The Review of Gneralized Space Time autoregressive Model (Case of Forest Fire Hotspots Data in Riau)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

1

KAJIAN MODEL REGRESI DIRI RUANG-WAKTU
TERAMPAT
(Kasus : Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau)

RAHMADENI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Model Regresi Diri RuangWaktu Terampat (Kasus : Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau) adalah karva
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Rahmadeni
G151090131

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

3

ABSTRACT
RAHMADENI. The Review of Gneralized Space Time autoregressive Model

(Case of Forest Fire Hotspots Data in Riau). Under direction of ERFIANI, and
KUSMAN SADIK.
Review of Gneralized Space Time autoregressive Model (GSTAR) model was a
method used to model space-time series data. This model was developmented of
the STAR model in which GSTAR generate space-time model with the
parameters that should not be the same for the time and space dependence. This
study aims to assess and develop procedures for the establishment of an
appropriate model GSTAR on spatial time series data and determine the best and
appropriate GSTAR model on the number of forest fire hotspots data in Riau.
Estimating the parameters in the model GSTAR can be done using the least
squares method by minimizing the sum squares of error. It was resulted that
GSTAR Model (11) with inverse distance weighting is the best model for
modeling the number of forest fire hotspots data in Riau.
Keywords: space-time series data, ordinary least square method, inverse distance
weighting

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

4


RINGKASAN
RAHMADENI. Kajian Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat (Kasus : Data
Hotspot Kebakaran Hutan di Riau). Dibimbing oleh ERFIANI dan KUSMAN
SADIK.
Kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997/1998 telah mendapatkan
perhatian yang luas baik nasional maupun internasional. Peristiwa tersebut
menghanguskan 11,7 juta Ha hutan dengan kerugian ekonomi sebesar 1,62-2,7
milyar dollar dan menghasilkan emisi karbon sebesar 206,6 juta ton karbon serta
dampak asapnya mempengaruhi 75 juta jiwa (Tacconi 2003). Untuk sektor
transportasi udara, kerugian total berkisar antara Rp.100,78 - Rp.122,69 milyar.
Belum lagi dampak lainnya seperti kerusakan ekologis, hilangnya
keanekaragaman hayati, menurunnya produktifitas tanah, timbulnya dampak
sosial dimasyarakat dan lain sebagainnya.
Pemantauan kejadian kebakaran hutan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi pola kebakaran yeng terjadi dapat dilihat dari data sebaran
hotspot (titik panas) dari suatu daerah. Data yang dihasilkan ditampilkan sebagai
data sebaran titik api. Data sebaran titik api akan mempunyai sebaran yang
berbeda pada waktu-waktu tempat-tempat tertentu. Fenomena kebakaran hutan ini
pada umumnya terjadi seiring dengan pergeseran musim kearah kemarau dan juga

dapat terjadi pada daerah yang rawan kebakaran hutan. Salah satu model dalam
statistika yang dapat menggabungkan unsur ketergantungan waktu dan lokasi
pada suatu data deret waktu peubah ganda adalah model ruang-waktu. Model
ruang-waktu ini pertama kali diperkenalkan oleh Pfeifer dan Deutsch (1980).
Model ruang-waktu yang sering
digunakan adalah STAR (space time
autoregressive) dan GSTAR (generalized space time autoregressive). Pada model
STAR lebih sesuai untuk lokasi dengan karakteristik serba sama, karena model
tersebut mengasumsikan parameter autoregresi dan parameter ruang-waktu
bernilai sama untuk semua lokasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data banyaknya jumlah
koordinat hotspot untuk setiap bulan di setiap kabupaten di Riau. Data ini adalah
data jumlah hotspot dari enam kabupaten di provinsi Riau yang mempunyai
jumlah hotspot tertinggi setiap tahunnya. Selanjutnya kabupaten-kapupaten
tersebut akan menjadi variabel dalam penelitian ini. Z1 variabel untuk jumlah
hotspot kebakaran hutan di Kabupaten Bengkalis, Z2 variabel untuk jumlah
hotspot kebekaran hutan di Kabupaten Rokan Hulu, Z3 variabel untuk jumlah
hotspot kebekaran hutan di Kabupaten Rokan Hilir, Z4 variabel untuk jumlah
hotspot kebekaran hutan di Kabupaten Indragiri Hulu, Z5 variabel untuk jumlah
hotspot kebekaran hutan di Kabupaten Indragiri Hilir, Z6 variabel untuk jumlah

hotspot kebekaran hutan di Kabupaten Pelalawan.
Penelitian ini menentukan model GSTAR terbaik dan sesuai pada data
jumlah hotspot kebekaran hutan di Riau, dengan menggunakan matrik pembobot
invers jarak dan korelasi silang.
Model GSTAR merupakan pengembangan dari model STAR model ini
cendrung lebih fleksibel dibandingkan model STAR. Secara matematis, notasi
dari model GSTAR(p1) adalah sama dengan model STAR(p1). Perbedaan utama

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

5

dari model GSTAR(p1) ini terletak pada nilai-nilai parameter pada lag spasial
yang sama diperbolehkan berlainan. Pada model STAR adalah pada parameter
autoregresifnya yang diasumsikan sama pada seluruh lokasi. Penaksiran parameter
pada model GSTAR dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat
terkecil dengan meminimumkan jumlah kuadrat simpangannya.
Matriks pembobot yang digunakan yaitu, matriks pembobot korelasi silang
dan matriks pembobot normalisasi korelasi silang antar lokasi pada lag waktu

yang bersesuaian.
Hasil yang diperoleh dari penelitian memperlihatkan bahwa Model GSTAR
terbaik dan sesuai pada data jumlah hotspot kebakaran hutan di Riau adalah model
GSTAR (11) dengan bobot lokasi invers jarak yang mempunyai nilai RMSE
terkecil yang bernilai 5.57014.
Kata kunci : titik panas, metode kuadrat terkecil, matriks pembobot invers jarak,
matriks pembobot korelasi silang, data deret ruang waktu.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

6

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

7

KAJIAN MODEL REGRESI DIRI RUANG-WAKTU
TERAMPAT
(Kasus : Data Hotspot Kebakaran Hutan di Riau)

RAHMADENI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

8

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

9

Judul Tesis

: Kajian Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat
(Kasus : data hotspot kebakaran hutan di Riau)


Nama

: Rahmadeni

NRP

: G151090131

Program Studi

: Statistika

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Erfiani, M.Si.
Ketua

Dr. Kusman Sadik, M.Si

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Erfiani, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 20 Agustus 2011

Tanggal Lulus :

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

10


PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model deret waktu, dengan judul
“Kajian Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat (kasus : data hotspot
kebakaran hutan di Riau)”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, MSi dan Bapak Dr.
Kusman Sadik, MSi selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan,
kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS
selaku penguji luar.
Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada
orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya.
Terimakasih kepada teman-teman Statistika angkatan 2009 dan keluarga besar
Statistika dan semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
atas bantuan, waktu dan kebersamaannya. Semoga karya ini dapat memberikan
manfaat.

Bogor, Agustus 2011

Rahmadeni

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

11

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Air Tiris, pada tanggal 18 Juni 1984 sebagai anak
pertama dari pasangan Bapak Tarmizi Saleh dan Ibu Nursa’diah.
Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Bangkinang
dan pada tahun yang sama lulus melalui ujian mandiri pada Jurusan Matematika
fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Pekanbaru. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan kuliah dan mulai mengajar di
Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru. Pada tahun 2009 penulis
diterima di Program Studi Statistika Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

12

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan ..................................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Titik panas ............................................................................................ 5
Deret Waktu Peubah Tunggal ................................................................ 6
Deret Waktu Peubah Ganda ................................................................... 7
Model Regresi Diri Ruang-Waktu ......................................................... 9
Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat ......................................... 11
Kriteria Pemilihan Model Terbaik .......................................................... 15
DATA DAN METODE
Data ....................................................................................................... 17
Metode ................................................................................................ 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskriptif Data ......................................................................................
Model GSTAR ......................................................................................
Pengujian Asumsi Galat .......................................................................
Pemilihan Model Terbaik.......................................................................

19
22
28
29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .............................................................................................. 30
Saran .................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 31
LAMPIRAN ................................................................................................. 32

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

13

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Statistik deskriptif jumlah data hotspot kebakaran bhutan ..................... 21

2

Nilai matriks pembobot korelasi silang ................................................. 23

3

Pendugaan paramater dengan pembobot korelasi silang ....................... 24

4

Jarak antar lokasi dalam kilometer ......................................................... 26

5

Nilai matriks pembobot invers jarak....................................................... 26

6

Pendugaan paramater dengan pembobot invers jarak ............................. 27

7

Nilai Shapiro-Wilk ................................................................................ 29

8

Nilai RMSE ........................................................................................... 29

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

14

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Diagram alur analisis data ..................................................................... 18

2

Plot deret waktu jumlah data hotspot kebakaran hutan per minggu ........ 21

3

Plot nilai asli dan nilai peramalan model GSTAR dengan bobot korelasi
silang

4

… ……………………………………………………………..

25

Plot nilai asli dan nilai peramalan model GSTAR dengan bobot lokasi invers
jarak

… ……………………………………………………………..

28

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Korelasi antar lokasi ............................................................................. 35

2

Korelasi antar waktu ............................................................................. 36

3

Hasil tes stasioneritas ............................................................................ 39

4

Hasil model GSTAR dengan pembobot korelasi silang .......................... 44

5

Hasil model GSTAR dengan pembobot invers jarak .............................. 45

6

Hasil nilai Ljung and Box ...................................................................... 46

7

Sintaks program R ................................................................................. 47

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di saat kompleksitas ekosistem global sedikit demi sedikit dimengerti,
interaksi antara satu kejadian alam dengan yang lainnya menjadi lebih jelas. Hal
ini berlaku pada fenomena perubahan iklim global dengan penyebab sekaligus
dampak yang menyertainya di Indonesia, yaitu kebakaran hutan dan lahan.
Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan merupakan permasalahan yang serius yang
harus dihadapi setiap tahun pada musim kemarau. Persepsi dan pendapat
masyarakat yang berkembang tentang peristiwa kebakaran yang sering terjadi
akhir-akhir ini adalah bahwa kebakaran tersebut hanya terjadi di dalam hutan
semata, padahal sesungguhnya peristiwa tersebut dapat saja terjadi di luar
kawasan hutan. Kebakaran hutan terjadi tidak hanya dilahan kering tetapi juga
dapat di lahan basah seperti lahan gambut, terutama pada musim kemarau dimana
lahan gambut tersebut mengalami kekeringan.
Pada beberapa tahun belakangan ini peristiwa kebakaran hutan merupakan
salah satu peristiwa yang banyak terjadi di wilayah Indonesia. Peristiwa
kebakaran hutan bukan hanya menimbulkan kerugian penduduk dan pemerintah
Indonesia, namun juga asap kebakaran hutan tersebut menyebar ke negara
tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Bahkan baru-baru ini pemerintah
Singapura secara khusus mengirimkan personil dan peralatan untuk mengatasi
kebakaran hutan di Propinsi Riau. Jika terjadi kebakaran hutan dalam skala luas
akan menyebabkan perubahan iklim secara global di Asia Tenggara.
Kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997/1998 telah mendapatkan
perhatian yang luas baik nasional maupun internasional. Peristiwa tersebut
menghanguskan 11,7 juta Ha hutan dengan kerugian ekonomi sebesar 1,62 sampai
dengan 2,7 milyar dollar dan menghasilkan emisi karbon sebesar 206,6 juta ton
karbon serta dampak asapnya mempengaruhi 75 juta jiwa (Tacconi 2003). Untuk
sektor transportasi udara, kerugian total berkisar antara Rp. 100,78 sampai Rp.
122,69 milyar. Belum lagi dampak lainnya seperti kerusakan ekologis, hilangnya
keanekaragaman hayati, menurunnya produktifitas tanah, timbulnya dampak
sosial di masyarakat dan lain sebagainnya (Langgeng Kayoman 2010).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

17

Pemantauan

kejadian

kebakaran

hutan

untuk

mendeteksi

dan

mengidentifikasi pola kebakaran yang terjadi dapat dilihat dari data sebaran
hotspot (titik api) dari suatu daerah. Pemantauan kejadian kebakaran hutan
menggunakan satelit hingga saat ini menggunakan data citra (image) dari sensor
NOAA-AVHRR (National Oceanic Atmospheric Administration-Advance Very
High Resolution Radiometer). Data yang dihasilkan ditampilkan sebagai data
sebaran titik api.
Data sebaran titik api akan mempunyai sebaran yang berbeda pada waktuwaktu tempat-tempat tertentu. Fenomena kebakaran hutan ini pada umumnya
terjadi seiring dengan pergeseran musim kearah kemarau dan juga dapat terjadi
pada daerah yang rawan kebakaran hutan.
Berdasarkan pengalaman tersebut maka upaya pencegahan kebakaran
hutan haruslah dilakukan secara terpadu. Salah satu upaya yang efektif dan efisien
adalah melalui penyediaan informasi tingkat bahaya kebakaran hutan yang dapat
dilihat dari jumlah titik api kebakaran hutan pada waktu-waktu tertentu dalam satu
daerah dengan memanfaatkan data-data titik api untuk dianalisis menjadi suatu
model sehingga diperoleh gambaran tentang jumlah titik api untuk waktu yang
akan datang pada daerah tertentu.
Analisis data deret waktu merupakan salah satu metode yang mampu
menggambarkan pola data deret waktu terjadinya titik api, sedangkan model
spasial diharapkan mampu menggambarkan sebaran tingkat kerawanan kebakaran
hutan melalui jumlah titik api yang terjadi pada suatu daerah.
Salah satu model dalam statistika yang dapat menggabungkan unsur
ketergantungan waktu dan lokasi pada suatu data deret waktu peubah ganda
adalah model ruang-waktu. Model ruang-waktu (space time) ini pertama kali
diperkenalkan oleh Pfeifer dan Deutsch (1980). Model ruang-waktu yang sering
digunakan adalah STAR (Space Time Autoregressive) dan GSTAR (Generalized
Space Time Autoregressive). Pada model STAR lebih sesuai untuk lokasi dengan
karakteristik serba sama, karena model tersebut mengasumsikan parameter regresi
diri dan parameter ruang-waktu bernilai sama untuk semua lokasi. Dalam praktek
lebih sering ditemukan fenomena lokasi dengan sifat heterogen.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

18

Kelemahan ini telah direvisi dan dikembangkan dengan nama Generalized
Space Time Autoregressive (GSTAR) atau regresi diri ruang-waktu terampat.
Model GSTAR adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk
memodelkan dan meramalkan data deret waktu dan lokasi, pada model GSTAR
menghasilkan model ruang-waktu dengan parameter yang tidak harus sama untuk
ketergantungan waktu maupun ketergantungan lokasi. Model ini merupakan
pengembangan dari model STAR yang diperkenalkan pertama kali oleh Pfeifer
dan Deutsch (1980).
Tujuan Penelitian
Menentukan model GSTAR terbaik dan sesuai pada data jumlah hotspot
kebekaran hutan di Riau.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

19

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

20

TINJAUAN PUSTAKA
Titik Panas
Menurut Brown dan Davis (1973), kebakaran hutan adalah pembakaran
yang tidak terkendali dan terjadi dengan tidak sengaja pada areal tertentu yang
kemudian menyebar secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar yang tersedia
dihutan seperti serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, patahan kayu,
tunggul, daun-daunan dan pohon-pohon yang masih hidup. Syufina (2008)
mendefinisikan kebakaran hutan sebagai suatu kejadian dimana api melahap
bahan bakar bervegetasi, yang terjadi dalam kawasan hutan yang menjalar secara
bebas dan tidak terkendali.
Konsep kebakaran hutan dilukiskan sebagai segitiga api yang (the fire
triangle). Sisi-sisi segitiga api tersebut adalah bahan bakar, oksigen dan sumber
panas atau api. Jika salah satu atau lebih dari ketiga komponen pada sisi-sisi
segitiga api tersebut tidak ada, maka kebakaran tidak akan pernah terjadi. Ketiga
komponen yang mempengaruhi kebakaran hutan sangat tidak mungkin untuk
mengatur jumlah oksigen karena oksigen selalu tersedia di alam namun bahan
bakar dan sumber api dapat dikontrol, sehingga upaya pencegahan dapat
dilakukan. Berdasarkan pemahaman ini maka usaha pencegahan dapat dilakukan
dengan cara membatasi ketersediaan dari komponen segitiga api yaitu bahan
bakar dan sumber api.
Titik panas (hotspot) adalah terminology dari satu piksel yang memiliki
suhu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah/lokasi sekitar yang tertangkap oleh
sensor satelit data digital. Indikasi kebakaran hutan dan lahan dapat diketahui
melalui titik panas yang terdeteksi di suatu lokasi tertentu pada saat tertentu
dengan

memanfaatkan

satelit

NOAA

(National

Oceanic

Atmospheric

Administration).
Menurut Liew (2002) besaran batas ambang untuk penetapan titik api adalah
sebesar 3160K. Sementara itu dalam proyek kerjasama DEPHUT-JICA (Japan
International Cooperation Agency) penetapan batas ambang titik api untuk
wilayah Sumatra dan Kalimantan adalah sebesar 3150 K (420C) untuk hasil
siaman sensor siang hari dan 3100K (370) untuk malam hari (Sihaloho 2004).
Penetapan batas ambang tersebut bersifat arbitrer berdasarkan suatu pendugaan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

21

nilai suhu yang menyebabkan terjadinya api aktif. Perbedaan berbagai penyedia
data (provider) dalam penetapan batas ambang suhu untuk penetapan data titik api
ini menunjukkan ketidak pastian informasi titik api.
Pemanfaatan data titik api sebagai informasi awal kejadian kebakaran
tercatat digunakan pada berbagai kajian. Informasi tentang titik api di Indonesia
dapat

diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari LAPAN, Kementrian

Lingkungan Hidup (KLH) dan Departemen Kehutanan-JICA. Suatu wilayah yang
beriklim tropis seperti Indonesia kejadian kebakaran hutan umumnya semakin
meningkat dengan semakin bergesernya musim kearah musim kemarau dimana
hujan semakin jarang terjadi. Tingkat kekeringan berdampak pada semakin
tingginya suhu pada iklim mikro yang memperbesar peluang keberhasilan
meluasnya kebakaran/pembakaran.
Deret Waktu Peubah Tunggal
Deret waktu (Time Series) adalah proses stokastik

( ),



, dengan

indeks parameter waktu misalnya T = {0,1,…}. Waktu bisa saja merupakan
parameter yang kontinu atau pun parameter diskret. Tetapi biasanya waktu yang
digunakan merupakan indeks parameter diskret. Unit dari waktu bisa saja tahun,
bulan, hari, atau tiap detik, bergantung pada situasi yang kita modelkan.
Masalah yang sering muncul dalam data deret waktu, jika kita mempunyai
observasi x(1), … ,x(n), besar x(n+1) bisa ditaksir dengan menentukan :
1. Model dari x(t), dan
2. Prakiraan untuk x(t+1) untuk suatu l yang kita tentukan, dimana l merupakan
beda waktu.
Salah satu konsep dasar dalam analisis deret waktu sebagai alat pendeteksi
utama mengetahui besar ketergantungan diri sendiri pada waktu-waktu
sebelumnya merupakan hal yang cukup penting, yaitu fungsi korelasi diri sampel
dan fungsi korelasi diri parsial sampel. Dari sini kita bisa menentukan model
yang akan kita gunakan untuk menaksir data ke depan.
Berdasarkan jumlah peubah yang diteliti, deret waktu dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu deret waktu secara peubah tunggal dan secara peubah

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

22

ganda. Pemodelan deret waktu dengan satu peubah tanpa mempertimbangkan
peubah lain biasa disebut dengan deret waktu peubah tunggal.
Model regeresi diri (autoregressive) merupakan model regresi pada diri
sendiri. Lebih spesifik lagi proses regresi diri (x(t)) orde ke p, dilambangkan
dengan AR(p), memenuhi nilai sekarang dari deret X(t) adalah kombinasi linear
dari p nilai sebelumnya ( yang terakhir ) dari dirinya sendiri ditambah galat a(t),
yang tidak dijelaskan oleh nilai-nilai sebelumnya.
Bentuk umum regresi diri dengan ordo p atau dapat ditulis dengan AR (p)
mempunyai persamaan sebagai beriukut :
x(t) = ϕ x

dengan,

+ϕ x

+⋯+ ϕ x

+a

adalah parameter regresi diri dan

adalah nilai galat waktu t.

Regresi diri juga dapat diartikan sebagai korelasi linear deret waktu itu sendiri
dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih.
Deret Waktu Peubah Ganda
Deret waktu peubah ganda (multivariate time series)

merupakan deret

waktu yang terdiri dari beberapa peubah. Hal ini sering terjadi pada beberapa studi
empirik. Contohnya dalam studi penjualan, beberapa peubah yang mungkin
terlibat adalah volume penjualan, harga barang, dan biaya iklan. Identifikasi pada
model deret waktu peubah ganda hampir sama dengan dengan model deret waktu
peubah tunggal. Identifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan pola atau
struktur matriks fungsi korelasi diri (MAFC) dan matriks fungsi korelasi diri
parsial (PAFC) setelah data stasioner.
Secara visual kestasioneran data pada model deret waktu paubah ganda juga
dapat dilihat dari plot MACF dan MPACF serta plot Box-Cox. Plot MACF yang
turun secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan
sehingga perlu dilakukan pembedaan (differencing) untuk menstasionerkan data.
Demikian juga dengan kestasioneran dalam ragam. Agar data stasioner dalam
ragam, maka perlu dilakukan transformasi.
a.

Kestasioneran
Uji yang sangat sederhana untuk melihat kestasioneran data adalah dengan

analisis grafik, yang dilakukan dengan membuat plot antara nilai observasi dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

23

waktu. Berdasarkan plot tersebut dapat dilihat pola data. Jika diperkirakan
mempunyai nilai tengah dan ragam yang konstan, maka data tersebut dapat
disimpulkan stasioner.
Dalam menentukan kestasioneran sebaran data dengan menggunakan grafik
tidak mudah, untuk itu dibutuhkan uji formal dalam menentukan kestasioneran
data. Ada dua macam pengujian formal yang dapat dilakukan yaitu korelogram
dan unit root test.
Serupa dengan model deret waktu peubah tunggal secara visual
kestasioneran data pada model deret waktu peubah ganda juga dapat dilihat dari
plot MACF dan PACF serta plot Box-Cox. Plot MCF dan MPACF yang turun
secara lambat mengindikasikan bahwa data belum stasioner dalam rataan sehinga
perlu dilakukan

pembedaan untuk menstasionerkan data. Selain korelogram,

kestasioneran juga dapat dilihat dengan menggunakan sebuah uji formal yaitu
Augmented Dickey-Fuller (ADF) Test. Kestasioneran dalam ragam, dikatakan
belum stasisioner jika batas atas dan batas bawah dari nilai lambda pada plot BoxCox kurang dari nol. Agar data stasioner dalam ragam, maka transformasi perlu
dilakukan.
Model GSTAR , terutama model GSTAR(11), adalah satu bentuk khusus
dari model VAR (Borovkova dkk, 2002 dan Ruchjana, 2002). Oleh karena itu,
stasioneriatas dari model GSTAR dapat diperoleh dari kestasioneran model VAR.
Model GSTAR (11),

( ) = [Φ

direpresentasikan sebagai model VAR(1) :
Φ = [Φ



( ) = Φ Z(t − 1) + e(t) dimana

]. Jadi secara umum model GSTAR dikatakan stasioner jika

semua akar dari akar ciri pada matiks [Φ



satuan atau | | < 1 (Suhartono dan Subanar 2006).

b.

] ( − 1) + ( ) dapat



]

berada diluar lingkaran

Matriks Fungsi Korelasi Diri

Diberikan suatu vektor deret waktu sebanyak n pengamatan Z1, Z2, …, Zn

matriks korelasi sampel dinyatakan sebagai :
dengan
yaitu :

( )=[

( )]

( ) adalah korelasi silang sampel dari komponen deret ke-i dan ke-j

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

24

= [∑



,

( ,

) ∑

(

(

,

,

)

) ] /

dengan ̅ dan ̅ adalah mean sampel dari komponen deret yang bersesuaian.

Fungsi matriks korelasi (matrix autocorrelation function) sampel sangat

diperlukan dalam model MA, bila matriks korelasinya bernilai nol setelah lag ke-q
maka model yang bersesuaian adalah MA(q). bentuk matriks dan grafik semakin
kompleks apabila dimensi dan vektornya semakin besar, sehingga menyulitkan
dalam hal pengidentifikasian.
c.

Matriks Fungsi Korelasi Diri Parsial
Fungsi matriks parsial korelasi (matrix partial autocorrelation function)

sampel sangat diperlukan dalam model AR. Korelasi antara Zt dengan Zt+k bisa
diketahui setelah ketergantunga linear pada peubah

,

,…,

dihilangkan. Persamaan matriks fungsi korelasi diri parsial (MPACF) dirumuskan
sebagai berikut (Wei, 2006) :
Φ

=

[

(





)

,





]

Tiao dan Box (1981) dalam Wei (2006) mendefinisikan matriks fungsi
korelasi parsial pada lag ke-k dinotasikan dengan ℘( ) sebagai koefisien matriks

terakhir jika data diterapkan untuk suatu proses vektor regresi diri pada orde ke-k.

hal ini merupakan pengembangan definisi fungsi parsial sampel untuk deret waktu
peubah tunggal yang dikemukakan oleh Box dan Jenkins (1976). Sehingga ℘( )
sama dengan Φ

dalam regresi liniear peubah ganda. Seperti fungsi korelasi

parsial (PACF) untuk kasus deret waktu peubah tunggal, MPACF juga bersifat
terputus setelah lag p pada model VAR(p).
Model Regresi Diri Ruang-Waktu
Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi
sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh dari pada sesuatu yang jauh
(Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim
terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

25

menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah
model spasial.
Salah satu permasalahan dalam model spasial adalah pemilihan atau
penentuan bobot lokasi. Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang
menggambarkan hubungan antar daerah.
Model ruang-waktu (space time) adalah salah satu model yang dapat
menggabungkan unsur ketergantungan waktu dan lokasi pada suatu data deret
waktu peubah ganda. Model ini merupakan pemodelan dari sejumlah pengamatan
Zi(t) yang terdapat pada tiap N lokasi dalam dalam suatu ruang (i=1,2, …, N)
terhadap T periode waktu. N lokasi dalam suatu ruang disebut sites dan dapat
mewakili berbagai situasi.
Data deret waktu dalam beberapa studi empirik seringkali terdiri atas
pengamatan dari beberapa peubah, atau dikenal dengan deret waktu peubah
ganda. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai data yang tidak hanya
mengandung keterkaitan dengan kejadian pada waktu-waktu sebelumnya, tetapi
juga mempunyai keterkaitan dengan lokasi atau tempat yang lain. Data semacam
ini seringkali disebut dengan data deret waktu dan lokasi.
Efek waktu dirumuskan sebagai model deret waktu, dan efek lokasi
dirumuskan sebagai matriks bobot spasial. Penelitian deret waktu mencakup segi
teori dan praktis dalam rangka penerapan pada data titik api kebakaran hutan.
Model regresi diri ruang-waktu (space time autoregressive) adalah model
yang dikategorikan berdasarkan lag yang berpengaruh secara linear baik dalam
lokasi maupun waktu (Pfeiper and Deutsch, 1980). Seperti metode deret waktu
pada umumnya, model ruang-waktu ini juga membutuhkan suatu sistem yang
tidak berubah.
Model regresi diri ruang-waktu orde p1 atau STAR(p1) dirumuskan
sebagai berikut (Pfeifer and Deutsch, 1980) :
dengan :

( )=∑

Φ

( )

( − )+Φ

( )

( − ) + ( )

(1)

: parameter STAR pada lag waktu k dan lag spasial l,

Φ
()

: matriks bobot ukuran (n x n) pada lag spasial l (dimana l = 0,1) dengan
( )

adalah matriks identitas ukuran (n x n)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

26

: vektor noise ukuran (n x 1) berdistribusi normal peubah ganda dengan

( )

rataan 0 dan matriks ragam-peragam
: vektor acak ukuran (n x 1) pada waktu t, yaitu : ( ) = [ ( ) …

Z(t)
n

: jumlah lokasi.

( )]

Model Regresi Diri Ruang-Waktu Terampat
Dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan data ruang-waktu yang
merupakan gabungan data spasial dan data model deret waktu, misalnya dalam
bidang ekologi, pertanian, ekonomi, geologi dan bidang aplikasi lainnya. Model
regresi diri ruang-waktu terampat (generalized space time autoregressive)
merupakan perluasan model STAR dari Pfeifer (1979). Model STAR merupakan
model regresi diri deret waktu dari Box-Jenkins yang dikembangkan di beberapa
lokasi secara simultan dan mempunyai karakteristik adanya keterantungan lokasi
dan waktu.
Dari segi aplikasi, model STAR dari Pfefer lebih sesuai untuk lokasilokasi dengan karakteristik serba sama, karena model tersebut mengasumsikan
parameter regresi diri dan parameter ruang-waktu bernilai sama untuk semua
lokasi. Dalam praktek lebih sering ditemukan fenomena lokasi dengan sifat
heterogen. Oleh karena itu, model GSTAR diusulkan sebagai perluasan model
STAR dengan asumsi parameter-parameter model berubah untuk setiap lokasi.
Model GSTAR merupakan pengembangan dari model STAR model ini
cendrung lebih fleksibel dibandingkan model STAR. Secara matematis, notasi
dari model GSTAR(p1) adalah sama dengan model STAR(p1). Perbedaan utama
dari model GSTAR(p1) ini terletak pada nilai-nilai parameter pada lag spasial
yang sama diperbolehkan berlainan. Pada model STAR adalah pada parameter
regeresi dirinya yang diasumsikan sama pada seluruh lokasi. Dalam notasi
matriks, model GSTAR(p1) dapat ditulis sebagai berikut :
dengan :
=

=∑

[

(

,…,

+
) dan

]
=

W = matriks pembobot (n x n)


=1

(2)

+
(

,…,

)

diplih sedemikian sehingga

= 0 dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

27

e(t) = vektor noise ukuran (n x 1)
Z(t) = vektor acak ukuran (n x 1)
untuk model GSTAR orde 1:
diagonal (

) = matriks diagonal parameter regresi diri lag waktu 1

,…,

diagonal (

) = matriks diagonal parameter ruang-waktu lag spasial 1

,…,

dan lag waktu 1 ( )~ (0,

jadi persamaan (1) dapat ditulis :

=

)(

(

)=Φ
Φ

( )

(

,…,Φ
( )

Φ
( )
=


()
0

a.

)(

) (

( )





− 1) + Φ

( − 1) +

( )

Φ
+ ⋮
0

) untuk i = 1, 2, …, n

0

( )
Φ




(

Φ

)

( )

( − 1)

( − 1)

( )

0

( )
Φ

( )
(
) (

,…,Φ







( )

)(

( )

( )

( )

− 1) +

(

( − 1) + ( )

( − 1)
+

( − 1)



( )

)(

Pendugaan Metode Kuadrat Terkecil pada Model GSTAR Orde 1

)(3)

()

( )

Penaksir parameter model GSTAR dapat dilakukan dengan menggunakan
metode

kuadrat

terkecil

dengan

cara

meminimumkan

jumlah

kuadrat

simpangannya.
Jika jumlah pengamatan Zi(t), t = 0, 1, …, T, untuk lokasi i = 1, 2, …, n
dengan
( )=

( )

maka model untuk lokasi ke-i dapat ditulis dengan :
dimana
=

=(

(1)
(2)
,

( )

,
=

=

)′

(0)
(1)

( − 1)

+

(0)
(1)
,

( − 1)

=

(1)
(2)

( )

Sehingga persamaan model untuk semua lokasi secara serentak mengikuti
struktur model linear

=

+

dengan

= ( ′, … ,



),

=

(

,…,

),

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

28

= ( ′,…

′ ′

),

parsialnya



=(

=



,…,

)′. Untuk setiap i = 1, 2, …, n, maka model liniear

dengan kuadrat terkecil parameter

+

untuk masing-

masing lokasi dapat dihitung secara terpisah. Nilai dari penduga tergantung pada
( )=∑

nilai-nilai Zt pada lokasi yang lain, karena

( ).

Untuk tujuan teoritis selanjutnya akan dibawa kedalam struktur tambahan
untuk memisahkan bobot

dari variabel random Zi(t). untuk setiap i = 1, 2, …,n

didapatkan :



0

=

0
,

kemudian Xi dapat ditulis dengan :


[ (0)

=

(1) …

( ⨂ [ (0)

=

dimana M = diag (Mi, …, Mn).
dapat


=(

disimpulkan
=

,



,

,

bahwa
,…,

,

( − 1)]

demikian juga dengan :





0

1
0



(1)

(4)

( − 1)])

menandakan matriks blok dengan aijB.

penduga
,



0

kuadrat

terkecil

untuk

)′ Cukup baik pada persamaan umum

dengan X dan u yang diuraikan diatas. Selain itu dapat ditentukan

sendiri bahwa matriks X’X adalah nonsingular, sehingga persamaan (4)
mengikuti hal tersebut, yaitu :


=


=

( ⨂

( − 1) ( − 1)′ )

(

( ( − 1) ( )′ ))

dimana vec(.) merupakan tumpukan kolom dari matriks. Hal ini dibatasi oleh
prilaku dari


yang sepenuhnya dipengaruhi oleh
( − 1) ( − 1)′ dan ∑

( − 1) ( ) ′ )

Struktur data yang diguakan untuk penelitian ini adalah :
( ) = Φ Z(t − 1) + Φ W ( ) Z(t − 1) + e(t)

Misalkan terdapat 3 lokasi, maka :

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

29

( )
() =
()

dengan

0
0

=

0
+

( )=∑

0

0
0

( − 1)
( − 1)
( − 1)

0
0

0

0

( − 1)
( − 1) +
( − 1)








b.



⎥ dan




=

0

{
{
{

0

( − 1)
( − 1) +
( − 1)

0

( − 1) +
( − 1) +
( − 1) +

( − 1)}
( − 1)} +
( − 1)}

( ), maka unsur data tersebut menjadi :

( − 1) 0 0
()
() = 0
( − 1) 0
()
( − 1)
0 0
Sehingga : Y =

0
0

( )
( ) ,
( )


( − 1) 0 0 ⎢
( − 1) 0 ⎢
0
( − 1) ⎢
0 0





⎥+




()
( )
( )

( )
()
()

()
( )
( )

( − 1) 0 0
( − 1) 0 0
( − 1) 0 ,
( − 1) 0 0
X = 0
( − 1)
( − 1) 0 0
0 0

=

+ .

Pemilihan Bobot Lokasi pada Model GSTAR
Salah satu permasalahan utama pada pemodelan GSTAR adalah pemilihan

atau penentuan bobot lokasi. Terdapat beberapa cara penentuan bobot lokasi yang
sering digunakan dalam aplikasi model GSTAR yaitu :


Bobot Inverse Jarak
Nilai dari bobot invers jarak yang didapatkan dari perhitungan berdasarkan

jarak sebenarnya antar lokasi. Lokasi yang berdekatan mendapatkan nilai bobot
yang lebih besar.
Bobot invers jarak memberikan koefisien bobot yang lebih kecil untuk jarak
yang lebih jauh, demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh untuk lokasi

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

30

dengan jarak yang jauh diduga memiliki keterkaitan antar lokasi yang kecil.
Sebaliknya, untuk lokasi dengan.


Bobot Korelasi Silang
Suhartono dan Subanar (2006) memperkenalkan suatu metode penentuan

bobot baru yaitu dengan menggunakan hasil normalisaasi korelasi silang antar
lokasi pada lag waktu yang bersesuaian. Penggunaan bobot ini pertama kali
diperkenalkan oleh Suhartono dan Atok (2006). Secara umum korelasi silang
antar dua variabel atau antara lokasi ke-i dan ke-j pada lag waktu ke-k ,
( ),

( − ) didefinisikan sebagai :
( )

( )=

Dengan

,

= 0, ±1, ±2, …

adalah kovarians silang antara kejadian di lokasi ke-i dan ke-j
dan

pada lag waktu ke-k,

adalah standar deviasi dari kejadian di lokasi ke-i

dan ke-j. Taksiran dari korelasi silang ini pada data sampel adalah :
( )=



(∑

[ ( )−

[ ( )−

][ ( − ) −

] )(∑

[ ( )−

]

] )

Nilai-nilai korelasi silang pada sampel ini dapat diuji, nilainya sama atau
berbeda dengan 0 (nol). Uji hipotesis atau inferensia statistik itu dapat dilakukan
dengan taksiran interval

( ) ±[

,



]. Selanjutnya penentuan bobot

lokasi dapat ditentukan dengan normalisasi dari hasil inferensia korelasi silang

antar lokasi pada waktu yang bersesuaian tersebut. Proses ini secara umum
menghasilkan bobot lokasi untuk model GSTAR (11) sebagai berikut :
=∑

|

( )

( )|

, dengan ≠ dan bobot ini memenuhi ∑

Kriteria Pemilihan Model Terbaik

= 1.

Akaike’s Information Criterion (AIC) dan nilai Root Mean Squared Error
(RMSE) akan digunakan dalam proses pemilihan model terbaik. Berikut ini
dijelaskan masing-masing kriteria pemilihan model terbaik.
Salah satu kriteria pemilihan dalam penentuan model terbaik pada training
adalah Akaike’s Information Criterion (AIC). Model terbaik adalah model dengan
nilai AIC paling kecil. Berikut cara perhitungan nilai AIC :

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

31

( ) = log det (

~

( )) +

2

Log adalah notasi logaritma natural, det (.) merupakan notasi determinan ,
dan ∑~( ) =





adalah matriks taksiran kovarian residual dari model

VAR(p), T merupakan banyak observasi dan K merupakan jumlah parameter
dalam model.
Root Mean Squared Error ( RMSE ) adalah ukuran perbedaan antara nilai
prediksi dari model atau penaksir dengan nilai sebenarnya dari observasi. RMSE
digunakan untuk memperoleh gambaran keseluruhan standar deviasi yang muncul
saat menunjukkan perbedaan antara model, atau hubungan yang dimilki. Untuk
mengetahui besarnya nilai RMSE, dapat digunakan rumus sebagai berikut :
=√

=

1

(



)

Dengan M merupakan banyak data ramalan yang digunakan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

32

DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data aplikasi titik panas
yang mengindikasikan terjadinya kebakaran hutan di Riau, yaitu banyaknya
jumlah titik panas untuk setiap bulan di setiap kabupaten di Riau. Data ini adalah
data jumlah titik panas dari enam kabupaten di provinsi Riau yang mempunyai
jumlah titik panas tertinggi setiap tahunnya, yaitu kabupaten Bengkalis, Rokan
Hulu, Rokan Hilir, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Pelalawan. Data diambil
dari tahun 2007 sampai 2011 pada bulan Februari sampai bulan Agustus setiap
tahunnya.
Data titik panas diperoleh dari hasil rekaman satelit NOAA AVHRR
(National Oceanic Atmospheric Administration-Advance Very High Reswolution
Radiometer) diperoleh dari Departemen Kehutanan. Pemantauan kebakaran hutan
dilakukan berdasarkan hasil citra NOAA AVHRR yang dipresentasikan dalam
data titik panas. Penetapan titik panas dari citra NOAA ini didasarkan pada satu
nilai batas ambang (threshold).
Metode
Tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 1 dan dijabarkan secara rinci sebagai berikut :
1. Data jumlah titik panas kebakaran hutan di setiap kabupaten di Riau
Data jumlah titik panas yang dikumpulkan yaitu data jumlah titik panas per
hari untuk setiap kabupaten. Dari data per hari tersebut dapat dihitung data per
minggu dan dapat digunakan sebagai data untuk analisis selanjutnya.
2. Eksplorasi data
Melakukan eksplorasi data untuk dapat melihat gambaran secara umum tentang
statistik deskriptif data jumlah titik panas mingguan di setiap kabupaten dari
tahun 2007-2011. Dari hasil deskripsi data juga dapat diketahui secara jelas
pola jumlah titik panas kebakaran hutan mingguan di setiap kabupaten.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

33

Data jumlah hotspot
di setiap Kabupaten

Eksplorasi data

Tidak

Apakah data
stasioner ?

Transformasi / pembedaan

Ya

Penentuan orde GSTAR

Estimasi parameter model
dengan Penerapan bobot invers

Pengujian asumsi residual

Estimasi
parameter
model
dengan Penerapan bobot korelasi

Pengujian asumsi residual

Penarikan kesimpulan
Gambar 1. Diagram alur tahapan analisis data
3. Memeriksa data-data tersebut stasioner atau tidak, jika tidak stasioner maka
dilakukan transformasi atau pembedaan
Kestasioneran data merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam pemodelan
deret waktu. Ada dua kestasioneran yang harus dipenuhi yaitu data harus
stsioner dalm rataan dan ragam . jika data tidak stasioner dalam rataan maka
akan dilakukan pembedaan data. Sedangkan jika data tidak stasioner dalam
ragam maka dilakukan transformasi.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

34

4. Menentukan orde GSTAR
Penentuan orde GSTAR dihitung dari nilai AIC yang diambil adalah nilai AIC
yang mempunyai nilai paling kecil. Ordo model adalah pada lag berapa masih
terdapat pengaruh yang nyata dari salah satu peubah (deret) terhadap deret
lainnya.
5. Pendugaan parameter model GSTAR
Mendapatkan model GSTAR tiap kabupaten untuk masing-masing bobot lokasi
yaitu bobot lokasi invers jarak dan bobot lokasi menggunakan hasil
normalisaasi korelasi silang antar lokasi pada lag waktu yang bersesuaian,
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.
6. Pengujian Asumsi galat
Melakukan uji asumsi galat dari model yang diperoleh untuk masing-masing
bobot lokasi. Asumsi galat yang harus dipenuhi dalam pengujian ini adalah
white noise dan berdistribusi normal ganda.
7. Menarik kesimpulan
Menentukan model terbaik berdasarkan nilai dari RMSE, model yang terbaik
adalah yang mempunyai nilai RMSE yang paling kecil.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

35

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

36

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Penelitian ini diawali dengan melihat ketergantungan antar lokasi dan
waktu. Lokasi-lokasi dalam penelitian ini saling berhubungan, hal ini ditunjukkan
dengan nilai korelasi yang nyata. Hasil korelasi antar lokasi selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan untuk ketergantungan terhadap waktu dapat
dilihat pada Lampiran 2. Plot CCF menunjukkan bahwa adanya korelasi antara
jumlah data titik panas pada waktu-t dalam lokasi-lokasi tertentu, ini dapat dilihat
dari plot CCF yang mempunyai pola yang hampir sama pada setiap lokasi.
Data jumlah titik panas dalam penelitian ini adalah data jumlah titik panas
pada 6 kabupaten di Provinsi Riau selama periode 2007 - 2011 pada musim
kemarau (Februari sampai Agustus) setiap tahunnya. Deskripsi data secara
statistik dapat dilihat pada Gambar 2.
Time Series Plot of data hotspot
Bengkalis

400
200

Rohil

jumlah hotspot

Rohul

200

0

200

Inhu

Inhil

200

400
0

0

400

200
0

0

400

400

400
200
0

Pelalawan

minggu

Gambar 2. Plot deret waktu jumlah hotspot kebakaran hutan per minggu
Gambar 2 memperlihatkan bentuk pola data jumlah titik panas kejadian
kebakaran hutan di enam kabupaten di Provinsi Riau selama dari tahun 2007-2011
sesuai runtun waktu pada masing-masing kabupaten. Untuk analisis selanjutnya

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

37

jumlah titik panas pada masing-masing kabupaten disebut peubah. Z1 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Bengkalis, Z2 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Rokan Hulu, Z3 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Rokan Hilir, Z4 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Indragiri Hulu, Z5 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Indragiri Hilir, Z5 peubah
untuk jumlah titik panas kebakaran hutan di kabupaten Pelalawan. Keenam
peubah memiliki pola yang hampir sama yaitu mengalami kenaikan serta
penurunan pada waktu yang hampir sama.
Dari Gambar 2 juga terlihat bahwa secara visual pola data relatif fluktuatif.
Untuk mengetahui kondisi kestasioneran data maka perlu dilakukan identifikasi
terhadap kestasioneran data.
Tabel 1 memberikan informasi bahwa rata-rata jumlah hotspot pada setiap
kebupaten berbeda. Rata-rata tertinggi terdapat pada peubah Z3 (kabupaten Rokan
Hilir) yaitu sebanyak 17 titik api dengan jumlah tertinggi sebanyak 392 titik panas
yang terjadi pada minggu ke 87 dan jumlah titik api yang terendah adalah
sebanyak 0 titik panas yang terjadi beberapa minggu sepanjang tahun. Sedangkan
rata-rata jumlah titik panas terendah terdapat pada peubah Z2 (kabupaten Rokan
Hulu) dan peubah Z5 (kabupaten Indragiri Hilir) yaitu masing-masing dengan
rata-rata sebanyak 4 titik api. Peubah yang mempunyai ragam paling besar yaitu
pada peubah Z3.
Tabel 1. Statistik deskriptif jumlah data hotspot kebakaran hutan
Peubah

Rata-rata

Simpangan baku

Minimum

Maksimum

Z1

14.78

37.78

0

340

Z2
Z3
Z4
Z5
Z6

4.48
17.61
8.48
4.6
10.39

12.23
54.68
24.15
10.37
24.35

0
0
0
0
0

116
392
170
76
167

Statistik

deskriptif

memberikan informasi

mempunyai

peranan penting

khususnya

dalam

mengenai gambaran secara umum terhadap jumlah

hotspot mingguan di setiap kabupaten dari tahun 2007-2011. Dari hasil deskripsi
dapat dilihat jumlah hotspot kebakaran hutan mingguan di setiap kabupaten.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software
http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

38

Pada Gambar 2 dapat dilihat plot data jumlah hotspot di kabupaten
Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hilir. Jumlah titik api di Kabupaten Bengkalis
tertinggi terlihat pada minggu-minggu awal dan antara minggu ke 50 dan minggu
ke 100. Sedangkan untuk kabupaten Rokan Hilir jumlah titik api tertinggi juga
terdapat pada minggu-minggu awal serta antara minggu ke 50 dan minggu ke 100,
namun jumlah titik api tertinggi terjadi antara minggu ke 50 dan minggu ke 100.
Jumlah titik api di Kabupaten Rokan Hulu tertinggi terlihat antara minggu
ke 50 dan minggu ke 100. Sedangkan untuk kabupaten Indragiri Hulu jumlah titik
api tertinggi terdapat pada minggu-minggu awal serta antara minggu ke 50 dan
minggu ke 100, namun jumlah titik api tertinggi terjadi antara minggu pertama
dan minggu ke 50.
Jumlah titik api di Kabupaten Indragiri Hilir tertinggi terlihat antara minggu
25 sampai dengan minggu ke 100. Sedangkan untuk kabupaten Pelalawan jumlah
titik api tertinggi terdapat pada minggu-minggu awal serta antara minggu ke 50
dan minggu ke 100 dan jumlah titik api terting