Weathering acceleration of andesite rock to release the nutrients element with humic material assistance

PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN
UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT

Oleh :
EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK
A14070013

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

SUMMARY
EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK. 2012. Weathering Acceleration of
Andesite Rock to Release the Nutrients Element with Humic Material
Assistance. Supervised by BASUKI SUMAWINATA and GUNAWAN
DJAJAKIRANA.
Addition of recent volcanic material to increase fertility of weathered soils
have been frequently tried, but due to slow release of nutrients from volcanic
rocks it is therefore there is still no tangible benefit of ameliorating soil with such
materials. Various attempts to increase the release of nutrients from volcanic

rocks have been tried such as grinding the rocks into a smaller size as well as use
of chemical reagents to acidify rocks. However, all these trials still resulted in
slow rates of nutrient release. This research aims to study the role of humic
compounds in the release of the elements of andesitic-basaltic rock (sand size) and
as well as to understand the processes.
The method used in this research include: reaction of andesitic-basaltic
sand with humic compounds by soaking experiment, chemical analysis of the sand
using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and Flamephotometer.and
mineralogical analyses of the sand using Polarizing Microscope and Scanning
Electron Microscope (SEM).
The result showed that sand from Cimangkok before treatment with humic
material having a pH 5,80 while that has been treated with humic material having
a pH of 7,25. In addition, concentration of elements such as K, Na, Fe, Cu and Zn
increased after treatment with humic material. However, the concentration of Ca
& Mg were decreased, meanwhile the concentration of Mn was not affected. From
the analysis of the mineral it was observed that the surface of Plagioclase mineral,
Hyperstene and Augit was subjected to weathering, and was marked by the
surface of minerals become perforated and the surface of the minerals become
clean from the ground mass after treated with humic material.


RINGKASAN
EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK. 2012. Percepatan Pelapukan Batuan
Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat. Di
bawah

bimbingan

BASUKI

SUMAWINATA

dan

GUNAWAN

DJAJAKIRANA.
Penambahan bahan volkanik muda untuk menambah kesuburan alami
tanah-tanah yang telah terlapuk lanjut sudah lama dilakukan, akan tetapi
mengingat pelepasan unsur hara dari batuan volkanik tersebut umumnya berjalan
sangat lambat, sehingga sampai saat ini belum terlihat manfaatnya secara nyata

sebagai bahan amelioran. Berbagai usaha untuk meningkatkan kelarutan batuan
tersebut telah dilakukan sebagai contoh: usaha penghancuran batuan menjadi
ukuran yang lebih kecil, demikian pula dengan pereaksi kimia seperti
mengasamkan batuan. Akan tetapi semua hasil tersebut masih belum
menunjukkan pelepasan unsur hara yang cukup nyata untuk diaplikasikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan senyawa humat dalam
pelepasan unsur-unsur dari batuan (ukuran pasir) Andesitik-Basaltik dan sekaligus
untuk memahami proses-proses yang terjadi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; analisis mineral
dengan Polarizing Microscope dan Scanning Electron Microscope (SEM),
analisis unsur hara dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan
Flamephotometer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasir Cimangkok sebelum perlakuan
dengan bahan humat memiliki pH 5,80 sedangkan yang telah diperlakukan
dengan bahan humat memiliki pH sebesar 7,25. Selain itu unsur-unsur seperti K,
Na, Fe, Cu dan Zn mengalami kenaikan setelah diberi perlakuan dengan bahan
humat. Tetapi untuk unsur Ca, Mg mengalami penurunan dan unsur Mn berada
dalam kondisi yang tetap. Dari analisis mineral terlihat bahwa permukaan mineral
Plagioklas, Hyperstene dan Augit mengalami pelapukan ditandai dengan
permukaan mineral menjadi berlubang-lubang dan permukaan mineral menjadi

bersih dari massa dasar setelah diberi perlakuan dengan bahan humat.
Kata kunci : amelioran, andesit, humat, pelapukan mineral.

PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN
UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT

Oleh :
EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK
A14070013

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi

: Percepatan Pelapukan Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur
Hara dengan Bantuan Bahan Humat

Nama Mahasiswa : Eko Viyentino Simanjuntak
Nomor Pokok

: A14070013

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

(Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.)
NIP. 19570610 198103 1 003


(Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc.)
NIP. 19580824 198203 1 004

Mengetahui,
Ketua Departemen

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.)
NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 23 Desember
1988, putra dari pasangan keluarga Biraun Simanjuntak dan Ruslina Tampubolon.
Sebagai anak kelima dari lima bersaudara yaitu Friska Yunita Hamonangan
Simanjuntak, Roy Andry Parlindungan Simanjuntak, Hendra Simanjuntak dan
Frans Gery Simanjuntak.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 11 Medan
pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 4 Medan dan lulus pada

tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 2 Medan, kemudian di tahun yang sama penulis
diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).
Selama jadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata
kuliah Biologi Tanah tahun ajaran 2010/2011, di Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Pada tahun 2011 penulis berkesempatan menjadi pemakalah
dalam Seminar dan Kongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) X
yang diadakan di Kota Solo. Skripsi ini dalam bentuk tulisan ilmiah terpublikasi
yang terdapat di dalam Prosiding Seminar dan Kongres Nasional Himpunan Ilmu
Tanah Indonesia X “Tanah untuk Kehidupan yang Berkualitas” pada halaman
919-924.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kasih dan karunia-Nya kepada kita semua. Hanya dengan izin dan
kemudahan yang diberikan-Nya, penulis dapat menyelesaikan perkuliahan,
penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Percepatan Pelapukan
Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat”,
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya lahan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:


Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, saran dan
motivasi yang sungguh luar biasa selama penulis menjalani kuliah, penelitian dan
penulisan skripsi ini.



Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi kedua, atas
bimbingan, nasihat, saran dan motivasi kepada penulis.



Dr. Ir. Darmawan, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah menguji dan
memberikan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini.




Direksi, staf, dan karyawan PT. BAM (Biccon Agro Makmur) Muaro Jambi,
Jambi atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menjalankan uji
lapang serta dapat menambah pengalaman yang luar biasa.



Bapak (B. Simanjuntak) dan Mama (R. Tampubolon) tercinta atas doa dan
perhatian yang tak kunjung padam bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.



Kakak (Friska Yunita Hamonangan Simanjuntak), abang-abangku (Roy Andry
Parlindungan Simanjuntak, Hendra Simanjuntak, Frans Gerry Simanjuntak),
terima kasih atas dorongan dan semangat yang telah diberikan bagi penulis.



Staf Laboratorium (Pak Mantri, Bu Oktori, Bu Yani dan Kak Meiyu) serta

seluruh staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.



Semua pihak yang turut membantu penulisan dalam perkuliahan, penelitian dan
penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dalam skripsi ini
sehingga bisa menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, 2 Januari 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................
DAFTAR GAMBAR............................................................................

PENDAHULUAN.................................................................................
Latar Belakang................................................................................
Tujuan..............................................................................................

x
xi
1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
Batuan............................................................................................
Batuan Beku...........................................................................
Sistematika Mineral pada Batuan..................................................
Golongan Karbonat................................................................
Golongan Silikat.....................................................................
Lignit..............................................................................................
Senyawa Humat.............................................................................
Peranan Senyawa Humat.......................................................
Asam Humat Lignit.......................................................................

3
3
3
4
4
5
6
7
8
9

BAHAN DAN METODE....................................................................
Waktu dan Lokasi penelitian.........................................................
Bahan dan Alat..............................................................................
Metode Penelitian..........................................................................
Perlakuan Pasir Cimangkok dengan Bahan Humat...............
Analisis Mineral.....................................................................
Analisis Kimia.......................................................................

10
10
10
10
10
11
11

HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................
Pengaruh Perlakuan terhadap Kelarutan Unsur Hara....................
Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral secara Fisik.......................
Proses Pelepasan Unsur Hara dari Pasir Andestik-Basaltik..........

12
12
13
16

KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................
Kesimpulan....................................................................................
Saran..............................................................................................
HASIL UJI LAPANG........................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
LAMPIRAN........................................................................................

19
19
19
20
23
25

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman
Teks

1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan
humat ........................................................................................................ 13
2. Perbandingan hasil analisis tanaman kontrol dan tanaman dengan
perlakuan pupuk pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat ..... 21

LAMPIRAN
1. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman
kontrol (K) ................................................................................................ 27
2. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman
setelah pemberian pupuk pasir dengan perlakuan bahan humat (P) ........ 28

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman
Teks

1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan

2.

3.

4.

5.

mineral Augit (gambar bawah C) setelah perlakuan dengan humat.
Foto A pada mikroskop menggunakan analysator sedangkan foto B
dan C menggunakan cross nikol dengan perbesaran skala bar 70
mikron ............................................................................................................
Scanning electron micrograph dari mineral Plagioklas. Foto 2a
sebelum perlakuan dan foto 2b setelah perlakuan dengan skala bar 200
mikron. Foto 2c dan 2d perbesaran dengan skala bar 100 mikron ................
Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a
sebelum perlakuan dan foto 3b setelah perlakuan dengan skala bar 100
mikron. Foto 3c dan 3d perbesaran dengan skala bar 20 mikron ..................
Scanning electron micrograph dari mineral Augit. Foto 4a sebelum
perlakuan dan foto 4b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron.
Foto 4c dan 4d perbesaran dengan skala bar 20 mikron ................................
Pengamatan daun pelepah pertama tanaman kontrol (K) dan tanaman
perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat (P) ............................................

14

14

15

15
20

LAMPIRAN
1. Proses penggilingan pasir Andesitik Basaltik.............................................. 26
2. Proses inkubasi pasir yang sudah digiling dengan bahan humat................. 26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan pertanian yang pesat menyebabkan hampir semua lahan
berbahan induk volkanik yang relatif subur sudah digunakan. Pilihan
pengembangan lahan berikutnya jatuh kepada lahan-lahan berbahan induk tua
seperti Podsolik di Sumatera dan Kalimantan, yang umumnya memiliki kesuburan
alami yang kurang baik, karena kandungan bahan mineral mudah lapuk seperti
Olivin, Augit, Hyperstene, Feldspar yang sangat rendah. Usaha untuk
meningkatkan kualitas kesuburan tanah miskin tersebut telah lama dipikirkan oleh
para ahli tanah antara lain dengan memberikan tepung batuan ke dalam tanah
untuk meniru apa yang terjadi pada saat abu gunung api tersebar pada lahan-lahan
pertanian di Jawa.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kecepatan pelepasan unsur hara dari
tepung batuan yang diberikan kepada tanah telah dilakukan, sebagai contoh usaha
penghancuran batuan menjadi ukuran yang lebih kecil, demikian pula dengan
reaksi kimia seperti mengasamkan batuan. Semua hasil tersebut masih belum
menunjukkan pelepasan unsur hara yang cukup nyata untuk diaplikasikan
(Poeloengan, 1980). Adapula yang mereaksikannya dengan urea di mana terlihat
peningkatan pelepasan unsur hara, akan tetapi masih sulit diaplikasikan (Irwanti,
1999).
Salah satu kemungkinan untuk peningkatan pelepasan unsur hara dari
mineral adalah dengan mereaksikannya dengan bahan humat pada pH alkalis
sehingga senyawa silika mineral akan lebih mudah larut dan pula diharapkan
sebagian unsur-unsur akan dikhelat sehingga menjadi tersedia. Ahmad (2011),
menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada batuan beku dalam dapat
meningkatkan kelarutan unsur hara pada mineral dan juga memperlihatkan
bagaimana proses pelapukan tersebut terjadi. Batuan beku dalam memiliki kristal
yang besar dan umumnya sangat keras dibandingkan dengan batuan beku luar
seperti pada pasir Andesitik yang banyak dijumpai dan lebih mudah hancur secara
fisik dibandingkan batuan beku dalam, oleh karenanya penggunaan batuan beku

2

luar diperkirakan lebih mudah melepaskan unsur hara pada perlakuan batuan
tersebut dengan bahan humat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peranan senyawa humat dalam
pelepasan unsur-unsur dari batuan (ukuran pasir) Andesitik-Basaltik dan sekaligus
untuk memahami proses-proses yang terjadi.

TINJAUAN PUSTAKA
Batuan
Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan
kepadatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan
sedimen merupakan penyusun permukaan bumi yang paling luas penyebarannya
secara horisontal. Penyebaran batuan metamorf tidak seluas batuan beku dan
sedimen kerena batuan ini terbentuk jauh di bawah permukaan bumi dan hanya
berhubungan dengan proses tektovulkanisme. Batuan terjadi dalam kondisi
berbagai pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh pH,
komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan
metamorf),

temperatur

pembentukan,

proses

dekomposisi

(rekristalisasi,

lithifikasi), tekanan dan waktu. Pembentukan dan penyebarannya di permukaan
bumi memerlukan berbagai proses geologi. Batuan beku memerlukan proses
tektovulkanisme, batuan sedimen proses sedimentasi dan tektonik, batuan
metamorf proses pembebanan dan tektonik. Tekstur dan komposisi mineral batuan
beku pada suatu daerah, dapat sama dan dapat berbeda, tergantung dari
temperatur, larutan kimia (fluida), konsentrasi, komposisi host rock dan waktu
pembentukannya (Browne, 1991 dalam Corbett dan Leach 1996).
Batuan Beku
Batuan beku (igneous rock) adalah batuan yang terbentuk dari hasil
pembekuan magma pada temperatur 600oC – 1500oC. Menurut Travis (1955),
berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya, batuan beku dibagi atas:
1. Batuan beku ultra basa; dengan kandungan mineral: Olivin dan CaPlagioklas. Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya Peridotit.
2. Batuan beku basa; dengan kandungan mineral: Ca-Plagioklas, Piroksin.
Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya: Gabro dan Basalt.
3. Batuan beku intermediet; dengan kandungan mineral: Biotit, Ca – Na
Plagioklas, Hornblende/Amfibol. Contoh batuannya: Diorit dan Andesit.
4. Batuan beku masam; dengan kandungan mineral: Kuarsa, K – Feldspar.
Memberikan warna yang terang. Contoh batuannya: Granit dan Riolit.

4

Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibagi atas:
1. Batuan beku luar/ekstrusif/eruptif (vulcanic rocks), memiliki tekstur
holohialin.
2. Batuan beku korok/gang (hypabysal rocks), memiliki tekstur hipokristalin.
3. Batuan

beku

dalam/intrusif

(plutonic

rocks),

memiliki

tekstur

holokristalin.
Tingkat pelapukan batuan beku dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan
pembentukan dengan iklim (suhu) kepadatannya. Semakin berbeda lingkungan
pembentukannya dengan lingkungan sekarang, akan semakin mudah lapuk.
Batuan beku yang bertekstur holohialin lebih mudah melapuk dibanding yang
bersifat hipokristalin dan holokristalin.
Sistematika Mineral pada Batuan
Mineral-mineral penyusun batuan memiliki kesamaan fisik dan sifat fisik,
sehingga memungkinkan dilakukan penggolongan. Penggolongan mineral ke
dalam suatu sistematika dikemukakan oleh Berzellius berdasarkan kelompok
anion dan kation yang sama dalam kelompok besar yang disebut kelas. Klasifikasi
mineral berdasarkan kelas atau golongan terdiri dari golongan unsur, golongan
oksida, golongan hidroksida, golongan sulfida, golongan halida, golongan
karbonat, golongan sulfat, golongan fosfat dan golongan silikat. (Tan, 2003).
Golongan Karbonat
Mineral golongan karbonat dicirikan oleh kompleks anion CO32-. Mineral
karbonat yang penting dibagi atas tiga grup yaitu grup Kalsit, Aragonit dan
dolomit. Pada grup Kalsit, setiap atom O akan terikat pada dua atom Ca dan setiap
atom Ca akan terikat pada delapan atom O (Hurlbut and Klein, 1977). Kelarutan
mineral Kalsit bervariasi tergantung pada tekanan CO2 dan konsentrasi H+ dalam
larutan (Krauskopf, 1967 dalam Birkeland, 1974). Peningkatan tekanan CO2 dan
konsentrasi ion H+ akan meningkatkan laju peruraian Kalsit dan Aragonit serta
(CaMg)(CO3)2 dari golongan Dolomit. Kalsium karbonat (CaCO3) berada dalam
bentuk (a) partikel dan fragmen yang berbeda dari bahan organik atau inorganik,
(b) material mikrokristalin yang terbentuk dari lumpur karbonat, (c) pengendapan

5

oleh proses inorganik yang tersementasi secara kasar atau halus (Brownlow,
1979).
Golongan Silikat
Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes, 1964). Kombinasi
silika dengan unsur lain membentuk golongan silikat. Mineral golongan silikat
dikelompokkan berdasarkan perbandingan unsur silikon dan oksigen. Mineral
silikat terbagi dua jenis, yaitu silikat primer dan mineral silikat sekunder
(Loughnan, 1969). Mineral silikat primer adalah mineral silikat yang terbentuk
dari hasil pembekuan magma, contohnya grup mineral Piroksin, sedangkan
mineral silikat sekunder terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau dari hasil
ubahan mineral primer, contohnya grup mineral liat (clay).
Menurut Loughnan (1969) dalam struktur silikat, oksigen merupakan
anion yang paling penting. Ikatan antara kation dan oksigen meningkat sesuai
dengan jarak radius kation dan oksigen maka ikatan mineralnya akan semakin
kuat.
Mineral silikat didominasi oleh unsur Si, Al dan O ditambah unsur-unsur
lain seperti K, Na, Ca, Mg, Fe. Unsur Si dengan angka koordinasi empat akan
berikatan dengan oksigen membentuk kisi tetrahedra SiO4. Kisi tetrahedra di
dalam mineral akan membentuk rantai tetrahedra melalui penggunaan secara
bersama atom oksigen pada sudut-sudutnya. Berdasarkan susunan SiO4 di dalam
struktur mineral, dikenal enam tipe silikat (Tan, 2003), yaitu:
1. Siklosilikat: lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,
Si2O5). Struktur kelompok ini dicirikan oleh lingkaran heksagonal yang
beranggota enam tetrahedra yang dihubungkan satu sama lain oleh kation
seperti Mg, Na dan/atau Fe. Ikatan yang dihubungkan oleh kation tersebut
merupakan titik lemah mineral Turmalin, namun karena banyaknya ikatan
Si-O mineral ini relatif stabil.
2. Inosilikat: rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11).
Kelompok ini dalam strukturnya mempunyai silika rantai tunggal
(Piroksen) dan rantai ganda (Amfibol) dihubungkan satu sama lain oleh
ikatan Ca-O, Mg-O dan/atau Fe-O, mineral ini cenderung cepat terlapuk.

6

3. Nesosilikat: tetrahedra SiO4 terpisah. Kelompok ini terdiri atas tetrahedra
tunggal yang dihubungkan satu sama lain oleh ion Mg2+ dan Fe2+. Ikatan
Mg-O dan Fe-O merupakan ikatan yang lemah. Kepekaan mineral ini
terhadap pelapukan bervariasi satu sama lain, misalnya Amfibol dan
Olivin. Susunan atom oksigen yang padat misalnya pada atom zirkon
mengakibatkan mineral ini relatif keras, sementara pada atom olivin
susunan oksigennya relatif lebih renggang membuat mineral ini cepat
terlapuk.
4. Filosilikat: lembar tetrahedra (Si2O5). Rangkaian lembar tetrahedra silika
dengan oktahedra aluminiun melalui penggunaan secara bersama atom
oksigen. Penghancuran mineral biasanya terjadi melalui pemaksa-pisahan
ikatan Al-O dalam posisi tetrahedra dan oktahedra. Mineral Biotit dan
Muskovit merupakan contoh dari kelompok ini.
5. Sorosilikat: dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Tetrahedra
silika secara tersendiri dan yang terangkai terbentuk melalui penggunaan
secara bersama atom oksigen. Mineral Epidot agak sukar terlapuk, namun
subsitusi isomorfik membuat mineral ini peka terhadap pelapukan.
6. Tektosilikat: jaringan tetrahedra (SiO2). Mineral ini dianggap sebagai
larutan padat dengan bentuk jaringan tetrahedra silika, yang celahcelahnya ditempati oleh Na, Ca dan sebagainya. Kerapatan susunan atom
dalam strukturnya menyebabkan tingkat ketahanan bervariasi. Subsitusi Si
oleh Al dalam menyebabkan mineral Plagioklas lebih lemah dari mineral
K-Feldspar.
Lignit
Lignit dikenal dengan nama batubara muda, batubara coklat (brown coal)
dan leonardite (Karr, 2001). Lignit terbentuk dari proses akumulasi bahan organik
dalam

jumlah

yang

berlebih,

tergenang,

mengalami

dekomposisi

dan

pengompakan (consolidated) (Lawson dan Stewart, 1989). Proses perubahan
material organik menjadi lignit terjadi melalui dua fase pembentukan. Fase
pertama adalah proses akumulasi bahan organik dalam lingkungan yang
tergenang. Kemudian oleh aktivitas mikroba, akumulasi bahan organik mengalami
proses dekomposisi (humifikasi). Dekomposisi bahan organik ini merupakan

7

proses pembentukan bahan gambut. Pada fase kedua, bahan gambut yang telah
terbentuk mengalami proses penimbunan oleh material sedimen (sedimentasi),
sehingga bahan gambut mengalami pemanasan hingga mencapai suhu ≥ 2000C.
Dari proses pematangan tersebut batubara diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan
(Sembiring 2006), yaitu:
1. Batubara antrasit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling
tinggi dan nilai kalorinya berada > 7100 kal/gram.
2. Batubara bituminous, memiliki nilai kalori 6100-7100 kal/gram.
3. Batubara sub bituminous, memiliki nilai kalori 5100-6100 kal/gram.
4. Batubara lignit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling
rendah dan memiliki nilai kalori < 5100 kal/gram.

Senyawa Humat
Bahan organik di dalam tanah sering dipisahkan menjadi bahan
terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bahan-bahan tak terhumifikasi adalah
senyawa-senyawa dalam tanaman dan organisme lain dengan karakteristik yang
jelas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat dan lignin.
Tidak semua senyawa-senyawa tersebut terkena reaksi-reaksi degradasi dan
dekomposisi, ada yang dijerap oleh komponen anorganik tanah, seperti liat atau
senyawa-senyawa tersebut berada dalam kondisi anaerobik. Di dalam kondisikondisi semacam ini, senyawa tersebut lebih terlindungi dari dekomposisi. Fraksi
terhumifiksai dikenal sebagai humus, atau sekarang lebih dikenal dengan senyawa
humat dan dianggap sebagai hasil akhir dekomposisi bahan tanaman di dalam
tanah (Tan, 2003). Istilah asam humat berasal dari Berzellius pada tahun 1830,
yang menggolongkan fraksi senyawa humat tanah ke dalam : (1) asam humat,
yakni fraksi yang larut dalam basa. (2) asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi
yang larut dalam air, dan (3) humin, yakni bagian yang tidak dapat larut dan
lembam (inert). Oleh Mulder pada tahun 1840 asam humat disebut juga asam
ulmat, sedangkan humin disebut juga ulmin. Kemudian pada tahun 1912, Oden
mengusulkan penggunaan nama asam fulvat menggantikan istilah asam krenik
dan apokrenik. Kini senyawa-senyawa humat didefinisikan sebagai bahan

8

koloidal yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat hitam dan
mempunyai berat molekul relatif lebih tinggi (Tan, 2003).
Senyawa humat tidak hanya di dalam tanah, tetapi juga terdapat di dalam
batuan, endapan sedimen sungai, laut dan danau. Berdasarkan hal tersebut
senyawa humat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe (Tan, 2003), yaitu:
1. Senyawa humat yang berasal dari terrestrial atau tanah, dibedakan
berdasarkan asal dari bahan organiknya; kayu daun jarum (softwood), kayu
daun lebar (hardwood), rumput dan bambu.
2. Senyawa humat dari aquatic, merupakan senyawa humat yang berasal dari
endapan sungai, laut dan danau, yang materialnya dapat berasal dari luar
maupun dalam cekungan. Jika bahannya berasal dari luar cekungan, maka
komposisi senyawa humatnya mirip dengan terrestrial.
3. Senyawa humat dari gambut atau endapan rawa.
4. Senyawa humat dari endapan geologi, berupa batubara dan serpih (shale).
5. Senyawa humat dari Anthropogenic; senyawa humat yang berasal dari
aktivitas pertanian, industri, ternak, unggas dan sisa pembuangan
(sampah).
Bahan-bahan humat mengandung sejumlah ragam gugus hidroksil, namun
untuk karakterisasi asam humat umumnya hanya tiga jenis OH yang dibedakan
(Tan, 2003), yaitu:
1. Hidroksil total adalah gugus OH yang berkaitan dengan semua gugus
fungsional, seperti fenol, enol, hidrokuinon. Akan tetapi, dalam banyak
kasus hidroksil total mengacu hanya pada jumlah gugus OH-fenolik dan
alkoholik.
2. Gugus OH-fenolik adalah OH yang terikat pada lingkar benzena.
3. Gugus OH-alkoholik adalah OH yang berikatan dengan gugus alkoholik.
Peranan Senyawa Humat
Bahan-bahan humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan di
bidang pertanian. Bersama dengan liat tanah bahan-bahan humat mengandung
peranan penting atas sejumlah aktivitas kimia tanah. Mereka terlibat dalam reaksi
kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung

9

maupun tidak langsung. Secara tidak langsung mereka diketahui memperbaiki
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara
langsung, bahan-bahan humat dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman
melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses
fisiologi lainnya. Senyawa humat juga berperan serta dalam pembentukan tanah
dan memainkan peranan penting khususnya dalam translokasi atau mobilisasi
lempung, aluminium dan besi yang menghasilkan perkembangan horizon spodik
dan horizon argilik (Tan, 2003).

Asam Humat Lignit
Asam humat lignit bersifat lebih hydrophobic, mengalami kondensasi
yang tinggi sehingga jumlah gugus rantai dan gugus fungsionalnya sedikit dengan
kandungan hidrogen, oksigen dan nitrogen rendah (Francioso et al. 2003), serta
kandungan alifatik dan C/N ratio yang tinggi (Zavodska dan Lesny, 2006).
Purifikasi garam humat akan menghasilkan senyawa humat dalam bentuk
asam humat. Asam humat mempengaruhi tingkat pelepasan hara dari mineral
tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang
terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan, 2003). Senyawa humat yang
difraksionasi, utamanya dalam mencegah pemecahan hormon indoleacetic acid
(IAA) tanaman (Mato et al., 1971, 1972) dan meningkatkan serapan air (Piccolo
et al., 1993).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium, yaitu (1) Laboratorium
Genesis dan Klasifikasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Institut Pertanian Bogor untuk perlakuan reaksi bahan humat dan pasir AndesitikBasaltik serta analisis kimia, dan (2) Laboratorium di Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Bogor untuk analisis mineral. Kegiatan penelitian
berlangsung dari bulan Juli sampai Oktober tahun 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir dari Sungai
Cimangkok, Cianjur, Jawa Barat dan pelarut yang digunakan adalah bahan humat.
Untuk analisis kimia menggunakan air destilata dan Asam Sitrat 2%.
Alat yang digunakan adalah BICO PULVERIZER (sebagai alat
penggiling), ember (wadah penampungan), Scanning Electron Microscope
(SEM), AAS (untuk mengukur kadar Ca, Mg, Fe, Cu, Zn dan Mn),
Flamephotometer (untuk mengukur kadar K dan Na), serta pH-meter (untuk
mengukur pH).
Metode Penelitian
Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: perlakuan pasir
Cimangkok dengan bahan humat, analisis mineralogi dari pasir Cimangkok dan
analisis kimia pasir Cimangkok sebelum dan setelah perlakuan dengan bahan
humat. Tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut :
Perlakuan Pasir Cimangkok dengan Bahan Humat
Pasir Cimangkok digiling dengan alat BICO PULVERIZER hingga lolos
saringan 16 mesh. Sebanyak 17 kg pasir hasil gilingan direndam dengan dengan 3
liter bahan humat hasil ekstraksi lignit dengan KOH 1N selama dua bulan di
dalam ember. Selama diinkubasi dilakukan pengadukan setiap 2 hari sekali. Pada
akhir inkubasi campuran tersebut dikering udarakan.

11

Analisis Mineral
Analisis mineral dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum dan
setelah perlakuan. Contoh pasir yang akan dianalisis mineral dicuci bersih dengan
air. Analisis mineral dilakukan dengan mikroskop polarisasi dan juga mikroskop
electron (Scanning Electron Microscope).
Analisis Kimia
Analisis kimia juga dilakukan terhadap bahan pasir Cimangkok sebelum
dan setelah perlakuan, yaitu dengan mengekstrak keduanya menggunakan air
destilata dan Asam Sitrat 2 %. Pengekstrakan dilakukan dengan menambahkan air
destilata dan Asam Sitrat masing-masing sebanyak 30 ml terhadap 10 g masingmasing contoh pasir. Pengocokan dengan masing-masing 30 ml air destilata dan
Asam Sitrat 2% dilakukan 2 kali berturut-turut dan dilanjutkan dengan 1 kali
pengocokan dengan masing-masing 40 ml air destilata dan Asam Sitrat 2%.
Pengocokan dilakukan selama 30 menit dengan reciprocal shaker. Setiap kali
pengocokan ekstraktan disaring dan ditampung di dalam sebuah labu takar 100
ml. Terakhir ekstrakan kemudian dianalisis dengan menggunakan AAS dan
Flamephotometer untuk mendapatkan kadar basa-basa (K, Na, Ca, Mg), dan kadar
unsur mikro (Fe, Cu, Zn, Mn).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kelarutan Unsur Hara
Pasir Cimangkok sebelum perlakuan dengan bahan humat memiliki pH 5,8
sedangkan yang telah diperlakukan dengan bahan humat memiliki pH sebesar
7,25. Kenaikan pH pada pasir setelah perlakuan humat terjadi karena bahan humat
yang digunakan diperoleh dari ekstraksi bahan sumber humat menggunakan
larutan KOH 1N.
Pengaruh peningkatan pH pada campuran pasir Andesit dengan perlakuan
bahan humat terhadap pelepasan unsur hara disajikan pada Tabel 1. Perbandingan
terhadap pasir sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan bahan humat pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar kelarutan unsur mikro seperti Cu, Zn, Fe baik
yang terekstrak oleh air destilata maupun Asam Sitrat 2% lebih tinggi pada pasir
setelah perlakuan. Demikian pula untuk unsur K, akan tetapi sulit untuk
mengatakan bahwa unsur K yang terukur tersebut merupakan hasil seluruhnya
dari peningkatan kelarutan unsur K, karena unsur tersebut ditambahkan sebagai
KOH pada saat pelarutan bahan humat. Walaupun demikian karena pada
perlakuan pasir humat dengan ekstraksi Asam Sitrat 2% menunjukkan
peningkatan yang sangat jelas yakni sampai lebih dari 200% daripada ekstraksi K
oleh air destilata, maka dapat dikatakan bahwa pelepasan tersebut juga merupakan
andil dari pelepasan unsur K pada mineral. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa
unsur Ca dan Mg tidak menunjukkan penambahan unsur yang terekstrak baik oleh
air maupun Asam Sitrat 2% pada perlakuan pasir-humat dibandingkan dengan
dari pasir sebelum perlakuan. Hal ini dapat dipahami karena Ca dan Mg dalam
humat mengendap. Mineral yang banyak mengandung Ca dan Mg seperti Augit
dan Hyperstene mengalami penurunan kandungan Ca dan Mg karena jumlahnya
menjadi lebih sedikit dari sebelum perlakuan dengan humat.

13

Tabel 1. Pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dengan pelarut bahan humat

Pasir
Unsur

Aquades

Pasir dengan humat
Sitrat 2 %

Aquades

Sitrat 2 %

,ppm
K

338,06

688,65

1.572,99

4.215,60

Na

172,70

271,38

491,00

945,17

Ca

155,43

1.395,75

6,26

227,50

Mg

56,46

160,85

12,30

137,10

Fe

37,01

933,75

412,35

1.940,00

Mn

5,15

31,16

4,82

32,24

Cu

0,25

13,82

6,75

5,95

Zn

0,17

4,20

1,15

6,12

Pengaruh Perlakuan terhadap Mineral secara Fisik
Proses pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dipengaruhi oleh sifat
fisik dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama pasir AndesitikBasaltik. Secara mikroskopik terlihat bahwa pada permukaan mineral Plagioklas,
Augit dan Hyperstene mengalami pembersihan dari massa dasar setelah perlakuan
dengan baham humat dan permukaan mineral tersebut berlubang-lubang.
Penampakan fisik dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop polarisasi
Gambar 1 dan mikroskop elektron Gambar 2, 3, dan 4.
Terlihat dari foto-foto pada Gambar 1 bahwa mineral Plagioklas
mengalami pelapukan lebih banyak jika dibandingkan dengan mineral Augit. Pada
mineral Plagioklas terlihat lebih banyak lubang-lubang yang terbentuk setelah
diberi perlakuan sedangkan permukaan yang berlubang pada mineral Augit hanya
di beberapa tempat saja.

14

Gambar 1. Fotomicrograph dari mineral Plagioklas (gambar atas A dan B) dan mineral Augit
(gambar bawah C) setelah perlakuan dengan humat. Foto A pada mikroskop menggunakan
analysator sedangkan foto B dan C menggunakan cross nikol dengan perbesaran skala bar 70
mikron.

Gambar 2. Scanning electron micrograph dari mineral Plagioklas. Foto 2a sebelum perlakuan
dan foto 2b setelah perlakuan dengan skala bar 200 mikron. Foto 2c dan 2d perbesaran dengan
skala bar 100 mikron.

15

Gambar 3. Scanning electron micrograph dari mineral Hyperstene. Foto 3a sebelum perlakuan
dan foto 3b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron. Foto 3c dan 3d perbesaran dengan
skala bar 20 mikron.

Gambar 4. Scanning electron micrograph dari mineral Augit. Foto 4a sebelum perlakuan dan
foto 4b setelah perlakuan dengan skala bar 100 mikron. Foto 4c dan 4d perbesaran dengan skala
bar 20 mikron.

16

Gambar 2 merupakan hasil scanning dari mineral Plagioklas. Gambar ini
menunjukkan bahwa permukaan mineral Plagioklas setelah diberi perlakuan
humat terlihat bersih dari massa dasar dan berlubang-lubang. Foto 2c dan 2d pada
Gambar 2 merupakan perbesaran mineral Plagioklas sebelum dan setelah
perlakuan humat dengan skala bar 100 mikron. Perbesaran skala bar 100 mikron
pada foto 2d (setelah perlakuan humat) menunjukkan bahwa permukaan mineral
Plagioklas memiliki lubang-lubang yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
foto 2c (sebelum perlakuan humat).
Gambar 3 merupakan hasil scanning mineral Hyperstene. Pada foto 3b
mineral Hyperstene mengalami pembersihan dari massa dasar sehingga
permukaan mineral menjadi tidak rata. Berbeda dengan foto 3a dengan skala bar
yang sama yaitu 100 mikron, terlihat bahwa permukaan mineral Hyperstene masih
tertutupi massa dasar. Dari perbesaran skala bar 20 mikron terlihat lebih jelas
permukaan mineral Hyperstene masih tertutupi massa dasar (foto 3c). Setelah
diberi perlakuan humat (foto 3d), permukaan mineral Hyperstene sudah bersih
dari massa dasar sehingga permukaan mineral tidak rata.
Gambar 4 menunjukkan hasil scanning mineral Augit. Sama halnya
dengan mineral Plagioklas dan mineral Hyperstene, terlihat bahwa mineral Augit
setelah perlakuan mengalami perubahan bentuk permukaan. Sebelum diberi
perlakuan humat permukaan mineral Augit masih tertutup massa dasar, sedangkan
setelah perlakuan humat permukaan mineral Augit bersih dari massa dasar dan
berlubang-lubang. Pada perbesaran dengan skala bar 20 mikron, lubang-lubang
permukaan mineral Augit setelah perlakuan humat (foto 4d) terlihat sangat jelas
jika dibandingkan sebelum perlakuan humat (foto 4c).

Proses Pelepasan Unsur Hara dari Pasir Andestik-Basaltik
Hasil uji SEM sebelum dan setelah percobaan memperlihatkan bahwa
proses pelepasan unsur dari pasir Andesitik-Basaltik dipengaruhi oleh sifat fisik
dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama pasir Andesitik-Basaltik.
Proses pelepasan unsur dari mineral silikat yang terdapat dalam pasir AndesitikBasaltik terjadi pada (Ahmad, 2011) :

17

1. Bidang batas kristal antara mineral dengan massa dasar
Hasil uji Scanning Electron Microscope (SEM) setelah perlakuan
menunjukkan adanya kerusakan pada bidang batas (bidang kontak) antar
kristal. Kerusakan ini menunjukkan bahwa perbedaan butir kristal mineral
Plagioklas, Hyperstene dan Augit dengan massa dasar kristal dapat menjadi
celah bagi pelarut untuk masuk ke dalam ruang antar kristal dan
mendegradasi hubungan interlocking antara kristal Plagioklas, Hyperstene
dan Augit dengan massa dasar (Gambar 1, 2 dan 3). Menurut Lowe (1986),
tekstur batuan dengan derajat ukuran butir kristal yang tidak seragam
(inequigranular) memiliki daya sangga yang rendah terhadap usaha
penghancuran dibandingkan dengan batuan yang ukuran butirnya seragam
(equigranular). Perbedaan waktu pembentukan antara mineral Plagioklas,
Hyperstene dan Augit dengan massa dasar memberikan tingkat resistensi
yang berbeda. Mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit terbentuk dengan
perubahan yang relatif lambat, sehingga dapat membentuk kristal yang
sempurna dengan ukuran yang lebih besar, berbeda dengan massa dasar
kristal yang terbentuk dari proses diferensiasi kristal yang berjalan cepat
sehingga tidak membentuk kristal yang sempurna dengan ukuran yang jauh
lebih kecil dari mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit. Perubahan yang
terjadi secara tiba-tiba akan memberikan tekanan pada mineral Plagioklas,
Hyperstene dan Augit dengan massa dasar yang terbentuk. Tekanan akan
menyebabkan terbentuknya mikro struktur (Putnis, 1992). Terbentuknya
mikro struktur dalam tubuh mineral akan menjadi salah satu faktor yang
mendapat mempercepat pelarutan pada pasir Andesitik-Basaltik.
Mineral Plagioklas, Hyperstene dan Augit yang terdapat di antara massa
dasar kristal memiliki resisten yang berbeda. Perlakuan dengan asam humat
yang mengandung gugus organik menyebabkan terjadinya degradasi pada
bidang kontak antara mineral Plagioklas, Hyperstene

dan Augit dengan

massa dasar kristal. Bidang kontak merupakan zona lemah dari suatu
hubungan interlocking antara kristal, di mana pelarut akan mudah memasuki
bidang ini dan menghancurkan kristal mineral dan terlepasnya unsur-unsur
dari mineral silikat (Gambar 1, 2 dan 3).

18

2. Bidang belahan kristal
Perbedaan komposisi kimia akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia
mineral. Salah satu sifat fisik mineral adalah adanya bidang belahan. Bidang
belahan mineral merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu mineral
terhadap usaha pelarutan. Pemberian tekanan terhadap mineral menyebabkan
mineral terbelah menurut bidang dimana pada bidang tersebut terjadi ikatanikatan atom yang paling lemah. Usaha pelarutan dengan bahan humat akan
merusak kristal mineral melalui bidang belahannya. Besarnya kemampuan
pelarut akan mempengaruhi kestabilan kristal mineral. Semakin tinggi daya
larut pelarut, akan semakin mudah menghancurkan mineral melalui bidang
belahannya.
3. Permukaan kristal yang tidak rata
Permukaan kristal yang tidak rata akan proses penghancuran akan
mengakibatkan permukaan pasir Andesitik-Basaltik menjadi tidak sama
(memiliki beda tinggi). Ketidakseragaman permukaan ini akan menyebabkan
mineral mudah mengalami pelarutan (pelepasan unsur hara) pada bagian
permukaannya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian bahan humat dapat meningkatkan pelepasan unsur hara dari
pasir Andesitik-Basaltik terutama unsur hara mikro.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada pasir setelah perlakuan dengan
bahan humat di lapangan untuk mengetahui manfaatnya secara langsung terhadap
tanaman.

20

HASIL UJI LAPANG
Uji lapang penggunaaan pupuk pasir dengan humat dilakukan di Kebun
Kelapa Sawit PT. Biccon Agro Makmur, Muaro Jambi, Jambi. Kegiatan
penelitian berlangsung dari bulan April sampai Mei tahun 2012. Bahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah pupuk pasir setelah perlakuan dengan bahan
humat kemudian pupuk tersebut diaplikasikan pada lahan gambut. Tanaman yang
digunakan yaitu tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun tetapi umur tanaman
kontrol lebih tua sekitar dua bulan dari tanaman dengan perlakuan pupuk pasir
dengan bahan humat. Metode uji lapang yaitu dengan menabur pupuk pasir
setelah perlakuan dengan bahan humat di piringan tanaman kelapa sawit dengan
dosis 1 kilogram untuk satu pokok tanaman dan dilakukan sebanyak 17 tanaman
kelapa sawit. Sebelum dan setelah perlakuan dengan pupuk pasir hasil perlakuan
dengan bahan humat (P), dilakukan analisis pada tanaman sebanyak 5 sampel
yaitu sampel P3, P6, P7, P10 dan P11. Untuk tanaman kontrol (K) juga dilakukan
analisis tanaman sebanyak 5 sampel yaitu sampel K3, K6, K7, K10 dan K11.
Pengamatan daun pelepah pertama pada tanaman kontrol (K) dan tanaman
dengan perlakuan pupuk pasir dengan humat (P) dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa daun dengan perlakuan pupuk (P) memiliki
daun yang lebih hijau jika dibandingkan dengan daun tanaman kontrol (K).
Gambar ini berarti pemberian pupuk pasir dengan bahan humat (P) dapat
mempengaruhi warna daun tanaman menjadi daun yang lebih hijau jika
dibandingkan dengan tanaman kontrol (K).

Gambar 5. Pengamatan daun pelepah pertama tanaman kontrol (K) dan tanaman
perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat (P).

21

Hasil analisis setelah penambahan pupuk pasir dengan bahan humat
disajikan pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanaman dengan
perlakuan pasir dengan bahan humat memiliki nilai yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kontrol yang dapat dilihat dari nilai Kadar Abu, N-Total, P,
Basa-basa, Unsur Mikro, dan Boron. Nilai bobot tanaman setelah perlakuan
dengan pupuk pasir dengan bahan humat memiliki nilai yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan nilai tanaman kontrol. Hal ini dikarenakan umur tanaman
kontrol lebih tua dibandingkan umur tanaman dengan perlakuan pupuk pasir
humat.
Tabel 2. Perbandingan hasil analisis tanaman kontrol dan tanaman dengan
perlakuan pupuk pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat.

Bobot Tanaman (g)
Kadar Air (%)
Kadar Abu (%)
N-Total (%)
P (%)
Basa-basa (%)
K
Na
Ca
Mg
Unsur Mikro (ppm)
Fe
Mn
Cu
Zn
B (ppm)

Kontrol
6,08
8,82
4,57
2,77
0,18

Perlakuan
4,26
9,06
5,62
3,29
0,25

1,17
0,33
0,35
0,36

1,36
0,42
0,54
0,35

113,24
37,36
22,14
18,64
8,84

144,44
39,62
26,26
22,24
24,12

Hasil analisis memperlihatkan bahwa kandungan basa-basa pada tanaman
perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat memiliki kadar lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kontrol yang dapat dilihat dari unsur K, Na dan Ca.
Sedangkan untuk unsur Mg pada perlakuan pasir dengan bahan humat tidak
mengalami perubahan karena pupuk pasir dengan humat memiliki kandungan
unsur Mg yang sangat kecil. Dari Tabel 2 dapat dilihat juga bahwa kandungan
unsur mikro dari perlakuan pupuk pasir dengan bahan humat memliki kadar lebih
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya unsur Fe, Mn, Cu dan Zn jika
dibandingkan dengan kontrol.

22

Dari hasil analisis uji lapang dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk
pasir yang telah diperlakukan dengan bahan humat dapat meningkatkan serapan
hara pada tanaman kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. 2011. Meningkatkan Pelepasan Unsur Hara dari Batuan Beku dengan
Senyawa Humat. Thesis. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Birkeland, P.W. 1974. Pedology, Weathering and Geomorphological Research.
Oxford University Press. Oxford.
Brownlow, A. H. 1979. Geochmestry. Prentice- Hall, Inc. Englewood Cliffs. New
Jersey.
Corbett, G. J and Leach TM. 1996. Structure, alteration and mineralization.
Exploration Workshop. 41-74.
Francioso, O., D. Montecchio, V. Tugnoli, Z. Sanchez-Cortes and C. Gessa. 2003.
Quantitative estimation of peat, brown coal and lignite humic acids using
chmical parameters, 1H-NMR and DTA analyses. Bioresource Technology.
88: 189-195.
Holmes, A. 1964. Principle of Physical Geology. Nelson’s Australian Paperbacks.
Australia.
Hurlbut, C. S and C. Klein. 1977. Manual of Mineralogy. John Wiley and Sons,
Inc.
Irwanti, I. 1999. Peranan Urea dan Amonium Sulfat dalam Mempercepat
Pelepasan Ca, Mg, K, Cu dan Zn dari Mineral-Mineral pada Pasir
Cimangkok dan Ciapus. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Karr, M. 2001. Oxidized Lignites and Extracs from Oxidized Lignites in
Agriculture. ARCPACS Cert. Prof. Soil. Sci.
Lawson, G. J And D. Stewart. 1989. Coal Humid Acids. hlm 641-685. In: M.H.B.
hayes (Eds). Humic Substances II. John Wiley & Sons Ltd.
Loughnan, F. C. 1969. Chemical Weathering of the Silicate Minerals. American
Elsevier Publishing. New York.
Lowe, D. L. 1986. Controls on the rates of weathering and clay minerals in airfall
tephras: a review and new New Zealand case study. In: SM Colman and DP
Detheir (Eds). Rates of Chemical Weathering of Rocks and Minerals. Hlm
265-330. Academic Press. Orlando. FL.
Mato, M. C., R. Fabregas, and J. Mendez. 1971. Inhibition of soil humic acids on
indoleacetic acid oxidase. Soil Biol Biochem 3: 285-288.

24

Mato, M. C., M. G. Olmedo, and I. Mendez. 1972. Inhibition of indoleacetic acid
oxidase by soil humic acids fractionated in Sephadex. Soil Biol Biochem 4:
469-473.
Piccolo, A., G. Celano, and G. Pietramellara. 1993. Effects of fractions of coalderived humic subtances on seed germination and growth of seedlings
(Lactuca sativa and Lycopersicon esculentum). Biology and fertility of soil.
16 (1): 11-15.
Putnis, A. 1992. Introduction to Mineral Sciences. Cambridge University Press.
Poeloengan, L. Y. 1980. Kesuburan Alami Latosol Nanggung dan Ciampea.
Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Bogor. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sembiring, S. F. 2006. Low rank coal business opportunity of Indonesian. Asia
Pasific
Symposium
of
Low
Rank
Coal.
Bandung.
psdg.bgl.esdm.go.id/makalah/BS-simon-minerbapabum.pdf
Tan, K. H. 2003. Humic Matter in Soil and the Enviroment. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Travis, R. B. 1955. Classification of rock. Quaterly of the Corolado School of
Mines. 50 (1): 98
Zavodska, L and J. Lesny. 2006. Recent development in lignite investigation.
ENV. 061026-A: 1-15.

LAMPIRAN

26

a
b
c
Gambar Lampiran 1. Porses penggilingan pasir Andesitik Basaltik

a
b
Gambar Lampiran 2. Proses inkubasi pasir yang sudah digiling dengan bahan
humat

27

Tabel Lampiran 1. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman kontrol (K)
Minggu 0
Kode

Minggu 2

Lebar
(cm)

K1

Panjang
(cm)
53

K2

Minggu 4

Minggu 6

Minggu 8

Rataan

3,6

Panjang
(cm)
53

Lebar
(cm)
3,7

Panjang
(cm)
53,5

Lebar
(cm)
3,9

Panjang
(cm)
54

Lebar
(cm)
4

Panjang
(cm)
53,5

Lebar
(cm)
3,9

Panjang
(cm)
53,4

Lebar
(cm)
3,82

51

3

51

3,1

54

3,4

54

3,4

55,5

3,4

53,1

3,26

K3

47

3,5

47,5

3,5

54,5

3,4

55

3,4

65

3,6

53,8

3,48

K4

68

3,6

68.5

3,6

68

3,5

68

3,7

71,5

3,7

68,875

3,62

K5

45

3,4

45

3,6

52

3,5

52

3,5

61,5

3,5

51,1

3,5

K6

45

3,2

45

3,2

50

3,4

50

3,5

58

3,5

49,6

3,36

K7

50

3,5

50

3,5

52,5

3,2

53

3,2

53

3,4

51,7

3,36

K8

46

3,2

47

3,2

58

3,4

58,5

3,4

53,5

3,4

52,6

3,32

K9

65

4,2

65

4,3

67

3,7

67

3,7

68,5

3,8

66,5

3,94

2,9

56,5

3,4

56,5

3,4

61,5

3,4

56,7

3,18

K10

54

2,8

55

K11

62

4,4

62

4,4

60

4,2

60,5

4,2

67,5

4,2

62,4

4,28

K12

52,5

3,6

53

3,6

55

3,4

55

3,4

55

3,3

54,1

3,46

K13

46

3,2

47

3,3

47

3,8

47

4,1

41,5

3,4

45,7

3,56

K14

57

3,3

57

3,4

65,5

3,2

65,5

3,2

60

3

61

3,22

K15

52,5

3

53

3

52

3,1

52,5

3,1

54

3,1

52,8

3,06

K16

55,5

3,7

56

3,7

59

3,8

59,5

3,9

60

3,7

58

3,76

3,8
3,47

59,5

3,8

64,5

3,5

64,5

3,8

66,5

3,7

62,8

3,72

52,88

3,52

57,00

3,52

57,21

3,58

59,18

3,53

55,94

3,52

K17
Rataan

59
53,44

27

28

Tabel Lampiran 2. Pengukuran panjang dan lebar daun pelepah ke-9 pada tanaman setelah pemberian pupuk pasir dengan perlakuan bahan
hu