1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber daya yang mengarahkan organisasi serta
mempertahankan dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. Oleh karena itu, sumber daya manusia harus selalu
diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Sumber daya manusia memiliki peran yang utama dalam setiap kegiatan
perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan sumber daya manusia yang andal,
kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci pokok yang harus diperhatikan
dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok, sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Oleh karena itu
tuntutan akan kualitas tenaga kerja yang baik sangatlah diperlukan. Adanya kesadaran akan pentingnya karyawan sebagai sumber daya dan pelaksana kerja
mengakibatkan besarnya perhatian terhadap pengembangan sistem kerja yang baik yang memungkinkan mendukung tercapainya kinerja yang baik pula.
Rosidah, 2003
2
Suatu badan organisasi atau badan usaha diharapkan dapat menujukkan eksistensinya dalam hal yang positif artinya mampu menunjukkan kinerja yang
baik dimata pihak luar khususnya masyarakat. Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara
keseluruhan, yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas. Kinerja karyawan yang tinggi akan membuat karyawan semakin loyal
terhadap organisasi, semakin termotivasi untuk bekerja, bekerja dengan merasa senang dan yang lebih penting kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar
kemungkinan tercapainya produktivitas yang tinggi pula. Tuntutan akan kinerja karyawan yang tinggi memang sudah menjadi
bagian dari semua perusahaan. Namun fakta yang ada sekarang memperlihatkan bahwa belum semua karyawan memiliki kinerja yang tinggi sesuai dengan
harapan perusahaan. Masih banyak terdapat karyawan yang memiliki kinerja yang rendah. Berdasarkan peringkat indeks kinerja yang telah dilakukan World
Investment Report WIR tahun 2003, indeks kinerja Indonesia menempati urutan ke 138 dari 140 negara. Peringkat ini dengan memperhatikan indikator tingkat
kehadiran, kualitas pekerjaan profesionalisme dalam bekerja, dan kuantitas pekerjaan karyawan Indonesia yang masih tergolong rendah. Yuli, 2004
Pada tahun 2004, secara komparatif kondisi SDM Indonesia dibandingkan dengan SDM mancanegara memang masih tergolong rendah yaitu ada pada
peringkat ke 111 dari 177 negara. Diantara negara Asia Tenggara yang maju, posisi Indonesia berada di paling bawah. Urutan paling atas adalah Singapura,
disusul berturut-turut Brunei, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Susunan peringkat
3
tersebut dibuat berdasar atas perhitungan Indeks Pengembangan Manusia IPM model United Nations Development Programme UNDP dengan memperhatikan
tiga indikator, yaitu 1 usia harapan hidup UHH, 2 keadaan melek huruf KMH, 3 pendapatan perkapitatahun PPT dan daya beli. Dengan kriteria
tersebut, bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, ternyata IPM Indonesia masih tetap tergolong rendah. Nugroho, 2004
Peranan sumber daya manusia dalam organisasi sangat menentukan arah kehidupan perusahaan. Dengan adanya kinerja karyawan yang rendah tentu saja
akan merugikan pihak perusahaan, sehingga menyebabkan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tidak dapat dicapai atau dapat dicapai tetapi kurang efektif
dan efisien. Karena itu perusahaan dituntut untuk memberdayakan dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki, termasuk sumber daya
manusia. Perubahan dan peningkatan peran sumber daya manusia sangat esensial untuk mendukung keberhasilan organisasi.
Arti penting sumber daya manusia itu sendiri terhadap organisasi terletak pada kemampuan manusia untuk bereaksi positif terhadap sasaran pekerjaan atau
kegiatan yang mengarah pada pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian faktor penentu bagi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien,
sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilannya justru ditentukan oleh manusia Dessler dalam Wahyudin Narimo, 2005.
Sumber daya manusia sebagai penggerak organisasi banyak dipengaruhi oleh perilaku para pesertanya partisipannya atau aktornya. Keikutsertaan sumber
daya manusia dalam organisasi diatur dengan adanya pemberian wewenang dan
4
tanggung jawab. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab yang harus dicapai karyawan dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan dan disepakati
oleh karyawan dan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai
hasil-hasil yang sebenarnya dicapai pada akhir kurun waktu tertentu. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu
maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.
Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier Novitasari, 2005 sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and Poter dalam Novitasari, 2005 menyatakan bahwa kinerja adalah “succesfull role achievement” yang diperoleh
seseorang dari perbuatan-perbuatannya. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku
untuk pekerjaan yang bersangkutan. Perusahaan harus memiliki perencanaan kinerja yang merupakan suatu
proses dimana karyawan dan manajer bekerjasama merencanakan apa yang harus dikerjakan karyawan pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus
diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu. Kinerja seorang karyawan akan baik
bila dia mempunyai keahlian skill yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji
5
atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan expectation masa depan yang lebih baik.
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
obyektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like and dislike” dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan
penilaian ini penting karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan- keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
kinerja mereka. Menurut Tiffin Mc. Cormick dalam Melianawati, dkk 2001 ada dua
variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu variabel individual dan variabel situasional, meliputi 1 faktor fisik dan pekerjaan, 2 faktor sosial dan
organisasi. Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi kinerja adalah
faktor tenaga kerja atau manusia individu itu sendiri. Bila sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan rendah, kurang dapat menguasai dan memahami
pekerjaan yang dibebankan kepadanya, karyawan akan bekerja sesuai dengan tingkat pemahaman mereka saja, tidak memperhatikan bagaimana hasil yang akan
diperoleh nantinya. Keadaan semacam ini akan mempengaruhi kinerja mereka dan tentunya dapat dikatakan bila hasil yang dicapai itu rendah, tentunya juga
mendapatkan kinerja yang rendah. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan kinerja, maka salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang karyawan
adalah kualitas emosional. Kualitas-kualitas tersebut antara lain empati,
6
mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan menyelesaikan masalah antar
pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, serta sikap hormat. Damasio dalam Goleman, 1997 mengatakan bahwa emosi berperan
besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan “rasional”. Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu individu dalam mengatasi
konflik secara tepat dan menciptakan kondisi kerja yang menggairahkan sehingga menghasilkan prestasi kerja yang tinggi pula. Sedangkan kecerdasan emosional
yang rendah akan berdampak buruk pada mereka, karena individu kurang dapat mengambil keputusan secara rasional dan tidak bisa menghadapi konflik secara
tepat. Perusahaan yang mementingkan adanya kecerdasan emosional dalam
perusahaan akan dapat mencapai prestasi yang sebaik-baiknya. Sedangkan perusahaan yang tidak mementingkan adanya kecerdasan emosional maka
dimungkinkan akan mengalami penurunan kinerja atau prestasi kerja. Seorang karyawan di dalam melakukan aktivitas kerja itu mengandung
arti sebagai aktivitas untuk melaksanakan tugas yang akan melibatkan aktivitas- aktivitas fisik, aktivitas mental yang bersifat bawaan dengan tujuan untuk
memperoleh kepuasan. Suatu fakta yang dapat dilihat ialah di dalam kerja setiap individu tidak mampu sepenuhnya memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan
harapan yang dimiliki. Hal ini terjadi mengingat bahwa setiap individu memiliki keterbatasan yang menyangkut waktu, kemampuan, tenaga, dan pikiran.
7
Masalah stres kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Setiap
tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan
aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya
tanpa menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meliputi konflik peran dan ketaksaan peran role
ambiguity. Luthans dalam Novitasari, 2005 mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan, lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena
tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Dooley et al Adi,2000 menemukan bahwa stressor di dalam pekerjaan
dan di luar pekerjaan saling berinteraksi sehingga menimbulkan stres pada karyawan.
Pengaruh stres kerja, ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
8
Dari alur pemikiran diatas, dapat ditarik suatu perumusan masalah yaitu : “Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dan stres kerja dengan
kinerja karyawan?”. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka peneliti mengambil judul
“Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Stres Kerja dengan Kinerja Karyawan”.
B. Tujuan Penelitian