Karakteristik Dan Genesis Vertisol Hitam Dan Merah Di Kabupaten Jeneponto

KARAKTERISTIK DAN GENESIS VERTISOL HITAM
DAN MERAH DI KABUPATEN JENEPONTO

NIRMALA JUITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik dan Genesis
Vertisol Hitam dan Merah di Kabupaten Jeneponto adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Nirmala Juita
NRP A151130021

RINGKASAN
NIRMALA JUITA. Karakteristik dan Genesis Vertisol Hitam dan Merah di
Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SUDARSONO.
Vertisol merupakan tanah dengan kandungan klei tinggi dengan ciri khas
mengembang dan mengerut secara periodik. Salah satu faktor yang menarik dari
Vertisol untuk diteliti selain pengelolaan kesuburan tanah adalah adanya variasi
warna yang dijumpai, Vertisol dapat bervariasi dari warna kelabu sampai coklat
dan merah kecoklatan. Berbagai faktor yang mempengaruhi adanya variasi warna
pada Vertisol diantaranya adalah topografi dan bahan induk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui karakteristik fisik, kimia
dan mineralogi Vertisol hitam dan merah, (2) mengetahui genesis dan faktorfaktor yang berpengaruh pada pembentukan warna Vertisol dan (3)
mengklasifikasikan Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto menurut
Soil Survey Staff sampai kategori famili.
Lokasi penelitian didasarkan pada perbedaan warna dan lereng tepatnya di
Kecamatan Bangkala (profil NH1), Tamalatea (profil NH2) dan Batang (Profil
NM1 dan NMH). Profil NH1 dan NH2 merujuk pada tanah berwarna hitam, profil

NM1 pada tanah berwarna merah dan profil NMH merupakan tumpang susun
warna. Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yakni tahap pertama adalah
penelitian lapang yang meliputi pengamatan profil tanah yang telah ditetapkan
yakni sifat morfologi tanah, bahan induk, bentang lahan, drainase dan penggunaan
lahan. Tahap kedua adalah analisis sampel tanah di laboratorium yang meliputi
sifat fisik tanah, kimia tanah serta mineralogi tanah dan tahap ketiga adalah
analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik fisik
dan morfologi antara Vertisol hitam dan merah yang signifikan dapat dilihat pada
warna dan struktur, sedangkan perbedaan karakteristik kimia terdapat pada
perbedaan kadar CaCO3, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa yang disebabkan
oleh batuan induk yang berbeda antara tanah berwarna hitam dengan tanah
berwarna merah dan tumpang susun warna serta kandungan Fe, Mn dan Al
kristalin, amorf dan bahan organik yang disebabkan oleh kelembaban tanah dan
jenis mineral klei.
Perbedaan komposisi mineral tanah berwarna hitam (profil NH1 dan NH2)
dengan tanah berwarna merah (profil NM1) dan tumpang susun warna (profil
NMH) terletak pada mineral kalsit, montmorillonit, haloisit, goetit dan hematit.
Profil NH1, NH2 dan NM1 memiliki mineral kalsit dan montmorillonit,
sedangkan profil NMH memiliki mineral magnetit, sanidin, haloisit, goetit dan

hematit.
Tanah yang berada pada semua profil terbentuk dari batuan yang berada di
bawahnya, seperti Vertisol hitam terbentuk dari batuan sedimen karbonat, Vertisol
merah dan tumpang susun warna terbentuk dari batuan sedimen non-karbonat. Hal
ini terlihat dari batuan yang telah mengalami pelapukan menjadi bahan induk baik
itu pada batuan induk sedimen karbonat maupun pada batuan induk sedimen nonkarbonat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap warna tanah yang bervariasi
adalah topografi dan bahan induk.

Tanah di lokasi penelitian termasuk Vertisol. Berdasarkan Soil Survey Staff
(2014), profil NH1 dan NH2 diklasifikasikan sebagai Typic Haplusterts, halus,
montmorillonitik, isohipertermik, sedangkan profil NM1 dan NMH
diklasifikasikan sebagai Chromic Haplusterts, halus, campuran (montmorillonitik
dan haloisit), isohipertermik.
Kata kunci: warna tanah, vertisol, mengembang-mengerut, montmorillonit

SUMMARY
NIRMALA JUITA. Characteristics and Genesis of black and red Vertisols in the
Jeneponto Regency. Supervised by ISKANDAR and SUDARSONO.
Vertisol is a soil which contain a high level of clay, swells and shrinks
periodic. An interesting factor to be studied apart from Vertisols soil fertility

management is the color variations encountered. Vertisols can be classified by the
color from gray to brown and brownish red. Some factors affect the color
variations on Vertisols. There are topography and parent material.
The purpose of this research were to (1) Investigate the physical, chemical
and the mineralogy characteristic of the black and red Vertisols, (2) Study the
genesis and factors that influence the color formations of the Vertisols and (3)
Classify the black and red Vertisol in Jeneponto according to the Soil survey Staff
to the family category.
The Location of this research was based on the difference in color and slope
precisely in Bangkala District (NH1 profile), Tamalatea District (NH2 profile) and
Batang District (NM1 and NMH Profiles). Profiles NH1 and NH2 refers to the
black soil, while the profile NM1 refer to the red soil and profile NMH was
overlaying colors. This study was divided into three stages, the first stage was a
research field that includes observation of the soil profile. The soil profile
observation in this study focus on the morphological characteristics of the soil, the
parent material, landscape, drainage and land using. The second stage was the
analysis of the soil samples in the laboratory which include the soil physical
properties, soil chemistry and mineralogy of soil and the last stage was data
analysis.
The results showed there were differences in physical characteristics and

morphology between black and red Vertisol which significantly can be seen in the
color and structure. The difference in chemical characteristics were the varying
levels of CaCO3, cation exchange capacity, base saturation due to a different
parent material between black & red soil and overlaying colors. While the
difference content between Fe, Mn, Al crystalline, amorphous and organic matter
due to the soil moisture and mineral types of clay.
The Differences in the mineral composition of black soil (NH1 and NH2
profiles) with red soil (NM1 profile) and overlaying colors (NMH profile) was
located in the mineral calcite, montmorillonite, halloysite, goethite and hematite.
NH1, NH2 and NM1 profiles have the mineral calcite and montmorillonite,
whereas profile NMH have the mineral magnetite, sanidin, halloysite, goethite and
hematite.
Soil which located in all profiles were formed from rock beneath it, such as
black vertisol which formed from carbonate sedimentary rock, while red vertisol
and overlaying colors were formed from non-carbonate sedimentary rock. It can
be seen from the rocks have experienced weathering into parent material both in
carbonate sediments and non carbonate sediments materials. The topography and
parent material were the factors that affect the variety of soil color.
Soil in the sites of this study included Vertisol. Based on Soil Survey Staff
(2014), profiles NH1 and NH2 which were classified as Typic Haplusterts, smooth,

montmorillonitik, isohipertermik, while the NM1 and NMH profiles were

classified as Chromic Haplusterts, smooth, mix (montmorillonitik and halloysite),
isohipertermik.
Keywords: soil color, vertisol, shrink-swell, montmorillonite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISTIK DAN GENESIS VERTISOL HITAM
DAN MERAH DI KABUPATEN JENEPONTO

NIRMALA JUITA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Suwardi, MAgr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ialah karakteristik dan genesis
Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Iskandar dan Prof Dr Ir Sudarsono,

MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran selama
penulis melaksanakan penelitian hingga menjadi suatu bentuk karya ilmiah. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua tercinta, ayahanda Abdullah, SH
dan ibunda Hj. Marniati Pakki serta kepada mertua tercinta ayah H.Syafaruddin Dewa
dan Hj. Nurhayati Samad. Terima kasih penulis haturkan pula kepada suami tercinta
Khairul ikhwan, SP atas segala kasih sayang dan kesabarannya dalam mendampingi
penulis yang tak ternilai harganya. Kepada saudara tercinta Laila Qadrianti, SE (kakak)
serta Rahmat Wirawan, ST (adik) dan Mufti Adhiguna (adik) atas segala doa dan kasih
sayang yang tulus dan tak ternilai harganya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada tim survei yang telah membantu dalam pengambilan sampel
tanah Ryan, David, Jo, dan Jun. Terima kasih kepada Rumana IPB SulSel atas segala
kebersamaannya di tanah rantau. Terima kasih kepada sahabat Nurmaranti Alim, Prilly
Eka Putri, Nur Aida dan Mariana Lusia Resubun yang selama ini selalu setia dalam
mendampingi penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ditjen
Dikti atas pemberian beasiswa selama menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada laboran Departemen Ilmu Tanah
dan SumberDaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Teman-teman Ilmu Tanah SPs IPB
angkatan 2013 atas kebersamaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
adik Caca, Fida dan Niar atas segala perhatian yang tulus. Ungkapan terima kasih
penulis sampaikan khusus kepada teman sekaligus kakak seperjuangan Kurniati,

SP.M.Si. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Agroteknologi
Tanah SPs IPB 2013 yang telah banyak membantu selama penyelesaian tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Nirmala Juita

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia
Sifat Mineralogi
Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Pelapukan Tanah

3
3

4
5
6

3 KEADAAN UMUM LOKASI
Letak Geografis dan Administrasi
Kondisi Iklim

7
7
7

4 METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Alat dan Bahan
Metode
Analisis Tanah

12
12
12
12
13

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi dan Fisik Tanah
Karakteristik Kimia
Mineralogi Tanah
Genesis Tanah
Pembahasan Umum
Klasifikasi Tanah

15
15
19
25
25
27
28

6 SIMPULAN

30

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Data iklim bulanan daerah penelitian
Sifat-sifat tanah yang ditetapkan dan metode analisis
Hasil analisis sifat fisik profil tanah di lokasi penelitian
Hasil analisis kimia profil tanah di lokasi penelitian
Hasil analisis kimia Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik
Komposisi mineral pada setiap profil di lokasi penelitian
Klasifikasi tanah pada Vertisol hitam, merah dan tumpang susun warna

8
14
18
20
24
25
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Peta administrasi Kabupaten Jeneponto
Peta lereng Kabupaten Jeneponto
Peta geologi dan lokasi profil Kabupaten Jeneponto
Hubungan antara kadar klei total dengan permeabilitas tanah
Hubungan antara kadar klei halus dengan COLE
Hubungan antara kadar klei total dengan nilai KTK tanah
Analisis XRD mineral klei dan pasir pada setiap profil
Analisis XRD mineral klei dan pasir pada profil NM2 dan NMH
Profil dan bentang lahan NH1
Profil dan bentang lahan NH2
Profil dan bentang lahan NM1
Profil dan bentang lahan NMH
Profil dan bentang lahan NM2
Profil dan bentang lahan NHM

9

10
11
17
19
22
26
36
43
43
46
46
49
49

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis sifat fisik pada profil NM2 dan NHM
2 Analisis sifat kimia pada profil NM2 dan NHM
3 Analisis kimia Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik profil
NM2 dan NHM
4 Kadar Fe, Al dan Mn hasil ekstraksi DSB, Oksalat dan Piroposfat profil
NM2 dan NHM
5 Komposisi mineral pada profil NM2 dan NHM
6 Analisis sifat fisik dan kimia profil di lokasi penelitian
7 Kadar Fe, Mn dan Al hasil ekstraksi DSB, oksalat dan pirofosfat
8 Penetapan nilai COLE
9 Penetapan nilai KTK klei
10 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NH1
11 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NH2
12 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NM1
13 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NMH
14 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NM2
15 Deskripsi profil tanah dan penampang profil NHM

34
34
35
35
33
34
35
36
37
38
40
41
43
44

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Vertisol merupakan tanah dengan kandungan klei yang tinggi. Dudal (1965)
menyatakan bahwa terdapat kira-kira 257 juta ha tanah di dunia yang tergolong
Vertisol dengan klei berwarna gelap. Pemberian nama Vertisol diusulkan oleh
Soil Survey Staff (1975), dimana istilah Vertisol menunjukkan pencampurbalikan
tanah yang lebih ditekankan pada sifat-sifat yang menyebabkan pengerutan,
pengembangan, pedoturbasi, hubungan air-tanah dan lain sebagainya. Ciri khas
Vertisol yakni adanya proses mengembang dan mengerut secara periodik yang
menyebabkan terbentuknya slickenside.
Salah satu faktor yang menarik dari Vertisol untuk diteliti selain
pengelolaan kesuburan tanah adalah adanya variasi warna yang dijumpai.
Vertisol dapat bervariasi dari kelabu sampai coklat dan merah kecoklatan.
Agusman (2006) telah melakukan penelitian tentang peralihan warna tanah
Vertisol di atas formasi karst Gunung Kidul Yogyakarta. Dari hasil penelitian
tersebut ditemukan adanya korelasi antara Vertisol warna hitam dan Vertisol
merah yaitu Vertisol warna hitam memiliki kapasitas pertukaran kation dan
kejenuhan basa tinggi, sedangkan Vertisol warna merah memiliki kapasitas
pertukaran kation dan kejenuhan basa rendah serta ditemukan adanya mineral
campuran montmorillonit-kaolinit.
Beberapa ahli mengemukakan beberapa pendapat penyebab keragaman
warna tanah pada Vertisol. Van de Weg (1987) menyatakan batuan induk
berpengaruh terhadap adanya variasi warna Vertisol. Penyimpangan warna hitam
yang nyata terbentuk pada endapan pantai, sungai dan endapan delta di daerahdaerah tropika basah, warna kelabu sampai coklat dan merah kecoklatan
berkembang dari material aluvial baru.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyanto dan Surono (2009) menunjukkan
batuan yang mengandung unsur besi yang relatif tinggi menghasilkan warna tanah
hitam, sedangkan batuan yang mengandung besi relatif sedikit justru
menghasilkan tanah-tanah merah. Mulyanto dan Surono (2009) juga menyatakan
bentuk topografi berpengaruh terhadap pembentukan golongan warna tanah.
Topografi yang mempunyai relief berombak cenderung membentuk tanah merah,
sedangkan topografi yang datar akan membentuk tanah hitam.
Daerah Kabupaten Jeneponto yang memiliki kondisi iklim kering, umumnya
didominasi oleh Vertisol dengan tekstur tanah dominan klei serta penampakan
tanah yang mengembang pada saat basah dan mengerut pada saat kering. Vertisol
di daerah ini kurang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, meskipun dari segi
kimia kesuburan tanah memiliki potensi yang baik karena Vertisol tergolong
tanah relatif kaya akan hara yang mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi
dengan kapasitas pertukaran kation yang tinggi dan pH netral (Deckers et al.
2001). Vertisol yang sering ditemui di daerah ini adalah Vertisol berwarna hitam,
namun juga ada yang berwarna merah, sehingga hal ini perlu untuk diteliti
mengenai perkembangan karakteristik Vertisol berwarna hitam dan merah di
daerah Jeneponto tersebut.

2

Masalah Penelitian
Sifat khas yang dimiliki oleh Vertisol seperti mengembang pada saat basah
dan mengerut pada saat kering serta adanya variasi warna dan tumpang susun
warna dengan tekstur yang dominan klei membuat kegiatan masyarakat
khususnya kegiatan pertanian di daerah Jeneponto kurang produktif. Pengelolaan
tanah akan berhasil dengan baik oleh seberapa jauh mengenal ciri dan sifat dari
tanah tersebut seperti sifat fisik, kimia, mineralogi dan morfologi tanah. Adapun
permasalahan yang dapat dikaji dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik fisik, kimia dan mineralogi Vertisol hitam dan merah
di Kabupaten Jeneponto?
2. Bagaimana genesis dan faktor-faktor apa yang berpengaruh pada pembentukan
warna Vertisol di Kabupaten Jeneponto?
3. Bagaimana klasifikasi tanah Vertisol di Kabupaten Jeneponto menurut Soil
Survey Staff 2014?

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan mineralogi Vertisol hitam dan
merah di Kabupaten Jeneponto.
2. Untuk mengetahui genesis dan faktor-faktor yang berpengaruh pada
pembentukan warna Vertisol di Kabupaten Jeneponto.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Vertisol merah dan hitam menurut Soil Survey
Staff.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi berupa pengetahuan
tentang karakteristik dan genesis Vertisol hitam dan merah di Kabupaten
Jeneponto, sehingga dapat diterapkan pengelolaan yang tepat terutama untuk
kegiatan pertanian yang lebih produktif.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia
Beberapa sifat morfologi, fisik dan kimia yang umumnya dijumpai pada
Vertisol diantaranya adalah sebagai berikut:

Warna Tanah
Vertisol memiliki warna tanah yang bervariasi. Pellic Vertisol mempunyai
warna yang agak gelap, sedangkan chromic Vertisol berwarna kecoklatan. Van de
Weg (1987) menemukan warna hitam dan warna merah pada Vertisol di Kenya,
sedangkan Agusman (2006) menemukan peralihan warna tanah dari hitam ke
merah di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Sehgal dan Bhattacharjee (1987) menyatakan bahwa perbedaan warna tanah
pada Vertisol antara Chromusterts dan Pellusterts hanya didasarkan pada kondisi
drainasenya. Chromusterts mempunyai drainase yang lebih baik daripada
Pellusterts.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna tanah, diantaranya adalah
relief/topografi. Topografi yang mempunyai relief landai cenderung membentuk
tanah merah, sedangkan topografi yang datar akan membentuk tanah hitam.
Faktor topografi ini terkait dengan pencucian dan drainase tanah. Lingkungan
yang pencuciannya bagus cenderung mengarahkan terbentuknya golongan tanahtanah merah, sebaliknya yang pencuciannya buruk akan mengarahkan
terbentuknya golongan tanah-tanah hitam (Mulyanto dan Surono 2009).
Menurut Davey et al. (1975) dan Peterschmitt et al. (1996) oksida besi
seperti hematit (Fe2O3) dan goetit (Fe2O3.H2O) merupakan penyebab utama warna
merah dan kekuningan pada tanah. Goetit merupakan penyebab utama warna
kekuningan pada tanah, sedangkan hematit merupakan penyebab warna merah
pada tanah. Warna merah tanah disebabkan oleh oksida-oksida besi yang
teroksidasi dengan baik, sedangkan warna hitam oleh oksida-oksida mangan dan
bahan organik yang terhumifikasi.

Sifat Vertik
Vertisol memiliki sifat khas yaitu bersifat vertik. Tanah dengan sifat vertik
ini merupakan tanah-tanah yang dicirikan oleh adanya retakan-retakan yang lebar
disertai dengan konsistensi tanah yang sangat keras pada musim kemarau. Pada
saat musim hujan, tanah ini akan mengembang. Retakan-retakan tanah tersebut
segera menghilang dan konsistensi tanah berubah menjadi sangat lekat dan sangat
plastis (Mulyanto dan Virgawati 2006).
Sifat vertik digunakan untuk mengelompokkan tanah ini ke dalam ordo
Vertisol dan juga merupakan salah satu kendala dalam pengelolaan dan
penggunaan tanah sehingga menarik banyak ilmuan untuk menelitinya. Beberapa
ilmuwan menyatakan penyebab utama sifat vertik adalah mineral klei
mengembang-mengerut tipe 2:1 montmorillonit yang mendominasi fraksi halus

4

tanah. Ikatan antar lapisan montmorillonit relatif lemah dan mempunyai ruang
antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air pada ruang antar lapisan
ini meningkat dan akan mengerut jika kandungan air pada ruang antar lapisan ini
menurun. Air tidak hanya mengisi ruang antar lapisan montmorillonit, tetapi juga
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel klei. Proses kembang kerut
ini menyebabkan batas horison tanah yang baur karena terjadi pencampuran
antara tanah bagian atas dan tanah bawah (Hardjowigeno 2003).

Sifat Fisik
Secara umum Vertisol mempunyai tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi
klei, kemudian fraksi debu dan yang paling sedikit adalah fraksi pasir. Vertisol
yang berkembang di atas batuan karbonat wilayah Gunung Kidul Yogyakarta juga
memiliki tekstur bervariasi, kandungan fraksi pasir yang berukuran kasar sangat
sedikit, dengan komposisi fraksi pasirnya didominasi oleh pasir halus sampai
pasir sangat halus (Agusman 2006).
Kandungan klei yang tinggi menyebabkan permeabilitas rendah dengan
struktur gumpal bersudut hingga prismatik serta konsistensi keras hingga sangat
keras pada saat kering dan bersifat klei dan lekat saat basah (Van de Weg 1987).

Sifat Kimia
Secara umum Vertisol memiliki sifat kimia yang relatif kaya akan hara.
Umumnya kandungan C-Organik tanah ini kurang dari 2% pada permukaan tanah.
pH Vertisol netral sampai alkalis. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa
tinggi yang biasanya didominasi oleh kalsium, sehingga dari segi kimia Vertisol
mempunyai unsur hara yang tinggi (Van de Weg 1987).
Pada umumnya kapasitas tukar kation tinggi pada Vertisol bukan
disebabkan oleh kandungan bahan organik akan tetapi karena tingginya fraksi klei
dan adanya mineral montmorillonit. Kation dapat ditukar yang dominan adalah Ca
dan Mg, interaksi keduanya sangat berkaitan dengan bahan induk tanah. Jika
tanah berkembang dari metamorfik serta endapan marin, kandungan Mg dapat
ditukar dapat sama besar dengan kandungan Ca dapat tukar, namun yang
berkembang dari bahan berkapur, Ca dapat ditukar lebih tinggi (Ulfiyah 2013).

Sifat Mineralogi
Dixon (1982) menyatakan bahwa umumnya mineral yang terdapat pada
Vertisol didominasi oleh montmorillonit. Kaolinit merupakan mineral yang juga
banyak ditemui pada Vertisol setelah smektit. Montmorillonit terbentuk pada
iklim dengan curah hujan yang rendah dan kaya magnesium serta kalsium dengan
pencucian yang tidak begitu intensif, sehingga secara umum montmorillonit
banyak ditemukan seperti pada Vertisol di Yunani (Moustakas 2011). Beberapa
penelitian pada Vertisol menemukan adanya mineral campuran. Mineral
campuran montmorillonit-kaolinit ditemukan di Kabupaten Gunung Kidul

5

Yogyakarta (Agusman 2006), sedangkan di bagian timur Iran fraksi klei halus
didominasi oleh palygorskite dan klorit, sementara klei fraksi kasar didominasi
oleh illit dan kaolinit (Heidari et al. 2004).

Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Pembentukan suatu jenis tanah ditentukan oleh kerjasama beberapa faktor
yakni iklim, topografi, organisme, waktu dan batuan induk. Beberapa penelitian
sebelumnya menyatakan pembentukan Vertisol dipengaruhi oleh adanya iklim
kering, bahan induk bersifat alkalis dan terdapat pada topografi datar (Ulfiyah
2013). Kabupaten Jeneponto memiliki iklim dengan musim kering yang tegas,
bahan induk umumnya berupa bahan sedimen dan bersifat alkalis serta memiliki
wilayah dengan topografi datar hingga bergelombang memungkinkan
terbentuknya Vertisol. Berikut ini adalah ulasan terhadap beberapa pustaka yang
berkaitan dengan faktor-faktor pembentuk tanah yang berpengaruh terhadap
pembentukan Vertisol.

Bahan Induk
Bahan induk merupakan salah satu faktor pembentuk Vertisol. Vertisol
khususnya berkembang pada material alluvial di daerah-daerah datar. Di India
Barat, Vertisol banyak berkembang pada abu vulkanik bertekstur halus kaya
feldspar yang telah mengeras seperti tuf yang merupakan endapan-endapan yang
terbentuk di daerah vulkanik yang lebih kering. Vertisol juga dapat terbentuk pada
endapan-endapan lakustrin (Lopulisa 2004).
Prasetyo (2007) menyatakan bahwa ada beberapa bahan induk pembentuk
Vertisol, diantaranya adalah alluvium napal, batukapur, volkan andesitik dan
dasitik yang tergolong pada bahan mudah lapuk, serta endapan banjir dan
lakustrin yang ukuran butirnya sudah halus.

Topografi
Bentuk topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah. Topografi
dapat mempengaruhi drainase dan jumlah air hujan yang meresap atau yang
ditahan oleh tanah. Warna tanah umumnya lebih merah di daerah berlereng
daripada daerah datar. Tanah-tanah merah biasanya banyak mengandung kaolinit,
sedangkan tanah-tanah hitam banyak mengandung montmorillonit. Pencucian
silika dan basa-basa dari lereng atas ke lembah-lembah yang diikuti dengan
pembentukan montmorillonit di tempat berdrainase buruk tersebut adalah proses
pembentukan Vertisol (Hardjowigeno 2003).

Iklim
Faktor iklim merupakan faktor pembentuk tanah yang dominan terhadap
pembentukan Vertisol. Vertisol dapat terbentuk karena adanya musim kering
dalam setiap tahun meskipun lamanya musim kering tersebut bervariasi.

6

Iklim sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Di daerah dengan
bulan-bulan kering yang nyata maka proses pembentukan tanah pada bulan kering
lebih lambat dibandingkan pada bulan basah. Daerah tropika kering regim
kelembaban (Ustik) banyak ditemukan toposekuen yang terdiri dari tanah merah
(Alfisol) dan tanah hitam (Vertisol).
Deskripsi sifat morfologi tanah memperlihatkan adanya sifat retak pada
bagian permukaan tanah sampai pada kedalaman tertentu. Sifat retak ini hanya
terbentuk pada saat kering, tapi pada saat basah tanah tersebut akan menutup
kembali, sehingga tanah seperti ini umumnya terdapat pada daerah yang
mempunyai perbedaan curah hujan yang nyata. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Sehgal dan Bhattacharjee (1987) yang menyatakan bahwa tingginya koefisien
mengembang mengerut mineral pada Vertisol menghasilkan perubahan volume
tiga dimensi selama pergantian basah dan kering, dan proses ini sangat
dipengaruhi oleh iklim lingkungan.

Waktu
Lopulisa (2004) menyatakan bahwa berdasarkan perkembangan profil,
Vertisol merupakan tanah-tanah yang masih muda karena (1) banyak Vertisol
yang berkembang pada bahan induk berumur muda, (2) pedoturbasi yang
berlangsung secara bilateral dan vertikal membatasi perkembangan alami horisonhorison tanah dan pada sejumlah kondisi dapat mengaburkan tanda-tanda
pencucian, perbedaan tingkat pelapukan dan pembentukan agregat tanah di
berbagai profil dan (3) tingkat pelapukan dan perkembangan profil yang lambat
akibat iklim yang agak kering serta curah hujan yang rendah dan nyata.
Pelapukan Tanah
Pelapukan adalah penghancuran fisik dan kimia dari batuan, karena mineralmineral dalam batuan tersebut tidak dalam keadaan keseimbangan dengan suhu,
tekanan dan kelembaban yang ada. Pelapukan sudah dimulai sebelum proses
pembentukan tanah terjadi, dan berjalan terus selama proses pembentukan tanah
berlangsung sampai tidak ada lagi bahan-bahan yang dapat dilapuk. Pelapukan
dapat terjadi baik di bawah solum (geochemical weathering) ataupun di dalam
solum (pedochemical weathering) yaitu terjadi pada horison A dan B
(Hardjowigeno 2003).
Penilaian terhadap tingkat pelapukan dan tingkat perkembangan tanah dapat
dinilai dari segi mineralogi, fisik dan kimia tanah. Akan tetapi, umumnya
penilaian tingkat perkembangan tanah secara morfologi lebih banyak dilakukan
dengan melihat perkembangan horison genetiknya atau kelengkapan horison
genetik dan proses pedogenesisnya. Menurut Lopulisa (2004), terdapat dua
penyebab utama terjadinya pedoturbasi pada Vertisol. Pertama adalah akibat
tekanan muai pada pembasahan dan pemisahan komponen tekanan horisontal dan
vertikal. Kedua adalah konsep “self-swallowing” yaitu bahan-bahan dari
permukaan tanah secara berkelanjutan masuk ke dalam subsoil melalui rekahan
yang justru meningkatkan volume sub soil pada kedalaman tersebut.

7

3 KEADAAN UMUM LOKASI

Letak Geografis dan Administrasi
Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak antara 5°23’12”- 5°42’1.2”
LS sampai 119°29’12” BT - 119°56’44.9” BT dan secara administrasi berbatasan
di sebelah utara dengan Kabupaten Gowa dan Takalar, sebelah timur dengan
Kabupaten Bantaeng, sebelah barat dengan Kabupaten Takalar dan di sebelah
selatan dengan Laut Flores.
Lokasi penelitian terletak di desa Botongtallua, Kecamatan Bangkala Barat,
desa Bontomarannu, Kecamatan Bangkala, desa Tonrokassi Timur, Kecamatan
Tamalatea dan desa Sarroanging, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto
(Gambar 1). Untuk lebih jelasnya, titik pengambilan sampel penelitian dapat
dilihat pada beberapa peta, diantaranya peta administrasi, peta kelerengan dan
peta geologi Kabupaten Jeneponto (Gambar 1, 2 dan 3).

Kondisi Iklim
Curah Hujan
Ditinjau dari data curah hujan 10 tahun terakhir (2005-2014), daerah
penelitian memiliki distribusi hujan yang sedang dengan rata-rata curah hujan
berkisar ±1000-1600 mm/tahun dan jumlah hujan per bulan yang mencapai 100300 mm/bulan. Data curah hujan daerah penelitian diperoleh dari stasiun Gantinga
yang terletak pada 05o36’53.1 LS dan 119o45’30.4”BT. Untuk tipe iklim,
berdasarkan sistem klasifikasi menurut Oldeman maka daerah penelitian
dikelompokkan ke dalam E3 dengan bulan basah berturut-turut kurang dari 3
bulan dan panjang bulan kering 4-6 bulan (Tabel 1).
Temperatur
Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun klimatologi Gantinga, daerah
penelitian memiliki temperatur rata-rata berkisar 22-25oC dengan temperatur
maksimum berkisar 25-27oC dan temperatur minimum berkisar 21-24oC (Tabel
1). Data temperatur tanah daerah penelitian tidak tersedia sehingga dilakukan
pendekatan pada data temperatur udara tahunan dan perhitungannya
menggunakan Van Wambake (1982) yakni: Temperatur tanah (oC) = temperatur
udara (oC) + 2.5(oC). Data temperatur tanah rata-rata tahunan pada Tabel 1 yaitu
sebesar 26.7oC (lebih besar dari 22oC), sehingga pada Soil Survey Staff (2014),
rejim temperatur tanah daerah penelitian diklasifikasikan ke dalam rejim
temperatur tanah Isohipertermik.

8

Tabel 1 Data iklim bulanan daerah penelitian (2005-2014)
Temperatur Udara
Curah hujan
No
Bulan
(o
(mm)
C)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
Jumlah
Rata-rata

267
214
126
112
124
177
100
29
96
44
84
163
1536
128

24.5
23.4
23.6
24.3
24.2
23.7
22.7
23.6
24.3
24.9
25.6
25
24.2

Temperatur tanah*
(oC)
27.0
25.9
26.1
26.8
26.7
26.2
25.2
26.1
26.8
27.4
28.1
27.5
26.7

Sumber: Sub bagian hidrologi PSDA Makassar, 2015
*Dihitung dengan rumus: Temperatur udara (oC) + 2.5(oC)

Lereng
Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1:180.000 (Bakosurtanal 1999)
kelerengan lokasi penelitian di kecamatan Bangkala tergolong datar (0-3%),
Tamalatea agak datar (3-5%), Bangkala Barat landai (5-8%) dan Batang tergolong
agak miring (8-15%). Hasil peta lereng pada daerah penelitian dapat dilihat
Gambar 2.
Geologi
Berdasarkan peta Geologi skala 1:180.000 (Bakosurtanal 1991) yang
dikeluarkan oleh Puslitbang Daerah Kabupaten Jeneponto, daerah penelitian yang
berada di kecamatan Bangkala Barat termasuk dalam formasi Camba dengan
litologi batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung api, kecamatan
Bangkala dan Tamalatea termasuk dalam formasi Tonasa dengan litologi terdiri
atas batuan gamping, sedangkan kecamatan Batang termasuk dalam formasi
batuan gunung api Lompobattang dengan litologi terdiri atas batuan hasil erupsi
piroklastik, terutama breksi, tufa dan lava. Hasil analisis peta geologi dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Jeneponto
9

10

Gambar 2 Peta Lereng Kabupaten Jeneponto

11

Gambar 3 Peta Geologi dan lokasi profil Kabupaten Jeneponto

12

4 METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian lapang dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi
Selatan, tepatnya di Kecamatan Bangkala Barat (Profil NHM), Bangkala (profil
NH1), Tamalatea (profil NH2) dan Batang (Profil NM1, NM2 dan NMH). Profil
NH1 dan NH2 merujuk pada tanah berwarna hitam, profil NM1 dan NM2 pada
tanah berwarna merah dan profil NMH dan NHM merupakan tumpang susun
warna. Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yakni penelitian lapang yang
meliputi pengamatan profil tanah yang telah ditetapkan yakni sifat morfologi
tanah, bahan induk, bentang lahan, drainase dan penggunaan lahan. Tahap kedua
adalah analisis sampel tanah di laboratorium yang meliputi sifat fisik tanah, kimia
tanah serta mineralogi tanah dan tahap ketiga adalah analisis data. Penelitian
dilakukan pada kurun waktu Februari hingga Agustus 2015.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelengkapan bagi
penentuan titik sampel, pengamatan morfologi tanah, pengambilan sampel tanah
(meteran, pisau lapang, sekop, GPS, dan lain sebagainya) serta peralatan analisis
laboratorium.
Bahan-bahan yang digunakan berupa: sampel tanah dari pengamatan profil
tanah dan sejumlah zat kimia yang digunakan dalam menganalisis sampel tanah.
Data primer diperoleh dari pengamatan lapangan antara lain menyangkut
informasi sekitar lokasi penelitian, informasi tanah dan deskripsi profil tanah.
Data sekunder adalah data yang berhubungan dengan obyek penelitian dari
instansi terkait berupa data iklim Kabupaten Jeneponto selama 10 tahun terakhir,
peta geologi, peta administrasi dan peta lereng Kabupaten Jeneponto.

Metode
Sebelum deskripsi profil, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan
yang meliputi pengumpulan data sekunder (curah hujan dan temperatur) selama
10 tahun terakhir, peta administrasi, peta geologi, dan peta lereng Kabupaten
Jeneponto serta perlengkapan untuk analisis lapang.
Survei pendahuluan dilakukan untuk mengamati keadaan umum lokasi
penelitian, sehingga dari survei ini dapat ditentukan titik pengamatan profil.
Adapun yang diamati melalui survei pendahuluan ini yakni bentang lahan,
penampakan tanah dari segi warna, serta tipe penggunaan lahannya. Untuk
penentuan titik pengamatan profil didasarkan pada warna tanah dan lereng, yakni
2 profil untuk Vertisol hitam (pada lereng datar), 2 profil untuk Vertisol merah
(pada lereng agak miring) dan 2 profil Vertisol dengan tumpang susun warna
merah dan hitam (pada lereng agak miring). Namun, setelah dilakukan

13

pengamatan dan analisis di laboratorium ternyata hanya ada 4 profil yang
memenuhi persyaratan untuk digolongkan ke dalam Vertisol yaitu 2 profil untuk
Vertisol hitam (NH1 dan NH2), 1 profil untuk Vertisol merah (NM1) dan 1 profil
untuk Vertisol tumpang susun warna (NMH). Profil NH1 diambil pada ketinggian
23 mdpl (meter di atas permukaan laut) dengan lereng datar (0-3%), profil NH2
pada ketinggian 40 mdpl dengan lereng agak datar (3-5%), profil NM1 pada
ketinggian 53 mdpl dengan lereng agak miring (8-15%) dan profil NMH pada
ketinggian 35 mdpl dengan lereng agak miring (8-15%)
Dua profil lainnya yang telah diamati pada tanah berwarna merah (NM2)
dan tumpang susun warna (NHM) tidak memenuhi persyaratan ke dalam Vertisol
sehingga data analisis fisik, kimia, mineral dan klasifikasi tanah disajikan pada
Lampiran 1 sampai 6 serta data pengamatan profil disajikan pada Lampiran 15
dan 16. Profil NM2 diambil pada ketinggian 63 mdpl dengan lereng agak miring
(8-15%) dan profil NHM diambil pada ketinggian 66 mdpl dengan lereng landai
(5-8%).

Analisis Tanah
Pengamatan tanah yang dilakukan meliputi sifat morfologi tanah untuk
setiap horison serta analisis sifat-sifat fisik, kimia dan sifat mineralogi tanah.
Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia tanah
Sifat morfologi yang diamati pada penelitian ini adalah: a) solum tanah, b)
warna tanah, c) tekstur, d) struktur, e) konsistensi dan f) batas horison. Selain itu
juga diamati faktor lingkungan seperti lereng, drainase, vegetasi, dan lain
sebagainya. Sifat fisik dan kimia yang dianalisis di Laboratorium adalah sebagai
berikut (Tabel 2).
Sifat Mineralogi Tanah
Analisis sifat mineralogi tanah dilakukan dengan menggunakan X-Ray
Difractometer (XRD). Alat XRD ini digunakan dalam menganalisis fraksi pasir
dan klei dari sampel acak (Unoriented sample). Untuk melihat data peak secara
jelas maka digunakan software Qualx.

14

Tabel 2 Sifat-sifat tanah yang ditetapkan dan metode analisis
No.
Sifat Tanah
Metode/Alat
Sifat Fisik
1
Tekstur (10 fraksi)
Pipet
2
Bobot isi
Gravimetrik
3
Permeabilitas
Constant Head Permeability
4
Nilai COLE
Perbandingan bobot tanah kering oven pada volume
kering oven dengan bobot tanah kering oven pada
volume 1/3 atm.
Sifat Kimia
1
pH (H2O dan KCl)
pH-meter
2
C-Organik
CNS-Analyzer
3
KTK
NH4OAc 1N pH 7.0
4
Ca- dan Mg-dd
NH4OAc 1N pH 7.0, AAS
5
K- dan Na –dd
NH4OAc 1N pH 7.0, Flamephotometer
6
N-Total
CNS-Analyzer
7
C/N ratio
Perbandingan C-organik dengan N-total
8
Kadar CaCO3
Ditetapkan dengan HCl. Kelebihan HCl dititrasi
NaOH 0.1 N
9
Fraksionasi Fe, Mn, Al Ekstrak amonium oksalat 0.2 M pH 3.0, dithionit
sitrat bikarbonat dan pirofosfat
10 Belerang
CNS-Analyzer

15

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Morfologi dan Fisik Tanah
Sifat morfologi tanah merupakan sifat yang diamati secara langsung di
lapangan pada pengamatan profil, sedangkan sifat fisik tanah didasarkan pada
penilaian fisik tanah yang juga merupakan hasil pengamatan sifat-sifat morfologi
di lapangan dan analisis laboratorium. Hasil analisis sifat fisik tanah disajikan
pada Tabel 3.
Horison Tanah
Pada umumnya terdapat perbedaan sifat morfologi antara tanah berwarna
hitam, merah dan tumpang susun warna. Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah
susunan horison tanah, warna tanah, struktur tanah, tekstur dan konsistensi
(Lampiran 11 sampai 14). Susunan horison pengolahan tanah (Ap) umumnya
terdapat pada semua profil dan horison A hanya terdapat pada profil NH1 dan
NH2. Pada tanah berwarna hitam dijumpai adanya horison Bss pada profil NH1
yaitu terdapat slickenside dengan batas antar horison yang baur dan bentuk
topografi berombak dari batas antar horison, sedangkan pada profil NH2 dijumpai
adanya horison BCk yaitu pada horison tersebut terdapat kapur dalam jumlah
yang banyak dengan batas antar horison jelas dengan topografi berombak dari
batas antar horison tersebut.
Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki horison Ap, A dan BC
dengan batas antar horison baur dan topografi berombak, sedangkan pada tanah
tumpang susun warna, profil NMH memiliki horison Ap dan BC dengan batas
antar horison nyata dan topografi tegas dari batas antar horison tersebut.
Warna Tanah
Warna tanah umumnya merupakan salah satu sifat morfologi tanah yang
perbedaannya paling terlihat dengan jelas antara tanah yang satu dengan tanah
yang lainnya. Berdasarkan pengamatan profil di lapangan pada kondisi lembab,
terdapat perbedaan hue, value dan chroma antar profil. Pada tanah berwarna
hitam, warna tanah pada profil NH1 dari horison Ap sampai horison A sama yaitu
10 YR 2/1 (hitam), sedangkan pada lapisan keempat hue menjadi 7.5YR 2.5/1
(hitam). Hal ini disebabkan karena adanya penurunan bahan organik yang terjadi
pada horison tersebut dari 2.17% menjadi 1.51% . Pada profil NH2, warna tanah
pada horison Ap adalah 10 YR 2/1 (hitam) sedangkan pada horison BCk adalah
10 YR 7/2 (kelabu terang) terjadi perubahan value dan chroma dari 2/1 menjadi
7/2 yang disebabkan oleh tanah bersentuhan langsung dengan bahan induk
karbonat.
Pada tanah berwarna merah, horison Ap pada profil NM1 memiliki warna
2.5 YR 4/4 (coklat kemerahan), sedangkan horison A dan horison BC mengalami
perubahan chroma menjadi 2.5 YR 4/6 (merah). Hal ini disebabkan oleh bahan

16

organik yang semakin menurun dari 1.41% menjadi 0.23% serta kadar Fe yang
cukup tinggi pada tanah tersebut.
Pada tanah dengan tumpang susun warna, profil NMH dengan horison Ap
mempunyai warna 5 YR 4/6 (merah kekuningan), sedangkan pada horison BC
mengalami perubahan value dan perubahan chroma menjadi 5 YR 5/2 (kelabu
kemerahan). Pada horison atas, warna tanah lebih terang karena adanya proses
reduksi yang terjadi terhadap penggunaan lahan sawah.
Dari perbedaan warna tanah tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan
mencolok antar profil terletak pada warna tanah. Profil NH1 dan NH2 memiliki
warna tanah yang gelap dengan hue 7.5-10 YR dan value 2, sedangkan profil
NM1 memiliki warna yang agak terang dengan hue 2.5YR serta value 4. Profil
NMH merupakan profil dengan tumpang susun warna dan memiliki hue 5YR dan
value 4. Tingkat perkembangan dan kemantapan struktur pada profil berwarna
hitam lebih kuat dibandingkan profil berwarna merah dan tumpang susun warna
dengan bentuk struktur prismatik dan konsistensi sangat teguh dalam kondisi
lembab pada profil berwarna hitam dan gumpal bersudut dengan konsistensi teguh
pada profil berwarna merah dan tumpang susun warna.

Tekstur tanah
Salah satu sifat fisik yang mencirikan tanah Vertisol terletak pada tekstur.
Tekstur tanah pada semua profil yang telah diamati umumnya didominasi oleh
tekstur klei pada horison A dan B dengan kandungan klei >50% diikuti oleh debu
dan pasir (Tabel 3). Fraksi pasir berukuran kasar sangat sedikit, sehingga
komposisi fraksi pasir didominasi dengan ukuran sedang sampai halus, fraksi
debu didominasi oleh debu kasar (50-20µm). Fraksi klei pada masing-masing
profil didominasi oleh klei halus yang berukuran 0.09. Nilai-nilai
COLE tersebut terlihat meningkat dengan meningkatnya kadar klei (Gambar 5).
0,80
y = 0,0043x + 0,3869
R² = 1

0,70
y = 0,0045x + 0,3913
R² = 0,6992

0,60

y = 0,009x + 0,0307
R² = 0,9492

COLE

0,50

NH1 & NH2 (Hitam)

0,40

NM1 (Merah)
0,30
NMH (Tumpang susun)
0,20
0,10
0,00
0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

% Klei halus

Gambar 5 Hubungan antara kadar klei halus dengan nilai COLE

Karakteristik Kimia
Berdasarkan hasil analisis kimia diketahui bahwa sifat kimia yang
perbedaannya terjadi secara signifikan antara tanah berwarna hitam, merah
maupun pada tumpang susun warna merah dan hitam adalah kadar CaCO3,
kapasitas tukar kation, kejenuhan basa serta Fe, Al dan Mn, baik itu dengan
ekstrak dithionit sitrat bikarbonat, oksalat maupun pirofosfat. Sifat kimia lainnya
seperti pH (H2O dan KCl), nitrogen dan belerang perbedaannya tidak begitu
signifikan (Lampiran 7). Hasil analisis sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 4.

20

Tabel 4 Hasil analisis kimia profil tanah di lokasi penelitian
Profil

Horison

Kedalaman

NH1

Ap
A1
A2
Bss

0-22
22-47
47-72
72-130

H 2O
7.0
7.1
7.2
7.4

KCl
5.8
6.9
6.8
7.0

C
Organik
(%)
2.17
1.88
1.55
1.51

KTK
Klei
(me/100g)
95.97
103.50
105.98
113.95

Basa-basa

KB

(%)
8.63
9.16
9.46
10.67

KTK
tanah
(me/100g)
74.66
75.19
72.00
68.85

(me/100g)
89.89
95.19
93.33
99.10

(%)
>100
>100
>100
>100

NH2

Ap
BCk

0-35
35-70

7.0
7.6

6.7
7.3

2.44
1.62

19.37
14.95

56.59
47.51

71.80
138.96

96.15
48.58

>100
>100

NM1

Ap
A
BC

0-15
15-25
25-40

7.2
7.2
7.1

7.0
6.9
6.8

1.41
1.21
0.23

9.43
5.65
3.64

24.72
19.70
20.16

28.74
24.51
45.23

12.31
11.64
12.59

63.6
83.9
87.7

NMH

Ap
BC

0-37
37-60

5.8
6.6

5.4
5.5

1.79
1.42

1.98
2.21

20.88
23.43

20.72
104.32

10.84
10.89

64.6
68.0

pH

CaCO3

Ket: NH1 dan NH2 (tanah berwarna hitam), NM1 (tanah berwarna merah), NMH (tumpang susun warna)

Reaksi tanah (pH)
Reaksi tanah pada semua profil umumnya tergolong agak masam hingga
netral dengan kisaran pH H2O 5.8-7.6 dan pH KCl 5.4-7.3. Nilai pH tanah yang
cenderung tinggi ini dipengaruhi oleh karbonat pada profil tanah tersebut. Tabel 4
menunjukkan bahwa pH H2O lebih tinggi dibandingkan pH KCl pada semua
profil tanah.
Pada tanah berwarna hitam, pH H2O profil NH1 berkisar antara 7.0-7.4 dan
pH KCl berkisar antara 5.8 sampai 7.0, sedangkan profil NH2 memiliki pH H2O
yang berkisar antara 7.0-7.6 dan pH KCl berkisar antara 6.7-7.3. Profil NH1 dan
NH2 mengalami peningkatan pH sesuai dengan kedalaman. Hal ini disebabkan
oleh batuan induk yang terdapat pada tanah berwarna hitam adalah batuan induk
sedimen karbonat.
Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki pH H2O yang berkisar
antara 7.1-7.2 dan pH KCl berkisar antara 6.8-7.0, sedangkan pada tanah tumpang
susun warna, profil NMH memiliki pH H2O yang berkisar antara 5.8-6.6 dan pH
KCl berkisar antara 5.4-5.5. pH H2O dan pH KCl yang lebih rendah dibandingkan
pada tanah berwarna hitam disebabkan oleh jenis batuan yang berbeda. Batuan
sedimen pada tanah berwarna merah merupakan batuan sedimen non-karbonat.
C-Organik
Kandungan C-organik dalam tanah sangat penting untuk mengetahui tingkat
kesuburan tanah pada semua profil dengan kondisi lingkungan yang berbeda.
Pada tanah berwarna hitam, profil NH1 memiliki kadar C-organik yang berkisar
antara 1.51-2.17% dan profil NH2 berkisar antara 1.62-2.44%. Pada tanah
berwarna merah, profil NM1 memiliki C-organik yang berkisar antara 0.231.41%, sedangkan pada tumpang susun warna C-organik pada profil NMH
berkisar antara 1.42-1.79%. C-Organik pada semua profil menurun sesuai dengan
kedalaman tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan vegetasi di atasnya

21

pada profil tersebut. Profil NH2 merupakan profil dengan kadar C-organik
tertinggi dibandingkan dengan profil lainnya.
Kadar CaCO3
Analisis CaCO3 dilakukan untuk melihat kadar kapur yang terdapat pada
profil yang diamati dan seberapa besar pengaruh kadar kapur terhadap tanah yang
berada di atasnya. Analisis CaCO3 pada seluruh profil yang telah diamati berkisar
antara 1.98% hingga 19.37%.
Pada tanah berwarna hitam, profil NH1 memiliki kadar CaCO3 yang
berkisar antara 8.63-10.67%, sedangkan profil NH2 memiliki kadar CaCO3 yang
berkisar antara 14.95-19.37%. Tingginya kadar CaCO3 pada kedua profil tersebut
disebabkan oleh profil berada di atas batuan sedimen karbonat dan adanya
peningkatan kadar CaCO3 sesuai dengan kedalaman pada profil NH1 karena
semakin dekat dengan bahan induk.
Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki kadar CaCO3 yang
berkisar antara 3.64-9.43%, sedangkan pada tanah tumpang susun warna, profil
NMH memiliki kadar CaCO3 yang berkisar antara 1.98-2.21%. Pada tanah
berwarna merah dan tumpang susun warna, kadar CaCO3 lebih rendah
dibandingkan tanah berwarna hitam. Hal ini terjadi karena tanah berwarna merah
berkembang dari batuan sedimen non-karbonat.
Kapasitas Tukar Kation Tanah dan Klei
Pengukuran kapasitas