The influence of international soybean price shock on domestic soybean price

PENGARUH GUNCANGAN HARGA KEDELAI
INTERNASIONAL TERHADAP HARGA KEDELAI
DOMESTIK

KANTI RAHMILLAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Guncangan
Harga Kedelai Internasional terhadap Harga Kedelai Domestik adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Kanti Rahmillah
NRP H353100131 

RINGKASAN
KANTI RAHMILLAH. Pengaruh Guncangan Harga Kedelai Internasional
terhadap Harga Kedelai Domestik. (DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Ketua
dan LUKYTAWATI ANGGRAENI sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Pangan merupakan kebutuhan dasar manuisa yang utama. Kurangnya
pangan dapat berakibat pada ketidakstabilan sosial dan politik. Harga pangan yang
berubah-ubah dapat berakibat terhadap risiko dan juga ketidakpastian yang
dihadapi dalam proses pengambilan keputusan. Kedelai merupakan komoditas
utama di Indonesia setelah beras dan jagung. Pertumbuhan produksi kedelai yang
tidak secepat pertumbuhan permintaan, mengakibatkan peningkatan kuantitas
impor. Tingginya impor menandakan adanya hubungan pasar dunia terhadap
pasar domestik.
Adapun tujuan dalam studi ini adalah (1) Menganalisis hubungan jangka
pendek antara harga kedelai internasional dengan harga kedelai domestik, (2)

Menganalisis hubungan jangka panjang antara harga kedelai internasional dengan
harga kedelai domestik, (3) Mengukur besar pengaruh guncangan harga kedelai
internasional terhadap harga kedelai domestik.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kementrian
Perdagangan, Bank Indonesia, United States Departement of Agriculture (USDA),
Zhengzhou Commodity Exchange (CZCE). Harga kedelai internasional diwakili
oleh harga USA (eksportir terbesar dunia) dan harga China (importir terbesar
dunia). Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder dan bentuk
datanya adalah time series bulanan dari periode 2009 sampai dengan 2012.
penelitian ini menggunakan metode analisis VECM. Perangkat lunak yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Eviews 6.0.
Hasil dari studi ini adalah pada jangka pendek, harga kedelai internasional
(USA dan China) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga kedelai
domestik. Variabel yang berpengaruh terhadap harga kedelai domestik pada
jangka pendek adalah variabel harga kedelai itu sendiri. Pada jangka
panjang, harga kedelai USA secara signifikan berpengaruh positif terhadap harga
kedelai domestik dan nilai tukar riil secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap harga kedelai domestik. Adapun hasil analisis pass through dapat
disimpulkan bahwa besar pengaruh guncangan harga kedelai internasional (harga
kedelai USA) terhadap harga kedelai domestik adalah sebesar 1,6 persen.

Kata Kunci: VECM, Harga Kedelai Internasional, Harga Kedelai Domestik

SUMMARY
KANTI RAHMILLAH. The Influence of International Soybean Price Shock on
Domestic Soybean Price. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and
LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Foods are primary human basic need. Lack of food supply could implicate
on social and politic instability. The fluctuation of foods prices influence risk and
uncertainty on decision making process. Soybean is primary commodity
in Indonesia after rice and corn. The growth of soybean production is lower than
its demand so it leads to increasing number of import. High number of imported
soybean may indicate a correlation between international and domestic soybean
price.
The objectives of this study are (1) to analyze the short term correlation
between international soybean price and domestic soybean price, (2) to analyze
the long term correlation between international soybean price and domestic
soybean price, and (3) to determine the impact of international soybean price
shock on domestic soybean price.
This study used data from Ministry of Trade, Bank of Indonesia (BI),
United States Departement of Agriculture (USDA) and Zhengzhou Commodity

Exchange (CZCE). International soybean price represented by USA soybean price
(world largest exporter) and China soybean price (world largest importer). Those
data above were secondary data in monthly time series form collected from 2009
until 2012. The method use in this study is Vector Correction Error Model (IRF,
FEVD and pass trough). This study use Eviews 6.0 software.
Study show that in the short term, international soybean price (USA and
China) influence’s to domestic soybean price were not significant. In long term
the USA soybean price has positive significant influence to domestic soybean
prices. In contrast, the real exchange rate has negative significant influence. Pass
trough analysis conclude that the impact of international soybean price (USA
soybean price) shock on domestic soybean price was 1.6 percent.
Keyword: VECM, international soybean price, domestic soybean price

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH GUNCANGAN HARGA KEDELAI
INTERNASIONAL TERHADAP HARGA KEDELAI
DOMESTIK

KANTI RAHMILLAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji Luar Komisi : Dr Ir Ratna Winandi, MS

Judul Tesis : Pengaruh Guncangan Harga Kedelai Internasional terhadap Harga
Kedelai Domestik
Nama
: Kanti Rahmillah
NRP
: H353100131
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua

Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas kemudahan yang diberikan sehingga
karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Guncangan Harga Kedelai Internasional
terhadap Harga Kedelai Domestik” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh guncangan harga kedelai internasoional terhadap harga
kedelai domestik.
Penulis banyak mendapatkan bantuan dan masukan selama penelitian
hingga tersusunnya laporan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc dan Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP,
MSi selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas arahan dan pembekalan
ilmu serta wawasan selama penyusunan tesis.
Terimakasih saya ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
penyusunan proposal ini, yaitu:
1. Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah turut membantu kelancaran penyelesaian proposal ini,
dan sebagai Penguji mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, serta
Pimpinan Sidang yang telah memberikan kritik dan saran pada ujian tesis
ini.
2. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Penguji Luar Komisi yang telah
memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.
3. Seluruh staf Mayor EPN yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk
membantu penulis selama perkuliahan sampai penulis menyelesaikan studi.
4. Teman-teman EPN angkatan 2010 untuk kebersamaan dalam suka dan
duka serta semangat selama perkuliahan dan proses penulisan tesis.
5. Seluruh mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian atas dukungan yang
tulus dan sumbang saran yang positif.
Secara khusus dan dengan penuh rasa cinta kasih penulis ucapkan terima
kasih yang tulus kepada suami tercinta Ginanjar Ibnu Abdullah dan si kecil Fikr

Almustanir, juga kepada Ibunda Tati Khadijah dan Ayahanda Muhammad
Koswara, serta adik-adikku Ali, Fatimah, Hasan dan Husen yang selalu
mendorong dan mendoakan untuk keberhasilan penulis. Penulis berharap semoga
hasil penelitian ini memberi manfaat bagi kita semua dan khususnya bagi penulis
sebagai proses pembelajaran. Terima kasih.
Bogor, Oktober 2013
Kanti Rahmillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1
3
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Integrasi Pasar
Konsep Transmisi Harga
Analisis Pass Through

Kebijakan Tarif Impor Kedelai
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

7
7
9
12
13
13
15
16
17

3 METODE
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data

17
17
18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Analisis Penelitian
Implikasi Kebijakan

23
23
33

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

34
34
34

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Jenis Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian
Uji Stasioneritas pada Level
Uji Stasioneritas pada First Difference
Hasil Pengujian Lag Optimal
Hasil Pengujian Stabilitas VAR
Analisis Kointegrasi
Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Dampak Guncangan Harga
Kedelai Internasional terhadap Harga kedelai domestik
Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang Dampak Guncangan Harga
Kedelai internasional terhadap harga kedelai domestik
Derajat Pass Through Harga Kedelai Domestik

18
24
24
25
25
26
27
28
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Indeks Harga Pangan Agregat (1990-2012)
Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelai Indonesia
Tahun 1961-2009
Harga Bulanan Kedelai USA, China dan Indonesia, Bulan Januari
2011-Juli 2012
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah, Bulan Januari 2011-Juli 2012
Kurva Perdagangan Internasional
Kurva perdagangan antara Wilayah Potensial Surplus dan Wilayah
Potensial Defisit
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
Respon Harga Kedelai Domestik terhadap Guncangan Harga
Kedelai USA, Harga Kedelai China dan Nilai Tukar.
FEVD Harga Kedelai Domestik

1
2
4
5
8
12
17
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Pengujian Unit Root
Uji Lag Optimal
Pengujian Stabilitas VAR
Pengujian Kointegrasi
Hasil Vector Error Correction Estimates
Impulse Response Function ( IRF)
FEVD

36
39
40
41
42
44
45

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi global yang tidak menentu membuat fluktuasi
harga komoditas berkontribusi pada terciptanya risiko-risiko ekonomi yang dapat
menghambat upaya pemulihan kondisi global. Hal ini diperkuat oleh prediksi
World Bank pada awal tahun 2011 dalam Global Commodity Market Outlook
bahwa harga komoditas, khususnya komoditas dasar seperti pangan, logam,
mineral, dan energi, secara umum cenderung akan mengalami penurunan harga
sejak mencapai harga puncak pada awal 2011. Hal ini disebabkan oleh
merosotnya kondisi ekonomi global yang ditandai dengan penurunan permintaan
komoditas dan peningkatan sisi supply yang salah satunya ditunjang oleh
peningkatan sisi investasi akibat kenaikan harga (Mboeik dan Rakhmindyarto,
2012).
160.0
150.0
140.0
130.0
120.0
110.0
100.0

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

90.0

index harga makanan
Sumber: FAO, 2012
Gambar 1. Indeks Harga Pangan Agregat (1990-2012)
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan kebutuhan
pertama yang harus diprioritaskan pemenuhannya. Ketidakcukupan pangan dapat
berimplikasi pada instabilitas sosial dan politik. Peningkatan harga komoditas
pangan akan berdampak pada naiknya angka inflasi dan selanjutnya menaikkan
suku bunga. Peningkatan suku bunga tersebut akan berdampak pada lesunya
sektor riil akibat menurunnya permintaan kredit untuk investasi. Lesunya sektor
riil akan merusak sendi-sendi perekonomian negara seperti meningkatnya angka
pengangguran dan kemiskinan yang mendorong merebaknya kriminalitas

2
sehingga ancaman instabilitas sosial dan politik menjadi resiko yang harus
diterima (Zakiah, 2011).
Faktanya harga pangan dunia fluktuatif, terbukti pada realisasi Indeks
Harga Pangan Internasional (FAO indeks harga makanan) menunjukkan bahwa
kenaikan harga pangan internasional dimulai pada tahun 2005. Pertumbuhan
indeks dirangsang oleh pertumbuhan harga kelompok sereal yang mencapai
tingkat harga tertinggi dalam 30 tahun. Fluktuasi harga komoditas yang diduga
sebagai pola baru dan diproyeksikan akan terus-menerus, setidaknya dalam jangka
menengah. Komoditas pangan dalam negeri pun meningkat meskipun polanya
berbeda dan perubahan cukup mendasar terjadi sepuluh tahun terakhir, yakni sejak
reformasi (Sumaryanto, 2009).
Pemerintah maupun masyarakat berkepentingan terhadap harga komoditas
pangan yang relatif stabil. Stabilisasi harga pangan perlu dilakukan agar
pembangunan ekonomi berjalan lancar dan kondusif untuk mendukung
terciptanya stabilitas sosial, politik dan keamanan. Harga pangan yang sangat
berfluktuasi berimplikasi pada risiko dan ketidakpastian yang harus dihadapi
dalam pengambilan keputusan. Komoditas pangan di Indonesia yang berfluktuasi
harganya dan sering menjadi sorotan publik adalah beras, jagung, kedelai, tepung
terigu, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, cabai, telur, daging, dan susu
(Sumaryanto, 2009).
Kedelai merupakan komoditas penting di Indonesia dan termasuk pangan
utama setelah beras dan jagung. Kedelai juga merupakan bahan baku utama
industri tempe, tahu dan kecap yang menggerakan perekonomian Indonesia.
Rasanya yang disukai dan harga yang relatif murah, membuat masyarakat
Indonesia kelas menengah kebawah memilih tempe dan tahu untuk memenuhi
kebutuhan protein tubuhnya.

Sumber : FAO, 2010
Gambar 2. Perkembangan Produksi, Konsumsi dan Impor Kedelai Indonesia
Tahun 1961-2009

3
Perkembangan produksi kedelai pernah mencapai puncaknya pada 1992,
kemudian terus menunjukkan kecenderungan yang menurun (Gambar 2).
Penurunan selama 11 tahun tersebut mencapai 125.34 persen. Hal tersebut
disebabkan oleh luas lahan yang menurun, produktivitas yang rendah, akses
modal yang sulit, teknologi yang rendah (Zakiah, 2011). Akibatnya luas tanam
kedelai juga menurun. Hal tersebut dipicu oleh masuknya kedelai impor dengan
harga murah, adanya kemudahan impor kedelai, serta bea masuk impor/tarif nol
persen yang dimulai pada tahun 1998. Pada tahun 2005-2006 produksi mulai
meningkat kembali namun sangat lambat. Produksi kembali turun pada tahun
2007-2008 dan mulai meningkat kembali pada tahun 2009.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertambahan
penduduk, ditambah meningkatnya konsumsi per kapita terutama dalam bentuk
olahan dan tumbuhnya industri pakan ternak (Siregar, 2003). Permintaan kedelai
per kapita sejak periode 1970 sampai 1990 telah meningkat 160 persen.
Sedangkan pada periode 1990-an sampai tahun 2010 tumbuh 2.92 persen per
tahun (Zakiah, 2011). Konsumsi kedelai nasional menunjukkan kecenderungan
yang terus meningkat, dan mencapai puncaknya pada tahun 2005 yaitu 2.62 juta
ton. Pada tahun 1997 dan 1998 terjadi penurunan konsumsi disebabkan terjadinya
krisis moneter (Zakiah, 2011).
Peningkatan konsumsi kedelai yang begitu pesat dan tidak dapat
diimbangi oleh peningkatan produksi kedelai dalam negeri, mengakibatkan
terciptanya kesenjangan. Kesenjangan itu ditutup dengan kedelai impor yang
banyak menyita devisa. Sejak perdagangan kedelai lepas dari kontrol BULOG
mulai tahun 1991 impor kedelai meningkat sangat pesat. Akibatnya untuk
memenuhi permintaan dari konsumen kedelai yang sebagian besar adalah industri,
Indonesia harus mengimpor kedelai. Jumlah kedelai yang diimpor pun
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat (Zakiah, 2011).
Pertumbuhan produksi yang tidak secepat pekembangan permintaan
menuntut konsekuensi derasnya impor. Tingginya impor mengindikasikan adanya
hubungan pasar dunia terhadap pasar domestik. Sehingga fluktuasi harga pangan
dunia yang bergejolak bisa mengakibatkan guncangan harga pada pasar domestik
(Zhao et al, 2010).

Perumusan Masalah
Sebuah negara terhubung ke dalam pasar international tanpa adanya
distorsi perdagangan maka harga komoditas di tingkat domestik akan mengacu
pada pergerakan harga komoditas international. Adapun jika harga relatif suatu
komoditi dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan harga internasional,
konsekuensinya adalah impor akan naik, kenaikan akan terus terjadi sampai
keseimbangan antara harga domestik dan impor tercapai. Begitupun yang terjadi
pada fenomena ekspor, harga relatif suatu komoditi dalam negeri lebih rendah
dibandingkan dengan harga internasional maka ekspor akan terus terjadi sampai
keseimbangan antara harga domestik dan impor tercipta. Oleh karena itu,
perbedaan antara domestik dan harga internasional seharusnya hanya diwakili
oleh biaya transportasi, dengan asumsi pasar sempurna (Achsani et al, 2011).

4
Namun pada kenyataannya, transmisi harga internasional ke tingkat
domestik dan regional menunjukkan bahwa kemungkinan perubahan besarnya
harga sangat bervariasi dalam setiap negara. Harga komoditas internasional adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi harga komoditas di tingkat domestik
maupun regional. Adapun negara-negara dengan tingkat ketergantungan yang
tinggi terhadap komoditas impor maka fluktuasi harga akan dipengaruhi oleh
nilai tukar, kebijakan perdagangan, dan kebijakan lainnya (ADB, 2008). Negaranegara yang memiliki ketergantungan rendah terhadap impor maka harga
komoditas akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan, dan juga kebijakan
subsidi serta insentif fiskal (World Bank, 2011).
Berdasarkan data pada tahun 2012, Indonesia mengimpor kedelai sebesar
2.09 juta ton untuk memenuhi 71 persen kebutuhan kedelai dalam negerinya (BPS,
2012). Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia adalah negara dengan tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap kedelai impor. Negara eksportir kedelai
terbesar ke Indonesia adalah USA dengan jumlah impor pada Januari-Mei 2012
saja mencapai 721 ribu ton atau 90 persen dari kebutuhan kedelai impor Indonesia.
Sisa kebutuhan kedelai impor Indonesia sebesar 10 persen di pasok dari Malaysia,
Kanada, Ukraina dan China (BPS, 2012). China adalah negara importir kedelai
terbesar di dunia, sehingga permintaan kedelai China berdampak signifikan
terhadap harga kedelai dunia (Zhao et al, 2010).
Gambar 3. menjelaskan keterkaitan harga kedelai domestik terhadap harga
kedelai dunia. Terlihat pada gambar, harga kedelai domestik mengikuti tren harga
kedelai dunia. Perubahan pada harga kedelai dunia menjelaskan alasan atas
penurunan pasokan kedelai dan perilaku spekulan. Penurunan pasokan kedelai
menyebabkan harga kedelai dengan mudah mengalami peningkatan (Achsani et al,
2011).
1100
1000
900
800
700
600
500
400
1-Jan-09
1-Mar-09
1-May-09
1-Jul-09
1-Sep-09
1-Nov-09
1-Jan-10
1-Mar-10
1-May-10
1-Jul-10
1-Sep-10
1-Nov-10
1-Jan-11
1-Mar-11
1-May-11
1-Jul-11
1-Sep-11
1-Nov-11
1-Jan-12
1-Mar-12
1-May-12
1-Jul-12
1-Sep-12
1-Nov-12

300

HKA dolar/ton

HKC (dolar/ton)

hkd (dolar/ton)

Sumber: FAO, 2012
Gambar 3. Harga Bulanan Kedelai USA, China dan Indonesia, Bulan Januari
2011-Juli 2012

5
Pada Gambar 4 dijelaskan perkembangan nilai tukar Rupiah selama
periode 1 Januari sampai dengan 15 April 2011. Terlihat pada gambar bahwa
terdapat keterkaitan harga domestik dan nilai tukar serta terdapat hubungan yang
kuat antara harga domestik dan nilai tukar. Semakin Rupiah terdepresi maka harga
kedelai domestik semakin mengalami kenaikan. Penguatan nilai tukar Rupiah
yang terjadi mendorong pemerintah untuk mengubah asumsi Rupiah.

Sumber: Bank Indonesia, 2012
Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah, Bulan Januari 2011-Juli 2012
Pada bulan Januari 2011 sampai April 2011 nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar meningkat tajam, selanjutnya pada bulan April sampai Agustus 2011
Rupiah menguat terhadap Dollar dengan kekuatan yang lemah. Pada bulan
Agustus nilai tukar Rupiah mulai melemah sampai bulan Juli tahun 2012.
Fluktuasi rupiah yang terjadi di pasar uang merupakan dinamika perekonomian
yang juga akan berpengaruh terhadap harga komoditas.
Faktor lainnya yang tidak kalah penting adalah kebijakan pemerintah.
Pada tanggal 25 Juli 2012 diadakan rapat koordinasi terbatas mengenai kebijakan
stabilisasi harga pangan dan kedelai yang menghasilkan PMK (Peraturan Menteri
Keuangan). PMK ini telah dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian dengan melibatkan instansi-instansi terkait diantaranya
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian,
dan Kementerian Keuangan, dalam koordinasi tersebut telah disepakati untuk
menurunkan tarif bea masuk impor kacang kedelai dari 5 persen menjadi 0 persen
untuk jangka waktu sampai dengan 31 Desember 2012 (Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/PMK.011/2012). Dikeluarkannya
PMK ini dalam rangka menjaga stabilitas harga kacang kedelai di dalam negeri
dengan tetap memperhatikan kepentingan petani dan konsumen, sehingga perlu

6
dilakukan penyesuaian terhadap tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang
kedelai.
Untuk meningkatkan efektivitas kebijakan dan program stabilisasi harga
pangan dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai perilaku harga komoditas
yang bersangkutan. Mengacu pada kompleksitas masalah harga komoditas kedelai,
serta berbagai tantangan yang terkandung di dalamnya, maka dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan jangka pendek antara harga kedelai internasional
dengan harga kedelai domestik
2. Bagaimana hubungan jangka panjang antara harga kedelai internasional
dengan harga kedelai domestik
3. Berapa besar pengaruh guncangan harga kedelai internasional terhadap
harga kedelai domestik

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu untuk menganalisis pengaruh harga
kedelai internasional terhadap harga kedelai domestik
1. Menganalisis hubungan jangka pendek antara harga kedelai internasional
dengan harga kedelai domestik
2. Menganalisis hubungan jangka panjang antara harga kedelai internasional
dengan harga kedelai domestik
3. Mengukur besar pengaruh guncangan harga kedelai internasional terhadap
harga kedelai domestik

Manfaat Penelitian
1. Memperoleh gambaran jelas mengenai pengaruh guncangan harga kedelai
internasional terhadap harga kedelai domestik.
2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan
pemahaman yang semakin mendalam tentang pengaruh perubahan harga
kedelai internasional terhadap harga kedelai domestik.
3. Bagi pemerintah diharapkan dapat menjadi masukan dalam program
stabilisasi harga komoditas kedelai.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh guncangan harga kedelai
internasional terhadap harga kedelai domestik. Analisis menggunakan data time
series bulanan dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2012. Metode yang
digunakan untuk menentukan pengaruh guncangan harga kedelai internasional
terhadap harga kedelai domestik adalah analisis VECM. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah harga kedelai domestik, harga kedelai USA, harga
kedelai China, nilai tukar dan kebijakan.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian ini
mewakili harga internasional pada harga kedelai USA dan China, dengan tiga

7
alasan yaitu: 1) USA adalah negara dengan tingkat produksi kedelai tertinggi di
dunia, 2) impor kedelai Indonesia sebesar 90 persen berasal dari kedelai USA, 3)
China merupakan importir kedelai terbesar dunia. Kedua, tidak dilakukan
pemisahan berdasarkan jenis kedelai. Ketiga, variabel produksi dan konsumsi
kedelai domestik tidak dimasukan dalam model karena keterbatasan data.
Keempat, kebijakan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 135 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Juli 2012.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar
atau lintas negara, yang mencakup ekspor dan impor. Terdapat beberapa faktor
yang mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu
negara dengan negara lain, yaitu keinginan untuk memperluas pemasaran
komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, adanya
perbedaan penawaran permintaan antar negara.
Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor
utama untuk meningkatkan GDP. Perdagangan internasional pun turut mendorong
Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional. Dibandingkan dengan perdagangan di dalam negeri, perdagangan
internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain
disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat
menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang
impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya,
bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Perdagangan internasional mendorong negara untuk menghasilkan produk
produk terbaik dan sekaligus memungkinkan negara untuk mengimpor lebih
banyak ragam barang dan jasa yang berasal dari seluruh dunia. Selain itu,
perdagangan internasional dapat meningkatkan kesejahteraan semua negara
melalui spesialisasi dalam produksi barang dan jasa yang memiliki keunggulan
komparatif. Perdagangan internasional timbul karena adanya perbedaan harga
relatif diantara negara. Perbedaan ini berasal dari perbedaan dalam biaya
produksi yang disebabkan oleh:
1. Perbedaan-perbedaan dalam karunia Tuhan atas faktor produksi.
2. Perbedaan-perbedaan dalam tingkat teknologi yang menentukan intesitas
faktor yang digunakan.
3. Perbedaan-perbedaan dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor produksi.
4. Kurs valuta asing.
Pada dasarnya faktor yang mendorong timbulnya perdagangan
internasional dari suatu negara ke negara lain bersumber dari keinginan
memperluas pemasaran komoditi ekspor dan memperbesar penerimaan devisa
dalam penyediaan dana pembangunan dari negara yang bersangkutan. Teori
perdagangan internasional mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan
internasional serta keuntungan yang diperoleh dengan adanya perdagangan

8
tersebut. Kebijakan perdagangan internasional membahas alasan-alasan dan
pengaruh adanya hambatan-hambatan perdagangan, serta hal-hal yang
menyangkut proteksionisme baru (Salvatore, 1997).
Kegiatan perdagangan internasional atau disebut sebagai kegiatan ekspor
dan impor antar negara menyatakan bahwa suatu negara akan cenderung
mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih
rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu
negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri.
Gambarannya yaitu, suatu negara (misalnya negara A) akan cenderung
mengekspor suatu komoditas ke negara lain (negara B) apabila harga domestik
komoditas tersebut di negara A sebelum terjadi perdagangan internasional relatif
lebih rendah dibandingkan dengan komoditas yang sama di negara B. Terjadinya
harga yang relatif murah di negara A disebabkan karena adanya kelebihan
penawaran, yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sehingga
memungkinkan negara A untuk menjual produksinya ke negara lain (negara B).
Di sisi lain, di negara B terjadi kelebihan permintaan, yaitu konsumsi
domestik melebihi produksi domestik. Akibatnya harga komoditas tersebut di
negara B relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara A. Akibat kelebihan
permintaan tersebut, menyebabkan negara B berkeinginan untuk membeli
komoditas bersangkutan yang harganya relatif lebih murah (negara A). Jadi,
adanya perbedaan kebutuhan antar negara A dan B menyebabkan timbulnya
perdagangan internasional antar kedua negara, dalam hal ini akan mengekspor
kenegara B.
SA

DA

ES

DB

SB

PB

X
P*
M

PA
ED
O

QA
Negara A (pengekspor)

Q*
Perdagangan Internasional

QB
Negara B (pengimpor)

Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 5. Kurva Perdagangan Internasional
Keterangan:
PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
Internasional.
OQA : Komulatif respon HKA, HKC, NT, T terhadap shock HKA,
HKC, NT, T dari horizon pertama sampai ke-n.
X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

9
PB
OQB
M
P*
OQ*

: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan
internasional.
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional.
: Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B.
: Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan
internasional
: Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara
dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang
diimpor (M).

Harga yang terjadi di pasar internasional merupakan harga keseimbangan
antara penawaran dan permintaan dunia. Perubahan dalam produksi dunia akan
mempengaruhi penawaran dunia, sedangkan perubahan dalam konsumsi dunia
akan mempengaruhi permintaan dunia. Kedua perubahan tersebut pada akhirnya
akan mempengaruhi harga dunia (Salvatore, 1997).
Dalam memenuhi kebutuhannya, suatu negara akan melakukan transaksi
ekspor impor antar negara karena keterbatasan sumber daya dan ketidakterbatasan
keinginan manusia. Ekspor akan mendatangkan keuntungan bagi negara produsen
dan impor menyebabkan negara konsumen mengeluarkan hartanya kepada negara
produsen. Semakin banyak produk yang unggul secara komparatif dibanding
produk yang sama dari negara lain, semakin potensial produk tersebut akan
mendatangkan keuntungan jika diekspor. Selisih positif ekspor terhadap impor
(ekspor neto) akan menambah kekayaan suatu negara.

Integrasi Pasar
Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan
keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut
Kohls dan Uhl (2002), harga merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan
penawaran yang berlangsung pada pasar yang bersaing sempurna. Harga optimal
akan terjadi dimana manfaat yang diperoleh oleh pembeli barang atau jasa
tersebut sama dengan marginal cost dari penjual. Secara kuantitatif, cara yang
dapat digunakan dalam penentuan harga komoditas tertentu dalam pasar adalah
melalui analisis permintaan dan penawaran. Analisis ini juga merupakan alat
peramalan kualitatif yang digunakan untuk melihat tren pada pasar bersaing.
Integrasi pasar merupakan sebuah konsep dimana harga-harga pada pasar
yang terpisah secara spasial atau pasar yang merupakan level yang berbeda dalam
suatu supply chain digerakkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan.
Integrasi antar pasar antara lain dapat diindikasikan oleh terjadinya pergerakan
barang, jasa dan faktor produksi antar pasar. Pengetahuan tentang integrasi pasar
berguna sebagai dasar pengambilan kebijakan berdasarkan respon suatu pasar
terhadap perubahan harga yang terjadi pada pasar yang lain (Rapsomanikis et al,
2004). Secara garis besar, ada dua jenis integrasi pasar, yaitu integrasi vertikal dan
integrasi spasial. Integrasi vertikal adalah keterpaduan antar pasar yang masingmasing merupakan level yang berbeda dalam supply chain. Sementara integrasi
spasial merupakan keterpaduan antar pasar yang terpisah secara spasial.

10
Transmisi dan informasi yang berjalan antar pasar mengakibatkan harga
komoditas tertentu bergerak secara bersama-sama pada beberapa pasar. Sistem
pemasaran dikatakan berjalan efisien jika pasar menggunakan harga masa lalu
(past price) secara tepat dalam penentuan harga saat ini (current price
determination). Salah satu metode dalam analisis integrasi pasar adalah melalui
metode kointegrasi dan model vektor koreksi galat (vector Error Correction
Model/VECM). Metode ini dilakukan pada penelitian yang menggunakan data
time series yang tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan
terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antar
variabelnya.
Hukum Persamaan Harga (Law of One Price)
Konsep persamaan harga adalah sebuah teori yang mengacu kepada
keterkaitan harga komoditas tertentu yang diperdagangkan pada dua pasar atau
lebih. Pada pasar yang efisien, seharusnya hanya ada satu harga dari suatu
komoditas tertentu dan tidak dipengaruhi lokasi perdagangannya berlangsung.
Menurut Kohls dan Uhl (2002), hukum persamaan harga muncul dari perilaku
profit-seeking dalam pemasaran dan perdagangan komoditas. Ketika terjadi
kenaikan harga suatu komoditas pada pasar tujuan (pasar konsumen) maka
perbedaan harga antara kedua pasar menjadi lebih besar dari biaya transfer. Hal
ini dilihat oleh trader sebagai peluang untuk menaikkan profit sehingga pelaku
perdagangan akan meningkatkan volume perdagangan dari pasar produsen.
Sebagai respon dari adanya insentif profit, trader akan membeli komoditas di
wilayah asalnya dengan harga yang lebih tinggi dan mengurangi harga pada pasar
dimisalkan harga suatu komoditas pada dua pasar yang terpisah secara spasial
adalah P1t dan P2t dan biaya transfer dari pasar 1 ke pasar 2 adalah sebesar c, maka
hubungan antara kedua harga tersebut adalah :
P1t = P2t + c………………………………………………………………(2.1)
Jika hubungan dua harga berlangsung menurut persamaan (2.1) diatas, maka
kedua pasar tersebut terintegrasi sehingga dalam jangka panjang terdapat
keseimbangan antara kedua harga. Meskipun demikian, dalam jangka pendek
beberapa hal dapat terjadi yang menyebabkan hubungan antara kedua harga
tersebut menyimpang dari kondisi diatas. Jika persamaan (2.1) menggambarkan
hubungan harga yang memenuhi law of one price secara penuh, maka untuk
hubungan antara dua harga yang berada dalam kondisi yang tidak sepenuhnya
memenuhi law of one price adalah persamaan berikut:
P1t - P2t = λ c……………………………………………………………(2.2)
Dimana adalah konstanta yang besarnya antara 0 dan 1. Kondisi (2.2)
merupakan kondisi arbitrase spasial yang dapat menggambarkan hubungan yang
lemah dalam law of one price (hubungan yang kuat digambarkan pada persamaan
2.1). Dalam hal ini, harga mungkin mengalami penyimpangan dari kondisi law of
one price, namun adanya arbitrase spasial akan menyebabkan perbedaan harga
antara kedua harga akan bergerak mendekati biaya transfer.

11
Dengan demikian integrasi pasar dapat diinterpretasikan melalui pendekatan
kointegrasi. Jika dua harga pada dua pasar yang terpisah secara spasial
terkointegrasi maka kedua harga tersebut bertendensi untuk bergerak bersamasama dalam jangka panjang menurut suatu persamaan linier. Dalam jangka
pendek kedua harga mungkin bergerak sendiri-sendiri, sehingga guncangan pada
satu pasar tidak langsung ditransmisikan ke pasar yang lain. Adanya arbitrase
spasial menyebabkan penyimpangan yang terjadi pada jangka pendek akan
dikembalikan kepada keseimbangan jangka panjangnya.
Dalam sebuah pasar, penyimpangan dari hukum satu harga harus bersifat
sementara. Dalam kenyataanya, perbedaan harga seringkali berbeda dengan
keseimbangan pada hukum satu harga, dimana nilai rasio harga suatu pasar
dengan pasar lain ditambah biaya transfer lebih besar atau lebih kecil dari 1. Pada
pasar yang efisien, hanya akan terjadi sedikit penyimpangan dari law of one price.
Terjadinya guncangan (shock) di suatu tempat membutuhkan waktu untuk
didifusikan ke pasar yang lain. Seberapa lama penyimpangan terjadi salah satunya
tergantung dari derajat kompetitif suatu pasar. Hal lain yang berpengaruh adalah
kemajuan teknologi informasi. Pasar komoditas yang ditunjang transmisi
informasi, inventori dan tidak adanya barrier to entry hanya mentoleransi
penyimpangan yang pendek dan bersifat sementara.
Model Keseimbangan Spasial
Tomek dan Robinson (1990) memperkenalkan suatu model untuk
menggambarkan proses integrasi antara pasar yang mempunyai excess demand
dan pasar lain yang mengalami excess supply terhadap suatu komoditas tertentu.
Melalui model ini dapat diduga harga yang terjadi pada masing-masing pasar dan
jumlah komoditi yang diperdagangkan.
Perdagangan antar pasar yang berpotensi mengalami defisit dan pasar yang
berpotensi mengalami surplus dianalisa dengan pendekatan kurva penawaran dan
permintaan dari masing-masing wilayah (Gambar 6). Kurva excess supply pasar A
dan kurva excess demand pasar B dapat berubah sesuai perubahan permintaan dan
penawaran pada masing-masing pasar. Jika diasumsikan tidak ada biaya transfer
dan biaya lain-lain dalam perdagangan antara pasar A dan pasar B, maka kuantitas
perdagangan dari pasar A ke pasar B adalah sebesar QE1 dengan tingkat harga
sebesar PE. Volume perdagangan (XY) antara pasar A dan pasar B akan semakin
menurun jika biaya transfer (TC) semakin besar. Jika biaya transfer lebih besar
dari PB – PA maka perdagangan antara pasar A dengan pasar B tidak akan
berlangsung.
Adanya hambatan perdagangan baik yang berupa hambatan tarif dan non
tarif akan memperbesar biaya transfer. Jika biaya transfer melebihi selisih harga
PB – PA maka pedagang tidak akan memperoleh keuntungan dari perdagangan
antar pasar tersebut. Hal ini berakibat tidak ada transfer excess supply dah excess
demand antar pasar sehingga harga pada masing-masing pasar akan bergerak
secara individual.

12
Harga (P)

Harga (P)

Harga (P)
ES

SB

ES

SA
PE2
PE

PA

PE1

ED

DB

ED

DA
Kuantitas

QE

Kuantitas

Kuantitas

Pasar B (Potensial Defisit)

Pasar A (Potensial Surplus)

Harga (P)
Transfer Cost (TC)

PA-PB
TC

X
Y
QE2 QE1

Kuantitas

Sumber : Tomek dan Robinson, 1990
Gambar 6. Kurva Perdagangan antara Wilayah Potensial Surplus dan Wilayah
Potensial Defisit
Konsep Transmisi Harga
Perubahan harga pada suatu pasar dapat mempengaruhi efisiensi alokasi
sumber daya. Transmisi perubahan harga dari suatu pasar ke pasar yang lain
menyebabkan terjadinya integrasi antar pasar, baik secara vertikal maupun
horizontal. Transmisi harga merupakan sebuah proses dimana perubahan harga
pada suatu pasar akan diteruskan dan direspon oleh pasar lain, baik secara vertikal
(antara tingkatan dalam satu supply chain), antar pasar yang terpisah secara
spasial, maupun transmisi harga yang bersifat cross product (transmisi harga
suatu komoditas dengan komoditas yang berbeda tetapi terkait dalam satu lini
produksi).
Analisis transmisi harga vertikal dilakukan untuk menguji hubungan antar
harga pada tingkatan yang berbeda dalam sebuah supply chain. Transmisi harga
vertikal dapat menggambarkan perilaku persaingan harga dalam pasar yang
merefleksikan efisiensi pelaku pasar pada setiap tingkatan dalam melaksanakan
fungsinya.
Transmisi harga horizontal berlangsung antara pasar yang terpisah secara
geografis, baik antar negara maupun antar wilayah dalam suatu wilayah negara.
Studi mengenai transmisi harga horizontal menjadi semakin penting karena
globalisasi perdagangan yang menyebabkan perekeonomian semakin terbuka

13
sehingga gejolak harga dunia akan ditransmisikan kepada harga domestik, atau
gejolak harga yang terjadi pada negara pengekspor akan ditransmisikan kepada
pasar di negara pengimpor. Informasi mengenai transmisi harga horizontal untuk
komoditas yang bersifat pokok akan bermanfaat dalam pengambilan kebijakan
yang terkait stabilisasi harga komoditas tersebut.
Pada pasar yang terintegrasi, perubahan harga pada salah satu pasar akan
ditransmisikan secara langsung dan penuh kepada harga pada pasar yang lain. Hal
ini sesuai dengan law of one price. Sebaliknya jika perubahan harga tidak
langsung ditransmisikan, tetapi setelah beberapa waktu, maka transmisi tidak
berlangsung penuh pada jangka pendek, namun baru akan penuh dalam jangka
panjang sebagaimana implikasi kondisi arbitrase. Perbedaan transmisi harga
antara jangka panjang dan jangka pendek serta kecepatan penyesuaian harga
menuju keseimbangan jangka panjangnya penting untuk mengetahui derajat
integrasi antar pasar pada jangka pendek (Rapsomanikis et al, 2004). Proses
transmisi harga dari satu pasar ke pasar lainnya memperlihatkan kecenderungan
terjadinya transmisi yang asimetris (asymmetric price transmission). Sangat
jarang transmisi harga berlangsung secara simetris.

Analisis Pass Through
Analisis efek perubahan (pass-through effect analysis) umumnya
digunakan untuk mengetahui efek perubahan nilai tukar terhadap perubahan
tingkat harga, baik harga ekspor-impor maupun harga di tingkat konsumen. Passthrough effect akan menimbulkan efek langsung dan tidak langsung (direct and
indirect pass through effect). Svensson (2000) mengembangkan model pengaruh
lintasan kurs terhadap perekonomian. Analisis yang dilakukan oleh Svensson
menyatakan bahwa pengaruh lintasan kurs terhadap perekonomian data melalui
efek langsung maupun tidak langsung. Perubahan nilai tukar akan berpengaruh
langsung terhadap inflasi melalui perubahan harga barang-barang impor
merupakan jalur yang terjadi pada efek langsung (direct pass through), sedangkan
jalur yang terjadi pada efek tidak langsung, perubahan nilai tukar akan
mempengaruhi melalui jalur output, yaitu melalui perubahan permintaan agregat
dan penawaran agregat.
Dampak tidak langsung lintasan kurs dapat dilihat dari pergerakan nilai
tukar. Nilai tukar akan mempengaruhi tingkat harga domestik melalui guncangan
permintaan dan penawaran agregat. Secara teoritis, jalur tidak langsung biasanya
melalui transmisi demand pull, yaitu ketika kenaikan harga luar negeri ataupun
kenaikan mata uang asing terhadap Rupiah mengakibatkan kenaikan pendapatan
eksportir dalam negeri. Hasil akhirnya adalah akan meningkatkan permintaan
eksportir terhadap barang dan jasa di dalam negeri.

Kebijakan Tarif Impor Kedelai
Kebijakan penggunaan tarif impor kedelai dapat dipakai sebagai alternatif
untuk melindungi produsen kedelai dalam negeri. Dengan tingkat tarif bea masuk
tertentu akan dapat dibentuk tingkat harga yang tidak akan menyaingi harga

14
kedelai lokal. Pengenaan tarif untuk kedelai impor Indonesia dikenal dengan tarif
ad-valorem. Dimana pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu
dari nilai barang-barang yang diimpor (misalnya, Indonesia memungut tarif 10
persen atas total nilai impor kedelai).
Tarif impor kedelai dimulai sejak tahun 1974 sampai 1982 sebesar 30
persen. Pada tahun 1983 sampai 1993 tarif impor kedelai diturunkan menjadi 10
persen, kemudian pada tahun 1994 sampai 1996 tarif diturunkan kembali menjadi
5 persen dan pada tahun 1997 menjadi 2.5 persen. Selanjutnya, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK-01/1997 ditetapkan mulai 1
Januari 1998 terhadap importir kedelai yang dilakukan oleh importir umum
dikenakan bea masuk 20 persen. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Nomor
444/KMK.01/1998 terhitung 29 September 1998, tarif bea masuk kedelai impor
dihilangkan menjadi 0 persen sampai tahun 2003 sesuai dengan kesepakatan IMF
yang tertuang dalam LOI (Letter of Intent), dimana Indonesia wajib sepenuhnya
mematuhi ketentuan yang lebih berat dari ketentuan WTO, seperti penghapusan
monopoli impor kedelai yang semula dilakukan oleh BULOG diubah menjadi
dilakukan oleh importir umum dan penurunan tarif bea masuk yang semula 20
persen menjadi setinggi-tingginya 5 persen. Ketentuan ini berlaku bagi barang
impor yang dokumen pemberitahuan impor barangnya (PIB) telah mendapat
nomor pendaftaran dari kantor pelayanan Ditjen Bea dan Cukai. Alasan
pemerintah menerapkan tarif rendah adalah untuk memenuhi kebutuhan kedelai
dalam negeri. Namun, kebijakan tersebut justru memberikan dampak memacu
peningkatan impor kedelai dari USA, China, Argentina dan Brazil dalam jumlah
besar dan mempengaruhi kestabilan harga kedelai domestik. Sebaliknya, harga
kedelai di tingkat petani menjadi turun dan industri pengolahan kedelai dapat
menikmati murahnya kedelai impor dengan kualitas pasokan yang lebih menjamin
kontinuitas produknya. Dampak yang lebih buruk lagi adalah akan mempengaruhi
motivasi petani produsen untuk menanam kedelai yang berakibat pada menurunya
produksi kedelai nasional. Maka melalui keputusan Menteri Keuangan No.
557/KMK.01/2003 tentang perubahan tarif bea masuk dan penyempurnaan
klasifikasi atas impor untuk beberapa produk tertentu maka diputuskan bahwa
tarif bea masuk kedelai menjadi 15 persen. Keputusan tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, peningkatan konsumsi
dan semakin tingginya harga kedelai di dalam negeri.
Pada tahun 2004 tarif impor kedelai kembali diturunkan menjadi 5 persen
dan diperbaharui kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No.
110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem, Klasifikasi Barang dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor menjadi 10 persen pada tahun
2006. Namun, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.001/2008
pada tanggal 18 Januari 2008 tarif impor kedelai diubah kembali menjadi 0 persen.
Untuk kali ini bukan hanya melalui satu keputusan menteri saja, melainkan juga
dikeluarkannya Keputusan Presiden dari Presiden. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi kekurangan stok kedelai di dalam negeri, semakin meningkatnya
konsumsi dan tingginya harga kedelai di dalam negeri dengan perubahan
mencapai lebih dari 100 persen dari harga sebelumnya. Padahal di Amerika
Serikat harga kedelai hanya naik sekitar 30 persen. Tarif bea masuk 10 persen
akan kembali diterapkan apabila harga kedelai di luar negeri sudah turun
dikarenakan mayoritas kedelai dalam negeri disuplai dari kedelai impor. Dan

15
sejak tahun 2010, tarif impor kedelai diperbaharui kembali menjadi 10 persen.
Penerapan tarif impor kedelai sebesar 10 persen ini tidak mengurangi
ketergantungan terhadap impor kedelai Indonesia. Impor kedelai pada tahun 2010
justru meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2011, Kementrian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No 13/PMK. 011/2011 yang menetapkan tarif bea masuk
kedelai dan tepung terigu 0 persen sejak 31 Maret 2011 hingga 31 Desember 2011.
Dengan demikian setiap impor kedelai dan tepung terigu dibebaskan dari
pungutan bea masuk hingga 31 Desember 2011. Seperti halnya tahun 2008,
penurunan tariff impor kedelai sampai 0 persen ini tidak hanya dilakukan untuk
menjaga kestabilan harga kedelai dalam negeri tapi juga sebagai antisipasi
dampak yang lebih parah akibat kenaikan harga kedelai internasional. Dampak
lain yang ditimbulkan adalah impor kedelai Indonesia justru semakin meningkat
dengan penetapan tarif impor kedelai 0 persen jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sementara produksi kedelai nasional terus menurun. Oleh karena itu,
sejak tanggal 1 Januari 2012 dalam PMK No 13/PMK.011/ 2011 Pasal 2 Ayat 2
ditetapkan tarif bea masuk kedelai kembali dinaikkan menjadi 5 persen. Langkah
ini dilakukan untuk mendukung program swasembada kedelai pada tahun 2014.

Penelitian Terdahulu
Harri et al. (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ The Relationship
between Oil, Exchange rate, and Commodity Prices” dengan menggunakan VAR
Model menemukan bahwa nilai tukar mempengaruhi harga komoditas (minyak
jagung, kapas dan kedelai) dari waktu ke waktu.
Nuryati et al (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Penentu
Instabilitas Harga Produk Berbasis Impor (Kedelai dan Gula) dengan
menggunakan VAR VECM menemukan bahwa Faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas harga kedelai domestik adalah shock harga kedelai
sendiri, harga kedelai internasional, serta kuantitas impor kedelai. Sementara,
shock dari produksi, konsumsi, harga BBM serta laju harga pangan masih relatif
kecil. Lebih jauh dalam penelitiannya Nuryati et. al. menemukan bahwa dalam
jangka panjang kointegrasi harga internasional dengan harga komoditi berbasis
impor relatif sangat kuat
Hernandez (2012) dalam penelitiannya yang berjudul ”Factors Influencing
Price Volatility on Soybean Futures Prices” dengan menggunakan VAR VECM
menemukan bahwa harga kedelai China berjangka dipengaruhi oleh konsumsi
kedelai China, harga minyak dan indeks komoditas yang tersedia bagi investor.
Zhao et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “ Impact on the
Chinese Soybean Markets From International Prices Volatility: Empirical Study
Based on VEC Model “ menganalisis dampak harga internasional terhadap pasar
kedelai China. Penelitian ini menggunakan VAR VECM. Penelitian ini
menemukan bahwa terdapat mekanisme keseimbangan harga antara pasar kedelai
domestik dengan pasar kedelai internasional. Penelitian ini juga menyebutkan
bahwa fluktuasi pasar kedelai China dipengaruhi oleh harga internasional dan juga
permintaan dan penawaran kedelai domestik.

16
Kerangka Pemikiran
Fluktuasi ekonomi global yang terjadi di dunia mempengaruhi fluktuasi
ekonomi domestik. Perkembangan ekonomi yang tidak menentu ini membuat
fluktuasi komoditas berkontribusi pada terciptanya risiko-risiko ekonomi yang
mampu menghambat upaya pemulihan ekonomi global dan juga ekonomi
domestik. Fluktuasi ekonomi global mempengaruhi fluktuasi harga komoditas,
termasuk komoditas pangan. Fluktuasi harga pangan dunia bisa berdampak pada
fluktuasi harga pangan domestik.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan merupakan kebutuhan
pertama yang harus diprioritaskan pemenuhannya, gejolak harga pangan yang
tinggi mengakibatkan kesejahteraan masyarakat menurun. Kedelai merupakan
komoditas penghasil protein yang penting dan diminati oleh banyak kalangan,
khususnya di Indonesia. Sehingga stabilitas harga kedelai domestik harus
senantiasa dijaga.
Komoditas pangan kedelai di Indonesia mempunyai tingkat
ketergantungan yang tinggi terhadap dunia, terlihat dari 71 persen kebutuhan
nasional dipasok dari kedelai impor. Hal demikian dapat menyebabkan fluktuasi
harga kedelai dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedelai internasional. Salah satu
faktor yang menyebabkan tingginya impor kedelai ke Indonesia adalah nilai tukar
rupiah yang melemah terhadap dollar.
Faktor lain yang tidak kalah penting yang dapat mempengaruhi harga
domestik kedelai adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik
kebijakan produksi ataupun kebijakan perdagangan.