Analisis Pindah Panas pada Pipa Utama Sistem Hidroponik Substrat dengan Pendinginan Larutan Nutrisi

ANALISIS PINDAH PANAS PADA PIPA UTAMA SISTEM
HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN PENDINGINAN
LARUTAN NUTRISI

NURUL CHOERUNNISA

TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pindah Panas
pada Pipa Utama Sistem Hidroponik Substrat dengan Pendinginan Larutan Nutrisi
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Nurul Choerunnisa
NIM F14090143

ABSTRAK
NURUL CHOERUNNISA. Analisis Pindah Panas pada Pipa Utama Sistem
Hidroponik Substrat dengan Pendinginan Larutan Nutrisi. Dibimbing oleh
HERRY SUHARDIYANTO.
Larutan nutrisi yang didinginkan akan mengalami kenaikan suhu selama
didistribusikan menuju zona perakaran tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melakukan analisis pindah panas pada pipa utama sistem hidroponik
substrat, melakukan validasi terhadap model pindah panas tersebut, dan
melakukan simulasi perencanaan suhu input larutan nutrisi. Model pindah panas
dikembangkan dari persamaan-persamaan pindah panas dan aliran fluida dalam
pipa. Validasi model pindah panas dilakukan dengan metode analisis regresi
linear. Simulasi dilakukan dengan menghitung suhu input larutan nutrisi yang
diperlukan untuk mendapatkan suhu output larutan nutrisi yang optimum bagi
tanaman dengan menggunakan model pindah panas yang telah divalidasi. Hasil

validasi menunjukkan bahwa model pindah panas yang dikembangkan cukup
akurat untuk memprediksi suhu larutan nutrisi di dalam pipa utama. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa untuk mendapatkan output larutan nutrisi dengan suhu 20 oC
dengan pipa utama berbahan PVC ¾ inch tanpa insulasi dengan panjang 20 m
input larutan nutrisi harus didinginkan hingga suhu 18.06 oC.
Kata kunci: analisis pindah panas, pendinginan larutan nutrisi, pipa utama, sistem
hidroponik substrat
ABSTRACT
NURUL CHOERUNNISA. Heat Transfer Analysis in The Main Pipe of Substrate
Hydroponic System with Nutrient Solution Cooling. Supervised by HERRY
SUHARDIYANTO.
Cooled nutrient solution will have temperature rises during distributed to the
root zone of the plants. The aim of the research was to analyze the heat transfer
from environment to the main pipe of irrigation for hydroponic substrate system,
to validate the heat transfer model, and to simulate inlet temperature for nutrient
solution cooling planning. Heat transfer model was developed from heat transfer
and fluid flow in pipe equations. Validation of heat transfer model was done using
linear regression analysis method. Simulation was done by calculating
temperature of inlet nutrient solution which is proper to get optimum temperature
for plants using validated heat transfer model. The result of heat transfer model

validation showed that the heat transfer model is fairly accurate to predict the
temperature of nutrient solution in the main pipe. The simulation result showed
that to obtain 20 oC temperature of nutrient solution at the end of ¾ inch PVC
uninsulated main pipe with a length of 20 m, the inlet nutrient solution must be
cooled to temperature of 18.06 oC.
Keywords: heat transfer analysis, main pipe, nutrient solution cooling, substrate
hydroponic system

ANALISIS PINDAH PANAS PADA PIPA UTAMA SISTEM
HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN PENDINGINAN
LARUTAN NUTRISI

NURUL CHOERUNNISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pindah Panas pada Pipa Utama Sistem Hidroponik
Substrat dengan Pendinginan Larutan Nutrisi
Nama
: Nurul Choerunnisa
NIM
: F14090143

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc
Pembimbing I

Diketahui oleh


Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah pendinginan
larutan nutrisi, dengan judul Analisis Pindah Panas pada Pipa Utama Sistem
Hidroponik Substrat dengan Pendinginan Larutan Nutrisi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto,
MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ahmad dari Laboratorium
Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Bapak Darma dan Bapak Firman dari
Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Achmad Mudzakir, Ina Rahmawati,
Caesar Riyadh, Abdul Rouf, Toni Dwi Novianto, Endah Prahmawati, Warto, Rina
Oktaviana, Riska Dwi Wahyuningtyas, Ni Wayan Desi P, Nurul Rizqiyyah,
Ledyta Hindiani, Dani Kurniawan, Rusnadi, Yetti Ariani, Zaqlul Iqbal dan Teguh
Kurniawan dari TEP 46 yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Nono Sugiono,
Ibunda Mujirah, Kakanda Erwin Mukti, Kakanda Reni Fauziah, Kakanda Ridla
Maulid DSA, Khalifa Sakha Rabbani, Kenzie Alkautsar Ramadhan, Kaisar Akhtar
Firdaus serta seluruh keluarga, atas semua bantuan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Nurul Choerunnisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

DAFTAR SIMBOL

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA


2

Hidroponik Substrat sebagai Metode Budidaya Tanaman

2

Keunggulan Pendinginan Larutan Nutrisi untuk Sistem Hidroponik Substrat

2

Aliran Fluida dalam Pipa

3

Pindah Panas

3

METODE


4

Waktu dan Tempat

4

Bahan dan Alat

4

Prosedur Pengambilan dan Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Iklim pada Rumah Tanaman


8

Kenaikan Suhu Air dalam Pipa Utama

9

Laju Perpindahan Panas di Sepanjang Pipa

10

Validasi Model Simulasi Pindah Panas

12

Simulasi Perencanaan Suhu Input Larutan Nutrisi untuk Irigasi Tetes

16

SIMPULAN DAN SARAN


18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan
panas konveksi paksa di dalam salurana
Debit aliran sebelum dan sesudah memasuki pipa utama
Gradien, intersep, dan koefisien determinasi dari hasil analisis regresi
linier terhadap hasil simulasi
Input data untuk simulasi perencanaan suhu input larutan nutrisi

7
11
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Analisis pindah panas pada penelitian ini
Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu di dalam dan di
luar rumah tanaman (19 Agustus 2013)
Pola sebaran kelembaban udara di dalam dan di luar rumah tanaman (19
Agustus 2013)
Kenaikan suhu air pada titik dengan jarak tertentu dari titik 0 m pipa
utama terhadap waktu (19 Agustus 2013)
Suhu rata-rata air, dinding luar pipa, dan bagian luar insulasi pada jarak
tertentu dari titik 0 m pada pipa utama (19 Agustus 2013)
Laju perpindahan panas di sepanjang pipa (19 Agustus 2013)
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 1 m
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 2 m
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 3 m
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 4 m
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 5 m
Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran keseluruhan
Simulasi suhu input larutan nutrisi yang dibutuhkan untuk mendapatkan
suhu 20 oC pada pipa utama dengan panjang 1 - 20 m

5
8
9
9
10
11
13
13
14
14
15
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Skema titik pengukuran pada pipa utama
Sifat-sifat fisik air
Diagram alir analisis pindah panas
Program untuk memprediksi suhu larutan nutrisi
Konduktivitas termal beberapa material*

20
21
22
23
30

DAFTAR SIMBOL
̇
̇
̇

̇
̇

a



µ
A
Cp
D1/Di
D2/Dout
D3
Dh
h
k
ka
ki
kp
L
Pr
Qin
Qout
Qstored
R
Re
t
T∞
Td
Tf
Tn
To
To ’
Ts
U
V
Vs

laju perpindahan panas secara konduksi (W)
laju perpindahan panas secara konveksi (W)
laju perpindahan panas secara radiasi (W)
laju perpindahan panas (W)
perubahan suhu diantara dua permukaan (K)
laju aliran massa (kg s-1)
perbedaan suhu menyeluruh (K)
viskositas dinamik (kg m-1 s-1)
luas penampang benda yang tegak lurus terhadap aliran panas (m2)
kalor jenis (J kg-1 oC-1)
diameter pipa bagian dalam (m)
diameter pipa bagian luar (m)
diameter pipa ditambah dengan insulasi (m)
diameter hidrolik (m)
koefisien pindah panas konveksi (W m-2 K-1)
konduktivitas termal (W m-1 K-1)
konduktivitas termal air (W m-1 oC-1)
konduktivitas termal bahan insulasi (W m-1 K-1)
konduktivitas termal pipa (W m-1 K-1)
panjang pipa (m)
bilangan Prandtl
jumlah panas yang masuk ke dalam sistem (Watt)
jumlah panas yang keluar dari dalam sistem (Watt)
jumlah panas yang tersimpan dalam sistem (Watt)
thermal resistance atau tahanan termal (W-1)
bilangan Reynolds
tebal insulasi
suhu fluida pada jarak tertentu dari permukaan bidang (K)
suhu dinding pipa utama atau insulasi bagian luar ( oC)
suhu fluida (K)
suhu larutan nutrisi ( oC)
suhu larutan nutrisi yang keluar dari pipa utama hasil pengukuran (oC)
suhu larutan nutrisi yang keluar dari pipa utama hasil simulasi ( oC)
suhu permukaan bidang (K)
overall heat transfer coefficient (W m-2)
kecepatan aliran fluida (m s-1)
volume spesifik (kg m-3)
emisivitas permukaan bahan
konstanta Stefan-Boltzmann, 5.67 x 10-8 (W m-2 K-4)
massa jenis fluida (kg/m3)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi lingkungan merupakan aspek yang sangat penting dalam budidaya
tanaman. Lingkungan harus dijaga agar berada atau mendekati kondisi optimum
bagi tanaman yang dibudidayakan. Penggunaan rumah tanaman dan hidroponik
merupakan salah satu metode budidaya tanaman dalam lingkungan yang
terkendali (Suhardiyanto 2009).
Teknologi rumah tanaman dan hidroponik dapat diterapkan untuk
meningkatkan produksi buah-buahan, sayuran, dan bunga yang merupakan
komoditas yang permintaannya masih belum dapat terpenuhi baik di pasar
domestik maupun internasional. Teknologi ini memungkinkan produksi secara
lebih terencana, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun waktu panen. Dengan
menggunakan metode ini, budidaya tanaman dapat dilakukan sepanjang tahun
pada lahan yang tidak subur sekalipun.
Indonesia termasuk ke dalam kawasan tropika basah yang menerima radiasi
matahari sangat tinggi. Radiasi matahari yang tinggi akan menyebabkan suhu di
dalam rumah tanaman juga menjadi tinggi. Tingginya suhu udara di dalam rumah
tanaman dapat mencapai tingkat yang dapat memicu stress pada tanaman
(Suhardiyanto 2009). Pengendalian suhu udara di dalam rumah tanaman secara
mekanik akan membutuhkan energi yang sangat besar. Menurut Kozai et al.
(1985) dalam Suhardiyanto (2009), beban pendinginan yang dibutuhkan untuk
menurunkan suhu udara di dalam rumah tanaman secara keseluruhan sampai 6 oC
di bawah suhu udara luar dapat mencapai 0.3 MJ m-2.
Sejak tahun 1990-an, telah dikembangkan sistem pendinginan terbatas (zone
cooling) dimana pendinginan tidak dilakukan terhadap udara di dalam rumah
tanaman, melainkan terhadap daerah sekitar tanaman yang paling membutuhkan
(Suhardiyanto 1994). Menurut Suhardiyanto (2009), dalam budidaya tanaman
secara hidroponik pendinginan larutan nutrisi lebih tepat dibandingkan dengan
pendinginan udara. Panas jenis air lebih tinggi daripada udara sehingga larutan
yang didinginkan akan bertahan pada suhu rendah lebih lama dibandingkan
dengan udara.
Selama dialirkan di dalam pipa, larutan nutrisi akan mengalami perpindahan
panas. Analisis pindah panas terhadap larutan nutrisi yang mengalir di dalam pipa
utama perlu dilakukan sebagai dasar perencanaan pendinginan terbatas daerah
perakaran sehingga diperoleh suhu yang ideal bagi perakaran tanaman. Prinsipprinsip pindah panas dan mekanika fluida digunakan untuk memprediksi suhu
larutan nutrisi selama dialirkan di dalam pipa.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis pindah panas
pada pipa utama sistem hidroponik substrat dengan pendinginan larutan nutrisi
dan melakukan validasi model pindah panas melalui perbandingan hasil
pengukuran dan simulasi. Model pindah panas kemudian akan digunakan untuk
simulasi perencanaan suhu input larutan nutrisi untuk mendapatkan suhu output
larutan nutrisi pada jarak tertentu yang optimal bagi tanaman.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Hidroponik Substrat sebagai Metode Budidaya Tanaman
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana
akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi
sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara
cukup. Pemberian nutrisi pada sistem hidroponik substrat biasanya dilakukan
dengan menggunakan irigasi tetes.
Kelebihan hidroponik jenis ini adalah dapat menyerap dan menghantarkan
air, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, dan tidak mudah lapuk
(Ricardo 2009). Correa et al. (2009) melaporkan bahwa produksi benih kentang
dengan metode hidroponik memberikan beberapa keuntungan, diantaranya:
kemudahan panen; kemudahan kontrol mineral dan nutrisi tanaman; efisiensi
penggunaan air dan lahan; peningkatan produksi umbi dan mengurangi biaya
penggunaan pestisida.

Keunggulan Pendinginan Larutan Nutrisi untuk Sistem Hidroponik Substrat
Zone cooling atau pendinginan terbatas telah dikembangkan sejak tahun
1990-an sebagai alternatif pengendalian suhu udara di dalam rumah tanaman
ketika suhu dan kelembaban tinggi. Prinsip kerja zone cooling adalah dengan
melakukan pendinginan secara efektif ke daerah yang paling membutuhkan, yaitu
perakaran. Meskipun suhu udara di dalam rumah tanaman tinggi, tetapi apabila
suhu di daerah perakaran dapat dipertahankan cukup rendah, maka pertumbuhan
tanaman akan cukup baik. Dengan demikian, energi yang diperlukan lebih sedikit
jika dibandingkan dengan energi untuk mendinginkan seluruh volume dalam
rumah tanaman (Suhardiyanto 2009).
Hal ini didukung dengan hasil penelitian Matsuoka et al. (1992) yang
melaporkan bahwa tanaman tomat dengan suhu daerah perakarannya
dipertahankan pada suhu 21 s.d. 23 oC ternyata dapat tumbuh jauh lebih baik
dalam sistem nutrient film technique (NFT) dibandingkan dengan yang berada
pada tingkat suhu 25 s.d. 27 oC. Suhu daerah perakaran yang lebih rendah
walaupun beberapa derajat tersebut ternyata sangat membantu pertumbuhan
tanaman tomat (Suhardiyanto 2009).
Metode pendinginan terbatas yang telah dikembangkan di antaranya adalah
pengaliran udara dingin ke zona tanaman dan pendinginan larutan nutrisi.
Pendinginan larutan nutrisi lebih tepat untuk budidaya tanaman secara hidroponik.
Panas jenis air lebih tinggi daripada udara sehingga larutan yang didinginkan akan
bertahan pada suhu rendah lebih lama dibandingkan dengan udara (Suhardiyanto
2009).

3
Aliran Fluida dalam Pipa
Aliran fluida di dalam sebuah pipa diklasifikasikan ke dalam 3 jenis aliran,
yaitu aliran laminar, transisi dan turbulen. Aliran di dalam pipa bundar adalah
laminar jika bilangan Reynoldsnya kurang dari kira-kira 2100. Aliran di dalam
pipa adalah turbulen jika bilangan Reynolds lebih besar dari kira-kira 4000. Bila
bilangan Reynolds di antara kedua batas ini, aliran mungkin berubah dari keadaan
laminar menjadi turbulen dengan perilaku acak yang jelas (aliran transisi)
(Munson et al. 2005). Aliran fluida juga diklasifikasikan ke dalam aliran nyata
dan ideal, mampu balik dan tak mampu balik (reversible dan irreversible), steady
dan unsteady, seragam dan tak seragam, rotasional dan tak rotasional (Streeter dan
Wylie 1985).

Pindah Panas
Panas dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan
radiasi.
Konduksi
Konduksi adalah transmisi panas melalui padatan, gas atau cairan, atau
diantara objek yang sama yang bersentuhan langsung panas dikonduksikan dari
molekul yang mempunyai energi panas tinggi ke molekul yang mempunyai energi
panas rendah (Mastalerz 1977). Besarnya laju aliran aliran panas dengan cara
konduksi suatu bahan dinyatakan dengan menggunakan Hukum Fourier :
̇

-

(1)

Konveksi
Konveksi adalah perpindahan massa dari gas atau cairan yang panas ke
suatu area yang lebih dingin; seperti pergerakan udara panas diseluruh bagian
rumah tanaman terjadi karena konveksi (Mastalerz 1977). Laju perpindahan panas
konveksi dinyatakan berdasarkan Hukum Newton :
̇

( -

(2)

Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas yang melewati suatu tempat dalam bentuk
energi radiasi panas (Mastalerz 1977). Laju aliran panas suatu benda dengan cara
radiasi dihitung berdasarkan Hukum Stefan-Boltzmann :
̇

(3)

4

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di rumah tanaman (greenhouse) tipe modified standard
peak Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lokasi
penelitian di dataran rendah dengan ketinggian 250 dpl. Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan Juni–Agustus 2013.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah air sebagai pengganti larutan nutrisi,
sistem pendinginan larutan nutrisi, sistem irigasi tetes, dan instrumen pengukuran.
Sistem pendinginan larutan nutrisi meliputi pendingin Elitech tipe STC 8080H
dan pompa celup Wasser tipe WD 101 dengan kapasitas maksimal 70 liter menit -1
dan total head 6 m. Sistem irigasi tetes meliputi bak penampung larutan nutrisi,
pompa listrik Panasonic GA 130JAK (kapasitas 32 liter menit -1, daya hisap 9 m,
daya dorong 18 meter, dan daya listrik 125 W), pipa utama dari PVC ukuran ¾
inch, pipa lateral, dan emitter. Alat ukur yang digunakan adalah termometer bola
basah bola kering, termokopel dan hybrid recorder Yokogawa tipe MV Advance
1000, weather station Vantage Pro 2, dan flow meter Inline tipe panel.

Prosedur Pengambilan dan Analisis Data
Analisis pindah panas dilakukan terhadap aliran air yang melalui pipa utama.
Dalam penelitian ini diambil beberapa asumsi, yaitu: (1) sifat fisik larutan nutrisi
dianggap sama dengan air; (2) perpindahan panas yang terjadi hanya melalui
proses konveksi dan konduksi dengan batas sistem adalah dinding paling luar
saluran larutan nutrisi (Gambar 1); dan (3) perpindahan panas terjadi pada satu
dimensi ke arah radial dalam keadaan steady. Sistem pengaliran larutan nutrisi
yang akan dianalisis disajikan pada Lampiran 1.
Pengukuran akan dilakukan terhadap pipa utama yang merupakan bagian
dari sistem irigasi tetes. Pipa utama yang digunakan adalah pipa PVC berukuran
¾ inch dengan panjang 5 meter. Insulasi yang digunakan adalah busa yang telah
diukur konduktivitas termalnya dengan menggunakan thermal conductivity meter.
Pengukuran dilakukan mulai dari titik 0 meter hingga titik 5 m pipa utama dengan
jarak antar titik sebesar 1 m sehingga terdapat 6 titik di sepanjang pipa utama.
Titik tersebut kemudian disebut sebagai titik O, A, B, C, D, dan E secara
berurutan mulai dari titik 0 m hingga titik 5 m pipa utama. Pada setiap titik diukur
suhu larutan nutrisi, suhu dinding dalam pipa, suhu dinding luar pipa, dan suhu
bagian luar insulasi. Debit air diukur ketika air masuk dan keluar dari pipa utama
dengan menggunakan flow meter.
Pengukuran dilakukan pada pukul 7.00 – 17.00 pada tanggal 19 Agustus
2013. Pengambilan data dilakukan setiap 30 menit. Pada saat pengambilan data,
pompa dinyalakan selama 2 menit. Besarnya debit diatur dengan menggunakan

5

Insulasi
Pipa

Gambar 1Analisis pindah panas pada penelitian ini
katup yang dipasang sebelum pipa utama. Suhu udara dan kelembaban udara di
dalam dan di luar rumah tanaman juga diukur setiap 30 menit. Radiasi matahari
diukur sepanjang hari pada tanggal 19 Agustus 2013.
Aliran kalor menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan
konveksi pada kondisi steady akan menghasilkan suatu tahanan termal (Çengel
2001). Persamaan total tahanan termal tersebut adalah sebagai berikut:
al

(4)

all

dimana Ri adalah tahanan termal karena pindah panas secara konveksi antara
fluida di dalam saluran dan dinding saluran bagian dalam, Rwall adalah tahanan
panas dari dinding saluran, dan Ro adalah tahanan panas karena pindah panas
secara konveksi antara dinding saluran bagian luar dan fluida di luar saluran.
Dalam penelitian ini, sistem dibatasi sampai dengan permukaan insulasi.
Oleh karena itu diadakan pengukuran di permukaan tersebut. Apabila pipa utama
akan diberi insulasi, maka Rwall terdiri dari tahanan termal dari dinding pipa dan
dinding insulasi sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:
al



(



5

dimana
Laju perpindahan panas kemudian dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan:

6
̇

6

dimana U adalah overall heat transfer coefficient yang satuannya W m-2 (Çengel,
2001). Dengan demikian, overall heat transfer coefficient (U) dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut:
1
7
( ⁄
3

3

1

2

2⁄ 1

3

3

2

2

Bilangan Reynold perlu diketahui untuk menentukan jenis aliran suatu
fluida. Bilangan Reynold dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
8
Hukum pertama termodinamika secara sederhana dapat ditulis sebagai
berikut:
Qin – Qout = Qstored

(9)

Panas yang disimpan oleh air selama mengalir dapat dinyatakan dengan
persamaan:
Q = ̇ Cp T

(10)

Dengan demikian persamaan di atas dapat dikembangkan menjadi (Holman,
1997):
̇

(

(

11

Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

(

)

12

Menurut Kreith (1994), untuk aliran di dalam pipa atau saluran yang
panjang, panjang-penting dalam bilangan Nusselt (Nu) adalah garis tengah atau
hidroliknya atau Dh, yang berdefinisi:
7

7
Tabel 1 Ikhtisar persamaan-persamaan yang digunakan dalam perpindahan panas
konveksi paksa di dalam salurana
Sistem
Pipa panjang
(L/D > 20)
Aliran laminar
(Re < 2100)
Pipa pendek
(L/D < 20)
Aliran laminar
(Re < 2100)
Pipa panjang
(L/D > 20)
Aliran turbulen
(Re > 2100)
Pipa pendek
(L/D < 20)
Aliran turbulen
(Re > 2100)

Persamaan
Nu = 1.86 (Re Pr DH/L)) (µb/µs)0.14
Pemanasan cairan µb/µs = 0.36
Pendinginan cairan µb/µs = 0.20
0.33

(13)

Nu = Re Pr DH/(4L) ln (1 – (2.6(Pr0.167(Re Pr DH/L)0.5))-1 (14)

Nu = 0.023 Re0.8Pr0.33

(15)

Nu = 0.023 (1 + DH/L)0.7 Re0.8 Pr0.33

(16)

a

Luas penampang aliran pipa adalah
dan keliling basahnya (wetted
perimeter) adalah
. Oleh karena itu, garis tengah dalam pipa sama dengan garis
tengah hidroliknya. Dengan demikian, Dh dapat dihitung dengan persamaan:
⁄ (

18

Besarnya koefisien konveksi antara dinding pipa dan air diperoleh dari
persamaan:
19
Nilai Nu diperoleh dengan menggunakan persamaan yang terdapat pada
Tabel 1 tergantung dari bilangan Reynoldnya. Kemudian dihitung juga
perbandingan antara (L/Dh) apakah lebih besar atau lebih kecil dari 20. Properties
of saturated water yaitu Vs, Ka, Cp, µ , dan Pr dapat dilihat pada Lampiran 2.
Diagram alir untuk analisis pindah panas dapat dilihat pada lampiran 3. Program
Visual Basic yang digunakan dalam pengolahan data dapat dilihat pada lampiran 4.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim pada Rumah Tanaman

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

40
35
30
25
20
15
10

Suhu udara (oC)

Radiasi matahari (W m-2)

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2013 saat hari cerah
mulai pukul 07.00 – 17.00. Radiasi matahari tertinggi terjadi pada pukul 13.00
yaitu sebesar 912 W m-2 dan redup pada pukul 18.00. Suhu udara di dalam rumah
tanaman tertinggi terjadi pada pukul 13.30 yaitu sebesar 35.5 oC dan suhu udara di
luar rumah tanaman tertinggi terjadi pada pukul 14.30 yaitu sebesar 33.5 oC. Ratarata perbedaan suhu udara antara di dalam rumah tanaman dan di luar tanaman
adalah sebesar 2 oC. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2.

5

0
06:00

08:00

10:00 12:00 14:00
Waktu (WIB)

16:00

18:00

Radiasi matahari
Suhu udara di dalam rumah tanaman
Suhu udara di luar rumah tanaman
Gambar 2 Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu di dalam dan
di luar rumah tanaman (19 Agustus 2013)
Kelembaban udara di dalam dan di luar rumah tanaman pada tanggal 19
Agustus 2013 dapat dilihat pada Gambar 3. Kelembaban udara tertinggi di dalam
rumah tanaman terjadi pada pukul 9.00 yaitu sebesar 92.87% dan kelembaban
tertinggi di luar rumah tanaman terjadi pada pukul 7.00 yaitu sebesar 97%.
Kelembaban udara di dalam rumah tanaman terendah terjadi pada pukul 7.00
yaitu sebesar 56.05% dan kelembaban udara terendah di luar rumah tanaman
terjadi pada pukul 15.00 yaitu sebesar 42%. Terjadi kenaikan kelembaban udara
yang cukup drastis di dalam rumah tanaman antara pukul 07.00 - 07.30. Pada saat
pengukuran dilakukan mulai pukul 7.00, rumah tanaman berada dalam keadaan
kering kemudian lantainya menjadi basah karena air yang keluar dari pipa utama.
Air kemudian lambat laun menguap dan meningkatkan kelembaban di dalam
rumah tanaman.

9

Gambar 3 Pola sebaran kelembaban udara di dalam dan di luar rumah tanaman
(19 Agustus 2013)
Kenaikan Suhu Air dalam Pipa Utama

Kenaikan suhu air
(oC)

Air yang dialirkan melalui pipa utama akan mengalami kenaikan suhu.
Perubahan suhu air sepanjang pipa terjadi akibat proses pindah panas antara air,
pipa, dan lingkungannya. Lingkungan di sini dapat berupa udara di dalam rumah
tanaman atau lantai rumah tanaman. Pipa pada penelitian ini digantung pada
ketinggian sekitar 25 cm dari lantai sehingga lingkungan yang mempengaruhi
perpindahan panas hanya suhu udara.
Kenaikan suhu rata-rata pada jarak 1 m adalah sebesar 0.40 oC, pada jarak 2
m adalah sebesar 0.42 oC, pada jarak 3 m sebesar 0.54 oC, pada jarak 4 m sebesar
0.64 oC, dan sebesar 1.25 oC pada jarak 5 m. Pada pukul 8.00 terjadi kenaikan
suhu yang cukup besar pada setiap titik pengukuran. Apabila diamati, baik
kelembaban maupun suhu udara di dalam rumah tanaman juga mengalami
kenaikan yang cukup besar. Kenaikan suhu dan kelembaban ini diduga belum
merata di dalam rumah tanaman. Titik pengukuran pada jarak 5 m merupakan titik
pengukuran dengan rata-rata kenaikan suhu yang paling tinggi pada pukul 8.00
karena posisinya berada di timur dan tidak terhalangi benda apapun sehingga
terkena radiasi matahari secara intens. Kenaikan suhu air dapat dilihat pada
Gambar 4.
6.0
1m

4.0

2m
2.0

3m

0.0

4m
7:00

9:00

11:00
13:00
Waktu (WIB)

15:00

17:00

5m

Gambar 4 Kenaikan suhu air pada titik dengan jarak tertentu dari titik 0 m pipa
utama terhadap waktu (19 Agustus 2013)

10
Pada Gambar 5 dapat diketahui suhu rata-rata larutan nutrisi, dinding luar
pipa utama, dan bagian luar insulasi. Terdapat perbedaan suhu yang cukup besar
antara suhu larutan nutrisi, dinding luar pipa, dan bagian luar insulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa insulasi cukup baik dalam menghambat pindah panas yang
terjadi antara lingkungan dan suhu larutan nutrisi.
40
35

Suhu (oC)

30

25
20
15

10
0

1
2
3
4
Jarak titik pengukuran terhadap titik 0 m pada pipa (m)
Air

Dinding luar pipa

5

Bagian luar insulasi

Gambar 5 Suhu rata-rata air, dinding luar pipa, dan bagian luar insulasi pada
jarak tertentu dari titik 0 m pada pipa utama (19 Agustus 2013)

Laju Perpindahan Panas di Sepanjang Pipa
Hasil perhitungan laju perpindahan panas di sepanjang pipa ditunjukkan
pada Gambar 6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa laju perpindahan panas
semakin meningkat seiring dengan jarak yang semakin besar dari titik 0 m pipa
utama. Hal ini disebabkan karena luasan penampang yang dialiri aliran panas juga
semakin meningkat.
Laju perpindahan panas ini diukur pada debit aliran sebesar 0.00025 m3 s-1.
Hasil pengukuran debit sebelum dan sesudah memasuki pipa utama dapat dilihat
pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa debit sebelum dan sesudah memasuki
pipa utama besarnya sama sehingga dapat dipastikan tidak terjadi penurunan
tekanan. Penurunan tekanan sebetulnya selalu terjadi dalam setiap aliran pipa
karena adanya head loss baik mayor maupun minor. Akan tetapi, penurunan
tekanan ini dapat dianggap tidak ada karena jumlahnya sangat kecil sehingga
aliran diasumsikan steady.

11

Laju perpindahan panas (W)

45
41.58

40
36.58

35

30

27.86

25
20
16.79

15
10
7.30

5
0

0.00
0

1
2
3
4
5
Jarak titik pengukuran dari titik 0 m pada pipa utama (m)

Gambar 6 Laju perpindahan panas di sepanjang pipa (19 Agustus 2013)
Tabel 2 Debit aliran sebelum dan sesudah memasuki pipa utama

Waktu
7.00
7.30
8.00
8.30
9.00
9.30
10.00
10.30
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
13.30
14.00
14.30
15.00
15.30
16.00
16.30
17.00

Flow meter
Sebelum memasuki pipa utama
l menit -1
m3 s-1
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025

Flow meter
Sesudah memasuki pipa utama
l menit -1
m3 s-1
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025
15
0.00025

12

Validasi Model Simulasi Pindah Panas
Validasi model ditujukan untuk menguji apakah perilaku umum dari model
mampu mencerminkan perilaku sistem yang dimodelkan. Validasi model simulasi
akan dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linear. Analisis
regresi linear dilakukan dengan membandingkan suhu hasil prediksi dengan hasil
pengukuran. Hubungan linear antara kedua variabel tersebut kemudian diamati.
Prediksi suhu air semakin akurat jika nilai gradien dari persamaan regresi linear
tersebut mendekati satu sedangkan intersepnya mendekati nol. Koefisien
determinasi dihasilkan menunjukkan tingkat keeratan korelasi antara hasil
perhitungan dengan pengukuran.
Hasil analisis regresi linier seperti yang dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9,
10, 11 dan 12 menunjukkan hasil yang cukup baik. Gradien garis regresi yang
diperoleh mendekati satu dan intersepnya hampir semuanya mendekati nol.
Koefisien determinasi yang dihasilkan juga cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa model pindah panas yang dikembangkan cukup akurat dalam memprediksi
suhu air yang keluar dari pipa utama. Model tersebut dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk perencanaan sistem pendinginan larutan nutrisi untuk hidroponik
substrat.
Berdasarkan hasil analisis regresi linear di atas dapat dilihat bahwa ada
kecenderungan koefisien determinasi semakin rendah ketika jarak titik
pengukuran dari input larutan nutrisi semakin jauh. Hal ini dapat disebabkan
karena nilai konduktivitas termal dari insulasi atau pipa yang diambil di dalam
perhitungan terlalu rendah daripada konduktivitas termal yang sesungguhnya dari
insulasi dan pipa. Hal ini juga dapat disebabkan karena pemasangan insulasi yang
kurang baik sehingga pindah panas yang terjadi lebih besar daripada yang
seharusnya.
Pada Gambar 7 sampai dengan 12 dapat dilihat bahwa suhu output larutan
nutrisi bervariasi pada jarak yang sama. Hal ini terjadi karena suhu input larutan
nutrisinya juga bervariasi. Pada awalnya, suhu air di dalam tangki ditetapkan akan
didinginkan hingga suhu 10 oC. Akan tetapi, larutan nutrisi di dalam tangki ada
kalanya habis dan harus diisi dengan yang baru. Air yang baru dimasukkan ke
dalam tangki ini pada saat pengukuran berikutnya masih berada di atas suhu 10 oC.
Model pindah panas ini dikembangkan dengan asumsi tidak terjadi pindah
panas secara konveksi antara pipa dengan udara lingkungan atau secara konduksi
dengan lantai. Model pindah panas akan semakin akurat jika pindah panas dengan
lingkungan ini juga diperhitungkan.

13
30
Suhu output simulasi (oC)

Jarak 1 m
25
y = 1.0127x - 0.0432
R² = 0.9781

20

y=x

15
10
5
5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 7 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 1 m
30

Suhu output simulasi (oC)

Jarak 2 m
25

y=x

y = 1.0199x - 0.2642
R² = 0.9764
20

15

10

5
5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 8 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 2 m

14
30
Jarak 3 m

y=x

Suhu output simulasi( oC)

25

20

y = 0.9724x - 0.5486
R² = 0.9706

15

10

5
5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 9 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 3 m
30

Suhu output simulasi (oC)

Jarak 4 m
25

y=x
y = 1.0258x - 0.277
R² = 0.9363

20

15

10

5

5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 10 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 4 m

15
30

Suhu output simulasi (oC)

Jarak 5 m
25
y=x
20
y = 0.9215x + 0.0404
R² = 0.8098

15

10

5
5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 11 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran pada jarak 5 m

Suhu output simulasi (oC)

30

Keseluruhan

25

y = 0.9668x + 0.0893
R² = 0.9114

y=x

20

15

10

5
5

10

15
20
Suhu output terukur (oC)

25

30

Gambar 12 Hubungan antara suhu output air hasil simulasi dengan hasil
pengukuran keseluruhan

16
Tabel 3 Gradien, intersep, dan koefisien determinasi dari hasil analisis regresi
linier terhadap hasil simulasi
No
1
2
3
4
5
6

Titik yang dibandingkan
Jarak 1 meter dari input
Jarak 2 meter dari input
Jarak 3 meter dari input
Jarak 4 meter dari input
Jarak 5 meter dari input
Keseluruhan

Gradien

Intersep

Koefisien determinasi

1.0127
1.0199
0.9724
1.0258
0.9215
0.9668

-0.0432
-0.2642
-0.5486
-0.2770
0.0404
0.0893

0.9781
0.9764
0.9706
0.9363
0.8098
0.9114

Simulasi Perencanaan Suhu Input Larutan Nutrisi untuk Irigasi Tetes
Simulasi model pindah panas dilakukan untuk perencanaan pendinginan
terhadap larutan nutrisi agar diperoleh suhu output yang optimum bagi tanaman.
Tanaman yang akan digunakan dalam simulasi adalah tanaman kentang. Menurut
Samadi (1997), suhu tanah optimal bagi pertumbuhan umbi berkisar antara 10
sampai 30 oC. Menurut Tizio (1978), tanaman kentang yang tumbuh di dataran
tinggi tropika dapat mengalami pembentukan umbi dengan baik pada suhu udara
siang 25 oC. Smith dalam Sutater et al. (1987) juga menyatakan bahwa suhu tanah
kurang dari 15 oC dapat menyebabkan rendahnya kandungan pati dalam umbi.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, output larutan nutrisi pada pipa
utama ditentukan sebesar 20 oC.
Suhu dinding pipa ditentukan berdasarkan suhu rata-rata dinding pipa
selama pengukuran pada tanggal 19 Agustus 2013, yaitu sebesar 33 oC. Pipa yang
biasa digunakan sebagai pipa utama pada sistem irigasi untuk hidroponik substrat
adalah pipa PVC berdiameter ¾ inch atau 1 inch. Pada simulasi ini akan
digunakan pipa PVC berdiameter ¾ inch. Variabel lain yang harus diketahui
adalah debit. Menurut New dan Roberts (2004), aplikasi penggunaan air untuk
irigasi tetes pada rumah tanaman berkisar antara 1.6 sampai 2.4 galon menit -1 per
1000 ft2. Debit untuk simulasi akan ditetapkan sebesar 2.4 galon menit -1 per 1000
ft2 atau sebesar 0.163 liter detik -1 per 100 m2. Rumah tanaman yang digunakan
diasumsikan memiliki luas 100 m2 sehingga debitnya menjadi 0.163 liter detik -1.
Panjang pipa utama ditentukan sebesar 20 m. Rincian data input untuk simulasi
ditunjukkan pada Tabel 4. Data konduktivitas termal dapat dilihat pada Lampiran
5.

17
Tabel 4 Input data untuk simulasi perencanaan suhu input larutan nutrisi

Input data

Lambang Satuan

Suhu output larutan nutrisi
Debit
Suhu dinding
Panjang total pipa
Diameter dalam pipa

To
Q
Td
L
D1

o

m s
o
C
m
m

20
0.000163
33
20
0.022

Diameter luar pipa
Tebal insulasi
Konduktivitas termal pipa (PVC 3/4 inch)*

D2
t
kp

m
m
W m-1 K-1

0.026
opsional
0.16

Konduktivitas termal insulasi*
*Lihat lampiran 5

ki

W m-1 K-1

Opsional

C
3 -1

Nilai

Suhu larutan nutrisi hasil simulasi (oC)

20.0

19.8
19.6
19.4
19.2
19.0
18.8
18.6
18.4
18.2
18.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Jarak larutan nutrisi yang disimulasikan suhunya dari output
pipa utama (m)
Tanpa insulasi

Glass wool (tebal 1 cm)

Glass wool (tebal 2 cm)

Rock wool (tebal 1 cm)

Rock wool (tebal 2 cm)

Cotton wool (tebal 1 cm)

Cotton wool (tebal 2 cm)
Gambar 13 Simulasi suhu input larutan nutrisi yang dibutuhkan untuk
mendapatkan suhu 20 oC pada pipa utama dengan panjang 1 - 20 m

18
Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk memperoleh suhu 20 oC pada
jarak 20 meter diperlukan suhu 18.059 oC tanpa insulasi. Jika diberi insulasi, suhu
input larutan nutrisi dapat lebih tinggi sehingga tidak perlu didinginkan sampai
suhu yang terlalu rendah. Sebetulnya kenaikan suhu yang terjadi sepanjang 20 m
tidak terlalu tinggi sehingga insulasi tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, suhu di
sepanjang pipa yang diberi insulasi lebih seragam sehingga seluruh tanaman
kentang dapat memperoleh suhu yang lebih seragam walaupun jaraknya berbedabeda dari input larutan nutrisi pada pipa utama.
Suhu yang input larutan nutrisi untuk mencapai suhu output larutan nutrisi
o
20 C pada jarak 20 m dengan menggunakan glass wool 1 cm dan 2 cm, rock wool
1 cm dan 2 cm, serta cotton wool 1 cm dan 2 cm secara berurutan adalah sebesar
19.74 dan 19.85 oC, 19.72 dan 19.83 oC, serta 19.81 dan 19.89 oC. Dapat dilihat
bahwa semakin tebal insulasi semakin besar juga penurunan laju perpindahan
panas yang terjadi. Akan tetapi penambahan ketebalan ini perlu dipelajari lebih
lanjut. Hal ini karena menurut Cengel (2001), ketebalan insulasi memang akan
meningkatkan resistansi termal konduksi dari bahan insulasi namun semakin tebal
insulasi tahanan termal konveksi akan menurun karena luas permukaan bagian
luar insulasi semakin besar yang menyebabkan perpindahan panas secara
konveksi juga semakin tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis pindah panas diketahui rata-rata laju perpindahan
panas meningkat seiring dengan meningkatnya panjang pipa yang dilalui larutan
nutrisi. Laju perpindahan panas yang terjadi berturut-turut dari jarak 1 m hingga 5
m adalah sebesar 7.30, 16.79, 27.86, 36.58, dan 41.58 W. Hasil validasi
menunjukkan bahwa model pindah panas yang dikembangkan dapat digunakan
untuk memprediksi suhu air yang keluar dari pipa utama sebelum masuk ke dalam
pipa lateral pada jaringan irigasi tetes untuk hidroponik substrat di dalam rumah
tanaman. Hal ini ditunjukkan dengan gradiennya yang mendekati satu, intersep
yang mendekati 0, dan koefisien determinasi yang mendekati 1. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa untuk mendapatkan suhu output larutan nutrisi sebesar 20 oC
pada pipa utama berbahan PVC ukuran ¾ inch tanpa insulasi dengan panjang pipa
20 m suhu input larutan nutrisi harus didinginkan hingga suhu 18.06 oC
Saran
Berdasarkan hasil simulasi, penambahan ketebalan insulasi dapat
menurunkan laju perpindahan panas yang terjadi. Akan tetapi ketebalan insulasi
yang maksimal dalam menahan laju perpindahan panas perlu diketahui karena
pada ketebalan tertentu perpindahan panas dapat kembali meningkat karena
resistansi termal konveksi justru menurun akibat luasan permukaan luar tempat
terjadinya konveksi semakin besar.

19

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Thermal conductivity of some common materials and gases
[internet]. Tersedia pada: http://www.engineeringtoolbox.com/thermalconductivity-d_429.html [diakses 2013 Agustus 22].
Çengel YA, Turner RH. 2001. Fundamentals of Thermal Fluid Sciences. New
York (US): McGraw-Hill Company, Inc.
Correa RM, Pinto JEBP, Faquin, Pinto CABP, Reis ES. 2009. The production of
seed potatoes by hydroponics methods in Brazil. Glob Sci: Fruit, Vegetable
and Cereal Science and Biotechnology. Special Issue 1:133-139.
Holman JP. 1997. Perpindahan Kalor. Jasfi E, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga.
Kreith P. 1986. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Prijono A, penerjemah.
Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Heat Transfer.
Mastalerz JW. 1977. The Greenhouse Environment: The Effect of Environmental
Factors on The Growth and Development of Flowers Crops. New York (US):
John Wiley & Sons, Inc.
Matsuoka T, Suhardiyanto H. 1992. Thermal and flowing aspects of growing
petty tomato in cooled NFT solution during summer. Environ, Contr, Biol.
30(3):119-125.
Munson BR, Young DF, Okiishi TH. 2002. Harinaldi, Budiarso, penerjemah;
Hardani HW, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:
Fundamentals of Fluid Mechanics 4th ed.
Nevers ND. 2005. Fluid Mechanics for Chemical Engineers 3rd ed. New York
(ID): McGraw-Hill Company, Inc.
New L, Roland ER. 2013. Drip irrigation for greenhouse vegetable production
[internet]. Tersedia pada: http://aggiehorticulture.tamu.edu/greenhouse/
hydroponics/drip.html [diakses 2013 Agustus 22].
Samadi B. 1997. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Suhardiyanto H. 1994. Studies on zone cooling method for greenhouse culture
[thesis]. Japan (ID): Ehime University.
Suhardiyanto H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah:
Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.
Sutater T, Wiroatmodjo J, Solahuddin S, Nasoetion LI, Bey A, Nur MA. 1987.
Pertumbuhan dua varietas kentang (Solanum tuberosum L.) di lingkungan
dataran rendah.
Streeter VL, Wylie EB. 1986. Mekanika Fluida Jilid 1 Ed ke 8. Prijono A,
penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Fluid
Mechanics, 8th ed.

20
Lampiran 1 Skema titik pengukuran pada pipa utama

Mesin Pendingin

Tangki
Larutan
Nutrisi

Pompa

Katup
Keterangan:

O
1

= Suhu larutan nutrisi (oC)
= Suhu dinding pipa bagian dalam (m)
= Suhu dinding pipa bagian luar (m)
= Suhu insulasi bagian luar (m)

A

B

1m
5m 3
00

Tn
Td1
Td2
Td3

Pipa Utama
Pipa
C

D

1m






Flow Meter

1 00
m

Pada setiap titik O, A, B, C, D, dan E diukur :

E

Pipa Lateral

Flow Meter

21
Lampiran 2 Sifat-sifat fisik air

Volume
Konduktivitas
Kalor jenis
spesifik
termal
T
Vs
Cp
ka
o
-3
-1 o -1
( C) (kg m )
(J kg C )
(W m-1 oC-1)
5
999.9
4205
0.571
10
999.7
4194
0.580
15
999.1
4185
0.589
20
998.0
4182
0.598
25
997.0
4180
0.607
30
996.0
4178
0.615
35
994.0
4178
0.623
Sumber: Çengel and Turner (2001)
Suhu

Viskositas
dinamik
µ
(kg m-1 s-1)
1.519 x 10-3
1.307 x 10-3
1.138 x 10-3
1.002 x 10-3
0.891 x 10-3
0.798 x 10-3
0.720 x 10-3

Bilangan
Prandtl
Pr
11.20
9.45
8.09
7.01
6.14
5.42
4.83

22
Lampiran 3 Diagram alir analisis pindah panas

M
,

,

,

, , ,

Ht

,
,

Ht

f tf k
2

P

Ht
P

/

P

T

< 20

k
Ht
T

8

> 2100

Y

T

/

Y
N
1

13

18

P

Ht
T

N
1

k

< 20
T

Y

14

Ht

P

(P

Ht
Ht

P

Ht
T

19
7

’ P

12

P

10

Ht

T ’, Q

S

N
1

16

P

Ht
T

N
1

15

k

23
Lampiran 4 Program untuk memprediksi suhu larutan nutrisi
Private Sub Command1_Click()
Dim Tin, Td, Tu, debit, D1, D2, L, kp, t, ki As Single
Dim Vs, Cp, Ka, Mu, Pr As Single
Dim Th, U, deltaT, E, q As Single
Tin = Val(Text1.Text)
Td = Val(Text2.Text)
Tu = Val(Text3.Text)
debit = Val(Text4.Text)
D1 = Val(Text5.Text)
D2 = Val(Text6.Text)
L = Val(Text7.Text)
kp = Val(Text8.Text)
t = Val(Text9.Text)
ki = Val(Text10.Text)
If Text1.Text = "" Or Text2.Text = "" Or Text3.Text = "" Or Text4.Text = "" Or
Text5.Text = "" Or Text6.Text = "" Or Text7.Text = "" Or
Text8.Text = "" Then
MsgBox ("Lengkapi data aliran larutan nutrisi dan data karakteristik pipa!")
End If
Dim Vs0, Vs1, Vs2, Vs3, Vs4, Vs5, p As Single
Vs0 = 999.9
Vs1 = 999.7
Vs2 = 999.1
Vs3 = 998
Vs4 = 997
Vs5 = 996
Vs6 = 994
Dim Cp0, Cp1, Cp2, Cp3, Cp4, Cp5, Cp6 As Single
Cp0 = 4205
Cp1 = 4194
Cp2 = 4185
Cp3 = 4182
Cp4 = 4180
Cp5 = 4178
Cp6 = 4178
Dim Ka0, Ka1, Ka2, Ka3, Ka4, Ka5, Ka6 As Single
Ka0 = 0.571
Ka1 = 0.58
Ka2 = 0.589
Ka3 = 0.598
Ka4 = 0.607
Ka5 = 0.615
Ka6 = 0.623

24
Lampiran 4 (lanjutan)
Dim Mu0, Mu1, Mu2, Mu3, Mu4, Mu5, Mu6 As Single
Mu0 = 0.001519
Mu1 = 0.001307
Mu2 = 0.001138
Mu3 = 0.001002
Mu4 = 0.000891
Mu5 = 0.000798
Mu6 = 0.00072
Dim Pr0, Pr1, Pr2, Pr3, Pr4, Pr5, Pr6 As Single
Pr0 = 11.2
Pr1 = 9.45
Pr2 = 8.09
Pr3 = 7.01
Pr4 = 6.14
Pr5 = 5.42
Pr6 = 4.83
Dim T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6 As Single
T0 = 5
T1 = 10
T2 = 15
T3 = 20
T4 = 25
T5 = 30
T6 = 35
If Tin < 5 Or Tin > 35 Then
MsgBox ("Masukkan suhu input antara 5 s.d. 35 0C")
Text1.Text = ""
Else
If Tin = T0 Then
Vs = Vs0
Cp = Cp0
Ka = Ka0
Mu = Mu0
Pr = Pr0
Else
If Tin = T1 Then
Vs = Vs1
Cp = Cp1
Ka = Ka1
Mu = Mu1
Pr = Pr1
Else

25
Lampiran 4 (lanjutan)
If Tin = T2 Then
Vs = Vs2
Cp = Cp2
Ka = Ka2
Mu = Mu2
Pr = Pr2
Else
If Tin = T3 Then
Vs = Vs3
Cp = Cp3
Ka = Ka3
Mu = Mu3
Pr = Pr3
Else
If Tin = T4 Then
Vs = Vs4
Cp = Cp4
Ka = Ka4
Mu = Mu4
Pr = Pr4
Else
If Tin = T5 Then
Vs = Vs5
Cp = Cp5
Ka = Ka5
Mu = Mu5
Pr = Pr5
Else
If Tin = T6 Then
Vs = Vs6
Cp = Cp6
Ka = Ka6
Mu = Mu6
Pr = Pr6
End If
End If
End If
End If
End If
End If
End If
End If

26
Lampiran 4 (lanjutan)
If Tin > T0 And Tin < T1 Then
Vs = Vs1 - (((T1 - Tin) / (T1 - T0)) * (Vs1 - Vs0))
Cp = Cp1 - (((T1 - Tin) / (T1 - T0)) * (Cp1 - Cp0))
Ka = Ka1 - (((T1 - Tin) / (T1 - T0)) * (Ka1 - Ka0))
Mu = Mu1 - (((T1 - Tin) / (T1 - T0)) * (Mu1 - Mu0))
Pr = Pr1 - (((T1 - Tin) / (T1 - T0)) * (Pr1 - Pr0))
Else
If Tin > T1 And Tin < T2 Then
Vs = Vs2 - (((T2 - Tin) / (T2 - T1)) * (Vs2 - Vs1))
Cp = Cp2 - (((T2 - Tin) / (T2 - T1)) * (Cp2 - Cp1))
Ka = Ka2 - (((T2 - Tin) / (T2 - T1)) * (Ka2 - Ka1))
Mu = Mu2 - (((T2 - Tin) / (T2 - T1)) * (Mu2 - Mu1))
Pr = Pr2 - (((T2 - Tin) / (T2 - T1)) * (Pr2 - Pr1))
Else
If Tin > T2 And Tin < T3 Then
Vs = Vs3 - (((T3 - Tin) / (T3 - T2)) * (Vs3 - Vs2))
Cp = Cp3 - (((T3 - Tin) / (T3 - T2)) * (Cp3 - Cp2))
Ka = Ka3 - (((T3 - Tin) / (T3 - T2)) * (Ka3 - Ka2))
Mu = Mu3 - (((T3 - Tin) / (T3 - T2)) * (Mu3 - Mu2))
Pr = Pr3 - (((T3 - Tin) / (T3 - T2)) * (Pr3 - Pr2))
Else
If Tin > T3 And Tin < T4 Then
Vs = Vs4 - (((T4 - Tin) / (T4 - T3)) * (Vs4 - Vs3))
Cp = Cp4 - (((T4 - Tin) / (T4 - T3)) * (Cp4 - Cp3))
Ka = Ka4 - (((T4 - Tin) / (T4 - T3)) * (Ka4 - Ka3))
Mu = Mu4 - (((T4 - Tin) / (T4 - T3)) * (Mu4 - Mu3))
Pr = Pr4 - (((T4 - Tin) / (T4 - T3)) * (Pr4 - Pr3))
Else
If Tin > T4 And Tin < T5 Then
Vs = Vs5 - (((T5 - Tin) / (T5 - T4)) * (Vs5 - Vs4))
Cp = Cp5 - (((T5 - Tin) / (T5 - T4)) * (Cp5 - Cp4))
Ka = Ka5 - (((T5 - Tin) / (T5 - T4)) * (Ka5 - Ka4))
Mu = Mu5 - (((T5 - Tin) / (T5 - T4)) * (Mu5 - Mu4))
Pr = Pr5 - (((T5 - Tin) / (T5 - T4)) * (Pr5 - Pr4))
Else
If Tin > T5 And Tin < T6 Then
Vs = Vs6 - (((T6 - Tin) / (T6 - T5)) * (Vs6 - Vs5))
Cp = Cp6 - (((T6 - Tin) / (T6 - T5)) * (Cp6 - Cp5))
Ka = Ka6 - (((T6 - Tin) / (T6 - T5)) * (Ka6 - Ka5))
Mu = Mu6 - (((T6 - Tin) / (T6 - T5)) * (Mu6 - Mu5))
Pr = Pr6 - (((T6 - Tin) / (T6 - T5)) * (Pr6 - Pr5))

27
Lampiran 4 (lanjutan)
End If
End If
End If
End If
End If
End If
Text17.Text = Vs
Text18.Text = Cp
Text19.Text = Ka
Text20.Text = Mu
Text21.Text = Pr
Dim DH As Single
DH = D2 - D1
Dim Re, V As Single
V = debit / (0.25 * 3.14 * (D1 ^ 2))
Re = (Vs * V * DH) / Mu
Text16.Text = Re
Dim K, Nu As Single

If Re > 2100 Then
Label40.Caption = "Aliran turbulen"
K = L / DH
If K < 20 Then
Label41.Caption = "Pipa pendek"
Nu = 0.023 * ((1 + (DH / L)) ^ 0.7) * (Re ^ 0.8) * (Pr ^ 0.33)
End If
If K > 20 Then
Label41.Caption = "Pipa panjang"
Nu = 0.023 * (Re ^ 0.8) * (Pr ^ 0.33)
Lampiran 4 (lanjutan)
End If
End If
If Re < 2100 Then
Label40.Caption = "Aliran laminer"
K = L / DH

28
Lampiran 4 (lanjutan)
If K < 20 Then
Label41.Caption = "Pipa pendek"
Nu = Re * Pr * DH / (4 * L) * Log(1 - (2.6 / (Pr ^ 0.167 * (Re * Pr * DH / L) ^
0.5))) ^ -1
End If
If K > 20 Then
Label41.Caption = "Pipa panjang"
Nu = 1.86 * ((Re * Pr * DH / L) ^ 0.33) * (0.36 ^ 0.14)
End If
End If
'MENGHITUNG KOEFISIEN KONVEKSI
Dim h As Single
h = (Ka * Nu) / DH
'MENGHITUNG KOEFISIEN PINDAH PANAS KESELURUHAN
Dim A1, A2, A3, D3 As Single
D3 = D2 + t
A1 = (3.14 * (D1 / 2) * L)
A2 = (3.14 * (D2 / 2) * L)
A3 = (3.14 * (D3 / 2) * L)
If Text10.Text = "" Or Text9.Text = "" Then
U1 = A3 / (A1 * h)
U2 = (A3 * (Log((A2 / 2) / (A1 / 2)))) / (2 * 3.14 * kp * L)
U = (U1 + U2) ^ -1
Else
U1 = A3 / (A1 * h)
U2 = (A3 * (Log((A2 / 2) / (A1 / 2)))) / (2 * 3.14 * kp * L)
U3 = (A3 * (Log((A3 / 2) / (A2 / 2)))) / (2 * 3.14 * ki * L)
U = (U1 + U2 + U3) ^ -1
End If
'SIMULASI SUHU OUTPUT
Dim m As Single
m = debit * Vs
Th = Td - ((Td - Tin) / (Exp(1) ^ ((U * A3) / (m * Cp))))
'MENGHITUNG BEDA TEMPERATUR INPUT DENGAN TEMPERATUR
HASIL PREDIKSI
deltaT = Th - Tin

29
Lampiran 4 (lanjutan)
'MENGHITUNG ERROR
E = Th - Tu
'MENGHITUNG PINDAH PANAS
q = m * Cp * deltaT
Text11.Text = Th
Text12.Text = U
Text13.Text = deltaT
Text14.Text = E
Text15.Text = q
End Sub
Private Sub Command2_Click()
Text1.Text = ""
Text2.Text = ""
Text3.Text = ""
Text4.Text = ""
Text5.Text = ""
Text6.Text = ""
Text7.Text = ""
Text8.Text = ""
Text9.Text = ""
Text10.Text = ""
Text11.Text = ""
Text12.Text = ""
Text13.Text = ""
Text14.Text = ""
Text15.Text = ""
Text16.Text = ""
Text17.Text = ""
Text18.Text = ""
Text19.Text = ""
Text20.Text = ""
Text21.Text = ""
End Sub
Private Sub Command3_Click()
End
End Sub

30
Lampiran 5 Konduktivitas termal beberapa material*
Material
W m-1 K-1
Pipa PVC
0.16
Glass wool
0.040
Rock wool
0.045
Cotton wool
0.029
*Sumber: www. Engineeringtoolbox.com

31

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 20 Juli 1991 di Garut sebagai putri ke 2 dan anak
ke 3 dari pasangan Nono Sugiono, SP dan Mujirah, SPd SD. Penulis
menyelesaikan sekolah dasarnya di SD Negeri Situgede II (1997-2003) kemudian
melanjutkan ke SMP Negeri 2 Garut (2003-2006). Penulis kemudian masuk ke
SMA Negeri 1 Tarogong Kidul (sekarang SMA Negeri 1 Garut) dan lulus pada
tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis berhasil lulus SNMPTN dan diterima di
Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Teknik Mesin dan Biosistem program
studi Teknik Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai
pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian periode 2011-2012 dan 20122013. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan seperti Sereal Act, Young
Agrotechnopreneurship Competition 2010, Agricultural Engineer Goes to Village
2011, Agromechanical Fair 2011, Engineering Summit I dan II 2011, Workshop
PKM-T 2011, The 19th Tri-University International Joint Seminar and
Symposium, dll.