Karakteristik Glued Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Berdiameter Kecil dengan Dua Ketebalan Lamina

(1)

KARAKTERISTIK

GLUED LAMINATED TIMBER

DARI TIGA

JENIS KAYU BERDIAMETER KECIL DENGAN DUA

KETEBALAN LAMINA

RAHMA NUR KOMARIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Glued Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Berdiameter Kecil dengan Dua Ketebalan Lamina adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Rahma Nur Komariah


(3)

RINGKASAN

RAHMA NUR KOMARIAH. Karakteristik Glued Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Berdiameter Kecil dengan Dua Ketebalan Lamina. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI, MUH YUSRAM MASSIJAYA dan JAJANG SURYANA.

Diversifikasi pemanfaatan jenis kayu termasuk yang berasal dari hutan rakyat dan hutan tanaman merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan kayu yang terus bertambah sekaligus tetap menjaga kelestarian hutan alam. Kurang lebih 10 juta Ha lahan sedang dikembangkan untuk tanaman jenis cepat tumbuh, seperti kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.), kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.), dan kayu Mangium (Acacia mangium Willd.). Kayu dari jenis cepat tumbuh (fast growing species) umumnya mempunyai diameter kecil (kurang dari 30 cm), siklus tebang pendek (5-10 tahun), dan umumnya memiliki kandungan cacat tinggi dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam. Ketiga jenis kayu cepat tumbuh tersebut paling banyak ditanam untuk penggunaan bukan struktural dan dapat memenuhi kebutuhan kayu yang tak dapat dipenuhi oleh hutan alam.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan glued laminated timber (glulam) yang memenuhi standar kayu struktural dalam contoh kecil dari tiga jenis kayu berdiameter kecil yaitu, mangium, manii, dan sengon. Ukuran glulam yang dibuat 5×7×160 cm (tebal, lebar, dan panjang). Glulam dibuat dengan kombinasi tiga dan lima lapisan lamina berukuran 1.7 cm dan 1 cm (t). Lamina direkat dengan menggunakan perekat isosianat, berat labur 280 g/m2 dengan kempa dingin, tekanan 10 kg/cm2 selama 3 jam. Glulam dibuat dari jenis kayu yang sama dan kombinasi bagian face back dari mangium dan bagian core dari manii atau sengon. Kayu solid digunakan sebagai pembanding terhadap glulam yang dihasilkan..

Pengujian sifat fisis, mekanis, dan delaminasi didasarkan pada standar JAS 234:2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat glulam yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan kayu solidnya, terkecuali untuk kadar air glulam yang lebih tinggi dan keteguhan geser glulam lebih rendah dibandingkan dengan kayu solidnya. Jenis kayu mempengaruhi sifat glulam yang dihasilkan, tetapi antara glulam tiga lapis dan lima lapis tidak ada perbedaan yang nyata. Semua glulam resisten terhadap delaminasi perlakuan perendaman air dingin dan panas. Glulam yang berhasil memenuhi standar JAS untuk kayu struktural yaitu, glulam mangium tiga dan lima lapis, glulam manii lima lapis, dan glulam mangium-manii lima lapis.


(4)

SUMMARY

RAHMA NUR KOMARIAH. Characteristic of Glued Laminated Timber Made from Three Small Diameter Logs Species with Two Lamina Thicknesses. Supervised by YUSUF SUDO HADI, MUH YUSRAM MASSIJAYA and JAJANG SURYANA.

Logs from community and plantation forests play important roles in fulfilling log demand of the wood industry in Indonesia. Approximately10 million hectares of land is being developed for fast-growing species, such as mangium (Acacia mangium Willd.), sengon (Falcataria moluccana Miq.), and manii (Maesopsis eminii Engl.). Fast-growing wood species generally has a small diameter (less than 30 cm), with short cutting cycles (5–10 years), and it generally has inferior quality in terms of the amount of defects and lower durability and strength compared to mature wood from natural forest. Currently, fast-growing wood species is not used for structural purposes, but the three species mentioned here are commonly planted and could feasibly replace timber from natural forest.

The aim of this study was to produced glued laminated timber (glulam) who had structural standard by JAS that manufactured from small-diameter logs of three wood species. Glulam dimension is 5 by 7 by 160 cm in thickness, width, and length, respectively. Glulam made from combination of three- and five-layer laminas with thickness 1.7 cm and 1 cm. Lamina bonded with isocyanate adhesive with 280 g/m2 glue spread, then pressing with cold press at 10 kg/cm2 for 3 hr. The glulams contained the same wood species, with a combination of face and back layers from mangium and a core layer from manii or sengon. Solid wood was included as a basis for comparison.

Physical–mechanical properties and delamination tests of glulam referred to JAS 234:2003. The research results showed that glulam properties were not significantly different from solid wood, with the exception of the shear strength of glulam being lower than that of solid wood. Wood species affected glulam properties, but three- and five-layer glulams were not different except for the modulus of elasticity. All glulams were resistant to delamination by immersion in both cold and boiling water. The glulams that successfully met the JAS standard were three- and five-layer mangium, five-layer manii, and five-layer mangium– manii glulams.


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

KARAKTERISTIK

GLUED LAMINATED TIMBER

DARI TIGA

JENIS KAYU BERDIAMETER KECIL DENGAN DUA

KETEBALAN LAMINA

RAHMA NUR KOMARIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014


(7)

Judul Tesis : Karakteristik Glued Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Berdiameter Kecil dengan Dua Ketebalan Lamina

Nama : Rahma Nur Komariah NIM : E251120051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Yusuf Sudo Hadi, MAgr Ketua

Prof Dr Ir Muh Yusram Massijaya, MS Dr Ir Jajang Suryana, MSc Anggota Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi

Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Karakteristik Glued Laminated Timber dari Tiga Jenis Kayu Berdiameter Kecil dengan Dua Ketebalan Lamina.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr, Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS, dan Bapak Dr. Ir. Jajang Suryana, MSc selaku pembimbing, serta Ibu Arinana S.Hut M.Si yang telah banyak memberi saran. Tak lupa ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas Beasiswa dan bantuan dana untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda Murni, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014


(9)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODOLOGI PENELITIAN 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Pemilahan dan Penyusunan Lamina 9

Sifat Fisis 10

Kerapatan 10

Kadar Air 11

Sifat Mekanis 13

Modulus Elastisitas (MOE) 13

Modulus Patah (MOR) 14

Keteguhan Geser/Rekat 15

Delaminasi 16

4 SIMPULAN 17

DAFTAR PUSTAKA 17


(10)

ii

DAFTAR TABEL

1 Pola penyusunan glulam berdasarkan tebal lamina penyusun dan

kombinasi jenis kayu 5

2 Nilai MOE lamina penyusun glulam 9

3 Sifat fisis kayu solid dan glulam 10

4 Uji t-sudent kayu solid dengan glulam 11

5 Analisis varian sifat fisis dan mekanis glulam 11

6 Uji lanjut Duncan kerapatan untuk jenis kayu 12

7 Uji lanjut Duncan kerapatan untuk interaksi 12

8 Uji lanjut Duncan kadar air untuk jenis kayu 13

9 Sifat mekanis kayu solid dan glulam 13

10 Uji lanjut Duncan MOE untuk jenis kayu 14

11 Uji lanjut Duncan MOE untuk interaksi 15

12 Uji lanjut Duncan MOR untuk jenis kayu 15

13 Uji lanjut Duncan keteguhan geser/rekat untuk jenis kayu 16

14 Delaminasi glulam 16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4

2 Penampang melintang kayu solid dan glulam 5

3 Pola pemotongan contoh uji panel glulam 6

4 Contoh uji untuk pengujian keteguhan geser/rekat glulam lima lapis 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penampang melintang glulam 20


(11)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diversifikasi pemanfaatan jenis kayu termasuk yang berasal dari hutan rakyat dan hutan tanaman merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan kayu yang terus bertambah sekaligus tetap menjaga kelestarian hutan alam. Jenis kayu dari hutan rakyat dan hutan tanaman pada umumnya merupakan jenis cepat tumbuh (fast growing species). Kurang lebih 10 juta ha lahan sedang dikembangkan untuk tanaman jenis cepat tumbuh, seperti kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.), kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.), dan kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) (Kementerian Kehutanan 2012). Kayu dari jenis cepat tumbuh umumnya mempunyai diameter kecil (kurang dari 30 cm), siklus tebang pendek (5-10 tahun), dan umumnya memiliki kandungan cacat tinggi dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam. Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan struktural, tetapi ketiga jenis kayu tersebut paling banyak ditanam dan dapat memenuhi kebutuhan kayu yang tidak dapat dipenuhi oleh hutan alam (Massijaya et al. 2011).

Penggunaan kayu untuk tujuan struktural menghendaki dimensi yang besar serta harus memiliki kekuatan yang tinggi. Untuk memenuhi ketersediaan komponen struktural dengan dimensi yang tidak bergantung pada diameter kayu, maka dikembangkan bentuk struktur yang bukan dari kayu utuh melainkan komponen laminasi yang dibuat dengan proses perekatan yang biasa juga disebut balok glulam atau balok laminasi (glued laminated timber), yang bisa dimodifikasi untuk meningkatkan sifat kekuatan dan kekakuan kayu yang tersedia. Komponen struktural ini dapat digunakan untuk kolom vertikal atau balok horizontal, bahkan dapat pula dibentuk lengkung atau membusur (Moody et al. 2010). Balok laminasi (glulam) lebih efisien dibandingkan kayu solid karena untuk menghasilkan balok besar dapat dibuat dari kayu (log) berdiameter kecil, kayu dengan kualitas rendah, serta lamina penyusun glulam lebih cepat dikeringkan (Abdurrachman dan Hadjib 2005). Hal ini terkait dengan peningkatan kebutuhan kayu dunia sedangkan jumlah kayu solid berukuran besar yang tersedia semakin menurun (Bahtiar 2008).

Karakteristik struktur balok glulam dipengaruhi oleh lamina-lamina penyusunnya, dimana lamina-lamina dapat diatur sedemikian rupa sehingga bisa meningkatkan sifat-sifat kekuatan kayu yang digunakan. Pada pinsipnya, berbagai jenis kayu dapat digunakan sebagai produk glulam selama digunakan perekat yang sesuai. Karena perekat sebagai material yang ada pada glulam memungkinkan tejadinya perubahan sifat seperti kekuatannya. Dengan dimensi penampang melintang glulam yang sama, dapat disusun lamina secara horizontal dengan ketebalan yang berbeda. Sehingga semakin tipis lamina, semakin banyak jumlah lamina yang digunakan, dan semakin luas pula bidang rekatnya (Sulistyawati et al. 2008).

Faherty dan Williamson (1999) mengemukakan bahwa perekat yang dipilih harus lebih kuat dan mempunyai ketahanan yang lebih besar daripada kayu yang direkat. Pemilihan jenis perekat pada balok laminasi dipertimbangkan secara


(12)

2

teknis maupun ekonomis sesuai dengan penggunaannya. Salah satu perekat yang dapat digunakan dalam produksi glulam adalah perekat isosianat. Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardenernya dan dicampurkan bila akan digunakan. Menurut Marra (1992) keunggulan perekat isosianat adalah kebutuhan lebih sedikit, suhu lebih rendah, siklus pengempaan lebih singkat, stabilitas dimensi lebih tinggi dan tanpa formaldehid. Perekat ini unggul dalam proses aplikasi dan mutu produknya, bergantung kepada reaktivitas yang tinggi dari senyawa isosianat reaktif – N=C=O. Polaritas yang kuat membuat senyawa pembawa radikal ini memiliki potensi adesi yang tinggi dan sangat potensial membentuk ikatan kovalen dengan substrat yang memiliki hidrogen yang reaktif (Cheng dan Gu 2010).

Penelitian ini mencoba memodifikasi pola penyusunan glulam dengan ketebalan lamina berbeda dan kombinasi dari tiga jenis kayu. Hal ini dilakukan dalam rangka mencari nilai kekuatan yang tinggi dan juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan jenis kayu berdiameter kecil.

Perumusan Masalah

Kayu dari hutan tanaman dan hutan rakyat merupakan kayu cepat tumbuh yang biasanya berdiameter kecil sehingga umumnya tidak digunakan sebagai kayu struktural, sedangkan kebutuhan kayu untuk tujuan struktural mengharuskan dimensi yang besar, sehingga dilakukan rekayasa kayu menjadi produk yang sesuai yakni balok laminasi (glulam). Glulam dari jenis kayu berdiameter kecil juga tetap harus memenuhi persyaratan tertentu menyangkut kekuatannya untuk digunakan sebagai bahan struktural. Oleh karena itu pertanyaan yang ingin dijawab adalah bagaimana mendesain balok laminasi agar didapatkan nilai yang paling baik dan apakah balok laminasi tersebut memiliki karakteristik yang dapat memenuhi persyaratan kekuatan kayu struktural.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan glulam yang memenuhi standar kayu struktural dari tiga jenis kayu berdiameter kecil. Untuk mencapai tujuan tersebut dalam penelitian ini dilakukan modifikasi ketebalan lamina dan kombinasi jenis kayu penyusunnya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan untuk masyarakat dan industri dalam pemanfaatan jenis kayu berdiameter kecil sebagai bahan struktural yang memenuhi persyaratan.


(13)

2 BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Pengerjaan Kayu, dan Laboratorium Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2013 hingga April 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu Sengon (Falcataria moluccana Miq.), kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.), dan kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dengan diameter antara 15-25 cm yang berasal dari Leuwiliang, Bogor. Perekat yang digunakan adalah WBPI (Water Based Polymer Isocyanate) yang diproduksi oleh PT. Polychemi Asia Pasifik, Jakarta.

Alat yang digunakan untuk pembuatan glulam adalah gergaji mesin, mesin serut dan mesin amplas. Kilang pengering untuk mengeringkan kayu. Alat-alat lainnya adalah peralatan untuk aplikasi perekat (wadah plastik dan kape), mesin kempa dingin, deflektometer, universal testing machine (UTM) Instron dan Baldwin, oven, water bath, timbangan, meteran, moisture meter, dan kaliper.

Metode Penelitian

Pembuatan Glulam. Glulam yang dibuat sebanyak 30 panel dengan ukuran akhirnya 5 cm x 7 cm x 160 cm pada dimensi tebal, lebar, dan panjang. Prosedur pembuatan panel glulam dapat dibagi ke dalam beberapa tahapan yaitu pembuatan lamina dan pengeringan, pemilahan lamina dengan metode defleksi, penyusunan lamina, perekatan, pengempaan, pengkondisian, pembuatan contoh uji, dan pengujian panel glulam. Gambar 1 menunjukkan diagram alir penelitian.

Pembuatan Lamina dan Pengeringan. Balok kayu Sengon, Manii, dan Mangium dengan masing-masing tebal, lebar dan panjang berukuran 6 cm x 12 cm x 200 cm. Balok-balok dari ketiga jenis kayu tersebut dikeringkan di dalam kilang pengering dengan suhu dan kelembaban yang telah diatur. Pengeringan balok dilakukan untuk memperoleh kadar air ± 12% (Herawati et al. 2010). Pengeringan ini juga bertujuan untuk meratakan kadar air di dalam kayu. Balok yang telah dikeringkan kemudian dipotong ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran tebal yang telah ditentukan. Selanjutnya tiap lamina diserut dan diamplas sampai halus.

Ukuran lamina yang dibuat untuk ketiga jenis kayu adalah: a. 1.7 cm x 7.0 cm x 160.0 cm


(14)

4

Setiap lamina diukur dimensinya (panjang, lebar, tebal) dan ditimbang untuk menentukan kerapatannya. Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah 5 cm x 7 cm x 160 cm ( l, t, p). Selain itu, dibuat juga balok utuh ukuran 5 cm x 7 cm x 160 cm dari ketiga jenis kayu sebagai pembanding. Masing-masing tipe glulam dibuat tiga kali ulangan.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Pemilahan Lamina dengan Alat Deflektometer. Dalam pemilahan lamina digunakan prinsip non destructive testing untuk mengukur kekakuan kayu (Modulus of elasticity) dengan menggunakan alat deflektometer. Prosedurnya adalah sebagai berikut (Surjokusumo et al. 2003):

1. Lamina yang akan dipilah diletakkan di atas dua tumpuan.

Persiapan Bahan Baku

Pemilahan Lamina dengan Metode Non Destruktif

Pembentukan Glulam (3 dan 5 Lapisan)

Pelaburan Perekat Isosianat 280 g/m2

Kempa Dingin (t = ± 3 jam, P= 10 kg/cm2)

Pengkondisian ± 1 Minggu

Pembuatan Contoh Uji

Pengujian Sifat Fisis-Mekanis dan Delaminasi Pembuatan Lamina dan

Pengeringan


(15)

2. Beban A (P1) diletakkan di atas lamina tepat di atas jarum deflektometer,

diukur besarnya defleksi (y1).

3. Beban standar B (P2) kemudian ditambahkan, angka pada deflektometer

dicatat (y2).

4. Beban diturunkan, lamina dibalik dan dipilah ulang seperti sebelumnya. Semakin besar nilai defleksi maka semakin kecil nilai kekakuan (MOE) lamina tersebut dan sebaliknya. Kemudian nilai defleksi yang diperoleh dikelompokkan menjadi tiga dengan rentang nilai 35,900-118,373 kg/cm2 dan diberi simbol EA, EB, dan EC dimana, EA>EB>EC. Kelompok EA digunakan pada bagian terluar (face atau back), sedangkan EB pada bagian tengah (crossband) dan EC pada bagian dalam (core).

Penyusunan Lamina. Lamina yang telah dipilah dan dikelompokkan berdasarkan nilai defleksinya disusun menurut susunan yang telah ditetapkan. Prinsip penyusunannya adalah dengan menempatkan lamina yang memiliki nilai defleksi yang lebih tinggi di bagian dalam balok laminasi yang akan dibuat. Sementara itu, lamina yang memiliki nilai defleksi yang lebih rendah ditempatkan di bagian luar balok laminasi. Gambar 2 menunjukkan penampang melintang glulam.

A B C

(kayu solid) (3 x 1.7 cm) (5 x 1.0 cm) Gambar 2 Penampang melintang kayu solid dan glulam Tabel 1 Pola penyusunan glulam berdasarkan tebal lamina penyusun dan

kombinasi jenis kayu

Tipe Glulam Tebal Lamina Penyusun Kombinasi Jenis Kayu

B 1.7 cm A-A-A

(tiga lapis) M-M-M

S-S-S

A-M-A

A-S-A

C 1.0 cm A-A-A-A-A

(lima lapis) M-M-M-M-M

S-S-S-S-S

A-M-M-M-A

A-S-S-S-A

Keterangan: A (Mangium), M (Manii), S (Sengon).

5 cm

7 cm 7 cm


(16)

6

Perekatan. Perekat yang digunakan adalah isosianat yang disiapkan sesuai dengan standar teknik yang telah ditentukan oleh produsen. Sebelum diaplikasikan, kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai rata dengan perbandingan 100:15 (berdasarkan berat). Sistem pelaburan perekatan dilakukan pada kedua permukaan (double spread) dengan berat labur 280 g/m² (Herawati et al. 2010, Sulistyawati et al. 2008).

Pengempaan. Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di- laburi perekat pada mesin kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu ruangan. Tekanan kempa yang digunakan sebesar 10 kg/cm².

Pengkondisian dan Finishing. Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan. Finishing dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk memperoleh ukuran yang diperlukan.

Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis. Glulam kemudian dipotong untuk pengujian kadar air, kerapatan, modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR), dan keteguhan rekat serta pengujian delaminasi menggunakan Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber, JAS234 tahun 2003.

Pembuatan Contoh Uji. Pembuatan contoh uji dilakukan setelah panel glulam disimpan dalam ruangan (conditioning) selama ± 1 minggu dan dilakukan pembentukan ukuran glulam menjadi 5 cm x 5 cm x 160 cm. Pola pemotongan contoh uji panel glulam seperti pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola pemotongan contoh uji panel glulam Keterangan:

1. Contoh Uji MOE/MOR (5 cm x 5 cm x 76 cm)

2. Contoh Uji Delaminasi (perendaman air dingin) (5 cm x 5 cm x 5 cm) 3. Contoh Uji Delaminasi (perendaman air panas) (5 cm x 5 cm x 5 cm) 4. Contoh Uji Keteguhan Rekat (5 cm x 5 cm x 5 cm)

5. Contoh Uji Kadar Air dan Kerapatan (5 cm x 5 cm x 5 cm)

Kadar Air. Contoh uji yang telah dipotong kemudian ditimbang (BA) lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2°C hingga diperoleh berat yang konstan, kemudian ditimbang (BKT). Kadar air dihitung dengan persamaan:

160 5 cm

5


(17)

Kerapatan (ρ). Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji kering udara dibagi dengan volume kering udara. Volume contoh uji diperoleh dari pengukuran dimensi panjang, lebar, dan tebalnya dengan menggunakan kaliper (VKU) dan selanjutnya ditimbang (BKU).

Nilai kerapatan dihitung dengan persamaan:

Modulus Elastisitas (MOE) dan Modulus Patah (MOR). Pengujian MOE dan MOR dilakukan menggunakan mesin UTM Instron tipe 3369. Pengujian dilakukan dengan pemberian satu titik beban terpusat pada tengah bentang contoh uji (one point loading) dengan posisi pengujian horizontal. Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar ASTM D 143-2007.

Nilai MOE dan MOR dihitung dengan menggunakan persamaan:

Dimana,

P : beban maksimum pada saat kayu rusak (kg) L : jarak sangga (cm)

Δ : defleksi yang terjadi akibat beban P (cm)

Δ : selisih antara beban atas dan bawah (kg) b : lebar contoh uji (cm)

h : tebal contoh uji (cm)

Keteguhan Geser/Rekat. Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal (Gambar). Beban diletakkan di salah satu garis rekat terluar. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan.

Gambar 4 Contoh uji untuk pengujian keteguhan geser/rekat glulam lima lapis 4 cm

5 cm

5 cm 1 cm

1 cm Garis Rekat


(18)

8

Nilai keteguhan geser/rekat dihitung dengan persamaan:

Delaminasi. Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air dingin dan air mendidih. Contoh uji dipotong dengan ukuran yang telah ditentukan (Gambar 3). Perendaman air dingin dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Selanjutnya contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40±3°C selama 18 jam. Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji dalam air mendidih (±100°C) selama 4 jam, kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam. Setelah itu contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 70±3°C selama 18 jam.

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan persamaan:

Analisis Data. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial 2×5 dalam rancangan acak lengkap (Faktorial Acak Lengkap) dengan dua faktor perlakuan yakni perlakuan kombinasi jenis kayu dan ketebalan lamina penyusun. Faktor perlakuan kombinasi jenis kayu terdiri dari 5 taraf perlakuan yaitu kayu Mangium, kayu Manii, kayu Sengon, kayu Maniii, dan kayu Mangium-Sengon. Faktor perlakuan tebal lamina penyusun terdiri dari 2 taraf perlakuan yaitu 1.0 cm dan 1.7 cm. Tiap kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, dengan demikian jumlah satuan percobaan yang dibuat adalah 30 panel glulam. Jika faktor berbeda signifikan maka dilakukan uji lanjut multi-range Duncan. Antara kayu solid dan glulam dilakukan analisis data dengan uji t-student. Model linier rancangan penelitian ini menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) yaitu:

Dimana,

Yijk : nilai pengamatan pada faktor kombinasi jenis kayu taraf ke-i, faktor tebal

lamina penyusun taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ : nilai tengah populasi sebenarnya

i : pengaruh utama dari kombinasi jenis kayu ke-i j : pengaruh utama dari tebal lamina penyusun ke-j

ij : komponen interaksi dari kombinasi jenis kayu ke-i dan tebal lamina

penyusun ke-j


(19)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilahan dan Penyusunan Lamina

Pemilahan lamina menggunakan metode non destruktif (Surjokusumo et al. 2003) dengan alat deflektometer menghasilkan nilai modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokan lamina. Nilai MOE dikelompokkan berdasarkan tipe glulam yang dibuat. Glulam tiga lapis dibuat dari 2 kelompok lamina kayu, sedangkan glulam lima lapis dibuat dari 3 kelompok lamina. Rentang nilai MOE lamina yang digunakan untuk membuat ke sepuluh tipe glulam berbeda-beda. Akan tetapi tetap menggunakan prinsip lamina dengan MOE tertinggi diletakkan dibagian terluar dan lamina dengan MOE yang lebih rendah diletakkan dibagian dalam, yang bertujuan untuk meningkatkan kekakuan glulam yang dihasilkan.

Glulam tersusun atas lamina yang memiliki ukuran lebar yang sama dan hanya berbeda pada tebal lamina penyusunnya yang disusun secara horizontal. Lamina yang memiliki MOE lebih tinggi diletakkan pada bagian yang mengalami tegangan maksimum pada saat glulam mengalami lenturan yakni gaya tekan (pada bagian atas glulam) dan gaya tarik (pada bagian bawah glulam) dengan komposisi yang seimbang. Moody et al. (2010) menyatakan bahwa penempatan lamina yang memiliki MOE tinggi pada daerah yang mengalami gaya tekan dan tarik dengan jumlah yang sama bertujuan untuk mengoptimalkan kekuatan lentur glulam. Tabel 2 Nilai MOE lamina penyusun glulam

Jenis Kayu

Jumlah Lapisan

Rataan ± SD MOE Lamina (kg/cm2)

Kelompok EA Kelompok EB Kelompok EC

Mangium 3 108,639 ± 12,892 - 88,312 ± 8,614

5 109,979 ± 10,032 84,121 ± 3,856 72,576 ± 2,225

Manii 3 89,958 ± 6,100 - 74,976 ± 5,771

5 105,655 ± 2,553 89,461 ± 8,843 72,841 ± 3,589

Sengon 3 68,997 ± 7,070 - 50,072 ± 5,872

5 60,918 ± 1,443 54,363 ± 1,784 42,655 ± 2,424

Mangium-Manii

3 118,373 ± 10,491 - 84,152 ± 2,177 5 102,972 ± 3,733 85,062 ± 6,393 69,859 ± 3,426

Mangium-Sengon

3 63,587 ± 11,274 - 35,900 ± 578

5 70,399 ± 4,058 58,099 ± 2,626 46,866 ± 5,865 Keterangan: EA (bagian face/back), EB (bagian crossband), EC (bagian core)

Tabel 2 di atas menunjukkan nilai rataan MOE untuk lamina mangium sama dengan lamina manii untuk kelompok EB dan EC, akan tetapi untuk kelompok EA rataan nilai MOE mangium lebih tinggi dibandingkan manii. Untuk lamina sengon memiliki nilai rataan MOE yang paling rendah. Nilai MOE ini berhubungan dengan kerapatan ketiga jenis kayu, disamping adanya cacat seperti mata kayu dan serat miring. Rataan kerapatan kayu sengon (0.27 g/cm3) paling


(20)

10

rendah dan rataan kerapatan kayu mangium (0.53 g/cm3) paling tinggi, sedangkan rataan kerapatan kayu manii (0.39 g/cm3) berada diantaranya. Cacat paling banyak terdapat pada kayu manii yang berupa serat miring, mata kayu, dan pingul. Penggunaan lamina dengan nilai MOE yang bervariasi ini dimaklumi karena pada penelitian ini tidak dilakukan pembatasan nilai minimal atau maksimal yang digunakan untuk pembuatan glulam. Pemilahan yang dilakukan lebih ditujukan untuk mengelompokkan lamina menjadi kelompok face/back (EA), crossband (EB), dan core (EC) sehingga semua lamina dapat digunakan.

Sifat Fisis Kerapatan

Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan kekuatannya. Dinding serat yang tebal dapat menghasilkan kayu berkerapatan tinggi, lebih keras, lebih kaku dibandingkan kayu berkerapatan rendah (Ruhendi et al. 2007). Tabel 3 memperlihatkan bahwa glulam sengon dan kayu solidnya memiliki kerapatan paling rendah, sedangkan kayu solid mangium dan glulamnya memiliki kerapatan paling tinggi, sedangkan kayu solid manii, dan glulam lainnya memiliki kerapatan sedang. Uji t-student pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kerapatan kayu solid dan glulam yang dibuat dari jenis yang sama tidak berbeda secara signifikan, hal ini menunjukkan bahwa proses pengempaan tidak mempengaruhi kerapatan glulam. Adanya variasi kerapatan yang tinggi pada kayu solid dan glulam dikarenakan variabilitas yang tinggi dari bahan baku, yakni proporsi kayu teras dan gubal yang terkandung, dimana kayu gubal lebih mendominasi, terutama pada kayu mangium dan manii.

Tabel 3 Sifat fisis kayu solid dan glulam

Jenis Kayu Jumlah Lapisan Kerapatan (g/cm3) Kadar Air (%) Mangium

1 0.53 ± 0.04 12.21 ± 0.32

3 0.59 ± 0.01 16.95 ± 1.05

5 0.44 ± 0.03 16.57 ± 1.01

Manii

1 0.39 ± 0.03 12.60 ± 1.94

3 0.39 ± 0.06 14.72 ± 0.29

5 0.48 ± 0.02 14.38 ± 0.33

Sengon

1 0.27 ± 0.00 12.79 ± 0.26

3 0.29 ± 0.02 14.18 ± 1.92

5 0.29 ± 0.01 15.11 ± 0.31

Mangium– Manii

3 0.50 ± 0.02 13.84 ± 0.35

5 0.45 ± 0.02 15.62 ± 0.50

Mangium– Sengon

3 0.38 ± 0.04 13.91 ± 0.21

5 0.39 ± 0.05 13.83 ± 0.68

JAS Standard Max 15.00

Jenis kayu mempengaruhi kerapatan glulam yang dihasilkan (Tabel 5) karena besarnya variasi kerapatan di antara glulam dari seluruh jenis kayu, yakni 0.27-0.53 g/cm3. Kerapatan lamina penyusun glulam dari tiap jenis kayu juga sangat bervariasi, terutama pada pohon muda masih mengadung banyak kayu


(21)

juvenil, sedangkan kerapatan jenis kayu dapat bervariasi tergantung pada letaknya dalam pohon dan kondisi tempat tumbuh (Mandang dan Pandit 1997). Selain itu, jumlah lapisan glulam tidak mempengaruhi kerapatan, namun interaksi antara jenis kayu dan jumlah lapisan berpengaruh terhadap kerapatan glulam. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 6), glulam dari kayu mangium memiliki kerapatan tertinggi (0.51 g/cm3) dan secara signifikan berbeda dengan glulam dari keempat jenis kayu lainnya. Dengan glulam dari kayu sengon memiliki kerapatan terendah (0.29 g/cm3). Tabel 7 menunjukkan bahwa glulam mangium tiga lapis memiliki kerapatan tertinggi (0.59 g/cm3) dan secara signifikan berbeda dari sembilan jenis glulam lainnya, sedangkan semua glulam sengon (0.29 g/cm3) memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan glulam lainnya.

Variasi nilai kerapatan kayu terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan ketebalan dinding serat. Kecenderungan serat yang memiliki dinding tebal dan lumen kecil memiliki kerapatan tinggi, sebaliknya serat yang memiliki dinding tipis dan lumen besar memiliki kerapatan yang rendah (Ruhendi et al. 2007). Tabel 4 Uji t-student kayu solid dengan glulam

Parameter Perlakuan Rataan ± SD P-value Keterangan Kerapatan Solid

Glulam

0.40 ± 0.12

0.42 ± 0.08 0.59

Tidak Signifikan Kadar Air Solid

Glulam

12.53 ± 1.02

14.91 ± 1.30 0.00 Signifikan

MOE Solid

Glulam

(95.6 ± 27.2) × 103

(109.6 ± 34.1) × 103 0.25

Tidak Signifikan

MOR Solid

Glulam

464 ± 94

554 ± 176 0.16

Tidak Signifikan Keteguhan Geser/Rekat Solid Glulam

78.15 ± 25.12

55.95 ± 17.52 0.05

Tidak Signifikan Tabel 5 Analisis varian sifat fisis dan mekanis glulam

Parameter Jenis Kayu (A) Lapisan (B) Interaksi A × B

Kerapatan * TS *

Kadar Air * TS TS

MOE * * *

MOR * TS TS

Keteguhan geser/rekat * TS TS

Delaminasi rendaman dingin TS TS TS

Delaminasi rendaman panas TS TS TS

Keterangan: Tingkat kepercayaan 95%. Kadar Air

Hasil kadar air untuk setiap jenis glulam disajikan pada Tabel 2. Kadar air rata-rata adalah 13% -15% untuk glulam manii, sengon, mangium-manii, dan mangium-sengon untuk tiga dan lima lapis, sementara glulam mangium memiliki kadar air 17% untuk kedua tipe lapisan. Mangium memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga memiliki kerapatan paling tinggi (0.53 g/cm3) dibandingkan dengan manii (0.39 g/cm3) dan sengon (0.27 g/cm3); mangium membutuhkan waktu pengeringan lebih lama untuk mencapai kadar air yang lebih rendah.


(22)

12

Tabel 6 Uji lanjut Duncan kerapatan untuk jenis kayu

Jenis Kayu N Subset

1 2 3 4

Sengon 6 .29

Mangium-Sengon 6 .38

Manii 6 .44

Mangium-Manii 6 .47

Mangium 6 .51

Tabel 7 Uji lanjut Duncan kerapatan untuk interaksi

Parameter N

Subset

1 2 3 4 5

Sengon 5 3 .29

Sengon 3 3 .29

Mangium–Sengon 3 3 .38

Mangium–Sengon 5 3 .39 .39

Manii 3 3 .39 .39

Mangium 5 3 .44 .44

Mangium–Manii 5 3 .45 .45

Manii 5 3 .48

Mangium–Manii 3 3 .50

Mangium 3 3 .59

Nilai ini sama dengan yang dilaporkan oleh Sulistyawati et al. (2008), yang menemukan kadar air rata-rata 16.3% untuk glulam mangium (kondisi kering udara). Glulam manii dan mangium-sengon tiga dan lima lapis memiliki kadar air yang memenuhi standar JAS 234: 2003 yakni maksimal 15%. Sementara itu, glulam mangium tiga dan lima lapis, glulam sengon lima lapis, dan glulam mangium-manii lima lapis tidak memenuhi standar, karena kadar air glulam yang dipengaruhi oleh kadar air setiap lamina penyusunnya (pembuatan glulam dilakukan selama musim hujan, Desember hingga April). Untuk kadar air glulam yang tinggi dapat diberikan perlakuan pengeringan tambahan seperti dijemur dan dianginkan.

Kadar air dari kayu solid lebih rendah dari glulam, yang ditunjukkan dengan perbedaan t-student yang tertera pada Tabel 4. Lamina yang lebih tipis lebih mudah untuk menyesuaikan dengan kelembaban disekitarnya,dan juga air yang terdapat pada perekat masih terjebak di dalam glulam, sehingga menghasilkan nilai kadar air yang tinggi untuk glulam. Jenis kayu berpengaruh terhadap kadar air 10 jenis glulam (Tabel 5). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 8), glulam dari kayu mangium memiliki kadar air tertinggi (16.8 %) dan secara signifikan berbeda dengan glulam dari keempat jenis kayu lainnya. Perbedaan terjadi karena glulam mangium terdiri dari lamina berkerapatan tinggi, akibatnya dinding sel lebih tebal dan memiliki jumlah air terikat yang lebih tinggi (Ruhendi et al. 2007).


(23)

Tabel 8 Uji lanjut Duncan kadar air untuk jenis kayu

Jenis Kayu N Subset

1 2

Mangium-Sengon 6 13.8

Manii 6 14.5

Sengon 6 14.6

Mangium-Manii 6 14.7

Mangium 6 16.8

Sifat Mekanis Modulus Elastisitas (MOE)

Tabel 9 menunjukkan bahwa MOE dari semua jenis glulam memenuhi nilai minimum yang ditetapkan oleh JAS 234: 2003, kecuali kedua tipe glulam sengon, karena kayu sengon memiliki kerapatan yang rendah (0.27 g/cm3), sehingga MOE yang dihasilkan rendah. MOE glulam dipengaruhi secara linier dengan MOE lamina penyusunnya dan kerapatan jenis kayunya (Moody et al. 2010). Hasil yang diperoleh hampir sama dengan penelitian Sulistyawati et al. (2008) yang memperoleh nilai MOE 95×103 kg/cm2 untuk jenis kayu mangium, dan Herawati et al. (2008) yang memperoleh nilai MOE 125×103 kg/cm2 untuk kayu mangium dan 96×103 kg/cm2 untuk kayu afrika.

Jenis kayu campuran dalam pembuatan glulam dengan penggunaan kayu berkerapatan lebih rendah untuk lapisan tengah terbukti efektif, kecuali untuk sengon. Kayu sengon memiliki kerapatan yang sangat rendah, dan lapisan tengah memperoleh gaya tekan dan tarik yang lebih rendah, sedangkan pada bagian luar memperoleh kekuatan tarik yang lebih besar.

Tabel 9 Sifat mekanis kayu solid dan glulam Jenis Kayu Jumlah

Lapisan

MOE (103 kg/cm2)

MOR (kg/cm2)

Keteguhan geser/rekat (kg/cm2) Mangium

1 121.6 ± 8.5 554 ± 92 109.33 ± 3.3

3 134.1 ± 3.4 742 ± 132 67.13 ± 33.1

5 88.8 ± 22.5 496 ± 32 58.17 ± 2.7

Manii

1 103.6 ± 5.2 495 ± 17 72.62 ± 4.6

3 92.1 ± 9.3 498 ± 33 53.95 ± 19.1

5 98.9 ± 4.4 608 ± 79 70.91 ± 2.9

Sengon

1 61.6 ± 3.2 345± 9 52.51 ± 1.4

3 66.4 ± 2.6 317± 102 50.81 ± 7.6

5 63.3 ± 6.7 337 ± 47 36.89 ± 5.4

Mangium-Manii

3 165.0 ± 17.3 781 ± 237 52.17 ± 14.4 5 131.3 ± 15.6 652 ± 109 78.95 ± 13.4

Mangium-Sengon

3 118.9 ± 7.9 512 ± 106 40.10 ± 4.9

5 142.9 ± 19.5 598 ± 114 50.45± 10.6

Standar JAS Min 75.0 Min 300 Min 54.0


(24)

14

Berdasarkan t-student pada Tabel 4, MOE dari glulam tidak berbeda nyata dari kayu solid, tapi ada standar deviasi yang tinggi karena tingginya variabilitas bahan baku. Hal ini terjadi karena komposisi kayu gubal yang lebih banyak dibandingkan kayu teras, terutama untuk jenis kayu mangium dan manii. Perbedaan bisa terlihat dari warna kayu yang terlihat kontras pada setiap lapisan penyusun glulam (Lampiran 1).

Jenis kayu, jumlah lapisan, dan interaksi antara dua faktor mempengaruhi MOE dari glulam seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 10), glulam dari kayu campuran mangium-manii memiliki MOE tertinggi (148×103 kg/cm2) dan secara signifikan berbeda dengan glulam dari keempat jenis kayu lainnya. Dimana glulam dari kayu sengon memiliki MOE terendah (65×103 kg/cm2). Berdasarkan uji lanjut Duncan untuk interaksi (Tabel 11), glulam mangium-manii tiga lapis memiliki MOE tertinggi (165×103 kg/cm2), yang secara signifikan berbeda dari sembilan jenis glulam lainnya. Selain itu, seluruh tipe glulam mangium, kecuali glulam mangium lima lapis, memiliki MOE lebih tinggi dibandingkan glulam lainnya, hal ini menunjukkan bahwa mangium yang memiliki kerapatan tertinggi, memainkan peran dalam mencapai MOE lebih tinggi. Dengan adanya kayu mangium sebagai lapisan terluar, tegangan lebih banyak terdistribusi di bagian terluar sehingga tegangan ke arah garis netral tidak begitu besar. Dalam hal ini, kombinasi kayu manii dan sengon untuk bagian dalam glulam dapat meningkatkan efisiensi penggunaan kayu untuk nilai kekuatan yang sama dengan penggunaan jenis kayu mangium seluruhnya.

Tabel 10 Uji lanjut Duncan MOE untuk jenis kayu

Species N Subset (10

4

)

1 2 3 4 5

Sengon 6 6.5

Manii 6 9.6

Mangium 6 11.1

Mangium-Sengon 6 13.1

Mangium-Manii 6 14.8

Modulus Patah (MOR)

Nilai MOR dari glulam tidak berbeda nyata dari kayu solid (Tabel 4); jenis kayu berpengaruh terhadap MOR, tetapi faktor-faktor lain tidak berpengaruh nyata (Tabel 5). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 12) glulam dari campuran mangium-manii memiliki nilai MOR tertinggi (617 kg/cm2) tetapi tidak berbeda nyata dengan glulam dari kayu mangium dan berbeda secara nyata dengan ketiga jenis kayu lainnya. MOR glulam ini dipengaruhi secara linier oleh MOR tiap jenis kayu penyusunnya. Dan setiap jenis kayu memiliki karakteristik sifat fisis, mekanis, dan anatomi serta cacat yang berbeda. Cacat dapat mengurangi kekuatan kayu, termasuk diantaranya mata kayu, miring serat, retak, dan kayu tekan (Tsoumis 1991). Glulam maupun solid dari kayu Sengon dengan kerapatan terendah memiliki MOR terendah dimana termasuk kelas kuat IV-V; glulam mangium dengan kerapatan tertinggi memiliki MOR tertinggi termasuk kelas kuat III-IV; serta MOR glulam dari kayu manii berada diantaranya walaupun berada di


(25)

kelas kuat III-IV tetapi kerapatannya lebih rendah dibandingkan glulam mangium. Nilai MOR semua glulam dapat memenuhi nilai minimum yang ditetapkan oleh JAS 234: 2003 yaitu 300 kg/cm2 (Tabel 9). Hasil ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa MOR dari glulam mangium adalah 540-600 kg/cm2 (Sulistyawati et al. 2008) dan 516-687 kg/cm2 (Herawati et al. 2010).

Tabel 11 Uji lanjut Duncan MOE untuk interaksi

Parameter N

Subset (104)

1 2 3 4 5 6

Sengon 5 3 6.33

Sengon 3 3 6.64

Mangium 5 3 8.88

Manii 3 3 9.20

Manii 5 3 9.89 9.89

Mangium–Sengon 3 3 1.19 11.89

Mangium–Manii 5 3 13.13 13.13

Mangium 3 3 13.41 13.41

Mangium–Sengon 5 3 14.29

Mangium–Manii 3 3 16.50

Tabel 12 Uji lanjut Duncan MOR untuk jenis kayu

Jenis Kayu N Subset

1 2 3

Sengon 6 327

Manii 6 552

Mangium-Sengon 6 554

Mangium 6 619 619

Mangium-Manii 6 716

Keteguhan Geser/Rekat

Pengujian keteguhan geser dilakukan untuk mengetahui kinerja perekat terhadap glulam yang dihasilkan. Keteguhan geser dari kayu solid lebih tinggi dibandingkan glulam, hal ini menunjukkan bahwa proses perekatan tidak menghasilkan hasil yang maksimal (Tabel 4). Kadar air glulam yang lebih tinggi daripada kayu solid berpengaruh dalam menurunkan nilai keteguhan geser. Karena kadar air merupakan salah satu yang mempengaruhi faktor kekuatan kayu, dimana semakin rendah kadar air maka semakin tinggi nilai kekuatannya karena dinding sel yang semakin kompak dan rapat serta gaya tarik menarik antara rantai molekul selulosa menjadi lebih kuat (Tsoumis 1991).

Menurut Vick (1999), kualitas perekatan dipengaruhi oleh jenis kayu, ketebalan lamina, dan proses pengempaan. Jenis kayu dipengaruhi oleh sifat fisis, anatomi, dan sifat kimia yang berbeda akan mempengaruhi proses perekatan. Untuk glulam, kekuatan geser dipengaruhi oleh jenis kayu tetapi tidak faktor-faktor lain (Tabel 5). Berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 13) glulam campuran


(26)

16

mangium-manii memiliki nilai keteguhan rekat tertinggi (67 kg/cm2) dan tidak berbeda nyata dengan glulam dari kayu mangium dan manii, akan tetapi berbeda nyata dengan kedua jenis kayu lainnya. Antara glulam tiga dan lima lapisan tidak berbeda nyata, sehingga glulam tiga lapis dapat dipertimbangkan untuk produksi karena konsumsi perekatnya minimum. Keteguhan rekat dapat ditelaah melalui kerusakan yang terjadi,dan hampir seluruh glulam mengalami kerusakan pada garis rekatnya (Lampiran 2). Semua tipe glulam mangium, glulam manii lima lapis, dan glulam mangium-manii memenuhi standar minimum 54 kg/cm2 untuk kekuatan geser (Tabel 9). Tetapi glulam dari sengon maupun glulam campuran mangium-sengon tidak memenuhi standar.

Tabel 13 Uji lanjut Duncan keteguhan geser/rekat untuk jenis kayu

Jenis Kayu N Subset

1 2

Sengon 6 43.9

Mangium-Sengon 6 45.3

Manii 6 62.4 62.4

Mangium 6 62.7 62.7

Mangium-Manii 6 65.6

Delaminasi

Delaminasi dengan perendaman dalam air dingin dan panas dijelaskan dalam Tabel 14. Delaminasi dengan perendaman air dingin adalah 0.0%, yang menunjukkan bahwa garis rekat tahan terhadap perlakuan air dingin. Delaminasi dengan perendaman air mendidih adalah 0.0%-3.8%, yang memiliki standar deviasi yang besar karena hanya satu sampel rusak.

Tabel 14 Delaminasi glulam Jenis Kayu Jumlah

Lapisan

Delaminasi dalam rendaman air dingin

(%)

Delaminasi dalam rendaman air panas

(%)

Mangium 3 0. 0 3.8 ± 3.6

5 0. 0 3.8 ± 6.6

Manii 3 0.0 0.0 ± 0. 0

5 0.0 2.2 ± 3.9

Sengon 3 0.0 0.0 ± 0.0

5 0.0 1.4 ± 2.4

Mangium-Manii 3 0.0 0.0 ± 0.0

5 0.0 2.9 ± 2.5

Mangium-Sengon

3 0.0 0.0 ± 0. 0

5 0.0 1.7 ± 2.9


(27)

Faktor jenis kayu dan jumlah lapisan tidak berpengaruh terhadap delaminasi glulam baik perendaman air dingin dan panas (Tabel 5), tetapi glulam tiga lapis lebih baik daripada glulam lima lapis dalam hal pengujian rendaman air panas. Semua jenis glulam memenuhi standar JAS 234:2003 untuk delaminasi, hal ini menunjukkan bahwa proses perekatan menghasilkan garis rekat yang bagus meskipun sudah diberi perlakuan ekstrim seperti perendaman panas.

4 SIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai kerapatan kayu mangium, manii, dan sengon pada penelitian ini adalah 0.53, 0.39, dan 0.27 g/cm3.

2. Kekuatan glulam tidak berbeda nyata dengan kayu solidnya.

3. Berdasarkan jenis kayu, mangium dan manii sangat berpengaruh untuk menghasilkan glulam yang berkualitas baik; karena kedua jenis ini memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan sengon.

4. Berdasarkan tebal lamina penyusun, antara glulam tiga dan lima lapis tidak berbeda nyata, jadi produksi glulam tiga lapis lebih dipilih mengingat konsumsi perekat yang lebih sedikit.

5. Pada uji delaminasi, semua glulam resisten terhadap perlakuan perendaman air dingin dan panas, tapi glulam tiga lapis memiliki nilai delaminasi yang lebih kecil dalam perendaman air panas dibandingkan glulam lima lapis. Hal ini dikarenakan garis rekat glulam tiga lapis lebih sedikit dibandingkan glulam lima lapis.

6. Glulam yang berhasil memenuhi standar JAS 234:2003 yaitu, glulam mangium tiga dan lima lapis, glulam manii lima lapis, dan glulam mangium-manii lima lapis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, Hadjib N. 2005. Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 23: 87-100. Bahtiar ET. 2008. Modulus elastisitas dan kekuatan tekan glulam. Di dalam:

Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya.(A17): 71-89.

Cheng RX, Gu JY. 2010. Study of improvement of bonding properties of larch glued laminated timber. Pigment and Resin Technology, 39 (3): 170-173. Faherty KF, Williamson TG. 1999. Wood Engineering and Construction

Handbook. New York (USA): McGraw-Hill Inc.

Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2010. Performance of Glued-Laminated Beams Made From Small Diameter Fast Growing Tree Species. J. Biol. Sci, 10: 37-42.


(28)

18

[JAS] Japanese Agricultural Standard. 2003. Glued Laminated Timber. JAS 234:2003. Tokyo (JP): Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries. Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta (ID):

Kementerian Kehutanan.

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor (ID): Yayasan PROSEA, Pusdiklat Pegawai & SDM Kehutanan. Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding. New York (USA): Van Nostrand

Reinhold.

Massijaya MY, Hadi YS, Hermawan D, Hadjib N. 2011. Project Completion Report: Activity 2.1.4 Evaluation of the Appropriate Properties of Products Manufactured from Small Diameter Logs in Indonesia. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 2010. Glued Structural Timbers. Didalam: Wood Handbook-Wood as an Engineering Material. Madison (WI): USDA Forest Service, Forest Products Laboratory.

Ruhendi S, Koroh DS, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sulistyawati I, Nugroho N, Surjokusumo S, Hadi YS. 2008. Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu Mangium. Jurnal Teknik Sipil. Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), 15 (3): 113-119.

Surjokusumo S, Nugroho N, Priyono J, Suroso A. 2003. Buku Petunjuk Penggunaan Mesin Pemilah Kayu Panter Versi Panter MPK-5. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties, Utilization. New York (USA): Van Nostrand Reinhold.

Vick CB. 1999. Adhesive bonding of wood material.In: Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Forest Products Technology. Madison (WI): USDA Forest Service, Forest Products Laboratory.


(29)

(30)

20

Lampiran 1 Penampang melintang glulam

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Keterangan: (a) Glulam Mangium tiga dan lima lapis (b) Glulam Manii tiga dan lima lapis (c) Glulam Sengon tiga dan lima lapis

(d) Glulam Mangium-Manii tiga dan lima lapis lapis (e) Glulam Mangium-Sengon tiga dan lima lapis


(31)

Lampiran 2 Tipe kerusakan glulam pada uji keteguhan geser/rekat

(a) (b)

(c)


(32)

22

(f) (g)

Keterangan: (a) Glulam Manii tiga dan lima lapis (b) Glulam Sengon tiga dan lima lapis (c) Glulam Mangium tiga dan lima lapis (d) Glulam Mangium-Sengon tiga lapis (e) Glulam Mangium-Sengon lima lapis (f) Glulam Mangium-Manii lima lapis (g) Glulam Mangium-Manii tiga lapis


(1)

Faktor jenis kayu dan jumlah lapisan tidak berpengaruh terhadap delaminasi glulam baik perendaman air dingin dan panas (Tabel 5), tetapi glulam tiga lapis lebih baik daripada glulam lima lapis dalam hal pengujian rendaman air panas. Semua jenis glulam memenuhi standar JAS 234:2003 untuk delaminasi, hal ini menunjukkan bahwa proses perekatan menghasilkan garis rekat yang bagus meskipun sudah diberi perlakuan ekstrim seperti perendaman panas.

4 SIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai kerapatan kayu mangium, manii, dan sengon pada penelitian ini adalah 0.53, 0.39, dan 0.27 g/cm3.

2. Kekuatan glulam tidak berbeda nyata dengan kayu solidnya.

3. Berdasarkan jenis kayu, mangium dan manii sangat berpengaruh untuk menghasilkan glulam yang berkualitas baik; karena kedua jenis ini memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan sengon.

4. Berdasarkan tebal lamina penyusun, antara glulam tiga dan lima lapis tidak berbeda nyata, jadi produksi glulam tiga lapis lebih dipilih mengingat konsumsi perekat yang lebih sedikit.

5. Pada uji delaminasi, semua glulam resisten terhadap perlakuan perendaman air dingin dan panas, tapi glulam tiga lapis memiliki nilai delaminasi yang lebih kecil dalam perendaman air panas dibandingkan glulam lima lapis. Hal ini dikarenakan garis rekat glulam tiga lapis lebih sedikit dibandingkan glulam lima lapis.

6. Glulam yang berhasil memenuhi standar JAS 234:2003 yaitu, glulam mangium tiga dan lima lapis, glulam manii lima lapis, dan glulam mangium-manii lima lapis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, Hadjib N. 2005. Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua jenis kayu kurang dikenal. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 23: 87-100.

Bahtiar ET. 2008. Modulus elastisitas dan kekuatan tekan glulam. Di dalam: Proceeding Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI XI). Universitas Palangkaraya.(A17): 71-89.

Cheng RX, Gu JY. 2010. Study of improvement of bonding properties of larch glued laminated timber. Pigment and Resin Technology, 39 (3): 170-173.

Faherty KF, Williamson TG. 1999. Wood Engineering and Construction Handbook. New York (USA): McGraw-Hill Inc.

Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2010. Performance of Glued-Laminated Beams Made From Small Diameter Fast Growing Tree Species. J. Biol. Sci, 10: 37-42.


(2)

[JAS] Japanese Agricultural Standard. 2003. Glued Laminated Timber. JAS 234:2003. Tokyo (JP): Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries.

Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan.

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor (ID): Yayasan PROSEA, Pusdiklat Pegawai & SDM Kehutanan.

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding. New York (USA): Van Nostrand Reinhold.

Massijaya MY, Hadi YS, Hermawan D, Hadjib N. 2011. Project Completion Report: Activity 2.1.4 Evaluation of the Appropriate Properties of Products Manufactured from Small Diameter Logs in Indonesia. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 2010. Glued Structural Timbers. Didalam:

Wood Handbook-Wood as an Engineering Material. Madison (WI): USDA Forest Service, Forest Products Laboratory.

Ruhendi S, Koroh DS, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.

Analisis Perekatan Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sulistyawati I, Nugroho N, Surjokusumo S, Hadi YS. 2008. Kekakuan dan Kekuatan Lentur Maksimum Balok Glulam dan Utuh Kayu Mangium.

Jurnal Teknik Sipil. Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), 15 (3): 113-119.

Surjokusumo S, Nugroho N, Priyono J, Suroso A. 2003. Buku Petunjuk Penggunaan Mesin Pemilah Kayu Panter Versi Panter MPK-5. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood Structure, Properties, Utilization. New York (USA): Van Nostrand Reinhold.

Vick CB. 1999. Adhesive bonding of wood material.In: Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Forest Products Technology. Madison (WI): USDA Forest Service, Forest Products Laboratory.


(3)

(4)

Lampiran 1 Penampang melintang glulam

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Keterangan: (a) Glulam Mangium tiga dan lima lapis (b) Glulam Manii tiga dan lima lapis (c) Glulam Sengon tiga dan lima lapis

(d) Glulam Mangium-Manii tiga dan lima lapis lapis (e) Glulam Mangium-Sengon tiga dan lima lapis


(5)

Lampiran 2 Tipe kerusakan glulam pada uji keteguhan geser/rekat

(a) (b)

(c)


(6)

(f) (g)

Keterangan: (a) Glulam Manii tiga dan lima lapis (b) Glulam Sengon tiga dan lima lapis (c) Glulam Mangium tiga dan lima lapis (d) Glulam Mangium-Sengon tiga lapis (e) Glulam Mangium-Sengon lima lapis (f) Glulam Mangium-Manii lima lapis (g) Glulam Mangium-Manii tiga lapis