TINJAUAN PUSTAKA Resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro (studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial).

orang lain. Namun tidak semua emosi yang dirasakan individu harus dikontrol. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif dan tepat merupakan bagian dari resiliensi Reivich Shatte, 2002. Reivich dan Shatte 2002, mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu tenang dan fokus. Dalam keadaan tenang individu dapat mengontrol dan mengurangi stres yang dialami. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk relaksasi dan membuat individu merasa dalam keadaan tenang, yaitu dengan mengontrol pernafasan, relaksasi otot dan membayangkan tempat yang tenang dan menyenangkan. Sedangkan untuk keterampilan fokus pada permasalahan yang ada akan mempermudah individu untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Dua buah keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu. b. Kontrol Terhadap Impuls Impuls Control Kontrol terhadap impuls merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan, keinginan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dalam dirinya, kemudian akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI membawanya kepada kemampuan berpikir jernih dan akurat. Kontrol terhadap impuls ini bukan hanya berhubungan erat dengan pengaturan emosi, tetapi juga dengan keinginan tertentu dari individu yang dapat mengganggu serta menghambat perkembangannya Reivich Shatte, 2002. Individu dengan kontrol terhadap impuls yang rendah pada umumnya percaya pada pemikiran impulsifnya yang mengenai situasi sebagai kenyataan dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku ini akan membuat orang di sekitar merasa kurang nyaman, pada akhirnya akan berdampak buruk bagi hubungan sosialnya. Reivich dan Shatte 2002, mengatakan bahwa individu dapat melakukan pencegahan terhadap impulsivitasnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri; „apakah benar apa yang saya lakukan?‟, „apakah manfaat dari semua ini?‟, dll. Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Individu yang memiliki skor resilience question yang tinggi pada faktor regulasi emosi, cenderung memiliki skor resilience question yang tinggi pula pada faktor pengendalian impuls. c. Optimisme Optimism Orang yang memiliki resiliensi merupakan orang yang optimis. Optimis berarti memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu memiliki kontrol dan harapan atas kehidupannya. Individu yang optimis memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam pekerjaan, dan berprestasi di berbagai bidang. Mereka percaya bahwa situasi yang sulit dapat berubah menjadi situasi yang lebih baik. Mereka percaya bahwa mereka dapat memegang kendali dan arah hidupnya. Hal ini merefleksikan self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan hidupnya. Dikarenakan dengan optimisme yang ada seorang individu terus didorong untuk menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik Reivich Shatte, 2002. Optimisme yang dimaksud adalah optimisme realistis, yaitu sebuah kepercayaan akan terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut. Perpaduan antara optimisme yang realistis dan self-efficacy merupakan kunci dari resiliensi dan kesuksesan. d. Kemampuan Menganalisis Masalah Causal Analysis Kemampuan menganalisis masalah menunjukan bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya secara akurat. Jika seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus. Kemampuan menganalisis masalah dilakukan individu untuk mencari penjelasan dari suatu kejadian. Seligman dalam Reivich Shatte, 2002 mengidentifikasikan gaya berpikir explanatory yang erat kaitannya dengan kemampuan causal analysis yang dimiliki individu. Gaya berpikir explanatory dapat dibagi dalam tiga dimensi: personal saya-bukan saya, permanen selalu tidak selalu, dan pervasive semua-tidak semua. Individu dengan gaya berpikir “Saya-Selalu-Semua” merefleksikan keyakinan bahwa penyebab permasalahan berasal dari individu tersebut Saya, hal ini selalu terjadi dan permasalahan yang ada tidak dapat diubah Selalu, serta permasalahan yang ada akan cenderung mempengaruhi seluruh aspek hidupnya Semua. Sementara individu yang memiliki gaya berpikir “Bukan Saya-Tidak Selalu-Tidak semua” meyakini bahwa permasalahan yang terjadi disebabkan oleh orang lain Bukan Saya, di mana kondisi tersebut masih memungkinkan untuk diubah Tidak Selalu dan permasalahan yang ada tidak akan mempengaruhi sebagian besar hidupnya Tidak semua. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gaya berpikir explanatory, memegang peranan penting dalam konsep resiliensi Reivich Shatte, 2002. Individu yang terfokus pada “Selalu-Semua” tidak mampu melihat jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Sebaliknya individu yang cenderung menggunakan gaya berpikir “Tidak selalu-Tidak semua” dapat merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif. Mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self- esteem mereka atau membebaskan mereka dari rasa bersalah. Mereka tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan. e. Empati Empathy Empati merupakan kemampuan individu untuk mampu membaca dan merasakan begaimana perasaan dan emosi oranglain, sehingga individu mampu membaca sinyal-sinyal mengenai kondisi emosional dan psikologis mereka melalui isyarat non-verbal, dan kemudian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menentukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Empati adalah pemahaman pikiran dan perasaan orang lain dengan cara menempatkan diri ke dalam kerangka psikologis orang tersebut Kartono dalam Nashori, 2008. Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial Reivich Shatte, 2002. Hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut, tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain, dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal. Individu dengan empati yang rendah cenderung menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain f. Efikasi Diri Self Efficacy Efikasi diri menggambarkan perasaan seseorang mengenai keyakinan bahwa individu dapat memecahkan masalah, keyakinan mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Mereka yang tidak yakin tentang kemampuannya akan mudah tersesat. Self-efficacy memiliki pengaruh terhadap prestasi yang diraih, kesehatan fisik dan mental, perkembangan karir, bahkan perilaku memilih dari seseorang. Self-efficacy memiliki kedekatan dengan konsep perceived control, yaitu suatu keyakinan bahwa individu mampu mempengaruhi keberadaan suatu peristiwa yang mempengaruhi kehidupan individu tersebut. g. Pencapaian Reaching Out Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup keberanian individu dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya. Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out. Hal ini dikarenakan, sejak kecil individu telah diajarkan untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih untuk memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untuk berlebih-lebihan dalam memandang kemungkinan hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Mereka memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Hakikat Remaja 1. Pengertian Siswa Siswa adalah individu yang datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar. Individu ini sedang mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran. Sebagai individu yang sedang mengalami perkembangan, dan pertumbuhan, Ia memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk melewati tahap-tahap tugas perkembangannya. Menurut Sanjaya, Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu terlihat dari adannya perbedaan baik bakat, minat, dan kemampuan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa Siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jarum, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Jadi dapat disimpulkan Siswa adalah individu yang unik, sedang berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan, dan secara sengaja datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar. Siswa umumnya berada pada fase balita hingga fase remaja dengan rentang usia 3-18 tahun. Di Indonesia, Siswa melewati beberapa tahap pendidikan diantaranya; Pendidikan Anak Usia Dini PAUD, Taman Kanak-kanak TK, Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMASMK. Siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini yaitu siswa Sekolah Menengah Atas SMA yang sedang berada pada fase remaja awal. 2. Pengertian Remaja Papalia dan Olds 2008, berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Adapun Anna Freud dalam Hurlock, 1990, berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di mana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Menurut Papalia dan Olds 2008, masa remaja adalah perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai oleh periode transisional yang ditandai dengan adanya perubahan baik secara biologis, psikologi, kognitif, dan psikososial. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai awal usia dua puluhan. Adapun Hurlock 1990, membagi masa remaja menjadi masa remaja awal 13 hingga 16 atau 17 tahun dan masa remaja akhir 16 atau 17 tahun hingga 18 tahun. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang telah mendekati masa dewasa. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum remaja diartikan sebagai salah satu tahap perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan baik fisik, kognitif, dan psikososial. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Karakteristik Masa Remaja Masa remaja, seperti pada masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah karakteristik pada masa remaja menurut Hurlock 1980: a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Dikatakan penting karena semua perkembangan dalam remaja menimbulkan perlu adanya penyesuaian mental, sikap, nilai, dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana remaja meninggalkan sifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola perilaku yang baru. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan pada masa remaja adalah meninggikan emosi, perubahan tubuh, minat dan peran dalam kelompok sosial, perubahan minat dan pola perilaku, memiliki sifat ambivalen, menuntut kebebasan namun belum ragu atas kemampuan untuk bertanggungjawab. d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Banyaknya perubahan yang terjadi dalam diri remaja membuat sebagian remaja mengalami kegagalan dalam penyesuaian dengan pola perilaku yang baru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan karena adanya stereotip bahwa remaja itu masa yang negatif, dianggap anak yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tidak rapih, tidak dapat dipercaya, dan bersifat merusak, sehingga timbul ketakutan akan adanya stereotip dari masyarakat. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja selalu mempunyai harapan atau angan-angan dan cita-cita yang tinggi, namun belum dapat memahami kemampuan yang sesungguhnya. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obat dan sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkan. Berdasarkan penjelasan tersebut, karakteristik masa remaja adalah masa penting, peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas, usia penuh ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang kedewasaan. 3. Tugas Perkembangan Remaja Yusuf 2010 mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja antara lain: a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif. b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. c. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan. e. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang perlu bagi kompetensi sebagai warga Negara. William Kay dalam Jahja, 2011, mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut: a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya. b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas. c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok. d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya. e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. f. Memperkuat self-control kemampuan mengendalikan diri atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup. g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri sikapperilaku kekanak-kanakan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial Yusuf dan Nurihsan 2010: 11 mendefinisikan bimbingan pribadi- sosial sebagai bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah hubungan dengan sesama teman, dengan guru dan staf sekolah, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik. Winkel dan Sri Hastuti 2006:118 mendefinisikan bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan pergaulan sosial. Yusuf dan Nurihsan 2010: 11 mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan. Lebih lanjut, Yusuf dan Nurihsan 2010: 5 mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta ketrampilan-ketrampilan pribadi-sosial yang tepat. Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah upaya untuk membantu individu dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain, yang didukung melalui penciptaan lingkungan yang kondusif dan interaksi pendidikan yang akrab. 2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, SekolahMadrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersikap fluktuatif antara yang menyenangkan anugerah dan yang tidak menyenangkan musibah, serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut. d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis. e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. f. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat. g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya. i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silahturahim dengan sesama manusia j. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif. 30

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data. Keenam sub judul tersebut merupakan bagian-bagian dari metode penelitian yang harus ada dalam metode penelitian. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat dipertanggung jawabkan. Masing-masing sub judul.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan Furchan, 2007: 447. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh mengenai resiliensi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 20152016.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. Waktu pelaksanaan penelitian ini kurang lebih selama satu minggu, namun karena keterbatasan waktu dari pihak sekolah maka untuk penyebaran kuisioner hanya mendapat waktu dua hari.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 20152016. Populasi penelitian mencakup siswa kelas XI IPS 1 dan XI IPA 1. Jumlah populasi penelitian adalah 65 siswa, yang terbesar dalam 2 kelas yaitu sebanyak 31 siswa kelas IPA 1 dan 34 siswa kelas IPS 1. Berdasarkan hal tersebut, data subjek penelitian sebagai berikut: Tabel 1 Data subjek penelitian Resiliensi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro No Kelas Hadir 1 XI IPS 1 31 2 XI IPA 1 34 Total 65

D. Teknik dan Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich Shatte 2002. Kuesioner tentang resiliensi terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama berisi tentang kata pengantar petunjuk pengisian kuesioner, bagian yang kedua berisi tentang pernyataan yang mengungkapkan gambaran resiliensi. Kisi-kisi jumlah aspek diri dapat dilihat pada tabel I. Peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan menentukan indikator dari aspek masing-masing resiliensi kemudian peneliti membuat item- item dari indikator tersebut. Operasional objek penelitian ini dijabarkan lebih lanjut dalam konstruk instrument pada tabel di bawah ini: Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner resiliensi tersebut antara lain: 1. Kuesioner Resiliensi Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.Kuesioner adalah sekumpulan daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diberikan pada subjek penelitian Arikunto, 2003. Kuesioner ini bersifat tertutup karena alternatif jawaban sudah disediakan sehingga subjek tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai Arikunto, 2013. Kuesioner yang disusun memuat aspek dari resiliensi. Masing-masing memiliki tujuh aspek. 2. Format Pernyataan Skala Bentuk skala dalam kuesioner ini mengacu pada model skala likert, di mana masing-masing item membentuk item favorabel dan unfavorabel.Skala likert digunakan untuk mengukur sikap.pendapat, persepsi sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pada skala ini variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan Sugiyono 2011. Skala ini dimodifikasi dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai SS, Sesuai S, Tidak Sesuai TS, dan Sangat Tidak Sesuai STS. Maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat atau responden, ke arah sesuai atau ke arah tidak sesuai. Untuk item PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI favorabel, skor bergerak dari 4 untuk sangat sesuai SS,3 untuk sesuai S, 2 untuk tidak sesuai TS, dan 1 untuk sangat tidak sesuai STS. Demikian juga untuk item unfavorabel, skor 1 untuk sangat sesuai SS, 2 untuk sesuai S, 3 untuk tidak sesuai TS, 4 untuk sangat tidak sesuai STS. Tidak ada skor 0 karena sifat jawaban akan tidak menjadi mutlak ya atau tidak. Norma skoring resiliensi terdapat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Norma skoring Alternatif Jawaban Skor Favorabel Unfavorabel Sangat Sesuai 4 1 Sesuai 3 2 Tidak sesuai 2 3 Sangat tidak sesuai 1 4 3. Kisi-kisi Item Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi dalam Agustiani 2006:141-142. Operasional objek penelitian ini dijabarkan lebih lanjut dalam konstruk instrument pada tabel di bawah ini: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel 3 Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi NO ASPEK INDIKATOR NOMOR ITEM JML FAV. UNFAV. 1 Regulasi Emosi Emotion Regulation Tenang dalam menghadapi masalah 1,2 3,4 4 Fokus pada permasalahan yang ada 5,6 7,8 4 2 Kontrol terhadap Impuls Kontrol Kemampuan mengendalikan emosi negatif 9,10 11,12 4 Kemampuan mengelola emosi negative 13,14 15,16 4 3 Optimisme Optimism Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik 17,18 19,20 4 Yakin mampu menghadapi segala situasi 21,22 23,24 4 4 Kemampuan menganalisis masalah Causal analysis Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik 25,26 27,28 4 Mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi 29,30 31,32 4 Tidak menyalahkan oranglain atas kesalahan yang diperbuat 33,34 35,36 Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha 37,38 39,40 4 5 Empati empathi Mampu memaknai perilaku verbal orang lain 41,42 43,44 4 Mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain 45,46 47,48 4 6 Efikasi diri self-efficacy Memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi 49,50 51,52 4 Memiliki keyakinan untuk sukses 53,54 55,56 4 7 Pencapaian reaching out Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57,58 59, 60 4 Keluar dari zona nyaman diri 61.62 63,64 4 Berani untuk mengoptimalkan kemampuan 65,66 67,68 4 Jumlah 68

E. Validitas dan Reliabilitas 1.

Validitas Validitas suatu instrument penelitian adalah derajat yang menunjukan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur Arikunto, 2009: 122. Uji validitas item dilakukan untuk mengetahui apakah instrument yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin tinggi nilai validitas item menunjukan semakin valid instrument tersebut untuk digunakan di lapangan. Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara professional judgement Azwar 2004:45. Menurut Ary, Jacobs, dan Razavieh 2007: 296 validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka namun pengesahannya berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh ahli expert judgement. Dalam penelitian ini, instrumen penelitian dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli dosen pembimbing. Hasil konsultasi dan telaah yang dilakukan oleh ahli dilengkapi dengan pengujian empirik dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrumen terhadap skor-skor total aspek dengan teknik korelasi Spearmans rho menggunakan aplikasi program komputer SPSS for Window. Rumus korelasi Spearmans rho adalah sebagai berikut : Keterangan : Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 Azwar, 2007:103. Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur. Proses penghitungan indeks validitas item pada alat ukur penelitian ini dilakukan dengan cara memberi skor terlebih dahulu setiap item dan mentabulasi ke dalam tabulasi data uji coba instrument penelitian. Penghitungan indeks validitas instrument dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer statistic program for social science SPSS versi 16.0. Item yang valid adalah item yang memiliki nilai korelas i ≥ 0,30. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh 62 item yang valid dan 6 item yang tidak valid. Jumlah item yang valid dan tidak valid terdapat pada tabel di bawah ini. Tabel 4 Rincian Item yang Valid dan Tidak Valid NO ASPEK INDIKATOR NOMOR ITEM FAV. UNFAV. 1 Regulasi Emosi Emotion Regulation Tenang dalam mengahadapi masalah 1, 2 3, 4 Fokus pada permasalahan yang ada 5, 6 7, 8 2 Kontrol terhadap Impuls Kontrol Kemampuan mengendalikan emosi negatif 9, 10 11, 12 Kemampuan mengelola emosi negatif 13, 14 15, 16 3 Optimisme Optimism Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik 17, 18 19, 20 Yakin mampu menghadapi segala situasi 21, 22 23, 24 4 Kemampuan menganalisis masalah Causal analysis Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik 25, 26 27, 28 Mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi 29, 30 31, 32 Tidak menyalahkan oranglain atas kesalahan yang diperbuat 33, 34 35, 36 Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha 37, 38 39, 40 5 Empati empathi Mampu memaknai perilaku verbal orang lain 41, 42 43, 44 Mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain 45, 46 47, 48 6 Efikasi diri self- efficacy Memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi 49, 50 51, 52 Memiliki keyakinan untuk sukses 53, 54 55, 56 7 Pencapaian reaching out Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57, 58 59, 60 Keluar dari zona nyaman diri 61, 62 63,64 Berani untuk mengoptimalkan kemampuan 65,66 67,68 Catatan: kode adalah keterangan item yang tidak valid PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI