (lumpur aktii dapat menurunkan tingkat pencemaran
limbah cair petemakan sap1 perah mencapai sekitar 51,65 - 86,25%. Adapun
Tamminga (1992) menyarankan agar pencemaran limbah temak berupa gas
rnetana dan unsur nitrogen dapat dikurangi dengan meningkatkan penyerapan
nitrogen dalam tubuh temak dan memanipulasi fermentasi dalam rumen melalui
pakan.
Muller (1980) menyatakan bahwa proses yang dapat dilakukan dalam
menangani limbah temak adalah dengan cara dehidrasi atau mengurangi kadar
air
feses,
rnenggunakan feses
sebagai campuran
pembuatan silase,
penambahan bahan kimia seperti para-formaldehid, lumpur aktif, pengomposan,
dan diproses sebagai pakan temak.
Penggunaan lirnbah sapi perah dalam
bentuk kering sebagai pakan tema k terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan
kalkun dan meningkatkan pmduksi telur. Penggunaan dalam ransurn temak
unggas memberikan pengaruh yang baik apabila diberikan sekitar 5 - 10% dari
total ransum.
Lefcourt dan Melsinger (2001) telah krhasil mengurangi bau
karena adanya amonia volafil dengan menggunakan tawas dan reolit.
Penambahan tawas 2,5% dapat menurunkan amonia volatil sebanyak 60 %,
sedangkan zeolt dengan penambahan 6,25% menghasilkan penurunan amonia
volatil sampai 50%.
Haga (1999) mengkiasifikasikan lirnbah ternak menjadi tiga macarn yaitu :
padat, semi padat dan cair. Limbah padat dimanfaatkan sebagai kompos yang
mempunyai kualitas tinggi. Limbah temak sapi perah yang limbahnya semi padat
dan cair dibuang langsung ke lahan pertanian, namun jumlahnya sangat
terbatas, sehingga pedu dilakukan pengelolaan limbah berupa pengomposan
yang mengandung N = 2,1%,
P2O5= 2.2% dan
KzO = 2,3%.
Pengeloaan limbah ternak yang paling umum dilakukan adalah dengan
cara pengomposan. Pengomposan adalah dekomposisi biotogis bahan organik
yang terkendali, sehingga menjadi bahan yang stabil (Merkel, 1981). Tujuan
utama pengomposan adalah untuk mengubah feses ternak menjadi produk yang
mudah ditangani dan aman untuk kesehatan rnanusia. Feses yang masih basah
tidak cocok untuk pemupukan oleh baunya yang menjijikkan karena adanya
senyawa sulfur seperti hidrogen suifida. Pada proses pengomposan suhu akan
naik lebih dad 60°C, sehingga akan dapat membunuh bakteri patogen, parasit
dan rumput liar. Tujuan lain dari pengomposan adalah merubah feses menjadi
pupuk organik yang aman untuk tanah dan tanaman (Harada et at., 1993).
Menunrt Haga (1998) kompos merupakan produk utama dari limbah petemakan
di Jepang, karena kompos dapat menstabilkan bahan organik, mengurangi bau
yang menyengat, membunuh k n i h rumput liar, menghilangkan mikroorga
SAPIPERAHRAKYATPADABEBERAPA
KONDISI FlSlK ALAMI DAN SOSIAL EKONOMl
(Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah)
DOSO SARWANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
DOSO SARWANTO. Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat
pada Beberapa Kondisi Fisik Alami dan Sosial Ekonomi (Studi kasus di Provinsi Jawa
Tengah). Dibimbing oleh M. SRI SAENI, HAOl S. ALIKODRA, BUNASOR SANIM,
dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO.
Peternakan sapi perah mempakan salah satu sumber pencemar Iingkungan di
seMor pertanian. Petemakan sapi perah di Indonesia sebagian besar dikelola dalam
bentuk petemakan rakyat yang dalam pemeliharaannya lebih memperhalikan
produMivitas ternak dengan rnengesampingkan pertimbangan ekologis.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dan mengetahui perilaku
pencemaran limbah sapi perah terhadap kualitas air bersih dan tingkat kebauan pada
wilayah dengan kondisi fisik alami dan sosial ekonomi yang berbeda. Penelitian ini
juga menentukan pengelolaan limbah ternak yang sesuai dengan keadaan petemak di
setiap wilayah. Model disusun berdasahn komponen keadaan temak, kondisi
lingkungan dan keadaan peternak. Data dipemleh dari hasil observasi lapangan,
analisis laboratorium dan kajian pustaka serta data statistik dari instansi terkait.
Penentuan sampel wilayah dari tingkat kabupaten atau kota sarnpai desa terpilih
dilakukan dengan metode gugus bertahap tanpa pengacakan. Simulasi model
dilakukan dengan bantuan program Powesim 2 . 5 ~ .
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 1) Limbah ternak sap
perah di wilayah fisik alarni rendah dan sosial ekonomi rendah dapat mencemari
lingkungan; 2) pengelolaan limbah untuk wilayah fisik alami tinggi dan sosial ekonomi
tinggi berupa gas bio, wilayah fisik alami tinggi dan sosial ekonomi rendah adalah
dengan menjual limbah keluar lokasi petemakan, wilayah fisik alami rendah dan
sosial ekonomi tinggi dengan pengornposan, sedangkan wilayah fisik alami rendah
dan sosial ekonomi rendah pengornposan yang disertai penjualan limbah ke luar
wilayah; 3) Wilayah fisik alami tinggi berpotensi untuk mewujudkan petemakan sapi
perah fakyat yang berketanjutan, sedangkan wilayah fisik alami rendah ketersediaan
air dan ketersediaan hijauan pakan rnerupakan aspek yang perlu rnendapatkan
perhatian.
ABSTRACT
DOSO SARWANTO. Model of Small Holders Dairy Cattle Waste Pollution at Several
Natural Physical and Economic Social Conditions ( a case study in the Province of
Central Java ). Under the dir&on of M.SRl SAENI, HAOl S.AL1KODRA , BUNASOR
SANIM, and HARTRlSARl HARDJOMIDJOJO.
Dairy cattle farming represent one of environment pollution sources in
agricultural sector. Most of dairy farming's in Indonesia are managed in the forms of
small holder farming's that give more attention to productivity rather than ecological
concerns.
The purpose of this study was to make models and their behavior of dairy cattle
animal waste pollution on clean water quality and degree of smell at several regions
with different natural physical and economic social conditions. This study also
investigated the animal waste management that match with the farmer's condition in
each region. Model compiled based on to component situation of livestock,
environment and farmers condition. Data obtained from result of field observation,
laboratory analysis and literature and also statistical of relevant institution.
Determination of regional sarnpel of sub-province or town until chosen countryside
conducted with multistage sampling without randomization (purposive sampling).
Model simulation with program of Powesim 2 . 5 ~ .
Based on the result of research can be concluded that 1) low natural physical
region and low economic social condition had animal waste can to pollute of
environment,
2) The waste management for the region with high natural physical
and high economic social of bio gas, for regional with high natural phwical and lw
social economics is by selling waste go out ranch location, composting for the region
with low natural physical and high economic social, and composting accompanied by
removing to excess of animal waste for regional with low natural physical and low
economic social, 3) high natural physical region had the potential to realize
sustainable small holder dairy cattle, while low natural physical region the availibility of
water and forage represent aspect which need to get attention.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
Model Pencemaran Limbah Peternakan Sapi Perah Rakyat pada Beberapa
Kondisi Fisik Alami dan So9iai Ekonmi (Studi kasus di Provinsi Jawa
Tengah)
Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikdp dari
karya yang ditemitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pusbka di bagian akhir
disertasi
MODEL PENCEMARAN LIMBAH PETERNAKAN
SAP1 PERAH RAKYAT PADA BEBERAPA
KONDISI FlSlK ALAMl DAN SOSIAL EKONOMI
(Studi Kasus Di Provinsi Jawa Tengah)
OLEH :
DOSO SARWANTO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk rnempewleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelohan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004
Judul Disertasi :Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat pada
Beberapa Kondisi Fkik Alami dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus Di
Provinsi Jawa Tengah)
Nama
: Doso Sarwanto
NP M
: P.026010041
Program Studi
: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan tingkungan
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS
Ketua
Prof. Dr. Ir. Hadi S. A i k d r a , MS
Anggda
Prof. Dr. lr. ~dnasorSanirn. M.Sc.
Anggota
Dr. Ir. Harb-isari Hardjomidioio, DEA
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingku
4d6\
Dr-lr. Suriono H. Sutiahio. MS
Tanggal Ujian : 30 Agustus 2004
Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 20 Januari 1964 sebagai anak
bungsu dad sepuluh bersaudara putra pasangan Kisworo ( a h ) dengan Distiarsi.
Pendidikan dasar hingga perguruan tinggi diternpuh di Purwokerto.
Pendidikan
sarjana di Fakultas Petemakan Universitas Jenderal Soeditman (UNSOED)
Purwokerto, lulus tahun 1988. Pada Tahun 1994, penulis diterima di Program Studi
ltmu Ternak pada Pascasajana Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung dengan
beasiswa TMPD dari DlKTl dan lulus tahun f 996. Selanjutnya penulis rnelanjutkan ke
program Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Aarn dan
Lingkungan, Sekolah Pascasajana IPB tahun 2001 dengan beasiswa BPPS dari
DlKTl.
Penulis pada awalnya bekerja sebagai dosen tetap Yayasan Wijayakusuma
Purwokerto 1989 - 1990. Pada tahun 1991, penulis diangkat sebagai dosen Kopertis
Wilayah VI Jawa Tengah dpk. Fakunas Petemakan Universitas Wijayakusuma
Putwokerto.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S W atas segala karunia-Nya,
sehingga karya llmiah yang bejudut Model Pencemaran Limbah Petemakan Sapi
Perah Rakyat pada Beberapa Kondisi Fisik Alami dan Sosial Ekonomi berhasil
diseleaikan.
Proses yang sangat panjang mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian sarnpai pembuatan laporan tidak lepas dari bantuan beberapa pihak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.1r.M..Sri Saeni, MS, Bapak
Prof.Dr.lr.Hadi S.Alikodra, MS, Bapak Prof.Dr.lr.Bunasor Sanim, M.Sc. dan Ibu
Dr-lr-Harb-isari Hardjomidjojo, DEA selaku Komisi Pembirnbing yang telah banyak
memberikan tuntunan dan bimbingannya. Penulis sampaikan terima kasih kepada
Bapak Prof.Dr.lswanto, SH selaku Rektof Universitas Wijayakusuma Purwokerto yang
telah memberikan ijin dan dukungannya. Penulis juga menyarnpailcan terima kasih
pada beberapa pihak dan instansi di wilayah Provinsi Jawa Tengah atas bantuan dan
kejasamanya yang sangat baik kepada penulis. Ungkapan terima kasih yang tak
terhingga penulis sampaikan kepada Ibunda Kisworo, istri (Edina) dan anak-anakku
(Swastika dan Radita), serta saudara kandung penulis khususnya mba Kusmiarsi dan
mas S u d j a m atas segala doa dan dukungan serta bantuannya.
Rasa syukur atas selesainya penyusunan Disertasi ini tak lupa penufis
persembahkan kepada Ayahanda (Alm) Kiswom dan Bapak (Am) Prof.drh.R.Djanuar
atas bimbingan dan curahan kasih sayangnya kepada penulis semasa hidupnya.
Pada akhimya harapan penulis adalah karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi yang mernbacanya.
Bogor, Oktober 2004
Doso Sarwanto
4. M d e l Pencemaran Limbah Petemakan Sapi Perah Rakyat dan
Kebijakan Pengeloaan Limbah Temak ......................
.
.
.
.................
a. Wilayah dengan Kondisi Fisik Alami Tinggi dan Sosial Ekonomi Tinggi
I)
uraian konsep model FAtSEt ............................
.
.
.................
2) struktur model FAtSEt .........................
.................................
3) perilaku model FAtSEt ....................
.
..................................
b . Wilayah dengan Kondisi Fisik Alami Tinggi dan Sosial Ekonomi
Rendah ................................ .
............................................................
I)
uraian konsep model FAtSEr ............................
.....................
2) stnrktur model FAtSEr ....................
.
.
.
...............................
3) periiaku model FAtSEr ...............................
.
.
.......................
c. Wilayah dengan Kondisi Fisik Alarni Rendah dan Sosial Ekonomi
Tinggi ........................
.........................................................
1) uraian konsep model FArSEt ..................................................
2) struktur model FArSEt .........................................................
3) perilaku model FArSEt .....................
....
..............................
d. Wlayah dengan Kondisi Fisik Alami Rendah dan Sosial Ekonomi
Rendah ................................................................................
1) uraian konsep model FArSEr ..................................................
2) struktur mcdel FArSEr .......................................................
3) perilaku model FArSEr ...........................
.
.
.
.........................
e. Validasi Model ...................................................................
5. Petemakan Sapi wrah Rakyat yang Berkelanjutan
..........................
a . Wilayah dengan kondisi fisik alarni tinggi dan sosial ekonomi tinggi ..
b . Wilayah dengan kondisi fisik alarni tinggi dan sosial ekonomi rendah
c. Wilayah dengan kondisi fisik alami rendah dan sosial ekonomi tinggi
d . Wilayah dengan kondisi fisik alami rendah dan sosial ekonomi
rendah .............................. .
.................................................
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
1. Simpulan ...............................................................................
2 . S a r a n ....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
LAMPIRAN .................................................................................
DAFTAR TABEL
No
Uraian
Halaman
1. Kabupaten atau kota di Provinsi Jawa Tengah dengan lndeks Konsentrasi
Ternak sapi perah terbesar . . . .... . .... . . . .......
. . . .... ...... . . .... . ..... ... . . . . . ...
2. Penentuan iokasi penelitian berclasarkan kondisi fisik alami ....... . . .... . . ....
3. Penentuan lokasi penelitian berdasahan kondisi sosial ekonomi
. . . .... . . ...
4. Pengelompokan wilayah penelitian bedasarkan kondisi fisik alami dan
sosial ekonomi ..... . .... . . . . . .... . . .........
.... . . .. .... ........ . ..... ........... . . .
.
.
.
5. Hasil pengelompokkan wilayah penelitian berdasahn kondisi fisik alami
dan sosial ekonomi . . . ........ . .... . . ... . . ........ .............. . . .. ... ......,.... . . . .....
.
.
6. Keadaan petemak di wilayah penelitian .. . . . .... . . . . . ... ...... .. .... . . ... .... . . . ..
7. Kondisi lingkungan di wilayah penelitian .... . ........... . . ....... . ..................
8. Keadaan petemak dan penentuan pengelolaan limbah ternak .. . .... . . .... . . .
9. Unsur penyusun model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FAtSEt . . . ..... . .... . . . . . . . . .... . . .... ...... . . .... . ..... . . .... . . ..
10. Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
terhadap lahan mitik peternak sapi perah di wilayah FAtSEt .... . . .... . .. .... . ..
11. Unsur penyusun model pencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FAtSEr . . . . .. .. . .... . . .... . . .... . . ...... . . ........ . . ...... ..... . ..
12. Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEr ...................
13. Unsur penyusun model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FArSEt .. . . . . .... ......... . . ....
....... . . ..,. . .... . . ..... . . .....
14. Ketersediaanlimbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEt . . . .......... . . ....
15 Unsur penyusun model pencernaran limbah petemakan sapi perah rakyat
yang berkelanjutan di FArSEr . ..... .... . . .... . . ...... ...... ..... . . . . .... ..... ....... . . ..
16. Kefersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEr .. . ...... . .... . . . . .
17. Validasi output model pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat
pada berbagai kondisi fisik alami dan sosial ekonomi .... . . .......... . . .... . . ....
18. Rangkuman hasil simulasi petemakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan
. .
..
dl wtlayah peneltt~an..... . ..... . .. ..... . . ...
........ .... ....... . . .... . ..... . , ..., . . ..
.
.
DAFTAR GAMBAR
Uraian
Kerangka pernikiran model pencemaran limbah petemakan sapi
perahrakyat pada beberapa kondisi ftsik alami dan sosial ekonomi
.........
Tahaptahap simulasi model ...........................................................
Peta lokasi penelitian .....................................................................
Diagram lingkar model pencemaran limbsh peternakan sapi perah rakyat...
Diagram alir model pencemaran lirnbah peternakan sapi perah rakyat di
wilayah FAtSEt ............................................................................
Grafrk pencemaran iimbah peternakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
............ .. .....................
air be~sihdi wilayah FAtSEt .....................
.
.
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEt .................
Grafik pencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FAtSEt ....................................
.........................
Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sap4 perah rakyat di
wilayah FAtSEr .............................................................................
Grafik pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air bersih di wilayah FAtSEr ................... .
.
.
.
.................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah temak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FAtSEr .................
Grafik pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingicat
kebauan di wilayah FAtSEr ............................................................
Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat di
wilayah FArSEt ............................... .
.
.........................................
Graf~kpencemaran limbah peternakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air krsih wilayah FArSEt ..............................................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
terhadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEt .................
Grafik pencernaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FArSEt .............................................................
17. Diagram alir model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat di
wilayah FArSEr .............................................................................
Graftk pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap kualitas
air bersih di wilayah FArSEr ............................................................
Ketersediaan limbah sapi perah terhadap kebutuhan limbah ternak
temadap lahan milik petemak sapi perah di wilayah FArSEr .................
Grafik pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat terhadap tingkat
kebauan di wilayah FArSEr .............................................................
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FAtSEt .......
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FAtSEt
............
Grafik produksi susu di wilayah FAtSEt ...........................................
Graf~kketersediaan air di wilayah FAtSEt ......................................
Grafik populasi sapi perah dan daya tampung ternak di wilayah FAtSEt ...
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FAtSEr .......
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FAtSEr ............
Grafik produki susu di wilayah FAtSEr ...........................................
Grafik dan ketenediaan air di wilayah FAtSEr ..........................................
Grafik populasi sapi perah dan daya tampung ternak di wilayah FAtSEr ...
Diagram alir model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FArSEt .........
Graf~kketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FArSEt .............
Grafik produksi susu di wilayah FArSEt
.............................................
Grafik ketersediaan air di wilayah FArSEf .........................................
Grafik populasi sapi perah dart daya tampung ternak di wilayah FArSEt ...
Diagram alif model petemakan sapi perah rakyat di wilayah FArSEr ........
Grafik ketersediaan limbah sapi perah rakyat di wilayah FArSEr .............
Grafik produksi susu di wilayah FArSEr
...........................................
Grafik ketersediaan air di wilayah FAFSEr ...........................................
40. Grafikpopulasi sapi perah dan daya tarnpung temakdi wilayah FArSEr ...
DAFTAR LAMPIRAN
No
Uraian
Halaman
Komposisi nutrient bahan pakan sapi perah pada beberapa wilayah . . ... . ...
Penghitungan biaya Fansum dan keuntungan peternak sapi perah rakyat ...
Persamaan Powersim model pencemaran limbah peternakan sapi perah
rakyat di wilayah FAtSEt ............................
.
....... . . ..........................
Persamaan Powemim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di witayah FAtSEr ..................................................................
Persamaan Powersim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di wilayah FArSEt ..................... .............................................
Persamaan Powenim model pencemaran limbah petemakan sapi perah
rakyat di wilayah FArSEr ... ...... ....... ... . . .. . . . . .... . ..... . . . , .... .... . . ..... . ...,., ...
Persamaan Powemim model peternakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FAtSEt .... . . .... . ........ . . .......... . . ... . . . . .... ..........
Persamaan Powemim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FAtSEr ......................... . . .... . . .. . . . . .... . ............
Persamaan Powersim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FArSEt .......... . . . . . .... . ... ..... .. ... . . . .... . .... ....... . . .. .
Persamaan Powersim model petemakan sapi perah rakyat yang
berkelanjutan di wilayah FArSEr .. .. ....... . . ..... . ....... . . .... . ... , , , , .... . .... .....
Hasil sirnulasi nilai BOD di wilayah penelitian ........................................
Hasil simulasi kadar nitrit di wilayah penelitian . . . .... . . . . . ..... ... . .............. ... .
Hasil simulasi kadar nitrat di wilayah penelitian .... . . .... . . ....... ... . . ....... . .. . . ..
Hasil simulasi kadar NH3di wilayah penelitian .... . . .... . . ..... . ..........
.
....... .
15. Hasil simulasi kadar H& di wilayah penelitian . . . . . . .... . . ...... .... . . .... . . .... . . ..
149
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di behagai negara, petemakan sapi perah merupakan salah satu sumber
pencemar utarna di sub-sektor peternakan. Pernanasan global yang terjadi tidak
terlepas pula dari peran serta petemakan sapi perah yang memberikan kontribusi
bempa emjsi gas rumah kaca seperb
Ca
dan CH4. Limbah temak yang
dihasilkan pada usaha petemakan sapi perah adalah berupa feses dan urine.
Satu ekor sapi perah setiap harinya menghasilkan limbah temak berupa feses
-
sebanyak 30 40 kg dan urine 20 - 25 kg (van Horn et a/. 1994). Limbah temak
mengandung nitrogen dan fosfor yang tinggi. Nitrogen dan fosfor merupakan
unsur hara utama penyebab eutrofikasi yang dapat merangsang perturnbuhan
algae di perairan. Keadaan ini dapat rnengakibatkan gangguan treseimbangan
ekologis dan bahkan dapat rnenyebabkan kematian biota perairan serta merusak
estetika perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi nitrat yang mudah
tercuci dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga akan mencemari air
tanah. Kadar nitrat yang tinggi dapat mengakibatkan methemoglobinemia pada
bayi atau dikenal dengan penyakit bayi biru
(Miner st al., 2000; Saeni 1989).
Feses dan urine sapi perah juga mengandung gas NH3 dan H2S yang
mempunyai bau menyengat, Sehingga akan dapat mengganggu lingkungan
sekitarnya. Hasil penelitian Baliarti ef a/. (1994) menunjukkan bahwa bau yang
ditimbufkan oleh NH, dan H2Sdapat mencapai radius
perah.
Seidl (1999) menyatakan bahwa gas
+ 50 m dari kandang
sapi
NH3 adalah gas yang mudah
menguap ke udara. Konsentrasi NH3di udara tinggi akan diserap oleh stomata
daun yang dapat mengakibatkan tanaman kekurangan kalsium. Hidwen sumda
atau H2S merupakan gas yang dapai mencemari lingkungan. Hal ini dinyatakan
oleh Saeni (1989)
bahwa di atmosfir, hidrogen sulfida (H2S) akan bereaksi
dengan oksigen (Q2) membenttlk air (H20) dan sulfur dioksida (S02)yang
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
saluran
pemafasan
dapat
mengakibatkan iritasi dan sekresi mukus, sehingga akan membahayakan bagi
orang yang mempunyai pernafasan peka terhadap SOz.
Usaha petemakan sapi perah di lndonesia sampai saat ini masih lebih
mernentingkan produkbvitas ternak dengan mengesampingkan pertimbangan
ekologis.
Usaha petemakan sapi perah yang
berkelanjutan
perlu
rnempehatikan aspek lingkungan di dalam proses produksinya. Spedding
(1995) menyatakan bahwa peternakan yang berkelanjutan periu memperhatikan
kelangsungan hidup ternak dan produksi temak serta tidak rnenghasilkan limbah
yang dapat mencemari lingkungan.
Populasi sapi perah di lndonesia menurut DireMorat Jenderal Bina
Produksi Petemakan (2001) telah mencapai 368.490
ekor dengan tingkat
pertumbuhan 4,02% dan produksi susu sekitar 505.000 ton per tahun.
Di
lndonesia sebagian besar usaha sapi perah dipelihara dan dikelola dalam bentuk
peternakan rakyat yang dicirikan antara lain jumiah kepemilikan sapi perah
1 - 3 ekor setiap kepala keluarga, luas lahan yang terbatas, pemeliharaan
dilakukan sendiri dan relatif sedehana, serta kepedulian tehadap lingkungan
yang masih rendah.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Pewnian Nomor
404/kptslOT.2101612002 petemakan rakyat adalah usaha petemakan yang
diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang tidak memerlukan ijin usaha
karena masih di bawah jumlah maksimum yang telah ditentukan, yaitu di bawah
20 ekor.
Menurut Oevendra (1994)
petemakan rakyat menrpakan tulang
punggung sektor pertanian di Asia terrnasuk Indonesia.
Ciri-ciri petemakan
rakyat antara lain petemakan berskala kecil, mempunyai efisiensi ekonomi yang
rendah, keterbatasan Iahan yang dimiliki dan sebagian besar petemak berada di
pedesaan dan pinggiran kota.
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi sapi
perah yang tinggi. Pada tahun 2001 populasi sapi perah mencapai sebanyak
125.936 ekor atau 34,18% dari total populasi di Indonesia. Potensi sapi perah
yang tinggi di Provinsi Jawa Tengah berpotensi terhadap tingkat pencemaran
lingkungan. Petemakan sapi perah di Provinsi Jawa Tengah sebagian besar
krupa petemakan rakyat yang tersebar di berbagai wilayah yang mempunyai
perbedaan dalam kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
lstilah kondisi fisik
alami dan sosial ekonomi telah digunakan oleh Sutardi (1982) untuk
mengelompokkan wilayah penyebaran petemakan sapi perah di Indonesia.
Kondisi fisik alami adalah hasil penjabaran kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat kepadatan temak.
Kondisi
sosial ekonomi menrpakan penjabaran kondisi masyarakat yang besar
pengaruhnya terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat pendapatan
petemak. Perbedaan kondisi fisik alami dan sosial ekonomi akan menyebabkan
perbedaan keadaan temak seperb jumlah temak dan limbah ternak, kondisi
lingkungan berupa daya dukung alam, dan keadaan petemak seperti perilaku
petemak terhadap penanganan fimbah temak di masing-masing wilayah
berbeda.
Sebagai akibatnya tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah
temak di masing-masing wilayah juga akan berbeda. Pencemamn lingkungan
akibat limbah
petemakan sapi perah rakyat meliputi pencemaran air (800,
NO; ,NO; ) dan pencemaran udara berupa tingkat kebauan (NH3 dan H2S).
Salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran limbah temak
adalah
dengan pengelolaan iimbah ternak yang sesuai dengan kondisi masing-masing
wilayah. Penentuan jenis pengelolaan limbah petemakan sapi perah rakyat di
setiap wilayah perlu memperhatikan keadaan petemak, kondisi lingkungan dan
keadaan temak.
Penentuan jenis pengelolaan iimbah yang didasarkan pada
keadaan peternak, kondisi lingkungan dan keadaan ternak di masing-masing
wilayah, diharapkan dapat diterirna dan diterapkan oleh para peternak sapi perah
rakyat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Zahid (1997) menunjukkan bahwa
pencemaran limbah temak sapi perah disebabkan oleh perilaku petemak yang
buruk dalam pengelolaan limbah temak. Perilaku buruk petemak lebih
disebabkan oleh kurangnya kesadaran petemak sapi perah serta keterbatasan
biaya dan lahan yang dimiliki.
Berdasarkan ha1 tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah petemakan sapi perah
rakyat dan upaya pengelolaannya pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial
ekonomi. Supaya tujuan penelitian dapat tercapai tanpa mengubah kondisi dan
keadaan obyek penelitian, maka dilakukan dengan pembuatan model. Menurut
Ford (1999) dan Suratmo (2002) model adalah sebagai pengganti atau
penyedehananaan sistem di alam yang dapat digunakan untuk memudahkan
pengambilan keputusan. Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa tujuan
dilakukan pembuatan model adalah untuk rnernahami gejaia atau proses yang
terjadi serta mararnalkan gejala atau proses tersebut di masa depan. Model
yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
rnemperkirakan tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah ternak sapi perah
pada waktu mendatang dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
penentu kebijakan di sub sektor petemakan dalam upaya rnewujudkan
petemakan sapi perah mkyat yang berkelanjutan.
2. Perurnusan Masalah
Sejalan dengan meningkatnya populasi sapi perah, jurnlah limbah ternak
yang dihasilkan akan sernakin besar. Pada sisi lain daya dukung alam benrpa
ketersediaan air dan penggunaan lahan untuk peternakan sernakin berkurang
akibai jumlah penduduk yang semakin bertambah. Selain itu keadaan petemak
berupa perilaku petemak terhadap penanganan limbah temak yang rendah
rnenyebabkan pencemaran lingkungan ahbat limbah peternakan sapi perah
rakyat akan sernakin terase.
Kondisi fisik alami yang tinggi adalah suatu kondisi dengan keadaan temak
seperti populasi sapi perah dan jurnlah limbah temak yang
rendah, serta
mempunyai daya dukung alam yang tinggi. Hal ini rnenyebabkan tingkat
pencemaran lingkungan akibat limbah petemakan sapi perah menjadi rendah.
Kondisi sosial ekonomi yang tinggi ditunjukkan dengan tingkat pendapatan
petemak yang tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi dapat mengakibatkan
tingginya tingkat kesadaran dan kemarnpuan petemak dalam pengelolaan limbah
temak. Keadaan tersebut diperlihatkan melalui cara penanganan Iimbah temak
yang dilakukan oleh petemak sapi perah. Peternakan sapi perah rakyat di
Provinsi Jawa Tengah tersebar di behagai wilayah yang mempunyai kondisi
fisik alami dan sosial yang berbeda. P e M a a n kondisi fisik alami dan sosial
ekonomi akan rnenyebabkan perbedaan di dalam keadaan temak. kondisi
lingkungan dan keadaan petemak. Perbedaan tersebut menyebabkan tingkat
pencemaran lingkungan akibat limbah temak sapi perah rakyat dan penentuan
jenis pengelolaan limbah di setiap wilayah akan berbeda. Tidak tercemamya
lingkungan oleh limbah temak rnerupakan saiah satu ha1 yang perlu diperhatikan
untuk mewujudkan peternakan yang berkelanjutan.
diperhatikan
untuk mewujudkan petemakan yang
Hal lain yang perlu
krlrelanjutan
adalah
menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat; serta menjamin
kelangsungan hidup temak.
Tingkat
pencemaran lingkungan akibat
limbah ternak dan jenis
pengelolaan limbah temak di setiap wilayah diharapkan dapat dipecahkan
dengan cepat, hemat dan dapat dipertanggungjawabkan rnelalui pembuatan
model. Oleh karena itu masalah yang timbul pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagaimana bentuk model pencemaran lirnbah petemakan sapi perah rakyat
pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
b. Bagaimana jenis pengelolaan limbah temak yang sesuai dengan keadaan
petemak sapi perah pada txberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
c. Bagaimana merumuskan petemakan sapi perah yang berkelanjutan pada
beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
3. Kerangka Pemikiran
Petemakan sapi perah di Indonesia berkembang dan menyebar pada
berbagai kondisi fisik alami dan sosial ekonomi (Sutardi, f 982). Kondisi fisik
alami adalah hasil penjabaran kondisi lingkungan yang besar pengaruhnya
terhadap pencemaran lingkungan seperti tingkat kepadatan ternak. Kondisi
sosial ekonomi merupakan penjabaran kondisi masyarakat yang besar
pengaruhnya terhadap pencemaran lingkungan seperti tingbt pendapatan
petemak. Rahardjo (1999) menyatakan bahwa keadaan fisik suatu wilayah
berkaitan erat dengan lingkungan fisik dalam berbagai aspek khususnya yang
berkaitan dengan lingkungan geografis antara lain seperti ildim, curah hujan,
tanah, dan topografi.
Variasi dalam perbedaan fisik akan menciptakan pula
perbedaan dalam sistem yang diterapkan. Sedangkan sosial ekonomi lebih
terkait dengan lingkungan masyarakat dan tingkat pendapatan petani.
Populasi sapi perah di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Bina
Produksi Petemakan (2001) telah mencapai 308.490
ekor dengan ting kat
pertumbuhan 4,02% dan produksi susu selritar 505.000 ton per tahun.
Jawa
Tengah rnerupakan salah satu provinsi yang mernpunyai potensi sapi perah
tinggi, pada tahun 2001 populasi sapi perah mencapai sebanyak 125.936 &or
atau 341 8% dari total populasi di Indonesia. Van Horn et al. (1994) menyatakan
bahwa untuk satu ekor sapi perah setiap harinya rata-rata menghasilkan limbah
-
ternak berupa feses sekitar 30 40 kg dan urine 20 - 25 kg.
Limbah temak termasuk buangan organik yang mudah dibusukkan atau
dipecah oleh baMeri dengan adanya oksigen. Tanpa adanya pengelolaan yang
memadai, pembuangan limbah temak ke badan-badan air dapat menurunkan
kadar oksigen terlarut, sehingga badan air akan mengalami defisit oksigen yang
sangat diperlukan oleh biota perairan. Kondisi ini dapat menyebabkan kualitas
air menurun. Limbah ternak juga merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang
rnengakibatkan terjadinya eutrofikasi pada pada badan air yang ditandai
blooming pertumbuhan algae Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan
keseimbangan ekologis dan bahkan dapat rnenyebabkan kematian biota perairan
serta merusak estetika perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi
nitrat yang mudah tercuci dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga
akan mencemari air tanah.
Kadar nitrat yang tinggi dapat mengakibatkan
methemo~obinemiapada bayi atau dikenal dengan penyakit bayi biru (Miner et
a/., 2000; Saeni 1989).
Saliarti ef at. (1994) menyatakan bahwa masalah lingkungan yang timbul
sebagai dampak negatif usaha petemakan adalah bau yang ditimbulkan,
mengganggu pemandangan atau estetika dan menjadi bahan pencemar
tehadap air pemukaan dan air tanah.
Menurut Miner
ef al. (2000) tingkat
pencemaran dipengaruhi pula oleh kondisi alarn, sebagai contoh bau yang
ditimbulkan oleh limbah ternak sangat dipengaruhi pula oleh angin, suhu,
kelembaban dan curah hujan.
Rusdi dan Kumani (1994) menyatakan bahwa pengelolaan Iimbah sapi
perah merupakan upaya yang dilakukan dalam menangani limbah berupa limbah
padat yaitu feses dan limbah cair yang berasal dari urine dan air untuk sanitasi.
Tujuan pengelolaan limbah ternak adalah untuk menghindari pencemaran
lingkungan (udara dan air).
Pemilihan sistem pengeloaan limbah ternak
didasarkan pada banyak faktor antara lain biaya, potensi pencemaran air dan
udara, kebutuhan tenaga kerja, pertimbangan lokasi, dan pertimbangan wilayah.
Karena menurut Hadiyanto (2001) setiap wilayah akan mempunyai karateristik,
perilaku dan sikap petemak yang krbeda. Oleh karena itu dalam menentukan
suatu kebijakan pedu mempertimbangkan faktor tersebut.
Spedding (1995)
menyatakan bahwa untuk tercapainya petemakan yang berkelanjutan harus
rnemperhatikan kelangsungan hidup tema k dan produksi ternak serta tidak
menghasilkan limbah yang dapat mencernari lingkungan
Muhammadi et a/. (2001) menjelaskan bahwa pada saat ini analisis
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan metode sistem dinamis berupa
simulasi model.
Simulasi model adalah tiruan perilaku sistem nyata atau
sebenarnya , sehingga analisis dapat dilakuhn lebih cepat, bersifat menyeluruh,
hemat dan dapat dipertanggung~awabkan.Berdasarkan kajian pustaka tersebut,
maka disusun kemngka pernikiran penelitian seperti pada Gambar 1.
L
Petemakan sapi perah rakyat
Tersebar di bebempa wilayah
kondisi fisik alami dan sosial ekonomi
w
Kondisi fisik alami
(kepadatan temak)
Keadaan temak
(populasi dan
ltmbah temak)
I
,
L
Kondisi sosial ekonomi
(tingkat pendapatan petemak)
Kondisi lingkungan
(air, udara, lahan)
Penanganan Cmbah
yang dilakukan
I
1
Petemakan yang
berkelanjutan
Pencemaran
ltngkungan
I
pencemaran
limbah temak
1
(Sumber : Baliarti et al, 1994; Ditjen Peternakan, 2001; Hadiyanto, 2001 ;
Mertrel, 1981; Miner ef at., 2000; Muhammadi et al., 2001 ;
Rahardjo, 1999; Rusdi dan Kumani, 1994; Saeni, 1984;
Speeding, 1995; Sutardi, 1982; van Horn et ai., 1994)
Gambar 1. Kerangka pemikiran model pencemaranan limbah peternakan
sapi perah rakyat pada beberapa kondis i fisik alami dan
sosial ekonomi.
4. Tujuan PenelitIan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Membuat model pencemaran limbah petemakan sapi perah rakyat pada
beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
b. Menentukan jenis pengelolaan limbah temak yang sesuai dengan keadaan
petemak sapi perah pada beberapa kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
c. Mewmuskan petemakan sapi perah rakyat yang berkelanjutan pada beberapa
kondisi fisik alami dan sosial ekonomi.
5. Kegunaan Penelitian
Keberhasilan penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan antara lain
a. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, model yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mernperkirakan tingkat pencemaran lingkungan akibat limbah
peternakan sapi perah rakyat pada walrtu mendatang.
b. Bagi penentu kebijakan di sub-sektor petemakan, jenis pengelolaan limbah
yang dihasilkan dalarn penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan
dalam mewujudkan peternakan sapi perah mkyat yang
berkelanjutan.
c. Bagi penulis penelitian ini dapat meningkatkan kernandirian dalam melakukan
penelitian dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Feferensi bagi
para peneliti yang mengkaji masalah pengembangan peternakan sapi perah.
TlNJAUAN PUSTAKA
1. Limbah Temak dan Pencemaran
Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (2001) limbah adalah
sisa suatu usaha atau kegiatan. Sedangkan menurut Rusdi dan Kumani (1994)
limbah adalah hasil buangan pada suatu kegiatan yang tidak diperlukan lagi dan
pada umumnya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.
limbah
tersebut dapat berupa limbah padat, limbah cair, dan lirnbah gas. Ketiga macam
Iimbah dapat dihasilkan sekaligus dari suatu kegiatan atau dapat pula secara
kombinasi atau secara sendiri-sendiri.
Limbah petemakan dapat didefinisikan sebagai sernua bahan yang
diekskresikan oleh ternak atau sisa proses produksi peternakan yang tidak
mempunyai nilai guna dan merupakan semua buangan dari usaha peternakan
yang bersifat padat, cair maupun gas. timbah padat adalah semua limbah yang
behentuk padat atau berada dalam fase padat yaitu berupa kotoran ternak
(feses) dan sisa pakan. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan
atau berada dalam fase cair yaitu air seni (urine) dan air untuk kebersihan ternak
dan kandang. Adapun limbah gas adalah semua lirnbah yang berbentuk gas
atau berada dalam fase gas yang biasanya bemubungan dengan lirnbah padat
dan limbah cair. Hal ini disebabkan limbah gas sebagai fase dekomposisi dan'
zat kirnia pada limbah padat dan cair (Merkel, 1981; Soehadji, 1992).
Secara spesifik fimbah ternak dapat dikatakan sebagai kotoran atau tinja
dan urine temak atau yang biasa disebut manum, sedangkan dalam dunia
pertanian limbah peternakan adatah sisa produksi petemakan setelah diambil
hasil utamanya.
Limbah ternak dapat pula dikatakan sebagai bahan yang
diekskresikan temak dan rnerniliki nilai ekonomi yang lebih rendah. Limbah
temak termasuk buangan organik yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh
bakteri dengan adanya oksigen atau sebagai bahan buangan yang mernerlukan
oksigen. Tanpa adanya pengelolaan yang memadai, pembuangan limbah temak
ke badan-badan air dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, sehingga badan
air akan mengalami defisit oksigen yang sangat diperlukan oleh biota perairan.
Kondisi ini dapat menyebabkan kualitas air menurun.
Limbah ternak juga
merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang mengakibatkan tejadinya
eutrofikasi pada pada badan air yang ditandai blooming pertumbuhan algae
Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan keseirnbangan ekologis dan
bahkan dapat menyebabkan kematian biota perairan seda merusak estetika
perairan. Nitrogen biasanya akan dikonversi menjadi nitrat yang mudah tercuci
dan mengalami presipitasi ke dalam tanah, sehingga akan mencemari air tanah.
Kadar nitrat yang tinggi akan tereduksi dalam lambung menjadi nitrit yang dapat
mengakibatkan methemoglobinemia pada bayi atau dikenal dengan penyakit bayi
biru (Miner etal.,200; Saeni 1989)
Pembuangan limbah ternak ke dalam lingkungan akan menimbulkan
masalah pencemaran berupa pencemaran air, tanah, udara oleh bau dari gas
tertentu serta dampak yang tidak langsung seperti timbulnya bahaya lafat,
nyarnuk dan tikus ( Juheini, 1999).
Menurut
Webb dan Adas (1999)
pencemaran sumber air oleh adanya limbah temak terjadi melalui perembesan
secara Iangsung atau bertahap melalui tanah.
Di lnggris 31% kejadian
pencemaran air disebabkan oleh limbah temak yang tidak dikelola secara
memadai.
Tingginya kandungan bahan organik dalam limbah ternak dapat
merawni biota air karena kurangnya oksigen akibat tingginya kebutuhan oksigen
oieh mikroba untuk menguraikan bahan organik. BOD lirnbah temak mencapai
10.000 - 20.000 ppm. Namun demikian sifat fisik dan kimia lrnbah tergantung
dari tipe ternak dan manajemen pemeliharaannya.
Selanjutnya Baliarti ef ai. (1494)menyatakan bahwa masalah Iingkungan
yang timbul sebagai dampak negatif usaha petemakan adalah bau yang
ditimbulkan, mengganggu pemandangan atau estetika dan rnenjadi bahan
pencemar terhadap air permukaan dan air tanah.
Timbulnya gangguan
temadap lingkungan hidup manusia sekitar kandang ternak sekarang ini mulai
muncul.
Keluhan masyarakat yang biasanya dirasakan pertama kali adalah
timbulnya bau tidak sedap dari kotoran temak. Berbeda dengan limbah organik
non-ekslaeta, kotoran temak langsung mengeluarkan gas yang menimbulkan
bau tanpa menunggu proses dekomposisi. Akibat proses pencemaan dalam
tubuh temak terbentuklah gas seperti CHp, NH3, dan
H2S dengan
kadar yang
berbeda-beda tergantung jenis temak dan macam bahan pakan yang diben'kan.
Pain (1999) menyatakan bahwa limbah temak mempunyai bau tidak sedap
karena rnerupakan sisa proses metabolisme dan pemecahan bahan o w n i k oleh
mikroorganisme dalarn suasana anaerob yang menghasilkan senyawa antara
lain indol, asam lemak dan arnonia. Surnber bau limbah temak berasal dari
kandang temak, tempat penumpukan dan pembuangan limbah. Laju emisi bau
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : jenis temak, pengeloiaan limbah dan
kondisi Iingkungan.
Untuk mengurangi bau dapat dilakukan dengan digesti
anaerobik atau dengan gas bio. Di lnggris bau yang paling banyak ditimbulkan
berasal dari peternakan babi, unggas dan sapi.
Pada kenyataannya usaha petemakan sapi perah dapat menimbulkan
masalah lingkungan yang krasal dari respirasi, feses serta urine yang
memberikan kontribusi penyebab timbulnya gas rumah kaca seperti C02, CHI,
pencemaran udara karena NH3,pencemaran air permukaan dan air tanah karena
NO; dan fosfor. Kesemuanya mernbutuhkan penanganan dan perhatian serta
biaya yang tinggi (Tamminga, 1992; Berg, 1999).
Menurut Seidl (1999) gas rumah kaca yang dihasillran oleh temak sapi
perah yaitu C02, dan CH4. Gas metana (CH,) dibentuk oleh rnikroorganisme
anaerob yaitu bakteri metanogenik pada proses fermentasi dalam lambung
temak ruminansia, sehingga produksi CH4 sangat tergantung dari kuantitas dan
kualitas pakan.
Selain melalui proses fermentasi dalam Iambung temak
ruminansia, CH4 juga dihasilkan dari proses dekomposisi limbah ternak dalam
suasana anaerob. Pmduksi CH4 dari subsektor peternakan rnencapai sekitar
20,38% ( fermentasi 1553% dan dekomposisi limbah temak 4,85%) dari total
CH4yang dihasilkan.
Hasil penelitian di Jerrnan yang dilakukan Berg (7 999) menunjukkan
bahwa produksi CHI dari sektor pertanian sebesar 30% yang sebagian besar
berasal dari petemakan.
Hal ini didukung oleh Tamminga (1992) yang
rnenyatakan bahwa CH4 yang berasal dari hewan ruminansia sekitar 15 - 25%
yang sebagian berasal dari temak sapi (74%) sisanya (28%) berasal dari temak
domba, kerbau dan ruminansia liar.
Gas ammonia (NH3)di udara sebagian berasal dari temak dan mempunyai
pengaruh kurang baik terhadap lingkungan yaitu berupa bau yang tidak sedap.
Konsentrasi NH3 di udara juga akan mernpenganrhi kualitas tanah, sehingga
akan berdampak pula terhadap tumbuhan (Berg, 1999; Seidl, 1999). Nitrogen
dapat menimbulkan pencemaran pada lingkungan melalui dua cara yaitu dalam
bentuk ammonia di udara dan bentuk nitrat yang terdapat dalam tanah dan air
tanah. Sumber utama penghasil nitrogen pada petemakan sapi perah berasal
dari pupuk dan manure . Di Belanda usaha sapi perah setiap tahunnya terdapat
I01 kg nitrogen hilang berupa NH3 vdatil, 285 kg berupa nitrat dan 30 kg
nitrogen terakumulasi di dalam tanah.
Sebagian nitrat menyebabkan
pencemaran air tanah, sehingga air menjadi tidak layak untuk diminurn, karena
)radar nitrat mencapai lebih 11,3 ppm (Tamminga, 1992).
Selanjutnya Saeni
(1989) menjelaskan bahwa pencemaran nitrat dari
beberapa air permukaan dan air tanah telah menjadi masalah utama di beberapa
daerah perbnian. Walaupun pupuk telah dinyatakan sebagai
sumber
pencemaran, kenyataan lain rnenunjukkan bahwa kandang temak juga
rnerupakan sumber pencemar nitrat. Pada beberapa petemakan sapi ternyata
sapi jantan dapat menghasilkan feses lebih dad 18 kali kotoran manusia,
sehingga menyebabkan pencemaran air dengan tingkat yang tinggi di suatu
daerah yang populasi penduduknya sedikit.
Sumur-sumur di daerah pertanian
umumnya mengandung nitrat dan sangat beibahaya yang disebabkan
pencemaran nitrogen dari kandang-kandang temak
.
Di dalam pemt hewan
memamah biak misalnya sapi dan domba mengandung
pereduksi yang
mengandung bakteri-bakteri yang mampu rnewduksi ion nitrat menjadi ion nittit
yang toksik.
Orang dewasa mempunyai toleransi yang tinggi terhadap nitrit,
tetapi dalam perut bayi nitrat direduksi menjadi nitnt.
Nitrit menonaktifkan
hemoglobin yang rnenyebabkan keadaan dikenal dengan bayi biru yang dapat
menyebabkan kernatian
2. Pengelolaan Limbah Temak
Pengelolaan limbah sapi perah rnerupakan upaya yang ditakukan dalam
menangani limbah berupa limbah padat yaitu feses dan limbah cair yang berasal
dari urine dan air untuk sanitasi. Tujuan pengelolaan Iimbah ternak adalah untuk
menghindari pencemaran lingkungan (udara, air, dan tanah) sekaligus dapat
memkrikan nilai tambah pada usaha petemakan yang dijalankan. Pemilihan
sistern pengeloaan limbah temak didasarkan pada banyak faktor antara lain
biaya, potensi pencemaran air dan udara, kebutuhan teflaga keja, pertirnbangan
lokasi, pertimbangan wilayah pembuangan, selera operator, Reksibilifas sistem
dan dapat dipertanggungjawabkan (Rusdi dan Kurnani, 1994).
Selanjutnya Lanyon (1994) menjelaskan bahwa pengelolaan limbah
temak untuk melindungi kualitas air tergantung dari manajemen setiap usaha
petemakan yang meliputi sumberdaya alam, struktur dan fasilitas yang tersedia
dan tujuan dari usaha petemakan. Pencemaran air tejadi pada air permukaan
dan air tanah. Upaya untuk mengatasinya adalah melaksanakan perbaikan
pemeliharaan ternak mulai dari perkandangan, pemberian pakan sampai
pemanfaatan limbah ternak.
Upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan juga dapat ditakukan
dengan pengurangan produksi limbah melalui peningkatan efisiensi dalam
proses produksi, sehingga akan rnenunrnkan produksi limbah berupa cair, padat
dan limbah gas yang dibuang secara langsung ke lingkungan. Namun dernikian
didalam pengelolaan limbah sangat tergantung dari tingkat kesadaran dan
partisipasi masarakat (Alikdra, 1999)
Van Horn et at. (1994) menyatakan bahwa pada saat ini upaya yang hams
dilakukan adaiah melindungi kualitas air dari pencemaran limbah ternak terutama
nitrogen. Pemberian pupuk dari limbah ternak dalarn jumlah yang memadai
dapat menghindari larutnya nitrogen melalui air permukaan dan air tanah sem
mempunyai njlai ekonomis. Satu ekor sapi perah dewasa setiap harinya dapat
menghasilkan feses sebanyak 30
-
40 kg dan urine 20 - 25 kg dengan
kandungan bahan organik 6.3 kglhari, total nitrogen 0,273 k ~ h a r idan amonia
0,050 kg. Oleh karena itu, supaya pengeiolaan limbah ternak dapat
optimal
perlu mengetahui beberapa faktor yaitu : 1) produksi dan karakteristik serta
komponen limbah 2) komponen lingkungan yang antara lain ketersediaan dan
kualitas air, bau yang ditimbulkan, emisi NH3 dan CH4; serta 3) metode
prosesing dan pemanfatan sumberdaya yang meliputi pengelolaan limbah untuk
padang penggembalaan dan tanaman pertanian, pengomposan dan gas bio.
Hasil penefitian Juhaeni (1999) rnenunjukkan bahwa proses pengelolaan
secara fisik dan biologis (lumpur aktii dapat menurunkan tingkat pencemaran
limbah cair petemakan sap1 perah mencapai sekitar 51,65 - 86,25%. Adapun
Tamminga (1992) menyarankan agar pencemaran limbah temak berupa gas
rnetana dan unsur nitrogen dapat dikurangi dengan meningkatkan penyerapan
nitrogen dalam tubuh temak dan memanipulasi fermentasi dalam rumen melalui
pakan.
Muller (1980) menyatakan bahwa proses yang dapat dilakukan dalam
menangani limbah temak adalah dengan cara dehidrasi atau mengurangi kadar
air
feses,
rnenggunakan feses
sebagai campuran
pembuatan silase,
penambahan bahan kimia seperti para-formaldehid, lumpur aktif, pengomposan,
dan diproses sebagai pakan temak.
Penggunaan lirnbah sapi perah dalam
bentuk kering sebagai pakan tema k terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan
kalkun dan meningkatkan pmduksi telur. Penggunaan dalam ransurn temak
unggas memberikan pengaruh yang baik apabila diberikan sekitar 5 - 10% dari
total ransum.
Lefcourt dan Melsinger (2001) telah krhasil mengurangi bau
karena adanya amonia volafil dengan menggunakan tawas dan reolit.
Penambahan tawas 2,5% dapat menurunkan amonia volatil sebanyak 60 %,
sedangkan zeolt dengan penambahan 6,25% menghasilkan penurunan amonia
volatil sampai 50%.
Haga (1999) mengkiasifikasikan lirnbah ternak menjadi tiga macarn yaitu :
padat, semi padat dan cair. Limbah padat dimanfaatkan sebagai kompos yang
mempunyai kualitas tinggi. Limbah temak sapi perah yang limbahnya semi padat
dan cair dibuang langsung ke lahan pertanian, namun jumlahnya sangat
terbatas, sehingga pedu dilakukan pengelolaan limbah berupa pengomposan
yang mengandung N = 2,1%,
P2O5= 2.2% dan
KzO = 2,3%.
Pengeloaan limbah ternak yang paling umum dilakukan adalah dengan
cara pengomposan. Pengomposan adalah dekomposisi biotogis bahan organik
yang terkendali, sehingga menjadi bahan yang stabil (Merkel, 1981). Tujuan
utama pengomposan adalah untuk mengubah feses ternak menjadi produk yang
mudah ditangani dan aman untuk kesehatan rnanusia. Feses yang masih basah
tidak cocok untuk pemupukan oleh baunya yang menjijikkan karena adanya
senyawa sulfur seperti hidrogen suifida. Pada proses pengomposan suhu akan
naik lebih dad 60°C, sehingga akan dapat membunuh bakteri patogen, parasit
dan rumput liar. Tujuan lain dari pengomposan adalah merubah feses menjadi
pupuk organik yang aman untuk tanah dan tanaman (Harada et at., 1993).
Menunrt Haga (1998) kompos merupakan produk utama dari limbah petemakan
di Jepang, karena kompos dapat menstabilkan bahan organik, mengurangi bau
yang menyengat, membunuh k n i h rumput liar, menghilangkan mikroorga