The Effectiveness Of Gibberellic Acid (Ga3) Supplementation In Stimulating The Efficiency Conversion Ingested (Eci) And The Efficiency Conversion Digested (Ecd) And Growth Of The Silkworm (Bombyx Mori L.)

Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 33 – 36 ISSN 1907-5537

Vol. 2, No. 2

THE EFFECTIVENESS OF GIBBERELLIC ACID (GA3) SUPPLEMENTATION IN STIMULATING THE EFFICIENCY CONVERSION INGESTED (ECI) AND
THE EFFICIENCY CONVERSION DIGESTED (ECD) AND GROWTH OF THE SILKWORM (Bombyx mori L.)

Masitta Tanjung Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155

Abstract

Gibberellic acid (GA3) is a growth hormone of plants stimulating growth and development of the cells. This research has been conducted to study the effectiveness of gibberellic acid (GA3) supplementation in stimulating the Efficiency Conversion Ingested (ECI) and the efficiency conversion digested (ECD) and then Growth of the Silkworm (Bombyx mori L.). The method used was a Completely Randomized Design (CRD) with five treatments (0, 50, 100, 150, 200 ppm of GA3) and thirty replications. The results showed that 100 ppm of GA3 increased consumption of dry matter per day, digestion, the efficiency conversion ingested (ECI) and the efficiency conversion digested (ECD). Effectiveness of GA3 to the growth of silkworm can be increase the last instars V of body weight, pupa and silk gland of weight. The GA3 increased mortality to 150 ppm GA3 also, and shorten feeding periods or instars (100 ppm) and increasing development of the front and back parts of the silkworm gland cells. Keywords: gibberellic acid, efficiency conversion ingested, efficiency conversion digested

PENDAHULUAN Ulat sutera (Bombyx mori L.) salah satu jenis serangga yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Serangga tersebut adalah produsen serat sutera yang merupakan bahan baku sutera di bidang pertekstilan, benang bedah dan parasut kualitas tinggi, serta memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya (Samsijah dan Andadari, 1992). Produksi sutera Indonesia dibandingkan negara-negara lain masih sangat rendah. Data yang diterbitkan FAO tahun 1988, menunjukkan produksi sutera Indonesia tidak tercatat khusus, hanya data produksi gabungan dengan negara-negara lain. Jumlah produksi gabungan inipun termasuk kecil yaitu kurang dari satu persen jumlah total produksi sutera dunia (Nasaruddin dan Nurcahyo, 1992). Pada tahun 1998 ditargetkan produksi kokon 800 ton, tetapi hanya bisa mencapai 460 ton. Untuk benang sutera mentah hanya dapat diproduksi 70 ton sedangkan yang dibutuhkan 150 ton (The proceding of the XVIIIth ISC Conggress, 1999). Menurut Matsura (1994), kualitas kokon dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan komersial dan tepung darah. Perbaikan mutu pakan akan meningkatkan konsumsi pakan dan akan mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh dan produksi kokon (Ramadevi et al., 1993). Kokon merupakan hasil yang diharapkan dari ulat sutera. Produksi kokon sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi

(Omura, 1980). Selain peningkatan mutu pakan, produksi kokon dapat diinduksi dengan pemberian hormon seperti hormon juvenil (Rajashekharagounda et al., 1995), yang terlibat dalam pengaturan sintesis protein. Ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei yang disemprot giberelin (GA3) dapat meningkatkan pertumbuhan larva, bobot kokon dan fekunditas ulat sutera (Das et al., 1993).
BAHAN DAN METODE Penyediaan hewan percobaan. Hewan percobaan yang digunakan adalah ulat sutera strain polihibrida yang diperoleh dari Pusat Pembibitan Ulat Sutera Candiroto Temanggung Jawa Tengah. Bahanbahan penyusun pakan (Ekastuti et al., 1997) dan hormon giberelin (GA3). Prosedur penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimen dengan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima dosis perlakuan dan tiga puluh ulangan. Saat larva memasuki instar keempat diberikan pakan perlakuan sebagai tahap adaptasi. Sebelum pemberian pakan, larva ditimbang dan ditempatkan dalam tiaptiap unit percobaan secara acak. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 80 ekor sehingga total larva yang dibutuhkan sebanyak 2400 ekor. Satu unit percobaan merupakan satu ulangan untuk setiap perlakuan. Penempatan unit percobaan dalam tempat pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada tiap unit percobaan dilakukan secara acak.

Universitas Sumatera Utara


34 TANJUNG

J. Biologi Sumatera

Giberelin diberikan dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150 dan 200 ppm. Air pembasah pakan bergiberelin dan yang tidak mengandung giberelin ditambahkan ke dalam pakan dua kali dari jumlah pakan (2 ml/g pakan kering). Pemberian perlakuan dilakukan pada saat larva memasuki instar keempat sampai larva mengokon. Respon terhadap perlakuan dilakukan pengamatan variabel-variabel meliputi konsumsi Bahan Kering (g), daya Cerna (%), efisiensi Konversi pakan dikonsumsi (ECI) (%) dan efesiensi konversi pakan di cerna (ECD) (%), pertumbuhan (terdiri dari pertambahan bobot badan, pupa, dan kelenjar sutera), daya tahan hidup (%) dan stadium larva (hari).
Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam (Anova). Apabila diperoleh perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut jarak berganda Duncan (DnMRT 5%, Duncan New Multiple Range Test) (Steel and Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Efisiensi Pakan
Hormon giberelin sebagai zat tumbuh tanaman berpengaruh nyata (P0,05).
Kemampuan daya cerna pada kelompok larva yang mengkonsumsi pakan tanpa hormon (0 ppm) dengan yang diberi hormon 50, 100 ppm menunjukkan angka yang berfluktuasi, pada dosis 150 dan 200 ppm terjadi penurunan. Setelah diuji lanjut

untuk kelompok larva yang mengkonsumsi tanpa hormon, (0 ppm) serta yang mengandung hormon giberelin 50 dan 100 ppm tidak berbeda nyata Namun kelompok ini berbeda sangat nyata dengan larva yang mengkonsumsi pakan yang mengandung hormon 150 dan 200 ppm yaitu 43,53% dan 43,89%. Dalam hal ini terlihat semakin tinggi kadar hormon yang diberikan semakin berkurang daya cerna ulat sutera. Adanya respon balik negatif dari larva akibat dosis yang tinggi kemungkinan terjadi gangguan fisiologis tubuh yang akhirnya menurunkan nafsu makan (konsumsi bahan kering perhari) dan daya cerna.
Daya cerna sangat dipengaruhi oleh bobot kering pakan yang dikonsumsi dan bobot kering feses yang diekskresikan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian giberelin dalam pakan larva dapat meningkatkan absorbsi nutrisi untuk proses pertumbuhan. Selain untuk proses pertumbuhan, juga dapat disimpan dalam tubuh. Selama pertumbuhan pakan yang dikonsumsi dikonversikan menjadi lemak dan disimpan dalam bentuk sel lemak. Cadangan energi yang disimpan sebagai lemak tubuh akan berguna selama periode tidak makan.
Kadar hormon giberelin yang berbeda sangat nyata mempengaruhi (P