UJI KAPASITAS TARIK FONDASI TIANG APUNG PADA TANAH PASIR
UJI KAPASITAS TARIK FONDASI TIANG APUNG
PADA TANAH PASIR
Hadi Pangestu Rihardjo*
ABSTRACT
A foundation structure should be designed to detain uplift force in construction built to detain rolling moment
such as dock, water tower, and telecommunication tower. This research was carried out to perceive the behaviour of
tension capacity of floating pillar on sandy soil and the comparison of ultimit capacity, shear resistivity tension and soil
stress coefficient between the experiment result and theoritic calculation. The research was done by building a model in
laboratory using a pillar made of plexyglass with diameter d = 2,5 cm and length variation of L = 15 cm ; 20 cm ; and
25 cm, and space s = 2,5 d ; 3d and 4 d with single pillar configuration, 2 pillars, 3 pillars and 4 pillars configuration.
The research result showed that on single pillar, the average tension capacity of pillar was 72,3% bigger than the result
of calculation using Poulos and Davis method, and 93% bigger than the result of calculation using Broms method. The
vertival displacement at the collapse point was 2,8% of pillar diameter ; shear resistivity tension and soil stress
coefficient was 74,7% and 74,6% bigger than the result of calculation using Poulos and Davis method, and 94,7% and
94,6% bigger than calculation using Broms method. Whereas on pillar groups, ultimit tension capacity pillar group was
55,7% bigger than the result of calculation using Poulos and Davis method, and 86,2% bigger than the result of
calculation using Broms method. The average vertical displacement at the collapse point was 3,4% of pillar diameter,
average shear resistivity tension and soil stress coefficient were respectively 55,4% and 57,9% bigger than the result of
calculation using Poulos and Davis method, and 92,1% and 91,1% bigger than the result of calculation using Broms
method.
Key words : tiang tunggal, kelompok tiang, kapasitas tarik ultimit, tahanan gesek satuan, koefisien tekanan tanah
PENDAHULUAN
Pada bangunan-bangunan seperti menara
transmisi ataupun menara telekomunikasi biasanya
berupa stuktur rangka ruang (space truss) yang
terbuat dari profil baja, beban mati yang didukung
fondasi relatif kecil dibanding beban lain yang
bekerja seperti beban angin, ataupun gaya yang
diakibatkan oleh putusnya kabel. Kombinasi beban
pada struktur atas akan mengakibatkan sebagian kaki
menara transmisi mengalami gaya angkat (uplift) dan
sebagian lagi mengalami gaya desak. Apabila kaki
bangunan tersebut menggunakan fondasi tiang, maka
posisi kaki yang menahan gaya angkat ke atas seakan
mengapung dalam tanah. Sehingga kapasitas tariknya
ditentukan oleh gesekan antara tiang dengan tanah di
sekitarnya ditambah berat tiang dan pengaruh
konsolidasi lapisan tanah di bawahnya. Fondasi tiang
semacam itu lazimnya disebut fondasi tiang apung
(floating pile) dan kapasitas dukungnya adalah
kapasitas tiangnya (pile capacity). Tahanan tiang
terhadap gaya ke atas tiang tidak selalu sama dengan
tahanan gesek tiang yang gayanya ke bawah. Pada
tanah pasir, kapasitas dinding tiang akan sangat kecil
jika tiang tersebut dipancang pada kedalaman yang
dangkal dan dipengaruhi oleh getaran, terutama
tahanan gesek bagian atas tiang dapat berkurang.
Oleh sebab itu untuk mengetahui perilaku dan
besarnya kapasitas dukung tiang dalam menahan
gaya ke atas sebaiknya ditentukan dari pengujian
pembebanan.
Penelitian tentang interaksi tanah dan fondasi
tiang yang diberi beban tarik ke atas telah banyak
dilakukan. Firuliadhin (2001) dalam studi
eksperimentasi laboratorium kekuatan tarik pondasi
tiang alas lebar pada tanah buatan campuran pasir
dan kaolin, menyatakan fondasi tarik akan runtuh
pada rata-rata rasio displacement-kedalaman pondasi
sekitar 3%. Selanjutnya Patra dan Pise (2001)
melakukan eksperimen model fondasi kelompok
tiang berdinding kasar dan halus pada tanah pasir
padat kering, menyatakan bahwa untuk tiang halus
efisiensi tariknya akan bertambah jika jarak antar
tiang bertambah, dan untuk tiang kasar efisiensi
tariknya akan berkurang jika kedalamannya
bertambah.
Penelitian
ini
memfokuskan
pada
pengamatan kapasitas tarik ultimit dan perilaku
fondasi tiang apung yang diberi beban vertikal sentris
pada tanah pasir dengan variasi panjang tiang, jumlah
tiang dan jarak tiang berdasarkan uji model di
laboratorium. Gambaran hubungan kapasitas tarik
dan perpindahan vertikalnya serta perbandingan
antara kapasitas tarik tiang, tahanan gesek satuan, dan
koefisien tekanan tanah yang diperoleh dari hasil
pengujian dan hitungan teoritis dapat menjadi bahan
masukan bagi perancangan fondasi tiang.
* Hadi Pangestu Rihardjo, staf pengajar jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa, Jl. Kusumanegara 121, Jogjakarta. E-mail : [email protected]
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
55
Kapasitas Tarik dan Tahanan Gesek Satuan
Tiang Apung Pada Tanah Pasir
Menurut Hardiyatmo (2001), tahanan tarik
ultimit fondasi tiang apung (floating pile) adalah
tahanan gesek dinding tiang ditambah berat tiang
yang dinyatakan dengan persamaan :
Qu = Qs + Wp
(1)
dengan :
Qs = tahanan gesek dinding tiang (kN)
Wp = berat tiang (kN)
Secara umum besarnya tahanan gesek ultimit
tiang dihitung dengan persamaan :
Qs = As fs
(2)
dengan :
As = luas selimut tiang (m2)
fs = tahanan gesek satuan fondasi tiang (kN/m2)
Sehingga besarnya tahanan gesek antara dinding
tiang dan tanah granuler adalah :
Qs = As d = As (cd + Kd p o ’ tg φd)
(3)
dengan :
cd = kohesi antara dinding-tanah (kN/m2)
Kd = koefisien tekanan tanah lateral pada dinding
tiang
φd = sudut gesek antara dinding tiang dan tanah
Karena pada tanah granuler kohesi tanah (c)
= 0, dan tanah granuler lolos air, maka hitunganhitungan tahanan gesek ultimit harus didasarkan pada
tinjauan tegangan efektif (φd’), sehingga Persamaan
2 menjadi :
Qs = As Kd p o ’tg φd ‘ + Wp
(4)
dengan:
p o ’ = v’ = Σ γi zi
= tekanan efektif rata-rata di sepanjang tiang
yang besarnya sama dengan tekanan
overburden efektif untuk z ≤ zc dan sama
dengan tekanan vertikal kritis untuk z > zc
z = kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan
tanah
zc = kedalaman kritis, yaitu kedalaman dimana
tekanan overburden efektif dihitung dari titik
ini dianggap konstan.
φd ‘ = sudut gesek efektif antara dinding tiang dan
tanah
Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama
dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada
dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang
dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah
mampat atau tidak mudah mampat, namun di
bawahnya terdapat lapisan lunak (Hardiyatmo, 2002).
Berat tiang-tiang yang berada dalam area
kelompok tiang dapat diangap sama dengan berat
tanah yang dipindahkan. Untuk tanah non kohesif (c
= 0) atau tanah c - ϕ dengan kohesi yang tidak begitu
besar, cara transfer tiang dari tiang ke tanah di
56
sekitarnya merupakan masalah yang komplek, yang
bergantung pada elastisitas tiang, lapisan tanah dan
gangguan tanah waktu pemasangan tiang. Tomlinson
menyarankan penyebaran beban 1H : 4V untuk
volume tanah yang tercabut (Gambar 1) dan karena
tahanan gesek di sekeling tiang diabaikan, faktor
aman terhadap gaya tarik dapat diambil sama dengan
1 (Hardiyatmo, 2001).
Q
Blok tanah
terangkat
D
1
4
BxL
Gambar 1 Tahanan kelompok tiang dalam menahan
gaya tarik ke atas dalam tanah granuler
(Tomlinson, 1977 dalam Hardiyatmo, 2001)
Selanjutnya menurut pengamatan Vesic
(1967) dalam Hardiyatmo (1999), pada tiang yang
dipancang dalam tanah pasir homogen menunjukkan
bahwa kapasitas kelompok tiang lebih besar daripada
jumlah kapasitas masing-masing tiang di dalam
kelompoknya. Jika tiang dekat, pada waktu
pemancangan tiang di dekatnya, tegangan efektif
lateral akan bertambah sehingga tahanan gesek
dinding juga bertambah. Kecuali itu, pemancangan
tiang yang berdekatan cenderung menambah
kerapatan relatif pasir yang akan menambah sudut
gesek dalam (φ). Oleh sebab itu Poulos dan Davis
(1980) menyarankan hubungan kerapatan relatif (Dr)
dan φ’ (φ’= δ) :
φ’ = 28o + 15 Dr
(5)
dan nilai φ di sepanjang tiang untuk menentukan nilai
Kd tg δ dan zc/d sebesar :
φ = ¾ φ’ + 10o
(6)
dengan :
φ’ = sudut gesek dalam tanah asli lapangan
Gambar 2 menunjukkan hubungan zc/d dan Kd tg δ
untuk tiang pada tanah pasir yang disarankan Poulos
dan Davis (1980). Nilai-nilai dalam Gambar 2.a dan
2.b merupakan nilai-nilai hasil pengujian tiang yang
dibuat dari pipa baja. Namun, Hardiyatmo (2001)
menyatakan gambar tersebut dapat pula digunakan
untuk bahan tiang yang lain.
Dari Persamaan 1 maka kapasitas tarik
kelompok tiang pada tanah granuler dinyatakan :
Qg = Σ As (Kd p o ’ tg φd ‘) + Wp
(7)
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
Gambar 2. Hubungan zc/d dan Kd tg δ untuk tiang pada tanah pasir (Poulos dan Davis, 1980)
Berdasarkan Persamaan 2 dan 7, maka
tahanan gesek satuan dinding ultimit pada tanah
granuler dapat dinyatakan :
fs = Kd p o ’tg φd ‘
(8)
Meskipun pengamatan Vesic menunjukkan, bahwa
tahanan gesek dinding akan mencapai maksimum
pada penetrasi tiang pada 10 sampai 20 diameternya,
sehingga penggunaan Persamaan 8 menjadi tidak
aman untuk kedalaman > 20 diameternya.
Model Benda Uji
Model fondasi tiang berbentuk bulat lurus
pejal berdiameter 2,5 cm dengan variasi panjang
tiang L = 25 cm; dan 20 cm dengan jarak s = 2,5d;
3d; dan 4d dengan konfigurasi tiang tunggal, 2 tiang,
3 tiang dan 4 tiang. Konfigurasi model tiang seperti
ditunjukkan Gambar 5
Mulai
Studi pustaka
Persiapan laboratorium
1. Peyiapan bahan
2. Setting alat
METODE PENELITIAN
Bahan
Sampel tanah tanah pasir yang digunakan
berupa pasir seragam berasal dari pantai
Parangkusumo,
Bantul,
Jogjakarta.
Sebelum
digunakan, pasir terlebih dahulu dijemur supaya
kadar airnya tetap, kemudian dimasukkan kedalam
kotak uji. Sebelum pegujian beban dilakukan, pada
tanah terlebih dahulu dilakukan pemadatan pada
setiap ketebalan 10 cm dengan meggunakan stamper
agar diperoleh kepadatan yang sama hingga
ketebalan mencapai 40 cm. Sedangkan bahan yang
digunakan untuk membuat model tiang dan pile cap
adalah plexyglass.
Pengujian pendahuluan
1. Uji properties tanah
2. Uji elastisitas plexyglass
Rancangan
benda uji
Konfigurasi model :
1; 2; 3; dan 4 tiang
S = 2,5d, 3d dan 4d
L = 20 dan 25 cm
Pembebanan tarik
pada model
Tidak terjadi
kegagalan dalam
pengujian sample
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan seperti bagan
alir pada Gambar 3
Tidak
Ya
Pengujian Pendahuluan
Dari pengujian karakteristik tanah diperoleh
berat jenis tanah sebesar 3,18 kg/cm3, kadar air 0,19
%, kohesi 0,00 kN/m2, bergradasi 99,68% pasir dan
0,32% lanau/lempung.
Peralatan
Penelitian dilakukan pada kotak uji polymer
kedap air berbentuk kubus yang berlubang bagian
atasnya dan diperkuat dengan frame baja siku. Dua
buah rol dipasang pada frame, keduanya
dihubungkan dengan kawat baja dan pada ujungnya
diberi alat peletak beban. Gambar 4 menunjukkan
kotak uji pembebanan.
Analisa dan Evaluasi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3. Bagan alir pengujian model fondasi tiang
Pembebanan
Tiang dipasang pada pile cap yang tidak
menyentuh tanah. Pengujian dilakukan dengan
memberikan beban tarik vertikal sentris sebagaimana
ditunjukkan Gambar 4.Uji pembebanan mengacu
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
57
pada standar ASTM D1143-57T dengan metoda
beban tertahan (maintained load), yaitu pemberian
beban secara bertahap dengan interval penambahan
beban 2 – 3 kg. Penambahan dilakukan setelah
kecepatan penurunan kurang dari 0,305 mm/jam atau
sesudah 2 jam, dipilih salah satu yang lebih dulu
terjadi. Perpindahan vertikal yang terjadi diukur
dengan dial gauge berketelitian 0,01 mm. Rentang
waktu pengukuran setiap 2,5 menit ditentukan dari
stopwatch. Nilai tahanan gesek pada pengujian
merupakan tahanan gesek antara tanah pasir dan
plexyglass.
Kabel
penggantung
Tabel 1 Rata-rata hasil uji kapasitas tarik (Qtr) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ)
Jumlah
tiang
(n)
Jarak
tiang
(s)
1
2
3
Roll
L2= 25 cm
Qs
(kN)
δ
(mm)
%d
Qs
(kN)
δ
(mm)
%d
-
0,137
0,580
2,32
0,235
0,820
3,28
2,5d
0,157
0,60
2,40
0,255
1,18
4,72
3d
0,157
0,37
1,48
0,270
0,95
3,80
4d
0,196
0,67
2,68
0,294
1,12
4,48
2,5d
0,232
1,18
4,72
0,382
0,80
3,20
3d
0,232
0,53
2,12
0,412
1,17
4,68
4d
0,261
0,70
2,80
0,412
0,92
3,68
2,5d
0,290
1,42
5,68
0,441
0,78
3,12
3d
0,319
0,85
3,40
0,470
0,70
2,80
4d
0,319
0,92
3,68
0,470
0,60
2,40
0,00
0,20
rangka baja
rangka dial gage
dial gage
4
0,25 m
Fondasi tiang
Beba
1m
L1 = 20 cm
beban
Tanah pasir seragam
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Gambar 4. Kotak uji pembebanan tarik
S
Perpindahan Vertikal (mm)
0,00
1,2 m
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
L = 20 cm
L = 25 cm
-3,50
-4,00
S
Gambar 6. Qs dan δ tiang tunggal saat runtuh
s
0.87 S
S
S
Gambar 5 Konfigurasi model tiang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata kapasitas tarik ultimit (Qs) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ) yang diperoleh
pada pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tiang Tunggal
1. Kapasitas tarik ultimit dan perpindahan
vertikal yang terjadi
Perilaku tiang tunggal ketika diberi beban
vertikal sentris ditunjukkan pada Gambar 6. Dari
Tabel 1 dan Gambar 6, terlihat bahwa semakin
panjang tiang akan semakin besar pula kapasitas tarik
ultimitnya (Qs), dan semakin besar pula perpindahan
vertikal yang terjadi (δ) saat beban runtuh.
58
2. Tahanan gesek satuan tarik (fs) tiang tunggal
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘)
Berdasarkan Tabel 1, data berat tiang dan
Persamaan 7 (L < 20d) diperoleh nilai-nilai tahanan
gesek satuan tiang untuk tanah pasir. Sedangkan dari
hasil uji bahan diperoleh γpasir = 18,22 kN/m3 dan φd ‘
= 20,60o, sehingga dapat diperoleh koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) seperti ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan nilai fs dan Kd tarik tiang
tunggal pada tanah pasir
Panjang
tiang
(L)
fs
(kN/m2)
γpasir
(kN/m3)
po
20 cm
8,5
18,22
1,822
4,66
25 cm
11,8
18,22
2,2775
5,18
’
Kd tg φd ‘
Kd tg φd ‘
rata-rata
4,92
Dari Tabel 2, terlihat bahwa pada tanah pasir
semakin panjang tiangnya akan semakin besar
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
3. Perbandingan kapasitas tarik ultimit (Qtr) tiang
tunggal hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 4, diperoleh kapasitas
tarik hasil hitungan, dan perbandingannya dengan
hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan kapasitas tarik ultimit (Qu)
tiang tunggal hasil pengamatan dan hitungan
Nilai diperoleh
berdasarkan
Pengamatan
(2004)
Hitungan cara
Poulos dan
Davis (1980)
Hitungan cara
Broms (1965)
Kapasitas tarik
ultimit
Qtr (kN)
Selisih terhadap
pengamatan
(%)
20 cm
25 cm
20 cm
25 cm
0,137
0,235
-
-
0,041
0,06
70,1
74,5
0,010
4
0,015
92,4
93,6
Pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai kapasitas
tarik tiang tunggal hasil pengamatan rata-rata lebih
besar sekitar 72,3% dibandingkan hasil hitungan cara
Poulos dan Davis (1980) dan 93% terhadap Broms
(1965).
4. Perbandingan tahanan gesek satuan tarik (fs)
tiang tunggal dan koefisien tekanan tanah
(Kd tg φd ‘) hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 8 diperoleh nilai
tahanan gesek satuan tarik tiang tunggal (fs) dan
koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘) hasil hitungan
dan perbandingannya dengan hasil pengamatan
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan nilai fs dan Kd tg φd ‘ rata-rata
tiang tunggal hasil pengamatan dan
hitungan
Nilai yang diperoleh
Nilai diperoleh
dari
Pengamatan
(2004)
Hitungan cara
Poulos dan
Davis
(1980)
Hitungan cara
Brom (1965)
fs ratarata
(kN/m2)
Selisih (%)
Kd tg φd ‘
fs
ratarata
Kd tg φd ‘
10,15
4,92
-
-
2,565
1,25
74,7
74,6
0,54
0,263
94,7
94,6
Kelompok Tiang
1. Pengaruh jumlah tiang terhadap kapasitas
tarik ultimit dan perpindahan vertikal yang
terjadi
Dari Tabel 1, pada variasi panjang tiang dan
jarak tiang terlihat bahwa model fondasi tiang pada
jumlah tiang n = 2 mengalami keruntuhan pada nilai
kapasitas tarik yang lebih kecil dibanding yang
terjadi pada n = 3, dan kapasitas tarik yang terjadi
pada n = 4 saat runtuh lebih besar dibanding pada n
=2 dan n = 3 tiang. Sehingga dapat dinyatakan,
bahwa kapasitas tarik yang terjadi saat tercapainya
beban runtuh, nilainya lebih besar pada fondasi
dengan jumlah tiang yang lebih banyak. Gambar 7
menunjukkan pengaruh jumlah tiang terhadap
kapasitas tarik ultimit (Qg) dan perpindahan vertikal
yang terjadi (δ) pada L = 25 cm s = 4d.
0,00
0,20
0,40
Beban (kN)
0,60
0,80
1,00
1,20
0,00
Perpindahan Vertikal (m m )
tahanan geseknya. Hal ini terjadi karena
pemancangan tiang pada tanah pasir menyebabkan
pemadatan tanah di sekitar tiang semakin bertambah.
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
-3,50
n=2
n=3
n=4
-4,00
Gambar 7. Pengaruh n terhadap Qg dan δ pada
s = 4d, L = 25 cm
Dari Tabel 1 dan Gambar 7 terlihat, bahwa
perpindahan vertikal (δ) yang terjadi pada n = 2 lebih
besar dari n = 3 dan n = 3 lebih besar dari n = 4.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa perpindahan
vertikal yang terjadi pada jumlah tiang yang semakin
banyak akan semakin kecil seiring bertambahnya
jarak tiang.
2. Pengaruh panjang tiang terhadap kapasitas
tarik ultimit dan perpindahan vertikal yang
terjadi
Dari Tabel 1, terlihat model fondasi tiang
dengan panjang 20 cm mengalami keruntuhan pada
nilai kapsitas tarik yang lebih kecil dibanding yang
terjadi pada panjang tiang 25 cm. Kapasitas tarik saat
mengalami keruntuhan terbesar terjadi pada semua
variasi panjang tiang pada jarak 4d. Sehingga dapat
dinyatakan, bahwa semakin panjang tiang, maka
kapasitas tariknya akan semakin meningkat atau
semakin besar pula beban yang diperlukan untuk
meruntuhkan fondasi. Pada Gambar 8 ditunjukkan
pengaruh L terhadap kapasitas tarik ultimit (Qg) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ)
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
59
Dari Tabel 1 dan Gambar 8 terlihat, bahwa
perpindahan vertikal (δ) yang terjadi pada L = 20 cm
lebih besar dari L = 25. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa perpindahan vertikal yang terjadi pada tiang
yang semakin panjang akan semakin kecil seiring
dengan bertambahnya jarak tiang.
0,00
0,20
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Perpindahan vertikal (mm)
0,00
gesek satuan tiang (fs). Sedangkan dari hasil uji
bahan diperoleh γpasir = 18,22 kN/m3 dan φd ‘ =
20,60o, sehingga dapat diperoleh koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) seperti ditunjukkan dalam Tabel
5.a, 5.b, dan 5.c.
Tabel 5.a.. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 2,5d
Panjang
Tiang
(L)
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
20 cm
L = 20 cm
-3,50
L = 25 cm
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
4,70
2,58
3 tiang
4,62
2,53
4 tiang
4,326
2,37
2 tiang
5,73
2,51
3 tiang
6,24
2,74
4 tiang
5,375
2,36
-4,00
Gambar 8. Pengaruh L terhadap Qg dan δ
pada n = 4, s = 4d
3. Pengaruh jarak tiang terhadap kapasitas tarik
ultimit dan perpindahan vertikal yang terjadi
Dalam Tabel 1, pada L = 25 cm dan n = 4
tiang didapatkan nilai kapasitas tarik ultimit
kelompok tiang untuk s = 2,5d lebih kecil dari s = 3d
dan s = 3d sama besarnya dengan s = 4d. Namun
perpindahan vertikal yang terjadi pada s = 2,5d lebih
besar dari s = 3d dan s = 3d lebih besar dari s = 4d.
Pada Gambar 8 ditunjukkan pengaruh s terhadap
kapasitas tarik ultimit (Qg) dan perpindahan vertikal
yang terjadi (δ) untuk L = 25 cm dan n = 4.
0,00
0,20
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
25 cm
Tabel 5.b. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 3d
Panjang
Tiang
(L)
20 cm
25 cm
Perpindahan vertikal (mm)
0,00
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
4,69
2,57
3 tiang
4,65
2,55
4 tiang
4,79
2,62
2 tiang
6,636
2,91
3 tiang
6,76
2,97
4 tiang
5,74
2,52
-0,50
-1,00
Tabel 5.b. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 3d
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
-3,50
s = 4d
s = 3d
s = 2,5d
Panjang
Tiang
(L)
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
5,956
3,26
3 tiang
5,26
2,88
4 tiang
4,77
2,62
2 tiang
7,21
3,16
3 tiang
6,77
2,97
4 tiang
5,716
2,51
-4,00
Gambar 9. Pengaruh s terhadap Qg dan δ
pada L = 25 cm; n = 4
Dari Tabel 1 dan Gambar 9 dapat
dinyatakan, bahwa dengan penambahan jarak tiang
pada kelompok tiang pada panjang tiang yang lebih
kecil, tidak menyebabkan kapasitas kelompoknya
semakin bertambah, karena dipengaruhi oleh pola
keruntuhan pada tiang
4. Tahanan gesek satuan tarik kelompok tiang
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘)
Berdasarkan Tabel 1, data berat tiang dan
Persamaan 7 (L < 20d) diperoleh nilai-nilai tahanan
60
20 cm
25 cm
Dari Tabel 5a, 5.b, dan 5.c. dapat
dinyatakan, bahwa dengan penambahan jarak tiang
tidak menyebabkan tahanan gesek satuan serta
koefisien tanahnya semakin bertambah, karena
dipengaruhi oleh pola keruntuhan pada tiang.
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
5. Perbandingan kapasitas tarik kelompok tiang
hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 7 diperoleh
kapasitas tarik kelompok tiang (Qg) hasil hitungan.
Perbandingannya dengan hasil pengamatan pada
masing-masing panjang tiang disajikan pada Tabel 6.
dan 7.
Dari Tabel 6 dan 7 terlihat, bahwa kapasitas
tarik ultimit tiang hasil pengamatan rata-rata 55,7%
lebih besar dari hitungan cara Poulos dan Davis dan
86,23% lebih besar dari hitungan cara Broms.
6. Perbandingan tahanan gesek satuan tarik
kelompok tiang (fs) serta koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) hasil pengamatan dan
hitungan
Berdasarkan Persamaan 8 diperoleh nilainilai tahanan gesek satuan tarik kelompok tiang (fs)
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘) hasil
hitungan yang selanjutnya dibandingkan dengan hasil
pengamatan seperti ditunjukkan Tabel 8.
Hasilnya
menunjukkan,
bahwa
jika
kedalaman tiang bertambah, maka tahanan gesek
satuan tarik dan faktor adhesi akan semakin
bertambah.
Tabel 6. Perbandingan hasil pengamatan dan hitungan Qg rata-rata cara Poulos dan Davis
Qg (kN) rata-rata
Jumlah
tiang
n
Hasil pengamatan
Hitungan Poulos
dan Davis
L = 20 cm L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
2
0,170
0,273
0,0733
3
0,242
0,402
4
0,309
0,460
Selisih (%)
L = 20 cm
L = 25 cm
0,1184
56,9
56,6
0,116
0,1776
52,1
70,7
0,1546
0,2368
50
48,2
Tabel 7. Perbandingan hasil pengamatan dan hitungan Qg rata-rata cara Broms
Qg (kN) rata-rata
Jumlah
tiang
n
Hasil pengamatan
Hitungan Broms
Selisih (%)
L = 20 cm
L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
2
0,170
0,273
0,0244
0,0339
85,6
87,5
3
0,242
0,402
0,0333
0,0496
86,4
87,6
4
0,309
0,460
0,0465
0,0673
84,9
85,4
Tabel 8. Perbandingan nilai fs dan Kd tg φd ‘ rata-rata kelompok tiang hasil pengamatan
dan hasil hitungan pada tanah pasir
Nilai yang diperoleh
Panjang
tiang
(L)
Hasil
20 cm
25 cm
Selisih (%)
fs rata-rata
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
fs
rata-rata
Kd tg φd ‘
Pengamatan (2004)
Poulos dan Davis
(1980)
Broms (1965)
4,856
2,66
-
-
2,17
1,25
55,3
53,0
0,37
0,263
92,4
90,1
Pengamatan (2004)
Poulos dan Davis
(1980)
Broms (1965)
6,2
3,37
-
-
2,76
1,25
55,5
62,9
0,51
0,263
91,8
92,2
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
61
KESIMPULAN DAN SARAN
dinding dan di dalam tiang dan sehingga
regangan tiang terukur secara akurat.
1. Kesimpulan
a. Tiang tunggal
1. Kapasitas tarik tiang tunggal rata-rata hasil
pengamatan 72,3% lebih besar dari hitungan cara
Poulos dan Davis dan 93% dari hitungan cara
Broms.
2. Perpindahan vertikal saat runtuh sebesar 2,8%
terhadap diameter tiang ; tahanan gesek satuan
tarik dan koefisien tekanan tanahnya 74,7% dan
74,6% lebih besar dari hitungan Poulos dan
Davis serta 94,7% dan 94,6% lebih besar dari
hitungan Broms.
b. Kelompok tiang
1. Dalam pengamatan keruntuhan yang terjadi
adalah keruntuhan tiang tunggal
2. Kapasitas tarik hasil pengamatan rata-rata 55,7%
lebih besar dari cara Poulos dan Davis serta
86,2% dari cara Broms.
3. Perpindahan vertikal tarik yang terjadi rata-rata
sebesar 3,4% terhadap diameter tiang.
4. Nilai tahanan gesek satuan dan koefisien tekanan
tanah hasil pengamatan rata-rata 55,4% dan
57,9% lebih besar dari cara Poulos dan Davis
serta 92,1% dan 91,1% dari cara Broms.
2. Saran
1. Dengan model yang sama dapat dilakukan
penelitian pada pasir tidak seragam dengan kadar
air yang dapat divariasikan.
2. Variabel-variabel lain yang belum terungkap
seperti overleapping tegangan serta transfer
beban sepanjang dinding tiang perlu dicermati
secara dengan memasang strain gauge pada
62
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Annual Book of ASTM Standards,
Soil and Rock, Vol. 04.08
Bowles, J. E., 1982, Foundation Analysis and Design
(third edition), McGraw-Hill Kogshaga Ltd,
Tokyo.
Das, B.M., 1994, Principles of Foundationn
Engineering, Second Edition, PWS – KENT
Publishing Company, Boston.
Firuliadhin, G., 2001, Studi Eksperimentasi
Laboratorium Kekuatan Tarik Pondasi Tiang
Alas Lebar Pada Tanah Buatan Campuran
Pasir dan Kaolin, Tesis, Program Pasca
Sarjana, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Hardiyatmo, H.C. et al, 1999, Perilaku Fondasi
Cakar Ayam pada Model di Laboratoriumi
Kontribusi untuk Perancangan, Prosiding
Seminar Nasional Geoteknik 1999, Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C., 2002, Teknik Fondasi I, Edisi ke2, Beta Offset, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C., 2001, Teknik Fondasi II, Edisi ke1, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Patra, N.R., and Pise, P.J.,2001, Uplift Capacity of
Pile Groups in Sand, Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering Volume
127 Nomor 6 Juni 2001.
Poulos, H.G., and Davis, E.H.,1980, Pile Foundation
Analysis and Design, John
Wiley
&
Sons, New York
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
PADA TANAH PASIR
Hadi Pangestu Rihardjo*
ABSTRACT
A foundation structure should be designed to detain uplift force in construction built to detain rolling moment
such as dock, water tower, and telecommunication tower. This research was carried out to perceive the behaviour of
tension capacity of floating pillar on sandy soil and the comparison of ultimit capacity, shear resistivity tension and soil
stress coefficient between the experiment result and theoritic calculation. The research was done by building a model in
laboratory using a pillar made of plexyglass with diameter d = 2,5 cm and length variation of L = 15 cm ; 20 cm ; and
25 cm, and space s = 2,5 d ; 3d and 4 d with single pillar configuration, 2 pillars, 3 pillars and 4 pillars configuration.
The research result showed that on single pillar, the average tension capacity of pillar was 72,3% bigger than the result
of calculation using Poulos and Davis method, and 93% bigger than the result of calculation using Broms method. The
vertival displacement at the collapse point was 2,8% of pillar diameter ; shear resistivity tension and soil stress
coefficient was 74,7% and 74,6% bigger than the result of calculation using Poulos and Davis method, and 94,7% and
94,6% bigger than calculation using Broms method. Whereas on pillar groups, ultimit tension capacity pillar group was
55,7% bigger than the result of calculation using Poulos and Davis method, and 86,2% bigger than the result of
calculation using Broms method. The average vertical displacement at the collapse point was 3,4% of pillar diameter,
average shear resistivity tension and soil stress coefficient were respectively 55,4% and 57,9% bigger than the result of
calculation using Poulos and Davis method, and 92,1% and 91,1% bigger than the result of calculation using Broms
method.
Key words : tiang tunggal, kelompok tiang, kapasitas tarik ultimit, tahanan gesek satuan, koefisien tekanan tanah
PENDAHULUAN
Pada bangunan-bangunan seperti menara
transmisi ataupun menara telekomunikasi biasanya
berupa stuktur rangka ruang (space truss) yang
terbuat dari profil baja, beban mati yang didukung
fondasi relatif kecil dibanding beban lain yang
bekerja seperti beban angin, ataupun gaya yang
diakibatkan oleh putusnya kabel. Kombinasi beban
pada struktur atas akan mengakibatkan sebagian kaki
menara transmisi mengalami gaya angkat (uplift) dan
sebagian lagi mengalami gaya desak. Apabila kaki
bangunan tersebut menggunakan fondasi tiang, maka
posisi kaki yang menahan gaya angkat ke atas seakan
mengapung dalam tanah. Sehingga kapasitas tariknya
ditentukan oleh gesekan antara tiang dengan tanah di
sekitarnya ditambah berat tiang dan pengaruh
konsolidasi lapisan tanah di bawahnya. Fondasi tiang
semacam itu lazimnya disebut fondasi tiang apung
(floating pile) dan kapasitas dukungnya adalah
kapasitas tiangnya (pile capacity). Tahanan tiang
terhadap gaya ke atas tiang tidak selalu sama dengan
tahanan gesek tiang yang gayanya ke bawah. Pada
tanah pasir, kapasitas dinding tiang akan sangat kecil
jika tiang tersebut dipancang pada kedalaman yang
dangkal dan dipengaruhi oleh getaran, terutama
tahanan gesek bagian atas tiang dapat berkurang.
Oleh sebab itu untuk mengetahui perilaku dan
besarnya kapasitas dukung tiang dalam menahan
gaya ke atas sebaiknya ditentukan dari pengujian
pembebanan.
Penelitian tentang interaksi tanah dan fondasi
tiang yang diberi beban tarik ke atas telah banyak
dilakukan. Firuliadhin (2001) dalam studi
eksperimentasi laboratorium kekuatan tarik pondasi
tiang alas lebar pada tanah buatan campuran pasir
dan kaolin, menyatakan fondasi tarik akan runtuh
pada rata-rata rasio displacement-kedalaman pondasi
sekitar 3%. Selanjutnya Patra dan Pise (2001)
melakukan eksperimen model fondasi kelompok
tiang berdinding kasar dan halus pada tanah pasir
padat kering, menyatakan bahwa untuk tiang halus
efisiensi tariknya akan bertambah jika jarak antar
tiang bertambah, dan untuk tiang kasar efisiensi
tariknya akan berkurang jika kedalamannya
bertambah.
Penelitian
ini
memfokuskan
pada
pengamatan kapasitas tarik ultimit dan perilaku
fondasi tiang apung yang diberi beban vertikal sentris
pada tanah pasir dengan variasi panjang tiang, jumlah
tiang dan jarak tiang berdasarkan uji model di
laboratorium. Gambaran hubungan kapasitas tarik
dan perpindahan vertikalnya serta perbandingan
antara kapasitas tarik tiang, tahanan gesek satuan, dan
koefisien tekanan tanah yang diperoleh dari hasil
pengujian dan hitungan teoritis dapat menjadi bahan
masukan bagi perancangan fondasi tiang.
* Hadi Pangestu Rihardjo, staf pengajar jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata
Tamansiswa, Jl. Kusumanegara 121, Jogjakarta. E-mail : [email protected]
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
55
Kapasitas Tarik dan Tahanan Gesek Satuan
Tiang Apung Pada Tanah Pasir
Menurut Hardiyatmo (2001), tahanan tarik
ultimit fondasi tiang apung (floating pile) adalah
tahanan gesek dinding tiang ditambah berat tiang
yang dinyatakan dengan persamaan :
Qu = Qs + Wp
(1)
dengan :
Qs = tahanan gesek dinding tiang (kN)
Wp = berat tiang (kN)
Secara umum besarnya tahanan gesek ultimit
tiang dihitung dengan persamaan :
Qs = As fs
(2)
dengan :
As = luas selimut tiang (m2)
fs = tahanan gesek satuan fondasi tiang (kN/m2)
Sehingga besarnya tahanan gesek antara dinding
tiang dan tanah granuler adalah :
Qs = As d = As (cd + Kd p o ’ tg φd)
(3)
dengan :
cd = kohesi antara dinding-tanah (kN/m2)
Kd = koefisien tekanan tanah lateral pada dinding
tiang
φd = sudut gesek antara dinding tiang dan tanah
Karena pada tanah granuler kohesi tanah (c)
= 0, dan tanah granuler lolos air, maka hitunganhitungan tahanan gesek ultimit harus didasarkan pada
tinjauan tegangan efektif (φd’), sehingga Persamaan
2 menjadi :
Qs = As Kd p o ’tg φd ‘ + Wp
(4)
dengan:
p o ’ = v’ = Σ γi zi
= tekanan efektif rata-rata di sepanjang tiang
yang besarnya sama dengan tekanan
overburden efektif untuk z ≤ zc dan sama
dengan tekanan vertikal kritis untuk z > zc
z = kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan
tanah
zc = kedalaman kritis, yaitu kedalaman dimana
tekanan overburden efektif dihitung dari titik
ini dianggap konstan.
φd ‘ = sudut gesek efektif antara dinding tiang dan
tanah
Kapasitas kelompok tiang tidak selalu sama
dengan jumlah kapasitas tiang tunggal yang berada
dalam kelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang
dipancang dalam lapisan pendukung yang mudah
mampat atau tidak mudah mampat, namun di
bawahnya terdapat lapisan lunak (Hardiyatmo, 2002).
Berat tiang-tiang yang berada dalam area
kelompok tiang dapat diangap sama dengan berat
tanah yang dipindahkan. Untuk tanah non kohesif (c
= 0) atau tanah c - ϕ dengan kohesi yang tidak begitu
besar, cara transfer tiang dari tiang ke tanah di
56
sekitarnya merupakan masalah yang komplek, yang
bergantung pada elastisitas tiang, lapisan tanah dan
gangguan tanah waktu pemasangan tiang. Tomlinson
menyarankan penyebaran beban 1H : 4V untuk
volume tanah yang tercabut (Gambar 1) dan karena
tahanan gesek di sekeling tiang diabaikan, faktor
aman terhadap gaya tarik dapat diambil sama dengan
1 (Hardiyatmo, 2001).
Q
Blok tanah
terangkat
D
1
4
BxL
Gambar 1 Tahanan kelompok tiang dalam menahan
gaya tarik ke atas dalam tanah granuler
(Tomlinson, 1977 dalam Hardiyatmo, 2001)
Selanjutnya menurut pengamatan Vesic
(1967) dalam Hardiyatmo (1999), pada tiang yang
dipancang dalam tanah pasir homogen menunjukkan
bahwa kapasitas kelompok tiang lebih besar daripada
jumlah kapasitas masing-masing tiang di dalam
kelompoknya. Jika tiang dekat, pada waktu
pemancangan tiang di dekatnya, tegangan efektif
lateral akan bertambah sehingga tahanan gesek
dinding juga bertambah. Kecuali itu, pemancangan
tiang yang berdekatan cenderung menambah
kerapatan relatif pasir yang akan menambah sudut
gesek dalam (φ). Oleh sebab itu Poulos dan Davis
(1980) menyarankan hubungan kerapatan relatif (Dr)
dan φ’ (φ’= δ) :
φ’ = 28o + 15 Dr
(5)
dan nilai φ di sepanjang tiang untuk menentukan nilai
Kd tg δ dan zc/d sebesar :
φ = ¾ φ’ + 10o
(6)
dengan :
φ’ = sudut gesek dalam tanah asli lapangan
Gambar 2 menunjukkan hubungan zc/d dan Kd tg δ
untuk tiang pada tanah pasir yang disarankan Poulos
dan Davis (1980). Nilai-nilai dalam Gambar 2.a dan
2.b merupakan nilai-nilai hasil pengujian tiang yang
dibuat dari pipa baja. Namun, Hardiyatmo (2001)
menyatakan gambar tersebut dapat pula digunakan
untuk bahan tiang yang lain.
Dari Persamaan 1 maka kapasitas tarik
kelompok tiang pada tanah granuler dinyatakan :
Qg = Σ As (Kd p o ’ tg φd ‘) + Wp
(7)
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
Gambar 2. Hubungan zc/d dan Kd tg δ untuk tiang pada tanah pasir (Poulos dan Davis, 1980)
Berdasarkan Persamaan 2 dan 7, maka
tahanan gesek satuan dinding ultimit pada tanah
granuler dapat dinyatakan :
fs = Kd p o ’tg φd ‘
(8)
Meskipun pengamatan Vesic menunjukkan, bahwa
tahanan gesek dinding akan mencapai maksimum
pada penetrasi tiang pada 10 sampai 20 diameternya,
sehingga penggunaan Persamaan 8 menjadi tidak
aman untuk kedalaman > 20 diameternya.
Model Benda Uji
Model fondasi tiang berbentuk bulat lurus
pejal berdiameter 2,5 cm dengan variasi panjang
tiang L = 25 cm; dan 20 cm dengan jarak s = 2,5d;
3d; dan 4d dengan konfigurasi tiang tunggal, 2 tiang,
3 tiang dan 4 tiang. Konfigurasi model tiang seperti
ditunjukkan Gambar 5
Mulai
Studi pustaka
Persiapan laboratorium
1. Peyiapan bahan
2. Setting alat
METODE PENELITIAN
Bahan
Sampel tanah tanah pasir yang digunakan
berupa pasir seragam berasal dari pantai
Parangkusumo,
Bantul,
Jogjakarta.
Sebelum
digunakan, pasir terlebih dahulu dijemur supaya
kadar airnya tetap, kemudian dimasukkan kedalam
kotak uji. Sebelum pegujian beban dilakukan, pada
tanah terlebih dahulu dilakukan pemadatan pada
setiap ketebalan 10 cm dengan meggunakan stamper
agar diperoleh kepadatan yang sama hingga
ketebalan mencapai 40 cm. Sedangkan bahan yang
digunakan untuk membuat model tiang dan pile cap
adalah plexyglass.
Pengujian pendahuluan
1. Uji properties tanah
2. Uji elastisitas plexyglass
Rancangan
benda uji
Konfigurasi model :
1; 2; 3; dan 4 tiang
S = 2,5d, 3d dan 4d
L = 20 dan 25 cm
Pembebanan tarik
pada model
Tidak terjadi
kegagalan dalam
pengujian sample
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan seperti bagan
alir pada Gambar 3
Tidak
Ya
Pengujian Pendahuluan
Dari pengujian karakteristik tanah diperoleh
berat jenis tanah sebesar 3,18 kg/cm3, kadar air 0,19
%, kohesi 0,00 kN/m2, bergradasi 99,68% pasir dan
0,32% lanau/lempung.
Peralatan
Penelitian dilakukan pada kotak uji polymer
kedap air berbentuk kubus yang berlubang bagian
atasnya dan diperkuat dengan frame baja siku. Dua
buah rol dipasang pada frame, keduanya
dihubungkan dengan kawat baja dan pada ujungnya
diberi alat peletak beban. Gambar 4 menunjukkan
kotak uji pembebanan.
Analisa dan Evaluasi
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3. Bagan alir pengujian model fondasi tiang
Pembebanan
Tiang dipasang pada pile cap yang tidak
menyentuh tanah. Pengujian dilakukan dengan
memberikan beban tarik vertikal sentris sebagaimana
ditunjukkan Gambar 4.Uji pembebanan mengacu
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
57
pada standar ASTM D1143-57T dengan metoda
beban tertahan (maintained load), yaitu pemberian
beban secara bertahap dengan interval penambahan
beban 2 – 3 kg. Penambahan dilakukan setelah
kecepatan penurunan kurang dari 0,305 mm/jam atau
sesudah 2 jam, dipilih salah satu yang lebih dulu
terjadi. Perpindahan vertikal yang terjadi diukur
dengan dial gauge berketelitian 0,01 mm. Rentang
waktu pengukuran setiap 2,5 menit ditentukan dari
stopwatch. Nilai tahanan gesek pada pengujian
merupakan tahanan gesek antara tanah pasir dan
plexyglass.
Kabel
penggantung
Tabel 1 Rata-rata hasil uji kapasitas tarik (Qtr) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ)
Jumlah
tiang
(n)
Jarak
tiang
(s)
1
2
3
Roll
L2= 25 cm
Qs
(kN)
δ
(mm)
%d
Qs
(kN)
δ
(mm)
%d
-
0,137
0,580
2,32
0,235
0,820
3,28
2,5d
0,157
0,60
2,40
0,255
1,18
4,72
3d
0,157
0,37
1,48
0,270
0,95
3,80
4d
0,196
0,67
2,68
0,294
1,12
4,48
2,5d
0,232
1,18
4,72
0,382
0,80
3,20
3d
0,232
0,53
2,12
0,412
1,17
4,68
4d
0,261
0,70
2,80
0,412
0,92
3,68
2,5d
0,290
1,42
5,68
0,441
0,78
3,12
3d
0,319
0,85
3,40
0,470
0,70
2,80
4d
0,319
0,92
3,68
0,470
0,60
2,40
0,00
0,20
rangka baja
rangka dial gage
dial gage
4
0,25 m
Fondasi tiang
Beba
1m
L1 = 20 cm
beban
Tanah pasir seragam
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Gambar 4. Kotak uji pembebanan tarik
S
Perpindahan Vertikal (mm)
0,00
1,2 m
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
L = 20 cm
L = 25 cm
-3,50
-4,00
S
Gambar 6. Qs dan δ tiang tunggal saat runtuh
s
0.87 S
S
S
Gambar 5 Konfigurasi model tiang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil rata-rata kapasitas tarik ultimit (Qs) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ) yang diperoleh
pada pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tiang Tunggal
1. Kapasitas tarik ultimit dan perpindahan
vertikal yang terjadi
Perilaku tiang tunggal ketika diberi beban
vertikal sentris ditunjukkan pada Gambar 6. Dari
Tabel 1 dan Gambar 6, terlihat bahwa semakin
panjang tiang akan semakin besar pula kapasitas tarik
ultimitnya (Qs), dan semakin besar pula perpindahan
vertikal yang terjadi (δ) saat beban runtuh.
58
2. Tahanan gesek satuan tarik (fs) tiang tunggal
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘)
Berdasarkan Tabel 1, data berat tiang dan
Persamaan 7 (L < 20d) diperoleh nilai-nilai tahanan
gesek satuan tiang untuk tanah pasir. Sedangkan dari
hasil uji bahan diperoleh γpasir = 18,22 kN/m3 dan φd ‘
= 20,60o, sehingga dapat diperoleh koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) seperti ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan nilai fs dan Kd tarik tiang
tunggal pada tanah pasir
Panjang
tiang
(L)
fs
(kN/m2)
γpasir
(kN/m3)
po
20 cm
8,5
18,22
1,822
4,66
25 cm
11,8
18,22
2,2775
5,18
’
Kd tg φd ‘
Kd tg φd ‘
rata-rata
4,92
Dari Tabel 2, terlihat bahwa pada tanah pasir
semakin panjang tiangnya akan semakin besar
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
3. Perbandingan kapasitas tarik ultimit (Qtr) tiang
tunggal hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 4, diperoleh kapasitas
tarik hasil hitungan, dan perbandingannya dengan
hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan kapasitas tarik ultimit (Qu)
tiang tunggal hasil pengamatan dan hitungan
Nilai diperoleh
berdasarkan
Pengamatan
(2004)
Hitungan cara
Poulos dan
Davis (1980)
Hitungan cara
Broms (1965)
Kapasitas tarik
ultimit
Qtr (kN)
Selisih terhadap
pengamatan
(%)
20 cm
25 cm
20 cm
25 cm
0,137
0,235
-
-
0,041
0,06
70,1
74,5
0,010
4
0,015
92,4
93,6
Pada Tabel 3, terlihat bahwa nilai kapasitas
tarik tiang tunggal hasil pengamatan rata-rata lebih
besar sekitar 72,3% dibandingkan hasil hitungan cara
Poulos dan Davis (1980) dan 93% terhadap Broms
(1965).
4. Perbandingan tahanan gesek satuan tarik (fs)
tiang tunggal dan koefisien tekanan tanah
(Kd tg φd ‘) hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 8 diperoleh nilai
tahanan gesek satuan tarik tiang tunggal (fs) dan
koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘) hasil hitungan
dan perbandingannya dengan hasil pengamatan
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan nilai fs dan Kd tg φd ‘ rata-rata
tiang tunggal hasil pengamatan dan
hitungan
Nilai yang diperoleh
Nilai diperoleh
dari
Pengamatan
(2004)
Hitungan cara
Poulos dan
Davis
(1980)
Hitungan cara
Brom (1965)
fs ratarata
(kN/m2)
Selisih (%)
Kd tg φd ‘
fs
ratarata
Kd tg φd ‘
10,15
4,92
-
-
2,565
1,25
74,7
74,6
0,54
0,263
94,7
94,6
Kelompok Tiang
1. Pengaruh jumlah tiang terhadap kapasitas
tarik ultimit dan perpindahan vertikal yang
terjadi
Dari Tabel 1, pada variasi panjang tiang dan
jarak tiang terlihat bahwa model fondasi tiang pada
jumlah tiang n = 2 mengalami keruntuhan pada nilai
kapasitas tarik yang lebih kecil dibanding yang
terjadi pada n = 3, dan kapasitas tarik yang terjadi
pada n = 4 saat runtuh lebih besar dibanding pada n
=2 dan n = 3 tiang. Sehingga dapat dinyatakan,
bahwa kapasitas tarik yang terjadi saat tercapainya
beban runtuh, nilainya lebih besar pada fondasi
dengan jumlah tiang yang lebih banyak. Gambar 7
menunjukkan pengaruh jumlah tiang terhadap
kapasitas tarik ultimit (Qg) dan perpindahan vertikal
yang terjadi (δ) pada L = 25 cm s = 4d.
0,00
0,20
0,40
Beban (kN)
0,60
0,80
1,00
1,20
0,00
Perpindahan Vertikal (m m )
tahanan geseknya. Hal ini terjadi karena
pemancangan tiang pada tanah pasir menyebabkan
pemadatan tanah di sekitar tiang semakin bertambah.
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
-3,50
n=2
n=3
n=4
-4,00
Gambar 7. Pengaruh n terhadap Qg dan δ pada
s = 4d, L = 25 cm
Dari Tabel 1 dan Gambar 7 terlihat, bahwa
perpindahan vertikal (δ) yang terjadi pada n = 2 lebih
besar dari n = 3 dan n = 3 lebih besar dari n = 4.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa perpindahan
vertikal yang terjadi pada jumlah tiang yang semakin
banyak akan semakin kecil seiring bertambahnya
jarak tiang.
2. Pengaruh panjang tiang terhadap kapasitas
tarik ultimit dan perpindahan vertikal yang
terjadi
Dari Tabel 1, terlihat model fondasi tiang
dengan panjang 20 cm mengalami keruntuhan pada
nilai kapsitas tarik yang lebih kecil dibanding yang
terjadi pada panjang tiang 25 cm. Kapasitas tarik saat
mengalami keruntuhan terbesar terjadi pada semua
variasi panjang tiang pada jarak 4d. Sehingga dapat
dinyatakan, bahwa semakin panjang tiang, maka
kapasitas tariknya akan semakin meningkat atau
semakin besar pula beban yang diperlukan untuk
meruntuhkan fondasi. Pada Gambar 8 ditunjukkan
pengaruh L terhadap kapasitas tarik ultimit (Qg) dan
perpindahan vertikal yang terjadi (δ)
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
59
Dari Tabel 1 dan Gambar 8 terlihat, bahwa
perpindahan vertikal (δ) yang terjadi pada L = 20 cm
lebih besar dari L = 25. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa perpindahan vertikal yang terjadi pada tiang
yang semakin panjang akan semakin kecil seiring
dengan bertambahnya jarak tiang.
0,00
0,20
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Perpindahan vertikal (mm)
0,00
gesek satuan tiang (fs). Sedangkan dari hasil uji
bahan diperoleh γpasir = 18,22 kN/m3 dan φd ‘ =
20,60o, sehingga dapat diperoleh koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) seperti ditunjukkan dalam Tabel
5.a, 5.b, dan 5.c.
Tabel 5.a.. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 2,5d
Panjang
Tiang
(L)
-0,50
-1,00
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
20 cm
L = 20 cm
-3,50
L = 25 cm
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
4,70
2,58
3 tiang
4,62
2,53
4 tiang
4,326
2,37
2 tiang
5,73
2,51
3 tiang
6,24
2,74
4 tiang
5,375
2,36
-4,00
Gambar 8. Pengaruh L terhadap Qg dan δ
pada n = 4, s = 4d
3. Pengaruh jarak tiang terhadap kapasitas tarik
ultimit dan perpindahan vertikal yang terjadi
Dalam Tabel 1, pada L = 25 cm dan n = 4
tiang didapatkan nilai kapasitas tarik ultimit
kelompok tiang untuk s = 2,5d lebih kecil dari s = 3d
dan s = 3d sama besarnya dengan s = 4d. Namun
perpindahan vertikal yang terjadi pada s = 2,5d lebih
besar dari s = 3d dan s = 3d lebih besar dari s = 4d.
Pada Gambar 8 ditunjukkan pengaruh s terhadap
kapasitas tarik ultimit (Qg) dan perpindahan vertikal
yang terjadi (δ) untuk L = 25 cm dan n = 4.
0,00
0,20
Beban (kN)
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
25 cm
Tabel 5.b. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 3d
Panjang
Tiang
(L)
20 cm
25 cm
Perpindahan vertikal (mm)
0,00
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
4,69
2,57
3 tiang
4,65
2,55
4 tiang
4,79
2,62
2 tiang
6,636
2,91
3 tiang
6,76
2,97
4 tiang
5,74
2,52
-0,50
-1,00
Tabel 5.b. Hasil pengamatan fs tarik dan Kd tg φd ‘
tarik kelompok tiang pada s = 3d
-1,50
-2,00
-2,50
-3,00
-3,50
s = 4d
s = 3d
s = 2,5d
Panjang
Tiang
(L)
Jumlah
tiang
(n)
fs
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
2 tiang
5,956
3,26
3 tiang
5,26
2,88
4 tiang
4,77
2,62
2 tiang
7,21
3,16
3 tiang
6,77
2,97
4 tiang
5,716
2,51
-4,00
Gambar 9. Pengaruh s terhadap Qg dan δ
pada L = 25 cm; n = 4
Dari Tabel 1 dan Gambar 9 dapat
dinyatakan, bahwa dengan penambahan jarak tiang
pada kelompok tiang pada panjang tiang yang lebih
kecil, tidak menyebabkan kapasitas kelompoknya
semakin bertambah, karena dipengaruhi oleh pola
keruntuhan pada tiang
4. Tahanan gesek satuan tarik kelompok tiang
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘)
Berdasarkan Tabel 1, data berat tiang dan
Persamaan 7 (L < 20d) diperoleh nilai-nilai tahanan
60
20 cm
25 cm
Dari Tabel 5a, 5.b, dan 5.c. dapat
dinyatakan, bahwa dengan penambahan jarak tiang
tidak menyebabkan tahanan gesek satuan serta
koefisien tanahnya semakin bertambah, karena
dipengaruhi oleh pola keruntuhan pada tiang.
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)
5. Perbandingan kapasitas tarik kelompok tiang
hasil pengamatan dan hitungan
Berdasarkan Persamaan 7 diperoleh
kapasitas tarik kelompok tiang (Qg) hasil hitungan.
Perbandingannya dengan hasil pengamatan pada
masing-masing panjang tiang disajikan pada Tabel 6.
dan 7.
Dari Tabel 6 dan 7 terlihat, bahwa kapasitas
tarik ultimit tiang hasil pengamatan rata-rata 55,7%
lebih besar dari hitungan cara Poulos dan Davis dan
86,23% lebih besar dari hitungan cara Broms.
6. Perbandingan tahanan gesek satuan tarik
kelompok tiang (fs) serta koefisien tekanan
tanah (Kd tg φd ‘) hasil pengamatan dan
hitungan
Berdasarkan Persamaan 8 diperoleh nilainilai tahanan gesek satuan tarik kelompok tiang (fs)
dan koefisien tekanan tanah (Kd tg φd ‘) hasil
hitungan yang selanjutnya dibandingkan dengan hasil
pengamatan seperti ditunjukkan Tabel 8.
Hasilnya
menunjukkan,
bahwa
jika
kedalaman tiang bertambah, maka tahanan gesek
satuan tarik dan faktor adhesi akan semakin
bertambah.
Tabel 6. Perbandingan hasil pengamatan dan hitungan Qg rata-rata cara Poulos dan Davis
Qg (kN) rata-rata
Jumlah
tiang
n
Hasil pengamatan
Hitungan Poulos
dan Davis
L = 20 cm L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
2
0,170
0,273
0,0733
3
0,242
0,402
4
0,309
0,460
Selisih (%)
L = 20 cm
L = 25 cm
0,1184
56,9
56,6
0,116
0,1776
52,1
70,7
0,1546
0,2368
50
48,2
Tabel 7. Perbandingan hasil pengamatan dan hitungan Qg rata-rata cara Broms
Qg (kN) rata-rata
Jumlah
tiang
n
Hasil pengamatan
Hitungan Broms
Selisih (%)
L = 20 cm
L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
L = 20 cm
L = 25 cm
2
0,170
0,273
0,0244
0,0339
85,6
87,5
3
0,242
0,402
0,0333
0,0496
86,4
87,6
4
0,309
0,460
0,0465
0,0673
84,9
85,4
Tabel 8. Perbandingan nilai fs dan Kd tg φd ‘ rata-rata kelompok tiang hasil pengamatan
dan hasil hitungan pada tanah pasir
Nilai yang diperoleh
Panjang
tiang
(L)
Hasil
20 cm
25 cm
Selisih (%)
fs rata-rata
(kN/m2)
Kd tg φd ‘
fs
rata-rata
Kd tg φd ‘
Pengamatan (2004)
Poulos dan Davis
(1980)
Broms (1965)
4,856
2,66
-
-
2,17
1,25
55,3
53,0
0,37
0,263
92,4
90,1
Pengamatan (2004)
Poulos dan Davis
(1980)
Broms (1965)
6,2
3,37
-
-
2,76
1,25
55,5
62,9
0,51
0,263
91,8
92,2
dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 6, Nomor 2, Juli 2006 : 55 – 62
61
KESIMPULAN DAN SARAN
dinding dan di dalam tiang dan sehingga
regangan tiang terukur secara akurat.
1. Kesimpulan
a. Tiang tunggal
1. Kapasitas tarik tiang tunggal rata-rata hasil
pengamatan 72,3% lebih besar dari hitungan cara
Poulos dan Davis dan 93% dari hitungan cara
Broms.
2. Perpindahan vertikal saat runtuh sebesar 2,8%
terhadap diameter tiang ; tahanan gesek satuan
tarik dan koefisien tekanan tanahnya 74,7% dan
74,6% lebih besar dari hitungan Poulos dan
Davis serta 94,7% dan 94,6% lebih besar dari
hitungan Broms.
b. Kelompok tiang
1. Dalam pengamatan keruntuhan yang terjadi
adalah keruntuhan tiang tunggal
2. Kapasitas tarik hasil pengamatan rata-rata 55,7%
lebih besar dari cara Poulos dan Davis serta
86,2% dari cara Broms.
3. Perpindahan vertikal tarik yang terjadi rata-rata
sebesar 3,4% terhadap diameter tiang.
4. Nilai tahanan gesek satuan dan koefisien tekanan
tanah hasil pengamatan rata-rata 55,4% dan
57,9% lebih besar dari cara Poulos dan Davis
serta 92,1% dan 91,1% dari cara Broms.
2. Saran
1. Dengan model yang sama dapat dilakukan
penelitian pada pasir tidak seragam dengan kadar
air yang dapat divariasikan.
2. Variabel-variabel lain yang belum terungkap
seperti overleapping tegangan serta transfer
beban sepanjang dinding tiang perlu dicermati
secara dengan memasang strain gauge pada
62
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Annual Book of ASTM Standards,
Soil and Rock, Vol. 04.08
Bowles, J. E., 1982, Foundation Analysis and Design
(third edition), McGraw-Hill Kogshaga Ltd,
Tokyo.
Das, B.M., 1994, Principles of Foundationn
Engineering, Second Edition, PWS – KENT
Publishing Company, Boston.
Firuliadhin, G., 2001, Studi Eksperimentasi
Laboratorium Kekuatan Tarik Pondasi Tiang
Alas Lebar Pada Tanah Buatan Campuran
Pasir dan Kaolin, Tesis, Program Pasca
Sarjana, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
Hardiyatmo, H.C. et al, 1999, Perilaku Fondasi
Cakar Ayam pada Model di Laboratoriumi
Kontribusi untuk Perancangan, Prosiding
Seminar Nasional Geoteknik 1999, Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C., 2002, Teknik Fondasi I, Edisi ke2, Beta Offset, Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C., 2001, Teknik Fondasi II, Edisi ke1, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Patra, N.R., and Pise, P.J.,2001, Uplift Capacity of
Pile Groups in Sand, Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering Volume
127 Nomor 6 Juni 2001.
Poulos, H.G., and Davis, E.H.,1980, Pile Foundation
Analysis and Design, John
Wiley
&
Sons, New York
Uji Kapasitas Tarik Fondasi Tiang Apung Pada Tanah Pasir ..........(Hadi Pangestu Rihardjo)