Perubahan sifat fisik dan kimia tanah dalam pelaksanaan sistem tebang pilih tanam jalur (TPTJ) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S.Seruyan, Kalimantan Tengah

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM
PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR
(TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA
UNIT S. SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH

Rr. AJENG DWI HAPSARI HAYUNINGTYAS
E 14202030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH DALAM
PELAKSANAAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR
(TPTJ) DI HPHTI PT. SARI BUMI KUSUMA
UNIT S. SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Rr. Ajeng Dwi Hapsari Hayuningtyas
E 14202030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

Judul Penelitian

: Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam
Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan,
Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Rr. Ajeng Dwi Hapsari Hayuningtyas
NRP


: E 14202030

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc
NIP. 131 849 394

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
NIP. 131 430 799

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Kendal, Jawa Tengah pada tanggal

29 Januari 1985 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak Z. Suryo Sukmono dan Ibu Eko
Sriwidowati R.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis dimulai dari TK Pertiwi
Pekalongan yang diselesaikan pada tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis
masuk Sekolah Dasar Negeri 2 Sarirejo Kaliwungu dan lulus pada tahun 1996.
Pendidikan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri 2
Kendal. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Kendal dan
lulus pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
Fakultas Kehutanan, Departemen Manajemen Hutan, Program Studi Budidaya
Hutan melalui program Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2005
penulis mengambil minat studi di Laboratorium Silvikultur.
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam organisasi
Rimbawan Pecinta Alam Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga telah mengikuti
Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri dari Praktek
Umum Kehutanan (PUK) di Kamojang-Sancang, Jawa Barat dan Praktek Umum
Pengenalan Hutan (PUPH) di KPH Indramayu Jawa Barat. Pada tahun 2006
penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma
Unit Sungai Seruyan, Kalimantan Tengah.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan
penulis melaksanakan kegiatan penelitian di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma,
Kalimantan Tengah dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul ”Perubahan
Sifat Fisik dan Kimia Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam
Jalur (TPTJ) di HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan
Tengah” dibawah bimbingan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
dalam Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPH
PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah”. Penulisan skripsi
ini bertujuan untuk menilai perubahan kondisi tanah biak sifat fisik maupun sifat
kimia tanah pada jalur tanam dalam sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur.
Dengan diperolehnya data hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan pengembangan sistem
silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di areal HPHTI PT. Sari Bumi
Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk
perbaikan dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membutuhkannya.

Bogor, September 2006

Penulis

RINGKASAN
Rr. AJENG DWI HAPSARI H. (E 14202030). Perubahan Sifat Fisik dan Kimia
Tanah dalam Pelaksanaan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di HPHTI PT.
Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Dibawah Bimbingan Dr.
Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc
Dalam konteks kegiatan pengusahaan hutan, praktek penebangan merupakan salah satu
faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan, baik berupa kerusakan pada tegakan tinggal maupun
kerusakan tanahnya yang mengakibatkan potensi hutan alam kian menurun, sedangkan permintaan
akan hasil hutan semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi dunia. Salah satu
alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam bekas tebangan adalah dengan
menerapkan sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian hutan dan lingkungan, yaitu
sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang dilaksanakan dalam bentuk jalur tanam dan jalur

antara yang berselang-seling yang secara bertahap diperlebar sesuai dengan umur tanaman.
Namun, permasalahan yang muncul dalam sistem TPTJ adalah adanya pembuatan jalur tanam
dengan lebar jalur yang bervariasi menyebabkan pembukaan lahan pada tahap awal cukup besar
yang akan mengikis permukaan tanah sampai terbuka. Akibatnya ruang terbuka untuk masuknya
cahaya sampai ke lantai hutan menjadi lebih besar yang mengakibatkan terjadinya perubahan suhu
permukaan tanah sehingga terjadi penurunan bahan organik tanah. Dengan adanya penurunan
bahan organik tanah menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini dilakukan di areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan
Tengah. Areal hutan yang dipilih adalah areal hutan yang dikelola dengan sistem TPTJ umur 3
tahun (TJ3), 5 tahun (TJ5), dan 7 tahun (TJ7) serta hutan bekas tebangan 1 bulan (TO) dan hutan
primer (HP) sebagai kontrol. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium
Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2006. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah contoh tanah utuh (undisturbed soil sample) untuk penetapan sifat fisik tanah,
dan contoh tanah terganggu atau tidak utuh (disturbed soil sample) untuk penetapan sifat kimia
tanah. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh meliputi ring
sample, sekop atau cangkul, pisau lapangan, kertas label, kotak untuk menyimpan tanah, meteran
serta alat tulis. Untuk pengambilan contoh tanah terganggu menggunakan bor tanah, kantong
plastik transparan, kertas label, karet ikat, sekop atau cangkul, meteran serta alat tulis. Pada setiap

plot penelitian dipilih dua petak contoh dengan menggunakan metode purposive sampling (secara
sengaja), sehingga jumlah seluruh petak contoh adalah 5 plot x 2 petak = 10 unit petak contoh
dengan ukuran setiap petak contoh 200 m x 200 m.
Metode penelitian mencakup pengambilan contoh tanah untuk sifat fisik dan kimia pada
kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm pada tiap plot penelitian. Untuk plot penelitian yang dikelola
dengan sistem TPTJ, pengambilan contoh tanah dilakukan pada jalur tanam. Pengambilan contoh
tanah utuh ini dilakukan sebanyak 2 titik pada setiap petak contoh dalam jalur tanam, sedangkan
pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan sebanyak satu titik pada jalur tanam yang
merupakan komposit atau gabungan dari 5 titik pengambilan sampel. Analisi data statistik
menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem
TPTJ terhadap perubahan kondisi tanah tiap plot penelitian. Jika hasil sidik ragam adalah tolak Ho
(signifikan) maka dilakukan uji lanjutan berupa uji Duncan untuk mengetahui tingkat signifikansi
nilai tengah masing-masing peubah tanah, dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan untuk
mengetahui hubungan keeratan antara stabilitas agregat dengan kadar liat dan bahan organik tanah
maka dilakukan uji korelasi Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai bobot isi tanah pada seluruh plot penelitian
berada pada kisaran 1,02-1,39 g/cm3 atau termasuk dalam kategori sedang, yaitu 1-1,5 g/cm3
(Poerwowidodo, 2000) dan tidak berbeda nyata antar plot. Nilai bobot isi terendah adalah pada
hutan primer dan peningkatan terbesar terjadi pada hutan bekas tebangan 1 bulan sebesar 0,25%.
Dengan meningkatnya BI menyebabkan porositas menurun sehingga menghambat pergerakan

udara dan air, akibatnya penetrasi dan perkembangan akar pun terhambat. Penurunan terbesar
adalah pada TO sebesar 9,15% dan terus meningkat sampai pada TJ7 menjadi 61,70%. Secara

kuantitatif BI mempunyai kecenderungan meningkat pada lapisan yang lebih dalam, sedangkan
porositas semakin menurun pada lapisan yang lebih dalam.
Perubahan nilai stabilitas agregat antara HP dan TPTJ adalah berbeda nyata dimana HP
termasuk dalam kategori stabil, sedangkan pada areal TPTJ kurang stabil-tidak stabil (Sitorus et
al., 1980). Nilai stabilitas agregat tanah tertinggi adalah pada plot hutan primer sebesar 77,75%
dan terus menurun pada plot TPTJ. Kestabilan agregat suatu tanah ditentukan oleh kandungan liat,
bahan organik, dan bahan anorganik. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas agregat
berkorelasi negatif dengan bahan organik dan kadar liat serta tidak berpengaruh nyata pada taraf
5%. Berbeda dengan hasil penelitian Idawu (2003) yang menyatakan bahwa bahan organik
menunjukkan hubungan linier positif dengan stabilitas agregat dan berpengaruh signifikan pada
taraf 1%.
Sifat fisik lain yang juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah adalah tekstur tanah yang
tidak mudah berubah, oleh karenanya tekstur suatu tanah dianggap sebagai sifat dasar tanah.
Tekstur tanah pada hutan primer, tanaman umur 3, 5 dan 7 tahun termasuk dalam kelas tekstur
lempung liat berpasir, sedangkan pada plot hutan bekas tebangan 1 bulan mempunyai tekstur tanah
pasir berlempung (Sitorus et al., 1980). Namun kedua kelas tekstur tersebut sama-sama didominasi
oleh pasir yang mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap/menahan air dan

unsur hara, akibatnya tanah menjadi lebih padat dan perkembangan akar terhambat.
Kandungan C-organik pada seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori rendah
sampai sedang, yaitu berkisar antara 1,22%-2,20%, dan tergolong rendah untuk N-total yaitu
antara 0,12%-0,20% (Pusat Penelitian Tanah, 1982). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan C-organik dan N-total di seluruh plot TPTJ ternyata lebih besar dan tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan hutan primer, dengan kandungan terbesar pada TJ5 yang meningkat
sebesar 0,98% dan 0,08% dari HP (Tabel 4). Perbedaan nyata kandungan C-organik hanya terlihat
pada TO dan TJ5 untuk kedalaman 0-10 cm, sedangkan kedalaman 10-20 cm tidak berbeda nyata.
Namun hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kandungan C-organik dan N-total semakin
meningkat pada areal TPTJ. Dengan demikian terjadi pemulihan kandungan bahan organik pada
plot TPTJ yang relatif sama atau mendekati hutan primer meskipun masih berada dalam kategori
rendah sampai sedang. Secara kuantitatif C-organik dan N-total mempunyai kecenderungan
menurun pada lapisan bawah (kedalaman 10-20 cm).
Selain bahan organik, kemasaman tanah juga merupakan salah satu parameter sifat tanah
yang amat penting guna memprediksi tingkat kesuburannya. Sesuai dengan jenis tanahnya
Podsolik Merah Kuning yang mempunyai sifat pH rendah, dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa kondisi tanah pada seluruh plot penelitian bersifat sangat masam, yaitu 4,01-4,47 (Pusat
Penelitian Tanah, 1982) dan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kondisi tanah. Hal ini
berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme menjadi berkurang karena rendahnya nilai pH
tersebut. Kandungan pH tanah tertinggi adalah pada plot hutan primer dan semakin menurun pad

plot TPTJ. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian Rasiah et al. (2003) yang menunjukkan nilai
pH di hutan primer sebesar 5,62 lebih besar dibanding hutan yang ditanami sebesar 5,39.

i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem silvikultur TPTJ ............................................................................. 4
Dampak penebangan terhadap kualitas tanah ........................................... 5
Kerusakan tanah ........................................................................................ 6

Tinjauan Umum Tentang Meranti ............................................................ 12
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak, luas dan fungsi hutan ..................................................................... 14
Topografi .................................................................................................. 14
Geologi dan tanah ..................................................................................... 15
Iklim

...................................................................................................... 15

Hidrologi .................................................................................................. 16
Pengelolaan Hutan ................................................................................... 16
Kondisi Vegetasi…………………………… .......................................... 19
Kawasan Lindung…………………………… ......................................... 19

ii

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 20
Bahan dan Alat.......................................................................................... 20
Parameter Tanah yang dikumpulkan ........................................................ 20
Prosedur Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 20
Metode Penelitian ..................................................................................... 21
Analisis Data ............................................................................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ......................................................................................................... 25
Sifat Fisik Tanah ................................................................................... 30
Sifat Kimia Tanah ................................................................................. 25
Pembahasan .............................................................................................. 34
Pengaruh Penerapan Sistem TPTJ terhadap Sifat Fisik Tanah ............ 34
Pengaruh Penerapan Sistem TPTJ terhadap Sifat Kimia Tanah .......... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... 43
Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44
LAMPIRAN .................................................................................................... 47

iii

DAFTAR TABEL

No
Teks
Halaman
1. Gambaran kemiringan lapangan areal konsesi PT. SBK ..................... 15
2. Tahapan pelaksanaan dan tata waktu kegiatan dalam sistem TPTJ ..... 18
3. Rencana alokasi kawasan lindung di areal PT. SBK blok Seruyan ..... 19
4. Indikator tanah terpilih dan metode analisisnya .................................. 23
5. Perubahan bobot isi dan porositas pada plot penelitian ....................... 25
6. Perubahan stabilitas agregat pada plot penelitian .............................. 28
7. Korelasi stabilitas agregat dengan bahan organik dan kadar liat ........ 29
8. Perubahan tekstur tanah pada plot penelitian ....................................... 30
9. Perubahan C-organik dan N-total pada plot penelitian ........................ 30
10. Perubahan pH tanah pada plot penelitian ............................................. 32

iv

DAFTAR GAMBAR

No
Teks
Halaman
1. Teknis penerapan sistem TPTJ di HPH PT. Sari Bumi Kusuma ......... 19
2. Lay-out pengambilan contoh tanah pada tiap petak contoh ................. 23
3. Perubahan bobot isi pada seluruh plot penelitian ................................ 26
4. Perubahan porositas pada seluruh plot penelitian ............................... 27
5. Perubahan stabilitas agregat pada seluruh plot penelitian ................... 28
6. Perubahan C-organik pada seluruh plot penelitian ............................. 31
7. Perubahan N-total pada seluruh plot penelitian .................................. 32
8. Perubahan pH pada seluruh plot penelitian ......................................... 33
9. Areal plot penelitian ............................................................................ 54
10. Tanaman meranti umur 3 tahun pada sistem TPTJ ............................. 54
11. Tanaman meranti umur 5 tahun pada sistem TPTJ ............................. 54
12. Tanaman meranti umur 7 tahun pada sistem TPTJ ............................. 54

v

DAFTAR LAMPIRAN

No
Teks
Halaman
1. Hasil sidik ragam bobot isi pada kedalaman 0-10 cm.......................... 48
2. Hasil sidik ragam bobot isi pada kedalaman 10-20 cm........................ 48
3. Hasil sidik ragam porositas pada kedalaman 0-10 cm ......................... 49
4. Hasil sidik ragam porositas pada kedalaman 10-20 cm ....................... 49
5. Hasil sidik ragam stabilitas agregat pada kedalaman 0-10 cm ............ 50
6. Hasil sidik ragam stabilitas agregat pada kedalaman 10-20 cm .......... 50
7. Hasil sidik ragam C-organik pada kedalaman 0-10 cm ....................... 51
8. Hasil sidik ragam C-organik pada kedalaman 10-20 cm ..................... 51
9. Hasil sidik ragam N-total pada kedalaman 0-10 cm ............................ 52
10. Hasil sidik ragam N-total pada kedalaman 10-20 cm .......................... 52
11. Hasil sidik ragam pH pada kedalaman 0-10 cm .................................. 52
12. Hasil sidik ragam pH pada kedalaman 10-20 cm ................................ 53
13. Dokumentasi ........................................................................................ 54

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam penting bagi Indonesia
yang terletak di daerah tropika basah, karena mempunyai nilai ekologis yang
strategis baik di tingkat lokal, regional maupun global. Sementara itu hutan juga
mempunyai arti ekonomis karena hasil hutan terutama kayunya merupakan salah
satu sumber devisa bagi negara.
Dalam konteks kegiatan pengusahaan hutan, praktek penebangan
merupakan salah satu faktor penyebab utama terjadinya kerusakan hutan, selain
faktor lain seperti api yang menjadi sumber terjadinya kebakaran hutan.
Kerusakan hutan alam produksi akibat penebangan dapat berupa kerusakan pada
tegakan tinggal, serta kerusakan tanahnya. Secara teknis, penebangan hutan alam
akan mengakibatkan menurunnya kelimpahan dan keragaman jenis didalam hutan
alam sampai dalam bentuk perubahan struktur dan bentuk komunitas flora fauna
dan berakhir pada kerusakan ekosistem. Terdapat kecenderungan bahwa potensi
hutan alam kian menurun, sedangkan permintaan akan hasil hutan semakin
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dunia.
Sesuai

dengan

karakteristik

hutan

hujan

tropis

yang

memiliki

keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi, maka salah satu alternatif untuk
meningkatkan produktivitas hutan alam bekas tebangan adalah dengan
menerapkan sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada kelestarian hutan dan
lingkungan, yaitu sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Pengelolaan hutan
dengan sistem silvikultur TPTJ dilaksanakan dalam bentuk jalur tanam dan jalur
antara yang berselang-seling yang secara bertahap diperlebar sesuai dengan umur
tanaman.
Jalur tanam merupakan jalur yang terdiri dari jalur bersih selebar 3 meter.
Dalam jalur tanam akan dilakukan penanaman jenis-jenis komersial setempat
terutama jenis Dipterocarpaceae dengan jarak antar tanaman 5 meter, sedangkan
jalur antara merupakan jalur di antara 2 jalur tanam selebar 15 meter yang masih
mempertahankan komposisi jenis vegetasi hutan alam.

2

Pada dasarnya metode yang digunakan dalam sistem TPTJ adalah sistem
tebang pilih dengan limit diameter 40 cm. Dengan adanya penurunan limit
diameter tebangan ini menjadi salah satu faktor meningkatnya produksi kayu
dalam kawasan hutan sehingga produksi kayu pun meningkat. Namun,
permasalahan yang muncul dalam sistem TPTJ adalah adanya pembuatan jalur
tanam dengan lebar jalur yang bervariasi menyebabkan pembukaan lahan pada
tahap awal cukup besar yang akan mengikis permukaan tanah sampai terbuka.
Dalam pembuatan jalur tanam, pohon-pohon di tebang menyebabkan tajuk
tegakan kian terbuka semakin besar. Dengan demikian, ruang terbuka untuk
masuknya cahaya sampai ke lantai hutan menjadi lebih besar yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan suhu permukaan tanah sehingga menyebabkan penurunan
bahan organik tanah. Dengan adanya penurunan bahan organik tanah
menyebabkan perubahan sifat fisik dan kimia tanah yang akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Perubahan sifat fisik tanah tersebut meliputi bobot isi,
porositas, tekstur tanah, dan stabilitas agregat, sedangkan perubahan sifat kimia
tanah meliputi pH tanah, kandungan C-organik dan N-total.
Dengan penurunan bahan organik tanah menyebabkan bobot isi tanah
semakin meningkat, porositas tanah dan stabilitas agregat menurun yang
menjadikan tanah semakin padat sehingga kurang menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman, sedangkan pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah yaitu
menyebabkan penurunan kandungan C-organik dan N-total serta pH tanah yang
dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Sebagai suatu sistem silvikultur hutan alam bekas tebangan yang nantinya
akan diaplikasikan dalam skala luas, maka perubahan kondisi tanah tersebut perlu
dievaluasi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menilai perubahan kondisi tanah baik sifat
fisik (bobot isi, porositas, tekstur, dan stabilitas agregat) maupun sifat kimia
(pH tanah, C-organik, dan N-total) pada jalur tanam dalam sistem silvikultur
TPTJ.

Manfaat Penelitian
Dengan tersedianya data kuantitatif kualitas tanah diharapkan dapat
digunakan

sebagai

salah

satu

pertimbangan

dalam

perencanaan

dan

pengembangan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) di areal HPH
PT. Sari Bumi Kusuma Unit S. Seruyan Kalimantan Tengah.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
Dalam mendorong tercapainya kondisi hutan yang mampu berfungsi
secara optimal, produktif, serta dikelola dengan efektif dan efisien, akan
dikembangkan pembangunan sistem silvikultur yang intensif dalam pemanfaatan
sumberdaya hutan. Sistem silvikultur merupakan cara utama untuk mewujudkan
hutan dengan struktur dan komposisi yang dikehendaki, yang disesuaikan dengan
lingkungan setempat (Anonim, 2005).
Salah satu alternatif untuk meningkatkan produktivitas hutan alam adalah
melalui sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dimana
pembangunan hutan tanaman meranti dapat dilakukan secara intensif dan
kompetitif dalam jalur-jalur di hutan bekas tebangan. Sistem TPTJ adalah regime
silvikultur hutan alam yang mengharuskan adanya tanam pengkayaan pada areal
pasca penebangan secara jalur, yaitu 22 m jalur antara dan 3 m jalur tanaman,
dengan limit diameter tebang dalam jalur berkisar 40 cm. Jalur bebas naungan
secara bertahap diperlebar sesuai dengan perkembangan tanaman maksimal 10 m
(Mulyana et al., 2005).
Inti kegiatan TPTJ adalah pembinaan tanaman pada jalur-jalur tanam yang
semula ditebang di antara kondisi hutan alam. Adanya kegiatan pembinaan ini
memberikan kesempatan dilakukannya berbagai tindakan intensif dan pemilihan
jenis tanaman, termasuk kemungkinan digunakannya jenis-jenis unggulan dari
hasil budidaya dan rekayasa genetik (bioteknologi). Tindakan intensif tersebut
antara lain berupa penyiangan, pendangiran, prunning, pemupukan, penjarangan,
dan perlindungan terhadap hama dan penyakit. Termasuk didalamnya kegiatankegiatan pemuliaan pohon dan pengembangan teknologi perbenihan.
Kelebihan sistem TPTJ dibanding dengan TPI maupun TPTI adalah bahwa
dengan TPTJ kelestarian produksi akan dapat terjamin dan jauh meningkat karena
mekanisme kontrol dapat dilakukan secara optimal dengan areal bekas tabangan
tetap dapat dijaga dan dipelihara. Selain itu, sistem ini juga berperan dalam
peningkatan penyerapan tenaga kerja 100% lebih tinggi dibanding sistem yang
lainnya (Mulyana et al., 2005). Mekanisme membangun hutan tanaman yang

5

prospektif, sehat dan lestari jelas dapat dilakukan lewat TPTJ yang terus menerus
akan disempurnakan menuju regime silvikultur intensif.

Dampak Penebangan Terhadap Kondisi Tanah
Pemanfaatan hutan dalam bentuk penebangan yang tidak memperhatikan
aspek kelestarian dapat menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap tanah,
air, flora dan fauna, perubahan iklim, dan unsur hara. Dampak negatif terhadap
tanah antara lain rusaknya sifat fisik dan kimia tanah, terganggunya siklus
hidroorologi, menstimulasi erosi, dan meningkatkan sedimen tersuspensi dalam
tubuh air. Akibatnya tanah menjadi miskin hara dan hanya beberapa jenis
tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup di atas tanah tersebut (Pratiwi dan
Budi M, 2002).
Kerusakan lantai hutan akan mengakibatkan berkurangnya laju infiltrasi air
ke dalam tanah dan meningkatkan laju aliran permukaan. Intensitas aliran
permukaan yang tinggi dapat menyebabkan erosi, yang membawa partikelpartikel tanah ke dalam aliran sungai. Sesungguhnya erosi selalu terjadi secara
alami, tetapi kerusakan hutan dalam bentuk penebangan pohon akan
meningkatkan intensitas erosi. Sebagai akibatnya adalah lapisan tanah menjadi
lebih tipis, infiltrasi air ke dalam solum terhambat dan produktivitas tanah akan
menurun karena hilangnya lapisan tanah atas. Selain itu, penebangan hutan yang
tidak memperhatikan aspek konservasi dapat mengakibatkan terganggunya siklus
beberapa unsur hara (Borman et al., 1974 dalam Pratiwi dan Budi M, 2002).
Penebangan hutan yang tidak memperhatikan aspek konservasi dapat
mengakibatkan terganggunya siklus beberapa unsur hara, terutama unsur hara
makro berupa karbon (C), nitrogen (N), phospor (P) dan sulfur (S). Penurunan
jumlah karbon didalam tanah dapat disebabkan antara lain oleh pemanenan
kayu/pohon,

pembakaran

sisa-sisa

tumbuhan,

peningkatan

dekomposisi,

pengembalian yang kurang dari C-organik, erosi C-organik, dan lain-lain. Dengan
adanya penebangan pohon, kondisi tanah yang lembab dan didukung oleh iklim
mikro yang lebih panas akan mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa
tumbuhan yang tertinggal (Pratiwi dan Budi M, 2002).

6

Kerusakan Tanah
Sumberdaya alam tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi disebabkan oleh : (1) Kehilangan unsur
hara dan bahan organik dari daerah perakaran, (2) Proses salinisasi, (3)
Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging), dan (4) Erosi. Kerusakan tanah oleh
satu atau lebih proses tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah
untuk mendukung pertumbuhan atau menghasilkan barang dan jasa (Arsyad,
2000).
Menurut Barrow (1991) dalam Setiawan (2004) degradasi lahan
didefinisikan sebagai fenomena hilangnya dan berkurangnya manfaat atau potensi
dari suatu lahan. Hilangnya atau berubahnya suatu komposisi flora dan fauna yang
tidak digantikan terjadi pada lahan yang terdegradasi.
Anonimous (1993) dalam Setiawan (2004) menyatakan bahwa ada dua
kategori proses degradasi tanah, yaitu (1) Berkaitan dengan pemindahan bahan
atau materi tanah (erosi oleh air atau angin), dan (2) Menurunnya kondisi tanah
tersebut (proses degradasi terhadap sifat fisik dan kimia tanah).
Salah satu bentuk kerusakan tanah adalah meningkatnya bobot volume
tanah di daerah penebangan dibandingkan di luar daerah penebangan. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas penebangan hutan menyebabkan pemadatan tanah
sehingga menurunkan laju infiltrasi (Pratiwi dan Budi M, 2002).

1. Sifat fisik tanah
a. Bobot isi tanah
Bobot isi tanah mencerminkan tingkat kepadatan tanah. Makin besar
nilainya maka tanah makin padat sehingga kurang menguntungkan untuk
perkembangan perakaran tanaman. Meningkatnya kandungan bahan organik tanah
umumnya akan menurunkan bobot volume tanah. Di areal hutan alam yang
letaknya lebih tinggi, bobot isi tanah berkisar antara 0,75 g/cc hingga 0,98 g/cc
(Purwanto dan Gintings, 1994).
Tanah-tanah yang tersusun dari partikel halus dan tidak beraturan
mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi, sehingga bobot volumenya
rendah (sekitar 1,2 Mg/m3). Tanah yang baru berkembang mengandung bahan

7

organik tinggi, karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot volume
tanah rendah (Islami dan Utomo, 1995).
Dalam kegiatan penebangan hutan menyebabkan lapisan atas (topsoil)
berpindah dan sub soil terbuka sehingga kehilangan bahan organik lebih cepat
dibandingkan penambahan pada lapisan atasnya. Selain itu, aktivitas peralatan
berat dalam penebangan dan penyaradan menyebabkan berat jenis tanah
meningkat sehingga terjadi pemadatan tanah dan menurunkan laju infiltrasi
(Pratiwi dan Budi M, 2002).

b. Stabilitas agregat
Agregat tanah adalah kumpulan partikel-partikel tanah yang terbentuk secara
alami, dimana gaya antar partikel lebih kuat dari gaya diantara agregat-agregat
tanah yang berdekatan. Selanjutnya Hillel (1980) dalam Larry (2003)
mendefinisikan agregat adalah susunan partikel-partikel tanah yang merupakan
peralihan antara keadaaan partikel-partikel tanah yang terpisah-pisah dengan
keadaan tanah yang berbentuk gumpalan padat. Mekanisme pembentukan agregat
ini merupakan fase penting dalam masalah struktur tanah, karena tipe struktur
tanah ditentukan oleh jumlah dan sifat agregat.
Untuk penilaian kemantapan (kestabilan) agregat digunakan istilah indeks
stabilitas agregat (ISA). Indeks stabilitas ini merupakan penilaian secara
kuantitatif terhadap kestabilan agregat karena gangguan dari luar. Gangguan ini
dapat berupa pukulan butir-butir hujan, aliran permukaan dan aliran pengairan.
Semakin besar ISA berarti agregat tanah semakin mantap dan semakin kecil ISA
berarti semakin tidak mantap agregat tanah. Pada tanah yanh stabilitas agregatnya
kurang mantap, bila terkena gangguan dari luar akan mudah hancur, butir-butir
halus hasil hancuran akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga bobot isi tanah
meningkat, aerasi buruk, dan permeabilitas lambat (Kristiyanto, 2004).
Stabilitas agregat menunjukkan ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh
perusakan air dan manipulasi mekanik. Air dapat menyebabkan kerusakan agregat
tanah melalui proses penghancuran dan perendaman (dispersi) agregat oleh daya
perusak butir-butir jatuh. Pengolahan tanah dapat menyebabkan menurunnya

8

stabilitas agregat karena pemadatan maupun perusakan agregat oleh alat-alat berat
pengolahan atau penebangan (Baver et al., 1972 dalam Kristiyanto, 2004).
Stabilitas agregat suatu tanah ditentukan oleh kandungan liat, bahan organik,
dan bahan anorganik. Korelasi bahan organik dengan pembentuk agregat tidak
nyata apabila kadar bahan organik turun. Dengan adanya aktivitas alat berat dalam
penebangan hutan akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya bahan organik
yang lebih cepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap penurunan stabilitas agregat
karena bahan organik merupakan faktor pengikat agregat yang penting, bahan
organik memungkinkan partikel-partikel lepas menjadi terikat dan stabil.

c. Porositas tanah
Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh
udara dan air). Baver et al. (1976) mendefinisikan porositas tanah sebagai
presentase volume tanah yang tidak terisi oleh bahan padat. Jumlah ruang pori
ditentukan oleh cara butiran padat tersusun. Bila mereka berhimpitan, seperti
halnya lapisan bawah yang kompak atau pasir, maka jumlah pori sedikit. Tetapi
bila butiran padatan tersusun secara porous, seperti tanah bertekstur rendah maka
ruang pori per unit volume banyak (Soepardi, 1983). Ruang pori ini dipengaruhi
pleh beberapa faktor, yaitu kedalaman tanah, cara pengolahan tanah, dan ukuran
pori. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar dan pori-pori halus.
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan
tekstur tanah (Hardjowigeno, 2003).
Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Dengan adanya aktivitas
alat berat dalam penebangan hutan maka kandungan

bahan organik tanah

semakin menurun sehingga porositas tanah pun menurun. Gent et al. (1984)
dalam Ohse et al. (2002) menunjukkan bahwa bobot volume meningkat dan
porositas tanah menurun karena deforestasi.

d. Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk
dideskripsi dan dianalisis. Sifat ini seringkali penting untuk menentukan

9

pemilihan jenis pohon hutan. Tekstur tanah merupakan salah satu parameter sifat
tanah yang relatif tetap (Purwanto I, dan Gintings AN, 1995).
Tekstur tanah menyangkut ukuran partikel mineral dan secara spesifik
menyinggung perbandingan relatif dari berbagai ukuran partikel dalam tanah.
Berdasarkan ukuran butir-butir primer, tekstur tanah digolongkan dalam tiga
fraksi utama yaitu pasir, debu dan liat. Bahan-bahan yang lebih besar dari 2 mm
yaitu kerikil dan batu tidak termasuk dalam tekstur tanah.
Dalam hubungannya dengan pengusahaan hutan, salah satunya adalah
penebangan hutan berakibat meningkatnya suhu dan kelembaban tanah yang
mempunyai pengaruh kurang baik terhadap sifat fisik berkaitan dengan
perkembangan tanah menuju suatu kondisi dengan kandungan liat tinggi (tekstur
liat). Hal ini menyebabkan persentase ruang pori kapiler meningkat, aerasi
menjadi buruk, tanah mudah terdispersi, menurunnya kapasita infiltrasi dan
sejumlah sifat lain yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman hutan
(Purwanto I, 1995).

2. Sifat kimia tanah
a. Reaksi tanah (pH tanah)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH (Hardjowigeno, 2003). Pada nilai pH yang sangat
rendah tanah dikatakan bereaksi masam, sedangkan pada pH yang tinggi tanah
dikatakan bereaksi alkalin (basis). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pH
tanah diantaranya kadar humus, aluminium silikat, hidroksida (terutama Al dan
Fe) dan garam-garam terlarut dalam tanah (Buckman and Brandy, 1960 dalam
Purwanto dan Gintings, 1994).
Hardjowigeno (2003) mengemukakan pentingnya pH tanah, yaitu :
1. Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada
umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar
netral karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam
air.

10

2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanahtanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali
memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi tanaman.
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme, antara lain bakteri dan
jamur berkembang dengan baik pada pH 5,5, sedangkan bakteri pengikat
nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang dengan
baik pada pH > 5,5.
Sifat reaksi (pH) tanah merupakan salah satu parameter sifat tanah yang
amat penting guna memprediksi tingkat kesuburannya. Ohse et al. (2002)
menyatakan bahwa nilai pH lebih tinggi pada areal hutan bekas tebangan
(5,77-5,90) dibandingkan pada areal hutan primer (5,41-5,69). Pada nilai pH
sekitar 6,5-7,0 kondisi reaksi tanah adalah ideal (Purwanto dan Gintings, 1995).

b. Nitrogen
Nitrogen adalah unsur hara yang paling penting membatasi hasil panen di
wilayah tropika maupun wilayah iklim-sedang. Tambahan nitrogen pada tanah
berasal dari hujan dan debu, penambatan secara tak-simbiosis, penambatan secara
simbiosis, serta kotoran hewan dan manusia. Kehilangan nitrogen dari tanah
disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan, dan penyerapan
oleh tanaman (Sanchez, 1992).
Hardjowigeno (2003) mengemukakan bahwa nitrogen dalam tanah berasal
dari :
1. Bahan organik tanah
Bahan organik halus, nitrogen tinggi, C/N rendah
Bahan organik kasar, nitrogen rendah, C/N tinggi
Bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik adalah
suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, pH dan jenis bahan
organik. Kandungan N tanah pada temperatur yang tinggi pada tanahtanah yang ditumbuhi rumput-rumputan dibandingkan vegetasi hutan,
sampai suatu batas tertentu kecepatan vegetasi dan kandungan N tanah
meningkat sesuai suplai air.

11

2. Pengikatan oleh mikroorganisme dan nitrogen udara
3. Pupuk, misal ZA, urea dan lain-lain
4. Air hujan
Buckman dan Bardy (1972) dalam Ramdaniah (2001) menyatakan bahwa
jumlah N dalam tanah tergantung pada jumlah bahan organik dalam tanah
tersebut.

Tanah

yang

memiliki

bahan

organik

tinggi

akan

mampu

mempertahankan N yang lebih banyak.
Siklus N di hutan alam yang tidak terganggu merupakan siklus tertutup..
Siklus ini merupakan siklus internal antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme.
Jumlah N organik yang dijumpai di dalam ekosistem dapat terganggu jika siklus
ini terganggu. Penebangan hutan akan menginterupsi siklus N dengan mencegah
pengambilan N oleh tumbuhan dan meningkatkan laju mineralisasi.

Dengan

demikian penyebab hilangnya N dari dalam tanah antara lain pemanenan kayu,
pembakaran sisa-sisa tumbuhan setelah penebangan, dan pencucian N dalam
bentuk nitrat ke dalam air (Pratiwi dan Budi M, 2002).

c. C-Organik
C-Organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara
lain terdiri dari sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi.
Soepardi (1983) menerangkan bahwa sumber asli bahan organik adalah jaringan
tumbuhan. Di dalam daun, ranting, cabang dan akar tanaman menyediakan
sejumlah bahan organik tiap tahunnya. Bahan-bahan tersebut akan melapuk dan
diangkut ke lapisan lebih dalam yang selanjutnya satu dengan tanah.
Peranan bahan organik secara umum mempengaruhi sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Stevenson (1982) dalam Ramdaniah (2001) menyatakan peranan
bahan organik terhadap tanah yaitu meningkatkan ketersediaan unsur hara dari
hasil dekomposisinya, memantapkan agregat tanah, sebagai penyangga perubahan
tanah, meningkatkan KTK tanah, serta sebagai sumber energi bagi aktifitas
mikroorganisme tanah tertentu.
Kadar bahan organik dalam lapisan tanah pertanian berkisar dari rendah
hingga 5% pada tanah mineral dan bisa mendekati 60% di tanah organik. Di

12

bawah lapisan olah kadar bahan organik (karbon) memperlihatkan kecenderungan
menurun.
Penurunan jumlah karbon didalam tanah dapat disebabkan oleh
pemanenan

kayu/pohon,

pembakaran

sisa-sisa

tumbuhan,

peningkatan

dekomposisi, pengembalian yang kurang dari C-organik, dan lain-lain. Ohse et al.
(2002) menunjukkan bahwa jumlah karbon secara signifikan menurun dengan
berkurangnya komposisi bahan organik tanah karena aktivitas penebangan yang
menyebabkan perubahan vegetasi hutan. Kandungan C pada tanah menurun
berdasarkan peningkatan radiasi sinar matahari pada lantai hutan dan karena
penurunan suplai serasah akibat perubahan vegetasi hutan.

Tinjauan Umum Tentang Meranti
Menurut

Samingan

(1982),

Shorea

termasuk

dalam

famili

Dipterocarpaceae. Marga Shorea (meranti) meliputi sekitar 100 jenis, terdiri dari 4
kelompok yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning, dan meranti balau
(selangan batu). Diantara kelompok tersebut meranti merah merupakan kelompok
meranti terpenting, baik dari segi perolehan devisa maupun dari segi dominasinya
di hutan-hutan hujan dataran rendah. Di Indonesia keturunan jenis meranti tumbuh
alami di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Maluku. Meranti tumbuh pada
ketinggian mulai dari permukaan laut sampai 800 m dpl.
Ketinggian meranti mencapai 50 m, panjang batang bebas cabang sampai
30m, diameter umumnya sekitar 100 cm. Warna kayu teras bervariasi dari hampir
putih, cokelat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-cokelat
muda dan merah sampai merah tua atau cokelat tua. Kayu gubal berwarna lebih
muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, berwarna putih, putih
kotor, kekuning-kuningan atau kecokelat-cokelatan sangat muda, biasanya kelabu,
tebal 2-8 cm. Tekstur kayu meranti agak kasar sampai kasar dan merata, lebih
kasar dari meranti putih dan meranti kuning. Penyebaran meranti merah meliputi
daerah Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Meranti merah tumbuh dalam hutan
hujan tropis dengan tipe curah hujan A, B dan C. Jenis-jenis ini tumbuh pada
tanah latosol, podsolik merah kuning, dan podsolik kuning sampai pada
ketinggian 1300 mdpl (PROSEA 1999).

13

Berdasarkan hasil penelitian uji spesies meranti di beberapa lokasi (ITTO
PD 41) ada beberapa jenis meranti cepat tumbuh yang dapat direkomendasikan
untuk materi pembangunan hutan tanaman meranti prospektif, antara lain Shorea
leprosula, Shorea johorensis, Shorea parvifolia, Shorea platyclados, Shorea
macrophylla, Shorea selanica, dan Shorea smithiana.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dalam areal HPHTI PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S.
Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih adalah areal hutan yang
dikelola dengan sistem TPTJ umur 3 tahun (TJ3), 5 tahun (TJ5), dan 7 tahun (TJ7)
serta hutan bekas tebangan 1 bulan (TO) dan hutan primer (HP). Analisis sifat
fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan Jurusan Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan Februari sampai April 2006.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh
(undisturbed soil sample) untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah, dan contoh tanah
utuh terganggu atau tidak utuh (disturbed soil sample) untuk penetapan sifat-sifat
kimia tanah.
Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah utuh antara lain
ring sample, sekop atau cangkul, pisau lapangan, kertas label, kotak untuk
menyimpan tanah, meteran serta alat tulis, sedangkan alat yang digunakan untuk
pengambilan contoh tanah terganggu adalah bor tanah, kantong plastik transparan,
kertas label, karet ikat, sekop atau cangkul, meteran serta alat tulis.

Parameter tanah yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
meliputi data mengenai sifat fisik tanah (tekstur, bobot volume, porositas dan
stabilitas agregat) dan sifat kimia tanah (pH tanah, C-Organik dan N-total).

Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada 5 tipe lahan yang terdiri dari 3 lahan TPTJ yaitu
umur 3 tahun, 5 tahun, dan 7 tahun, hutan bekas tebangan 1 bulan dan hutan alam
(primer) sebagai pembanding.

21

Pada setiap plot penelitian atau tipe lahan dipilih dua petak contoh dengan
menggunakan metode purposive sampling (secara sengaja), sehingga jumlah
seluruh petak contoh adalah 5 plot x 2 petak = 10 unit petak contoh. Setiap petak
contoh berukuran 200 m x 200 m. Selanjutnya pada setiap petak contoh dilakukan
pengambilan data sifat fisik dan kimia tanah. Pemilihan hutan alam sebagai
ekosistem yang relatif stabil dimaksudkan sebagai pembanding terhadap sistem
TPTJ yamg kondisi ekosistemnya terganggu.

Metode Penelitian
Metode penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap persiapan,
tahap pengambilan data di lapangan, dan tahap analisis data di laboratorium.
Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilaksanakan yaitu studi pustaka
sebagai kerangka dasar bagi kegiatan selanjutnya, termasuk informasi tentang
daerah penelitian, serta persiapan peralatan untuk pengambilan data di lapangan.
Tahap Pengambilan Data di Lapangan
Tahap pengambilan data di lapangan yaitu pengambilan contoh tanah
untuk sifat fisik dan kimia tanah pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm pada tiap
plot penelitian. Untuk plot penelitian yang dikelola dengan sistem TPTJ,
pengambilan contoh tanah dilakukan pada jalur tanam.
1. Sifat fisik tanah
Pengambilan contoh tanah utuh untuk parameter sifat fisik adalah sebagai
berikut :
a. Ratakan dan bersihkan lapisan atas tanah yang akan diambil dari penutupan
serasah dan batuan, kemudian letakkan tabung ring sample tegak lurus pada
lapisan tanah tersebut. Tiap tabung diberi label nomor dan dilengkapi dengan
sepasang tutup plastik
b. Gali tanah di sekeliling tabung dengan sekop
c.

Tekan tabung hingga ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah kemudian tabung
lain diletakkan di atas tabung pertama, dan ditekan kembali sampai bagian
bawah dari tabung kedua masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm

22

d. Setelah itu tabung beserta tanah di dalamnya digali dengan menggunakan
sekop atau cangkul
e. Pisahkan tabung kedua dari tabung pertama dengan hati-hati, kemudian
kelebihan tanah yang ada pada bagian atas dan bawah dikerat/dibersihkan
hingga rata.
f. Tutup tabung dengan plastik, kemudian disimpan dalam kotak khusus yang
sudah disediakan dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Pengambilan contoh tanah utuh ini dilakukan sebanyak 2 titik pada setiap
petak contoh dalam jalur tanam sehingga jumlah keseluruhan adalah 2 titik x 10
petak contoh x 2 kedalaman = 40 contoh tanah.

2. Sifat kimia tanah
Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia adalah contoh tanah
terganggu pada setiap plot penelitian sebanyak satu titik pada jalur tanam yang
merupakan komposit atau gabungan dari beberapa titik pengambilan sampel.
Pengambilan contoh tanah ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Gali tanah dengan menggunakan bor tanah sesuai dengan kedalaman yang
akan

diteliti yaitu 0-10 cm dan

10-20 cm, kemudian

dicampur

rata/dikompositkan berdasarkan lokasi.
b. Masukkan contoh tanah yang dikompositkan ke dalam kantong plastik
sebanyak ± 1 kg, kemudian beri label pada masing-masing kantong plastik
dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
Dengan demikian jumlah contoh tanah terganggu yang diambil adalah
sebanyak 1 titik x 10 petak contoh x 2 kedalaman = 20 contoh tanah.
Jumlah total contoh tanah yang diteliti antara contoh tanah utuh dan
terganggu adalah 40 + 20 = 60 contoh tanah.

23

3m

22 m

3m

22 m

200 m

25 m

25 m
200 m

Gambar 2. Lay-out pengambilan contoh tanah pada setiap petak contoh
Keterangan :

1)

= titik pengambilan contoh tanah utuh

2)

= titik pengambilan contoh tanah terganggu

3) 3 m = jalur tanam
4) 22 m = jalur antara

Analisis Data
Setelah pengambilan contoh tanah di lapangan, selanjutnya contoh tanah
tersebut dianalisa di laboratorium Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB
untuk memperoleh indikator kualitas tanahnya dengan menggunakan metode
analisa yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4 Indikator terpilih kualitas tanah dan metode analisisnya
Indikator
Sifat Tanah
Metode Analisa
Tekstur
Pipet
Bobot volume
Ring Soil Sample
Fisik Tanah
Stabilitas agregat
Wet Sieving
Porositas
Gravimetrik
pH
Gelas Elektrode
C-Organik
Walkey
– Black
Kimia Tanah
N-total
Kjedahl

24

Analisis Data Statistik
Berdasarkan data sifat fisik dan kimia tanah yang telah terkumpul selanjutnya
dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) untuk
mengetahui pengaruh penerapan sistem TPTJ terhadap perubahan kondisi tanah
tiap plot penelitian, dengan hipotesa sebagai berikut :
Ho : Penerapan sistem TPTJ tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan
kondisi tanah
H1 : Penerapan sistem TPTJ berpengaruh nyata terhadap perubahan kondisi
tanah
sedangkan kriteria pengambilan keputusan dari hipotesa yang diuji adalah :
Jika Fhitung < Ftabel maka Ho ditolak dan H1 diterima
Jika Fhitung > Ftabel maka Ho diterima dan H1 ditolak
Jika hasil sidik ragam adalah tolak Ho (signifikan) maka dilakukan uji
lanjutan berupa uji Duncan untuk mengetahui tingkat signifikansi nilai tengah
masing-masing peubah tanah, dengan tingkat kepercayaan 95%.
Sedangkan untuk mengetahui hubungan keeratan antara stabilitas agregat
dengan kadar liat dan bahan organik tanah maka dilakukan uji korelasi Pearson.
Software yang digunakan untuk pengolahan data adalah SPSS 11.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Hasil penelitian perubahan kondisi tanah pada hutan primer dan areal
TPTJ digunakan untuk mempelajari sejauh mana pengaruh sistem TPTJ umur 0,
3, 5, dan 7 tahun terhadap kondisi tanah serta kemampuannya untuk pulih
kembali. Perubahan kondisi tanah yang diamati pada kedalaman 0-10 cm dan
10-20 cm meliputi sifat fisik dan sifat kimia tanah.
Sifat fisik tanah
Hasil analisa sifat fisik tanah pada hutan primer, TPTJ tanaman umur 0, 3,
5, dan 7 tahun disajikan pada Tabel 5. Adapun parameter sifat fisik yang diamati
adalah bobot isi tanah, porositas, tekstur dan stabilitas agregat.
Tabel 5 Perubahan bobot isi dan porositas pada plot penelitian dengan kedalaman
0-10 cm dan 10-20 cm
Bobot isi (g/cm3)

Plot

(0-10)

HP

1,04a

Porositas (%)

(10-20)

1,00*

1,25ab

TO

1,29

a

TJ3

1,06 a

(0-10)

1,00*

60,75 a

0,25*

b

1,39

0,02*

1,23ab

TJ5

1,08

a

TJ7

1,02 a

(10-20)

1,00*

52,78ab

1,00*

0,14*

51,60

a

-9,15*

47,65

a

-5,13*

-0,02*

60,10 a

-0,65*

53,80ab

1,02*

0,04*

1,12

a

-0,13*

59,45

a

-1,3*

b

57,63

4,85*

-0,02*

1,12a

-0,13*

61,70 a

0.95*

57,85b

5,07*

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada
taraf pengujian 0,05
= Selisih nilai sifat fisik tanah (bobot isi dan porositas) antar plot penelitian terhadap hutan
primer
HP = Hutan Primer
TJ5 = Tanaman umur 5 tahun
TO = Hutan bekas tebangan 1 bulan
TJ7 = Tanaman umur 7 tahun
TJ3 = Tanaman umur 3 tahun
*

Berdasarkan hasil penelit

Dokumen yang terkait

Kajian Aspek Vegetasi dan Kualitas Tanah Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di Areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah)

0 5 78

Dampak pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) terhadap potensi kandungan karbon dalam vegetasi hutan alam tropika: studi kasus di areal IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah

0 23 187

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Pertumbuhan Tanaman Shorea leprosula Miq dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat)

1 9 81

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah)

1 15 5

Kualitas Tanah pada Areal Tebang Pilih Tanam Jalur di IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma Provinsi Kalimantan Tengah

0 6 5

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Kondisi Vegetasi Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di Kalimantan Tengah

8 55 134

Model Dinamika Karbon TPTI dan TPTJ di IUPHHK-HA PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah

0 5 32