Tindakan Penyelesaian Kredit Macet pada BRISyariah
lain berupa
pembelian saham
danatau konversi
Pembiayaan menjadi saham dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan penyaluran dana danatau
piutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
Bank dapat melaksanakan restukturisasi pembiayaan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Dan bank wajib menjaga dan mengambil
langkah-langkah agar kualitas pembiayaan setelah direstrukturisasi dalam keadaan Lancar. Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan
dengan tujuan untuk menghindari: penurunan penggolongan kualitas pembiayaan; pembentukan penyisihan penghapusan aktiva PPA yang lebih
besar, atau penghentian pengakuan pendapatan marjin atau ujrah secara akrual.
14
Dalam proses pengenaan ta’widh di BRISyariah hanya dikenakan kepada nasabah yang memiliki kolekbilitas macet. Dan sudah merugikan
pihak bank syariah khususnya. Contoh pada kasus pembiayaan murabahah, Apabila nasabah merubah
perjanjian misalnya didalam kontrak dikatakan dalam 3 tahun lunas, dan sekarang ternyata harus diperpanjang rescheduling pasti disitu ada biaya notaris,
14
Peraturan Bank Indonesia, NOMOR: 1018PBI2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.
kemudian juga bisa timbul yang tadi seharusnya dana tersebut sudah kembali dan bisa digunakan kedalam bentuk yang lain, atau ada account officer yang
seharusnya sudah selesai tugasnya tapi dia terus memantau ini, itu adalah yang menimbulkan over head yang lebih, seharusnya diawal sudah memperhitungkan
untuk melakukan pembiayaan murabahah ini diperlukan pemantauan selama tiga tahun untuk menyelesaikan ternyata lebih, 4 tahun jadinya. jadi ada over head
yang berlebih yang harus dikeluarkan, monitoring costnya itu bertambah, oleh sebab
itu bisa kemudian dikatakan nasabah ini bisa dikenakan ta’widh. Dan nasabah menginginkan rescheduling, maka
dapat dikenakan ta’widh. Dan bisa juga ditambah dengan biaya asuransi misalkan motor, motor perjanjian
pembiayaan tiga tahun dan asuransi didepan Cuma dibayar tiga tahun, karena barang ini diperpanjang pembiayaan, dan perjanjian belum selesai maka perlu
diasuransikan kembali.
15
Adapun ganti rugi yang diterima bank boleh diakui sebagai pendapatan bank syariah seseuai dengan fatwa DSN-MUI nomor 43DSN-MUIVIII2004
dan PBI NOMOR 7-46-PBI-2005. Dana ta’widh atas proses perpanjangan masa angsuran atau masa
restrukturisasi masuk kedalam salah satu pendapatan operasional lainnya. Adapun besarannya bank syariah tidak boleh menyebutkan jumlahnya
secara eksplinsit dalam perjanjian, bank syariah hanya dapat mengatakan kepada
15
Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014.
nasabah apabila ada yang bertanya menganai besaran ta’widh yaitu: setinggi- tingginya atau sebanyak-banyaknya. Misalnya 100 ribu dari kelipatan pembiayaan
yang diterima 1 juta. Ini hanya indikator, nanti bank syariah akan melihat kembali berapa sebenarnya yang terjadi. Karena konteks dari
ta’widh sendiri ialah biaya rill yang telah dikeluarkan oleh bank syariah.
16
Adapun yang diminta ganti ruginya oleh BRISyariah hanya biaya rill yang telah dikeluarkan oleh BRISyariah selama masa penagihan terhadap nasabah
dengan kolekbilitas macet. Adapun yang menjadi tanggungan nasabah sebagai berikut.
1. Over head sewa kantor, gaji karyawan, dll
2. Admistrasi ATK, telpon, dll
3. Biaya Notaris u perbaruan kontrak
4. Asuransi jaminan
5. Eksekusi jaminan apabila tidak ada jalan lain dalam penyelesaian
kredit macet 6.
Pihak ketiga misalnya polisi dalam upaya melakukan penagihan terhadap nasabah yang menghilang
Dalam pembayarannya nasabah mencicil ta’widh tersebut, misalnya dalam konteks murabahah maka tidak boleh ada perubahan harga di murabahah tersebut. Berapapun
sisa hutang murabahah hanya segitulah yang dibayar oleh nasabah, tetapi diluar yang
16
Wawancara Pribadi dengan Gunawan Yasni, Jakarta, 14 Juli 2014.
harus dibayar nasabah karena nasabah lalai sehingga timbunya kerugian pada sisi bank syariah maka dikenakanlah
ta’widh. Penerapan ta’widh lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan ta’zir, karena
dari sekian banyak nasabah dan sekian banyak juga yang wanprestasi dengan berbagai macam masalah maka bank syariah sangat sulit sekali menentukan jumlah
rill dalam pengenaan ta’widh. Berbeda dengan ta’zir nominalnya sudah bisa ditentukan diawal kontrak. Maka menurut penulis penerapan ta’widh di BRISyariah
belum sempurna walaupun sudah mengacu pada peraturan yang ada baik fatwa DSN- MUI maupu surat edaran BI.
69