Identification of the causal agent of red fruit (Pandanus conoideus Lamk) leaf blight disease and its control using bacterial rhizosphere

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN
TANAMAN BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lamk.)
DAN PENGENDALIANNYA MENGGUNAKAN
BAKTERI RIZOSFER

ADELIN ELSINA TANATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Penyebab Penyakit
Hawar Daun Tanaman Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) dan
Pengendaliannya Menggunakan Bakteri Rizosfer adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

Adelin Elsina Tanati
NRP A352090011

ABSTRACT
ADELIN ELSINA TANATI. Identification of the Causal Agent of Red Fruit
(Pandanus conoideus Lamk.) Leaf Blight Disease and Its Control Using Bacterial
Rhizosphere. Under direction of ABDJAD ASIH NAWANGSIH and KIKIN
HAMZAH MUTAQIN.
Red Fruit (Pandanus conoideus Lamk.) is an endemic plant in Papua, which
is used for food and as pharmaceutical substance. A leaf blight disease of red fruit
is occurred in Manokwari District. The symptom begins with a small spot and
gradually enlarges into brown blight with dark brown at the center and surrounded
by a yellow “halo”. The causal agent of the disease was not yet identified. This
study was conducted to identify the pathogen of leaf blight based on morphology
and molecular characters, to observe the abundance of rhizosphere bacteria and its
ability as biocontrol agent. Based on Koch’s Postulates, morphological

characterization, PCR and sequencing of 28S rDNA, the causal agent of leaf
blight is identified as Fusarium sp. The fungal pathogen shows different
characters from that of other Fusarium isolated from watermelon, melon, tomato,
banana and jackfruit. Some heat tolerant bacteria isolates, chitinolytic bacteria
isolates and a fluorescence bacterium originated from the rhizosphere of red fruit
show ability to inhibit the growth of the pathogen.
Keywords: red fruit, Pandanus conoideus, leaf blight, Fusarium sp., rhizosphere
bacteria

ABSTRAK
ADELIN ELSINA TANATI. Identifikasi Penyebab Penyakit Hawar Daun
Tanaman Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) dan Pengendaliannya
Menggunakan Bakteri Rizosfer. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH
dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) merupakan tanaman endemik di
Papua, yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan dalam bidang farmasi.
Penyakit hawar daun tanaman buah merah ditemukan di Kabupaten Manokwari
dengan gejala berupa bercak kecil dan meluas berwarna coklat muda hingga
coklat tua kehitaman dan dikelilingi oleh “halo” berwarna kuning. Penyebab
penyakit tersebut belum teridentifikasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi patogen hawar daun secara morfologi dan molekuler serta untuk
mengetahui kelimpahan bakteri rizosfer dan kemampuannya sebagai agen
biokontrol. Berdasarkan uji Postulat Koch, karakter morfologi, PCR dan
sequensing terhadap gen 28S rDNA, penyebab hawar daun diidentifikasi sebagai
cendawan Fusarium sp. Cendawan patogen tersebut memiliki karakter yang
berbeda dengan Fusarium sp. yang diisolasi dari tanaman semangka, melon,
tomat, pisang dan nangka. Beberapa isolat bakteri tahan panas, beberapa isolat
bakteri kitinolitik dan satu isolat bakteri fluorescence yang diisolasi dari rizosfer
buah merah menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan cendawan
patogen.
Kata kunci:

buah merah, Pandanus conoideus,
bakteri rizosfer.

hawar daun,

Fusarium sp.,

RINGKASAN

ADELIN ELSINA TANATI. Identifikasi Penyebab Penyakit Hawar Daun
Tanaman Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.) dan Pengendaliannya
Menggunakan Bakteri Rizosfer. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH
dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) yang termasuk famili
Pandanaceae adalah salah satu tanaman endemik di Papua. Tanaman ini
memiliki nilai ekonomis tinggi karena dimanfaatkan dalam kebutuhan sehari-hari
oleh masyarakat Papua, dan dalam bidang farmasi untuk mengobati beberapa
penyakit. Berdasarkan hasil survei, pertanaman buah merah di Manokwari
tersebar di Amban Pantai, Nuni, Anggi, Warkapi dan Warmare. Salah satu faktor
yang mungkin dapat menghambat produksi buah merah adalah adanya penyakit.
Salah satu penyakit yang ditemukan di lapangan adalah hawar daun. Gejala hawar
daun yang nampak di lapangan adalah berupa bercak kecil berwarna coklat muda
hingga coklat tua kehitaman yang kemudian meluas membentuk lingkaran besar
dan bagian tepinya dikelilingi “halo” berwarna kuning. Hingga saat ini
pengetahuan tentang penyakit tersebut masih sangat terbatas serta patogen
penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti.
Identifikasi penyebab penyakit dilakukan berdasarkan karakter morfologi
dan molekuler dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) serta sequensing
DNA. Selain identifikasi patogen, hal yang harus dilakukan adalah upaya

pengendaliannya untuk mencegah penyebaran dan perkembangan penyakit
tersebut. Dalam rangka pengendalian yang ramah lingkungan, salah satu upaya
adalah dengan pemanfaatan bakteri rizosfer sebagai agen antagonis. Di daerah
rizosfer buah merah terdapat bakteri yang berpotensi dalam mengendalikan
patogen tanaman, termasuk patogen penyebab hawar daun. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi cendawan patogen penyebab hawar daun
tanaman buah merah, membandingkannya secara molekuler dengan patogen yang
sama dari tanaman berbeda serta mengetahui kelimpahan bakteri rizosfer dan
potensinya dalam menghambat patogen penyebab hawar daun secara in vitro.
Penentuan penyebab penyakit hawar daun ini melalui tahap – tahap Postulat
Koch, identifikasi dengan teknik molekuler yaitu PCR dan sequensing gen 28S
rDNA terhadap cendawan penyebab hawar daun serta patogen dengan genus sama
tetapi dari tanaman berbeda; isolasi bakteri rizosfer dari tanah di sekitar perakaran
buah merah di Desa Madrad, Warkapi, Amban dan SP 8. Isolasi bakteri
menggunakan teknik pengenceran berseri serta pencawanan ke media Kings’B
Agar (KBA) untuk bakteri golongan fluorescence, Tryptic Soy Agar (TSA) untuk
bakteri tahan panas dan media kitin untuk bakteri kitinolitik. Selanjutnya
dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media tersebut.
Bakteri hasil isolasi diamati secara morfologi (warna dan bentuk koloni) dan
fisiologi (uji Gram dengan KOH 3%, uji endospora bagi bakteri tahan panas dan

uji hipersensitifitas pada tembakau untuk mengetahui bakteri bersifat patogenik
atau tidak). Uji antibiosis secara in vitro untuk melihat potensi bakteri rizosfer
dalam menghambat cendawan patogen penyebab hawar daun pada media Potato
Dextrose Agar (PDA). Perkembangan diameter koloni cendawan diukur dan

dibandingkan dengan kontrol dalam percobaan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan perlakuan bakteri fluorescence, tahan panas, kitinolitik
dan kontrol yang diulang empat kali; dianalisis dengan ANOVA menggunakan
program SAS versi 9.1.3 dan diuji lanjut dengan uji Duncan taraf nyata 5%.
Uji Postulat Koch serta identifikasi secara morfologi dan mikrokopis
melalui kunci identifikasi, menunjukkan bahwa patogen penyebab hawar daun
tanaman buah merah adalah cendawan Fusarium sp. Cendawan ini menyebabkan
gejala hawar yang identik antara di lapangan dengan gejala hasil inokulasi pada
daun tanaman sehat. Koloni cendawan berwarna putih dan kuning muda
kecoklatan, miselia seperti kapas, cembung dan bentuk tidak teratur.
Makrokonidia berbentuk seperti kano (canoe), ujung meruncing, ramping, sel
basal sedikit membengkok, hialin, bersekat tiga. Mikrokonidia ovoid dengan satu
sel; hifa hialin dan bersekat. Gejala hawar daun ditemukan di Desa Warkapi,
Madrad dan Amban Pantai, yang lahan pertanamannya lembab, jarang
dibersihkan dan dipangkas.

Perbandingan Fusarium penyebab hawar daun dengan Fusarium asal
semangka, melon, tomat, pisang, nangka dan pepaya menunjukkan warna koloni
yang berbeda. Koloni isolat buah merah berbeda dengan koloni isolat asal
semangka, melon dan tomat yang berwarna ungu keputihan; berbeda dengan
koloni isolat pisang dan nangka yang berwarna putih bercampur salem; serta
berbeda juga dengan koloni isolat pepaya yang berwarna kuning pucat. Secara
mikroskopis, konidia dari isolat buah merah, semangka, melon dan tomat,
memiliki bentuk yang tidak berbeda, yaitu berbentuk seperti kano, ujung
meruncing, bersekat serta sel basal yang sedikit membengkok. Isolat Fusarium
dari pisang dan nangka memiliki bentuk konidia yang tidak berbeda, yaitu
berbentuk seperti kano, ujung meruncing, bersekat, sel basal menipis dan
melengkung. Isolat cendawan dari pepaya memiliki konidia yang tidak berbentuk
seperti kano dan tidak bersekat. Kecepatan pertumbuhan koloni isolat asal buah
merah relatif sama (12-15 hari) dengan isolat asal semangka, melon, tomat, pisang
dan nangka; tetapi berbeda dengan isolat asal pepaya yang pertumbuhan
koloninya paling cepat (6 hari).
PCR menggunakan primer spesifik genus Fusarium (ITS fu-F dan ITS fu-R)
berhasil mengamplifikasi DNA cendawan dari buah merah dengan pita DNA
berukuran 397 pb. Isolat dari melon, semangka, tomat, pisang dan nangka juga
terbukti positif sebagai Fusarium, sedangkan isolat dari pepaya adalah negatif.

Analisis data sequensing gen 28S rDNA hasil PCR menggunakan BLAST
menunjukkan adanya perbedaan antara enam isolat Fusarium. Sekuens isolat
Fusarium asal buah merah memiliki similaritas 100% dengan F. oxysporum (Acc.
# HQ379652.1). Berdasarkan uji kekerabatan melalui program PAUP 4.0,
Fusarium asal buah merah berbeda dengan isolat Fusarium yang lain.
Kelimpahan bakteri berbeda-beda di keempat desa yang diamati. Bakteri
yang diisolasi dari perakaran tanaman buah merah terdiri dari 22 isolat bakteri
fluorescence, 21 isolat bakteri tahan panas dan 15 isolat bakteri kitinolitik. Jumlah
koloni bakteri fluorescence paling banyak terdapat di Desa Warkapi; golongan
bakteri tahan panas paling banyak pada Desa Amban dan Madrad; bakteri
kitinolitik mendominasi di daerah SP 8. Selanjutnya, pada Desa Warkapi, bakteri
dengan jumlah jenis terbanyak adalah dari golongan fluorescence dan tahan panas,
di Desa Amban, Madrad dan SP 8 golongan bakteri tahan panas dan fluorescence

mendominasi. Secara umum, karakter morfologi bakteri rizosfer pada masingmasing golongan menunjukkan warna dan bentuk koloni yang tidak berbeda. Pada
uji fisiologi, sebagian besar isolat fluorescence merupakan Gram negatif,
sebagian besar tidak merangsang hipersensitifitas pada tembakau, kecuali tiga
isolat. Untuk isolat tahan panas, sebagian besar Gram positif, sedikit yang
menghasilkan endospora dan semuanya tidak merangsang hipersensitifitas. Untuk
bakteri kitinolitik, sebagian besar merupakan Gram positif dan seluruhnya tidak

merangsang hipersensitif.
Dari seluruh isolat yang diuji dalam uji antibiosis in vitro terdapat beberapa
isolat yang berpotensi menghambat Fusarium sp. penyebab hawar daun. Tiga
isolat menghasilkan persentase daya hambat terbesar dan berbeda nyata dengan
kontrol serta beberapa isolat lainnya. Isolat tersebut adalah FSp3 (bakteri
fluorescence) dengan daya hambat 24,50%; isolat TA4 (bakteri tahan panas)
dengan 54,08% serta isolat KA1 (bakteri kitinolitik) dengan 35,69%. Isolat FSp3,
TA4 dan KA1 mampu menghambat pertumbuhan koloni cendawan Fusarium
yang mengindikasikan adanya senyawa antifungal yang dihasilkan ketiga isolat
tersebut. Penghambatan secara nyata oleh bakteri terjadi pada hari ke-2 dan 3
setelah inokulasi. Bakteri rizosfer dari kelompok fluorescence, seperti Bacillus
sp., golongan tahan panas dan bakteri kitinolitik menghasilkan senyawa yang
mampu menghambat patogen. Senyawa-senyawa tersebut antara lain asam silikat,
antibiotik dan enzim kitinase. Selain mempunyai sifat penghambatan, isolat
bakteri yang menjadi kandidat agens hayati yang akan diuji lanjut adalah yang
juga bersifat tidak merangsang hipersensitifitas.
Kata kunci: buah merah, Pandanus conoideus, hawar daun, Fusarium sp., bakteri
rizosfer

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
dan menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatau masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN
TANAMAN BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lamk.)
DAN PENGENDALIANNYA MENGGUNAKAN
BAKTERI RIZOSFER

ADELIN ELSINA TANATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widodo MS

Judul Tesis

Nama
NRP

: Identifikasi Penyebab Penyakit Hawar Daun Tanaman Buah
Merah (Pandanus conoideus Lamk.) dan Pengendaliannya
Menggunakan Bakteri Rizosfer
: Adelin Elsina Tanati
: A352090011

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih MSi.
Ketua

Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin MSi.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat MSc.

Tanggal Ujian : 12 Januari 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.

Tanggal Lulus : 10 Februari 2012

PRAKATA
Puji syukur penulis sembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan
anugerahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis yang berjudul
Identifikasi Penyebab Penyakit Hawar Daun Tanaman Buah Merah (Pandanus
conoideus Lamk.) dan Pengendaliannya Menggunakan Bakteri Rizosfer.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Abdjad Asih
Nawangsih, MSi., dan Bapak Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi., selaku pembimbing
yang telah membimbing dan memberi saran kepada penulis; kepada ketua
program studi Fitopatologi yang memberi saran selama penulis menempuh
pendidikan; Ibu Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti MSc. Agr., yang memberi bantuan
dan saran kepada penulis khususnya dalam uji molekuler serta Bapak Dr. Ir.
Widodo yang memberikan saran kepada penulis; selanjutnya kepada pemberi
dana pendidikan, yaitu Dirjen Pendidikan Tinggi; pimpinan Universitas Negeri
Papua serta Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian.
Disampaikan penghargaan kepada masyarakat di Desa Warkapi, Madrad,
Amban dan SP 8 yang membantu penulis di lapangan, serta kepada seluruh dosen
jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Universitas Negeri Papua yang memberikan
ijin kepada penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium. Kepada rekanrekan Pasca Fitopatologi IPB 2009 dan rekan – rekan di Laboratorium
Bakteriologi Tumbuhan, terima kasih atas kerjasamanya. Ucapan terima kasih
kepada Rionaldo Harold yang selalu memberi semangat kepada penulis.
Terima kasih serta hormat yang setulus-tulusnya diberikan kepada orang tua
tercinta : Bapak Agustinus Tanati dan Ibu Yohana Tandiroma; kepada saudarasaudari terkasih Bernard Kristian Tanati, P.E. Billy Tanati, dan Rahel Randa, serta
keponakan tersayang Gabriella Faith Tanati, atas segala doa, kasih sayang,
nasehat, bimbingan, semangat dan motivasi yang tak ternilai dan tak tergantikan,
yang tak putus-putusnya diberikan kepada penulis.
Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2012

Adelin Elsina Tanati

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manokwari, Papua Barat pada tanggal 6 Oktober 1985
sebagai anak dari Bapak Ir. Agustinus Tanati dan Ibu Yohana Tandiroma. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh penulis
di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Papua pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun
2008 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua.
Bidang pengajaran yang menjadi tanggung jawab penulis adalah Mikologi,
Mikrobiologi, Gulma Tanaman dan Biologi Dasar.
Pada tahun 2009, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor pada Program Pascasarjana IPB, Mayor
Fitopatologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian dan selesai pada
tahun 2012. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pendidikan Tinggi.
Selama mengikuti program S2, penulis mengikuti berbagai seminar ilmiah dalam
lingkup IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................

1
1
3

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
Taksonomi, Botani dan Ekologi Tanaman Buah Merah ............................
Manfaat Buah Merah ................................................................................
Morfologi Fusarium sp. .............................................................................
Ekologi dan Patogenesis Fusarium sp. .......................................................
Keragaman Mikroorganisme melalui Karakter Molekuler ........................
Bakteri Rizosfer yang Berpotensi sebagai Agens Biokontrol ....................

4
4
7
8
13
15
17

BAHAN DAN METODE .................................................................................
Tempat dan Waktu .....................................................................................
Prosedur Penelitian ....................................................................................
Identifikasi Cendawan Patogen Penyebab Hawar pada
Daun Tanaman Buah Merah .............................................................
Analisis Genetika Antar Spesies Fusarium ......................................
Isolasi Bakteri Rizosfer .....................................................................
Karakterisasi Bakteri Rizosfer secara Morfologi dan Fisiologi ..........
Uji Mekanisme Antibiosis Bakteri Rizosfer terhadap cendawan
Patogen ..............................................................................................
Variabel Pengamatan ...............................................................................
Analisis Data ............................................................................................

21
21
21
21

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................
Cendawan Penyebab Hawar Daun ............................................................
Karakter Morfologi Fusarium Asal Beberapa Tanaman ...........................
Karakter Molekuler Fusarium Asal Beberapa Tanaman ............................
Kelimpahan Bakteri Rizosfer Tanaman Buah Merah ..............................
Karakterisasi Isolat Bakteri Rizosfer ........................................................
Deteksi Keberadaan Endospora ................................................................
Hipersensitifitas pada Tembakau ...............................................................
Uji Antibiosis ............................................................................................

28
28
33
39
44
48
51
52
54

22
23
24
25
26
27

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 63
Kesimpulan ................................................................................................. 63
Saran ........................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

64

LAMPIRAN ...................................................................................................... 70

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Padanan sekuens 28s rDNA dengan DNA database ...........................
menggunakan program BLAST NCBI .................................................. 40
2. Karakterisasi fisiologi bakteri rizosfer yang diisolasi dari
perakaran tanaman buah merah ……….................................................. 50
3. Persentase daya hambat bakteri rizosfer kelompok fluorescence
terhadap Fusarium sp. penyebab hawar daun buah merah secara
in vitro.................................................................................................... 54
4. Persentase daya hambat bakteri rizosfer kelompok tahan panas
terhadap Fusarium sp. penyebab hawar daun buah merah secara
in vitro.................................................................................................... 56
5. Persentase daya hambat bakteri rizosfer kelompok kitinolitik
terhadap Fusarium sp. penyebab hawar daun buah merah secara
in vitro....................................................................................................

57

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Pertanaman buah merah di Kabupaten Manokwari ……………………

4

2. Buah merah ……………………………… …………………………….

5

3. Primer ITS Fu-f dan ITS Fu-r, spesifik untuk Fusarium yang
dibentuk dari daerah ITS ……………………………………………….. 17
4. Tata letak cendawan dan bakteri pada pengujian
mekanisme antibiosis …………………………………………………... 26
5. Gejala hawar daun di lapangan …………………………………………. 28
6. Gejala hasil inokulasi cendawan ke daun buah merah
yang sehat ………………………………………………………………. 29
7. Karakter morfologi koloni cendawan asal buah merah ………………... 29
8. Karakter konidia dan hifa cendawan asal buah merah …………………. 30
9. Morfologi koloni Fusarium asal beberapa tanaman pada media PDA … 34
10. Konidia Fusarium asal beberapa tanaman ……………………………… 36
11. Pertumbuhan koloni Fusarium asal beberapa tanaman ………………… 38
12. Amplifikasi gen 28S rDNA menggunakan primer
ITS Fu-f dan Fu-r ………………………………………………………

39

13. Pohon filogenetik yang menggambarkan hubungan kekerabatan
antar isolat Fusarium asal beberapa tanaman pada gen 28s rDNA
yang dibuat dengan analisis Bootstrap Neighbor-joining
program PAUP 4.0 ……………………………………………………... 42
14. Jumlah koloni bakteri rizosfer yang diisolasi dari perakaran
tanaman buah merah ……………………………………………………

45

15. Jumlah jenis bakteri rizosfer yang diisolasi dari perakaran
tanaman buah merah ……………………………………………………

47

16. Morfologi koloni bakteri rizosfer buah merah …………………………

49

17. Endospora bakteri tahan panas yang diisolasi dari perakaran
tanaman buah merah ……………………………………………………. 51
18. Uji hipersensitif pada tembakau ………………….…………………….. 52
19. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam uji antibiosis
menggunakan bakteri kelompok fluorescence …………………………. 55
20. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam uji antibiosis
menggunakan bakteri kelompok tahan panas …………………………... 57
21. Pertumbuhan koloni Fusarium sp. dalam uji antibiosis
menggunakan bakteri kelompok kitinolitik …………………………….

58

22. Uji antibiosis antara bakteri rizosfer dengan Fusarium sp. …………….

59

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Kelimpahan bakteri rizosfer buah merah ……………………………… 70
2. Karakteristik bakteri rizosfer kelompok fluorescence
yang diisolasi dari perakaran tanaman buah merah ……………………. 71
3. Karakteristik bakteri rizosfer kelompok tahan panas
yang diisolasi dari perakaran tanaman buah merah ……………………

73

4. Karakteristik bakteri rizosfer kelompok kitinolitik
yang diisolasi dari perakaran tanaman buah merah ……………………

75

5. Data sekuens isolat Fusarium asal beberapa tanaman ………………….. 77
6. Hasil analisis ragam (Anova) daya hambat bakteri rizosfer
kelompok fluorescence terhadap Fusarium sp. penyebab
hawar daun buah merah ………………………………………………...

79

7. Hasil analisis ragam (Anova) daya hambat bakteri rizosfer
kelompok tahan panas terhadap Fusarium sp. penyebab
hawar daun buah merah ………………………………………………… 80
8. Hasil analisis ragam (Anova) daya hambat bakteri rizosfer
kelompok kitinolitik terhadap Fusarium sp. penyebab
hawar daun buah merah ………………………………………………… 81

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) merupakan salah satu tanaman
endemik di Papua, tumbuh di daerah pegunungan, tetapi toleran terhadap daerah
berawa, berpasir dan keadaan air tanah dangkal atau dalam. Buah merah termasuk
dalam kelompok Pandanaceae yang saat ini dikenal karena manfaat yang
dimilikinya. Secara tradisional, masyarakat Papua memanfaatkan tanaman ini
sebagai sumber bahan pangan, pewarna alami, kosmetika dan bahan minyak,
dengan cara mengambil sari dan minyaknya (Sadsoeitoeboen 1999); serta sebagai
bahan tikar dan atap (Craven & de Fretes 1987). Seiring dengan kemajuan
teknologi, beberapa ahli telah berhasil menganalisis kandungan buah merah
seperti beta karoten, tokoferol, fenol, senyawa antioksidan serta vitamin dan
mineral esensial yang cukup lengkap (Budi et al. 2005). Dengan kandungan yang
dimiliki tersebut, buah merah dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Beberapa
penyakit yang dapat disembuhkan dengan buah merah antara lain : tumor, kanker,
diabetes, hipertensi, stroke, jantung koroner, kolesterol, asam urat, hepatitis, paruparu. Harga buah merah di pasaran ± Rp. 20.000,00/kg, sedangkan harga sari atau
minyak buah merah dalam botol adalah Rp. 150.000,00/250 ml.
Berdasarkan manfaat tersebut di atas, maka buah merah bukan saja
bermanfaat bagi masyarakat Papua secara khusus, tetapi bermanfaat juga bagi
masyarakat lain secara luas, sehingga dapat dikatakan buah merah merupakan
tanaman bernilai ekonomis tinggi di Papua. Di Propinsi Papua, persebaran
tanaman buah merah berada di Kabupaten Jayawijaya, Nabire dan Timika;
sedangkan di Propinsi Papua Barat, persebarannya di Kabupaten Manokwari.
Masyarakat di Kabupaten Manokwari yang sejak lama memanfaatkan buah merah
adalah Suku Arfak. Berdasarkan hasil survei, buah merah yang ditanam di
Manokwari tersebar di beberapa wilayah, yaitu Desa Amban Pantai, Nuni, Anggi,
Warkapi dan Warmare.
Dalam pengembangan budidaya buah merah, banyak faktor yang
mempengaruhinya, seperti iklim, tanah, keadaan geografis, hama penyakit dan
lain-lain. Penyakit merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya buah

2
merah karena akan menurunkan kualitas serta produksinya. Pengetahuan tentang
penyakit pada buah merah saat ini masih sangat terbatas. Berdasarkan penelitian
dari Melinda & Hayu (2006), terdapat beberapa jenis cendawan yang berasosiasi
dengan gejala hawar pada daun tanaman buah merah, tetapi belum dipastikan
jenis yang merupakan penyebab gejala tersebut. Gejala hawar daun buah merah di
lapangan diawali dengan bercak kecil berwarna coklat muda hingga coklat tua
kehitaman yang kemudian meluas membentuk lingkaran besar dan bagian tepinya
dikelilingi “halo” berwarna kuning. Gejala seperti itu banyak dijumpai di
lapangan pada beberapa wilayah di Kabupaten Manokwari, yaitu Amban, Nuni,
Warmare dan Warkapi.
Meskipun sampai sekarang data mengenai tingkat keparahan dan penurunan
produksi buah merah akibat penyakit ini belum ada, tetapi penyakit tersebut
tentunya dapat menghambat pertumbuhan tanaman buah merah selanjutnya.
Untuk itu perlu diketahui penyebab penyakitnya sebagai upaya deteksi awal.
Identifikasi penyebab penyakit merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam menyusun strategi pengendaliannya. Penelitian ini dilakukan untuk
memastikan penyebab gejala hawar daun pada buah merah yang dilakukan
berdasarkan karakter morfologi dan molekuler dengan teknik Polymerase Chain
Reaction (PCR) dan sequencing DNA.
Selain identifikasi patogen, hal yang harus dilakukan adalah upaya
pengendaliannya untuk mencegah penyebaran dan perkembangan penyakit
tersebut. Salah satu upaya pengendalian yang ramah lingkungan adalah dengan
pemanfaatan bakteri rizosfer sebagai agen antagonis. Pada daerah rizosfer buah
merah terdapat bakteri yang dapat berpotensi dalam mengendalikan patogen
tanaman, khususnya patogen penyebab hawar daun. Jenis bakteri tersebut adalah
Pseudomonads kelompok fluorescence, Bacillus, bakteri tahan panas, bakteri
penghasil siderofor dan bakteri pendegradasi kitin (Baker & Cook 1974). Hasil
yang diperoleh merupakan sumber keragaman bakteri potensial yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman buah merah dalam pertumbuhannya serta dalam
mengendalikan patogen penyebab penyakit pada tanaman tersebut.

3
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi patogen penyebab penyakit
hawar daun tanaman buah merah, membandingkannya secara molekuler dengan
patogen yang sama dari tanaman berbeda; mengetahui kelimpahan bakteri rizosfer
pada tanaman buah merah serta potensinya dalam menghambat patogen penyebab
hawar daun secara in vitro. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dasar bagi petani dan instansi terkait sehingga dapat menjadi dasar
pertimbangan dalam melakukan pemeliharaan dan pengendalian.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi, Botani dan Ekologi Tanaman Buah Merah
Buah merah merupakan salah satu jenis tanaman Pandanaceae, dengan
taksonomi menurut Sadsoeitoeboen (1999), yaitu termasuk dalam divisi
Spermatophyta,

kelas Angiospermae, sub kelas

Monocotyledonae,

ordo

Pandanales, famili Pandanaceae, genus Pandanus dan spesies conoideus. Menurut
Sadsoeitoeboen (1999), tanaman buah merah termasuk dalam kelompok pohon
dengan akar tunjang yang muncul dari bagian batang dekat permukaan tanah dan
cenderung akar tanaman masuk ke dalam tanah hingga kedalaman 100 cm.
Akar tanaman buah merah tergolong akar serabut dengan tipe perakaran
dangkal, dengan diameter 1,5 – 2,8 cm sampai 6 - 6,8 cm. Tinggi pohon mencapai
8 - 15 m dengan diameter batang semu 15 - 30 cm. Tinggi percabangan pertama 5
– 8 m di atas permukaan tanah. Berbatang semu, kasar, berserat serta berair dan,
tegak, bergetah dan berwarna coklat berbercak putih (Gambar 1).

a

b

Gambar 1 Pertanaman buah merah di Kabupaten Manokwari; a. Morfologi
tanaman buah merah; b. Akar tanaman buah merah (tanda lingkaran).
Tanaman buah merah memiliki daun tunggal, tersusun melingkar seperti
spiral dengan panjang 88 cm – 102 cm dan lebar 6 – 10 cm. Ujung daun
meruncing dengan duri di tepian yang berukuran 1 mm; tulang daun terletak di
permukaan bawah daun. Warna daun hijau tua dan daun memeluk batang.
Pembungaan muncul dari ujung batang yang langsung membentuk buah dengan
bunga majemuk, berbentuk tabung berlapisan gabus ditengah, berkelamin satu

5
atau tunggal setangkup, duduk di ketiak daun pelindung (bractea), berbentuk bijibijian dengan perhiasan bunga bersegmen kecil. Petal menyatu tidak terpisah dan
melingkar ke semua sisi dari pangkal hingga ujung dan panjang tangkai buah
antara 20 - 30 cm. Stamen satu dengan satu stamen semu. Bakal buah terbenam,
terdiri dari satu ruang dengan sejumlah atau banyak bakal biji di setiap ruang
(Budi et al. 2005).
Panjang tangkai sinkarp 7 - 17 cm dengan bentuk sinkarp silindris. Ujung
sinkarp tumpul, pangkal membentuk jantung. Panjang sinkarp 96 - 102 cm dan
berdiameter 14,5 – 20,5 cm. Daun pelindung sinkarp melancip dengan tulang
daun utama yang berduri. Sinkarp muda berwarna merah bata, setelah matang
berwarna merah cerah. Panjang buah sekitar 11 – 13,5 cm dengan lebar 4 - 6 cm
dan tebal 1,5 – 3 mm. Epikarp bersegi empat, dan bagian atas tempurung
meruncing (Sadsoeitoeboen 1999). Berat buah mencapai 10 kg dengan tinggi 50 –
150 cm (Gambar 2a). Perbanyakan umumnya melalui tunas ataupun stek yang
terdapat pada akar atau batang. Dapat dipanen setelah berumur awal tanam 2-3
tahun dan tahap berikutnya antara 1 - 2 tahun.

a

b

Gambar 2 Buah merah; a. Buah merah dari tanaman berumur 4 tahun;
b. Biji buah merah (Wiryanta 2005).
Wiryanta (2005) melaporkan bahwa tanaman buah merah merupakan
tanaman berkayu yang tumbuhnya bercabang mencapai 5 cabang dengan tinggi
dapat mencapai 15 meter. Daunnya berbentuk pita yang pinggirnya berduri kecil.
Akarnya berbentuk akar udara yang menggantung sampai ketinggian satu meter

6
dari pangkal batang. Kulit buah bagian luar menyerupai buah nangka yang terdiri
dari kumpulan biji yang tersusun di empulur atau hati yang berada di dalam buah
(Gambar 2b). Di pedalaman Papua sendiri ditemukan paling sedikit 14 jenis atau
varietas tanaman buah merah. Buahnya berwarna merah marun terang, tetapi ada
juga jenis yang berwarna berwarna coklat, coklat-kekuningan dan kuning.
Buah merah termasuk tanaman endemik Papua dan secara umum habitat
asal tanaman ini adalah hutan sekunder dengan kondisi tanah lembab, berkadar
asam (pH sekitar 5,4-6,2) dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah.
Sementara kisaran suhu udara tempat tumbuh tanaman buah merah sekitar 23 - 33
º

C dan kelembaban udara antara 73 – 98 %. Untuk kebutuhan cahaya, tanaman

buah merah membutuhkan intensitas sekitar 1000-3000 lux (Budi et al. 2005).
Marga Pandanus ini mempunyai kisaran toleran yang sangat tinggi terhadap
kondisi tanah dan salinitas, sehingga banyak dijumpai di daerah berawa/becek,
berpasir, keadaan air tanah dangkal sampai dalam (Ullo 2002). Buah merah dapat
dijumpai pada ketinggian 5 - 300 m di atas permukaan laut Budi et al. (2005).
Sadsoeitoeboen (1999) melaporkan bahwa pada daerah pegunungan Arfak
Kabupaten Manokwari, kultivar buah merah panjang tumbuh pada ketinggian 5110 m dan 2300 m diatas permukaan air laut.
Berdasarkan data dari Budi et al. (2005), buah merah tersebar di beberapa
wilayah di Papua. Di Propinsi Papua, tanaman ini tersebar di Kabupaten
Jayawijaya, Nabire, Timika, Jayapura; sedangkan di Papua Barat, tersebar di
Kabupaten

Manokwari.

Menurut

Sadsoeitoeboen

(1999),

di

Kabupaten

Manokwari tanaman buah merah ditanam pada berbagai ekosistem dan di
beberapa wilayah, yaitu di Desa Amban dan Nuni, Warkapi, Warmare, Testega,
Ransiki serta Prafi. Berdasarkan penelitian Melinda & Hayu (2006) tanaman buah
merah di Kabupaten Manokwari mengalami penyakit hawar daun. Gejala yang
nampak di lapang adalah daun menguning yang mengelilingi bercak; diawali
dengan bercak kecil sampai meluas membentuk lingkaran besar dengan warna
coklat muda, abu-abu hingga coklat tua kehitaman. Hasil penelitian Melinda &
Hayu (2006) menunjukkan beberapa jenis cendawan yang berasosiasi dengan
gejala hawar daun, yaitu Scopulariopsis sp., Aspergillus sp., Humicola sp.,
Fusarium sp., Oidium sp., Nigrospora sp. dan 2 cendawan yang tidak

7
teridentifikasi; namun belum dipastikan jenis cendawan yang merupakan patogen
penyebab hawar daun. Penentuan patogen yaitu cendawan yang berasosiasi
dengan penyakit hawar daun didasarkan pada saat inkubasi daun bergejala hawar
yang dilembabkan. Hasil yang diperoleh adalah hifa cendawan yang muncul dan
tidak ada mikroorganisme lain.
Gejala penyakit hawar pada daun tanaman buah merah banyak ditemukan di
beberapa daerah di Kabupaten manokwari, tetapi belum diketahui keparahan
penyakit serta kehilangan hasil yang disebabkan. Namun mengetahui dan
mengidentifikasi penyebab penyakit hawar daun sangat penting sebagai informasi
dasar dalam deteksi penyakit secara dini.

Manfaat Tanaman Buah Merah
Sejak dahulu, masyarakat daerah Papua khususnya di Manokwari
memanfaatkan buah merah sebagai bahan pangan. Masyarakat mengambil minyak
dan sari buah merah dari hasil rebusan buahnya, dan dijadikan bahan campuran
dalam makanan. Selain itu juga buah merah digunakan sebagai sarana dalam
upacara ritual dan sebagai obat tradisional (Sadsoeitoeboen 1999). Wiryanta
(2005) melaporkan bahwa pasta dari buah merah dijadikan bahan pakan bagi
hewan peliharaan masyarakat. Selain itu, masyarakat Papua memanfaatkan buah
merah sebagai sumber minyak dengan memasaknya seperti membuat minyak
kelapa. Minyak tersebut kemudian disimpan dan dapat bertahan selama satu
tahun; dijadikan sebagai pengganti minyak goreng yang harganya relatif mahal
dan sulit dijangkau masyarakat. Pada kenyataannya, sebagian besar masyarakat
Papua yang mengkonsumsi buah merah jarang terkena penyakit, tubuhnya kuat
dan staminanya prima. Manfaat lain dari tanaman buah merah adalah daun serta
batangnya digunakan untuk membuat tikar dan atap (Craven & de Fretes 1987).
Buah merah mengandung zat gizi bermanfaat atau senyawa aktif dalam
kadar tinggi, diantaranya beta karoten, tokoferol, serta asam lemak seperti asam
oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam dekanoat, senyawa antioksidan dan
antivirus dalam dosis tinggi, vitamin dan mineral esensial yang cukup lengkap.
Murningsih (1992) melaporkan bahwa buah merah memiliki kandungan minyak yang
cukup tinggi, yaitu sekitar 36,93% per 100 gram berat buah kering. Karena

8
kandungan senyawa penting itulah, maka buah merah dapat berperan sebagai
pencegah penyakit degeneratif seperti stroke, jantung koroner, dan kanker
(Jeffbagy 2004).
Berbagai sumber dari bidang kesehatan menyatakan bahwa senyawa yang
dikandung oleh buah merah ini bermanfaat dalam menyembuhkan berbagai
penyakit. Tokoferol, alfatokoferol dan beta karoten berfungsi sebagai antioksidan
yang mampu menangkal radikal bebas. Ketiga senyawa inilah yang membantu
proses penyembuhan penyakit kanker, tumor dan HIV/AIDS. Tokoferol juga
dapat berfungsi sebagai pengencer darah yang baik untuk penderita stroke.
Selanjutnya senyawa asam lemak tak jenuh berperan sebagai antioksidan dan
membantu sistem kerja otak. Berdasarkan laporan dari Wiryanta (2005), sejumlah
kesaksian menyatakan setelah mengkonsumsi sari buah merah secara teratur,
dapat membantu proses penyembuhan penyakit kanker, tumor, HIV/AIDS, darah
tinggi, asam urat, stroke, gangguan pada mata, herpes, diabetes melitus,
osteoporosis, ambeien, lupus, malaria akut serta meningkatkan kecerdasan otak.

Morfologi Fusarium sp.
Fusarium merupakan salah satu cendawan yang diperoleh pada penelitian
Hayu & Melinda (2006), tentang jenis cendawan yang berasosiasi dengan gejala
hawar daun tanaman buah merah. Sampai sekarang, cendawan ini belum diketahui
menyebabkan penyakit hawar pada tanaman kelompok pandanaceae. Tetapi
berdasarkan penelitian dari Goldberg (2006), Fusarium dapat menyebabkan
penyakit hawar daun atau bercak daun pada tanaman monokotil, yaitu rumput.
Bercak daun Fusarium (hawar Fusarium) terjadi secara keseluruhan pada area
atau luasan daun yang besar. Berbentuk tidak teratur, luka dengan sedikit
kebasahan dengan tepian berwarna coklat kehitaman yang terjadi pada sebagian
besar daun dewasa serta dikelilingi warna kuning. Bercak daun dimulai pada
ujung daun dan menghasilkan hawar. Dengan rujukan inilah, maka diduga
cendawan penyebab penyakit hawar daun tanaman buah merah dapat disebabkan
oleh Fusarium, karena gejala hawar daun yang nampak di lapangan relatif tidak
berbeda dengan gejala bercak atau hawar pada rumput serta ke dua tanaman ini
tergolong dalam subkelas yang sama, yaitu monokotil.

9
Fusarium sp. memiliki beberapa spesies (Agrios 2005) dan merupakan
patogen tular tanah yang termasuk Hyphomycetes (sub divisio Deuteromycotina)
dan family Tuberculariaceae. Fusarium sp., dapat tumbuh dengan baik pada
bermacam macam media agar yang mengandung ekstrak sayuran. Mula-mula
miselium tidak berwarna, semakin tua warnanya semakin krem, akhirnya koloni
tampak mempunyai benang. Pada miselium

yang lebih tua terbentuk

klamidospora yang berdinding tebal. Miselia umumnya seperti kapas, seringkali
dengan warna ungu, merah muda atau kuning pada media (Barnett & Hunter
1999).
Menurut Leslie & Summerell (2006), cendawan ini memiliki konidia yang
bercabang dan disebut konidiofor yang merupakan alat perkembangbiakan, tempat
penyimpanan massa, sporodokia atau miselium. Konidiofor bervariasi, ramping
dan sederhana, gemuk, pendek, bercabang tidak teratur atau menghubungkan
fialid, tunggal atau berkelompok membentuk sporodokia. Sporodokia ini
membentuk makrokonidia dan mikrokonidia. Bentuk makrokonidia melengkung
panjang dengan ujung mengecil dan mempunyai sekat antara 1-10 atau lebih,
terdiri dari beberapa sel, berbentuk perahu; sedangkan mikrokonidium bentuknya
pendek, tidak bersekat atau bersekat satu, bersel satu, ovoid, tunggal atau berantai,
ada juga yang memiliki 2-3 sel, bujur atau ramping membengkok (Barnett &
Hunter 1999). Cendawan ini dapat bertahan di dalam tanah sebagai saprofit atau
parasit dalam bentuk klamidospora paling tidak selama lima tahun serta
menghasilkan mikrokonidia bening, silindris atau seperti perahu dan bersekat.
Surachmat & Mathur (1988); Gandjar et.al. (1999) dan C.M.I. (1968) yang
menyatakan bahwa koloni Fusarium berwarna putih, dengan merah muda sampai
violet, tepian koloni berwarna putih, berbentuk bundar,

elevasi datar serta

pertumbuhan koloninya lambat. Memiliki mikrokonidia yang berseptat 0 - 5,
berbentuk elips, lurus dan sedikit membengkok. Beberapa spesies dari Fusarium
sp. antara lain : F. oxysporum, F. cilliatum, F. moniliforme, F. roseum, F. solani
dan F. venticosum (Watanabe 2002) serta F. equisetii (Nelson 2001). Konsep
umum dari Fusarium pertama kali dianalisis oleh Link pada tahun 1809 dengan
ciri dasar yaitu adanya konidia berbentuk perahu atau ”canoe” atau pisang yang
nampak pada semua genus. Perbedaan bentuk dari konidia adalah umum untuk

10
mengidentifikasi banyak spesies Fusarium, meskipun ciri tersebut berbeda antar
spesies. Akan tetapi Fusarium memiliki morfologi yang terbatas, yang diduga
karena seleksi alam dan ekspresinya yang peka terhadap lingkungan. Deskripsi
beberapa spesies Fusarium antara lain sebagai berikut :
1. F. oxysporum
Koloni biasanya berwarna merah muda sampai biru violet atau putih
dan kuning; bagian tengah koloni berwarna lebih gelap dibandingkan
dengan bagian tepi. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni menjadi
seperti wol atau kapas (Fran & Cook 1998). Konidiofor hialin, sederhana,
dan pendek menghubungkan massa spora. Konidia hialin, terdiri dari
dengan 2 jenis yaitu : makrokonida berbentuk perahu atau bulan sabit yang
agak ramping pada ujung sel, dan sel basal yang bengkok, dengan 3- 5 sel.
Mikrokonidia elips dengan 1 sel; klamidospora berwarna coklat dan
berbentuk semi bulat. Panjang makrokonidia 17,5 – 29,1 – 45 µm dan
diameter 2,9–4,7 µm. Panjang mikrokonidia 6 – 15,8 µm dan diameter
1,9–3,7-5 µm. Klamidospora berdiameter 5,3-10,2–15 µm (Watanabe
2002). Lebih dari 54 forma spesialis F. oxysporum telah diketahui dan
dipublikasi.
2. F. ciliatum
Menurut Watanabe (2002), F. ciliatum memiliki konidiofor
sederhana (monofialid), mendatar, jarang bercabang di ujung, dengan
makrokonidia yang besar, membentuk sporodokia. Makrokonidia hialin,
sangat ramping, berbentuk sabit, 3-6 sekat. Tidak ada mikrokonida dan
klamidospora. Panjang konidiofor 10-20; 3,2-5 µm. Konidia berdiameter
40-56-2,2-3,2 µm. Cendawan ini berasal dari tanah, dengan koloni
homogen pada media Potato Dextrose Agar (PDA), coklat kekuningan
ditengah, sedikit putih dan miselia aerial datar.
3. F. moniliforme
F. moniliforme merupakan bentuk anamorf, sedangkan bentuk
teleomorf diberikan nama Gibberella fujikuroi. Cendawan ini memiliki
konidiofor hialin, sederhana atau bercabang yang menghubungkan massa
spora. Konidia hialin, terdiri dari 2 macam: makrokonidia berbentuk

11
perahu, dengan sel yang sedikit meramping di ujung, sel kaki
membengkok dengan 4-5 sel; mikrokonida hialin, ovoid, ujung meruncing.
Tidak ada klamidospora. Panjang makrokonidia 26,4-38,9 µm; diameter
2,4-3,7 µm. Panjang mikrokonidia panjang 7,2-12 µm; diameter 2,4-3,2
µm. Diketahui sebagai patogen pada padi, penyebab penyakit Bakanae
(Watanabe 2002).
4. F. roseum
Memiliki konidia berwarna kuning dan merah muda. Dengan
konidiofor hialin, sederhana dan menghubungkan massa spora. Konidia
hialin, terdiri dari 2 jenis : makrokonidia berbentuk bulan sabit atau perahu
dengan sel apikal dan sel kaki yang membengkok, 4-6 sel serta
mikrokonidia silinder dengan 1-2 sel. Klamidospora berwarna coklat dan
berbentuk bulat. Panjang makrokonidia panjang 24,5-45-105 µm; lebar 45-7,5 µm dan mikrokonidia panjangnya 5-17,1 µm; diameter 1,7-6,1 µm;
klamidospora 6,2-10,2 -15 µm (Watanabe 2002).
5. F. ventricosum
F. ventricosum merupakan bentuk anamorf, sedangkan Nectria
ventricosa merupakan bentuk teleomorfnya. Koloni pada media

PDA

tidak aerial, coklat kekuningan pucat atau coklat merah muda dan berzonasi. Memiliki konidiofor hialin, tegak, panjang, bercabang dan
menghubungkan massa spora. Konidia ada 2, yaitu makrokonidia hialin,
berbentuk bulan sabit, elips panjang dengan 4-5 sel; serta mikrokonidia
hialin dengan 1 sel. Klamidospora coklat kekuningan, tunggal atau 2-4
rantai. Panjang koniofor 125-150 µm; panjang cabang 32,5-90 µm. Massa
spora 10-25 µm. Makrokonidia 23,7-47,5 dan 3,7-6,3 µm. Mikrokonidia
3,7-11,3 dan 1,5-5,0 µm; klamidospora 6,2-8,8 µm. (Watanabe 2002).
6. F. solani
F. solani merupakan bentuk anamorf, dan Nectria haemotococca
adalah bentuk teleomorfnya. Memiliki konidia yang hialin, sederhana dan
menghubungkan massa spora. Konidia terdiri dari 2 jenis, yaitu :
makrokonida dengan sel yang membengkok di ujung dan meramping, 2
sel silinder di tengah, selalu 3-5 sel dan mikrokonidia silinder dengan 1-2

12
sel. Klamidospora coklat, berbentuk bulat dan selalu soliter. Panjang
konidiofor 50-165 µm. Makrokonidia 7,2-15; 2,4-3,9 µm; diameter
klamidospora 6-7,3 µm. F. solani memiliki

28 forma spesialis dan

umumnya heterotalik, jarang yang homotalik (Watanabe 2002).
7. F. equisetii
Pada isolasi awal miselia berwarna putih dan salem (peach),
selanjutnya (7-10) hari berubah menjadi coklat (beige) dan akhirnya
berwarna kekuningaan mengkilap, dan dibawahnya diawali lagi dengan
warna salem yang berubah menjadi coklat tua. Hanya makrokonidia yang
dihasilkan, jarang berkembang tetapi dihasilkan dari kumpulan sel spora
pada konidiofor. Makrokonidia membengkok seperti sabit, dengan
perkembangan sel kaki dan sel apikal yang menipis dan melengkung
dengan 4-7 septa, berukuran 22-60 x 3,5-6 µm atau

50x4,5 µm.

Klamidospora interkalar, soliter, berbentuk bulat, 7-9 µm. Jarang memiliki
peritesia, jarang berkembang, ovoid dengan dinding sel yang kasar dengan
tebal 200-350 µm, dan diameter 180-240 µm. Askuspora 21-33 x 4,5-5
µm, hialin, berbentuk kumparan, 2-3 sekat (Nelson 2001).

Sampai sekarang, karakter fisik dan fisiologi masih digunakan secara luas
dan praktis sebagai karakter morfologi untuk membedakan spesies Fusarium.
Yang menjadi masalah utama adalah jumlah karakter yang ada untuk dideteksi
jauh lebih kecil daripada jumlah spesies yang perlu dibedakan. Bentuk konidia
sering memberikan deskripsi spesies yang baik, tetapi perbedaan bentuk dan
ukuran makrokonidia dapat membingungkan, subjektif dan bergantung pada
lingkungan makrokonidia dihasilkan (Leslie et al. 2001).
Menurut (Leslie et al. 2001), para ahli kebanyakan menggunakan sistem
genetik dan molekuler sebagai dasar mengidentifikasi spesies Fusarium dan
mendeskripsikan takson baru; karena sistem tersebut lebih luas tersedia dalam
aplikasinya dan kekerabatan dapat diperluas serta penentuan suatu spesies dan
batas-batasnya lebih jelas. Secara konvensional, konsep morfologi yang lebih
menguasai, tetapi baru-baru ini teknik biologi dan molekuler yang menjadi lebih
penting. Masing-masing dari konsep tersebut beserta dengan tekniknya yang

13
berbeda-beda saat ini digunakan untuk saling melengkapi dan memiliki kontribusi
yang mengarah pada identifikasi suatu spesies dalam genus Fusarium.

Ekologi dan Patogenesis Fusarium sp.
Fusarium termasuk patogen tanaman yang dapat menular melalui tanah (soil
borne); bertahan dalam tanah (soil inhabitant) sebagai miselium atau spora tanpa
adanya inang (Nelson 2001). Jika terdapat inang maka akan menginfeksi akar,
masuk ke jaringan vaskular (xylem) menyebar dan memperbanyak diri, dan
menyebabkan inang mengalami kelayuan karena sistem pembuluh pada tanaman
inang tersebut tersumbat (Agrios 2005). Secara ekonomi Fusarium sp., adalah
patogen penting dalam pertanian hortikultura di dunia (Singleton et al. 1992).
Sebagai contoh, F. oxysporum menyerang pertanaman dan penyebarannya sangat
luas hampir di seluruh dunia. Cendawan ini menghasilkan tiga macam toksin yang
menyerang jaringan tanaman, yaitu: asam fusarat, asam dehidrofusarat dan
likomarasmin. Toksin-toksin tersebut akan mengubah permeabilitas membran
plasma dari sel tanaman inang sehingga mengakibatkan tanaman yang terinfeksi
lebih cepat kehilangan air daripada tanaman yang sehat (Nelson 2001).
Mendgen et al. (1996) berpendapat bahwa cara kerja dari toksin yang
dihasilkan Fusarium adalah mengubah struktur sel tanaman; toksin yang
dihasilkan adalah asam fusarat dan enzim pektinase. Enzim pektinase merupakan
enzim perombak dinding sel tanaman, sehingga patogen bisa masuk ke sel
tanaman dengan mudah, serta menyebabkan terjadinya perubahan warna pada
akar tanaman (Ching 2008). Asam fusarat bersifat racun pada jaringan parenkim
yang letaknya bersebelahan dengan jaringan pembuluh, sehingga menghambat
peran dari keduanya (Oku 1994). Mekanisme infeksi Fusarium adalah spora jatuh
ke sel tanaman (inokulasi) dibantu oleh angin, masuk ke lubang alami, yaitu
hidatoda (pada