Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

22 Tabel 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan Jantan Betina ̂bulan L t mm ̂bulan L t mm 3,3 128,16 3,8 128,14 4,3 144,56 4,8 143,84 5,3 150,19 5,8 150,22 6,3 162,78 6,8 162,67

4.2 Pembahasan

Hubungan panjang bobot ikan sangat penting artinya dalam ilmu dinamika populasi, antara lain untuk memberikan pernyataan secara matematis hubungan antara panjang dan bobot ikan, menduga variasi bobot dugaan untuk panjang tertentu. Berdasarkan grafik hubungan panjang bobot Gambar 5 diperoleh persamaan W = 0,00001 L 2,927 dengan koefisien determinasi sebesar 80,2. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan panjang bobot ikan tembang juga pernah dilakukan di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita 2007, yang menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L 2,664 untuk ikan tembang jantan dan W = 0,0007 L 2,091 untuk ikan tembang betina. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Banten, diperoleh persamaan W = 0,00025 L 2,282 Cresidanto 2010 dan di Teluk Palabuhanratu diperoleh W = 0,000009 L 2,990 Syakila 2010. Semua nilai b yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya di beberapa perairan di Indonesia tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 2,572-3,282. Akan tetapi untuk ikan-ikan yang tergolong genus Sardinella nilai b dapat berbeda untuk spesies yang berbeda. Abowei 2009 melaporkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot S. maderensis di Sungai Nkoro, Nigeria adalah W = 0,0478 L 3,580 dengan koefisien determinasi sebesar 94,7. Pola pertumbuhan setiap spesies ikan berbeda-beda, begitupun juga dengan spesies ikan yang sama namun hidup di wilayah perairan yang berbeda. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor dalam berupa genetik ikan tersebut dan faktor luar berupa kondisi perairan suhu dan salinitas, waktu penangkapan, kapal penangkapan, ketersediaan makanan di perairan tersebut Osman 2004 in Lelono 2007. Menurut Bachrin 2008, ikan tembang dapat hidup pada kisaran suhu 28 o C- 31 o C, dengan suhu optimum 29 o C, karena ikan pelagis kecil cenderung memilih 23 kondisi yang berhubungan erat dengan kondisi lingkungan Laevastu dan Hayes 1981. Menurut Amri 2008, Perairan Selat Sunda memiliki kisaran suhu antara 27 o C-30,5 o C dan tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syamsudin et al. 2003 yang berkisar antara 28 o C-29,5 o C. Menurut Gunarso 1985, suhu tidak terlalu memberikan gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perikanan, sebab perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, memiliki variasi suhu tahunan yang kecil bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan subtropis. Selain suhu, salinitas juga mempengaruhi pola pertumbuhan ikan, karena metabolisme dalam tubuh mempengaruhi pertumbuhan ikan. Di Perairan Selat Sunda kisaran salinitasnya antara 31 -33,7 Amri 2008. Sementara salinitas optimum untuk ikan tembang adalah 34 Bachrin 2008. Berdasarkan Gambar 6 dan 7 didapatkan satu kelompok ukuran ikan tembang jantan pada bulan April hingga Oktober. Sedangkan untuk ikan tembang betina didapatkan dua kelompok umur pada bulan pengamatan April dan Agustus dan untuk bulan lainnya hanya ditemukan satu kelompok umur. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran Lampiran 4 dan 5 terlihat nilai indeks separasi pada bulan April dan Agustus yang lebih dari dua I 2, hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Battacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap kemungkinan bagi suatu pemisahan dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran tersebut Hasseblad 1996, McNew dan Summerfelt 1978 serta Clark 1981 in Sparre dan Venema 1999. Parameter pertumbuhan model Von Bertalanffy K dan L diduga dengan menggunakan metode Ford Walford. Metode ini merupakan metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama King 1995 dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang yang sama Sparre dan Venema 1999. Kelompok ukuran ikan tembang ini dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang yaitu panjang 24 rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Kelompok ikan yang modus panjangnya bergeser dari 128,16 mm jantan dan 128,14 betina pada bulan Juli menjadi 162,78 mm jantan dan 162,67 mm betina pada bulan Oktober, pada penelitian ini sangat mungkin berasal dari satu kohort. Pada bulan Juli ikan-ikan tersebut diduga berumur 3,3 bulan jantan dan 3,8 bulan betina Tabel 3 atau berkisar antara 3 dan 4 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diduga setidaknya pada 3 atau 4 bulan sebelumnya yaitu pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan. Panjang total maksimum ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan adalah 185 mm yang diduga dicapai pada umur 13 bulan dan merupakan ikan tembang betina. Panjang ini lebih kecil dibanding panjang asimptotik ikan tembang yang didapatkan yaitu 190,45 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,26 bulan -1 . Panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar 180 mm Shelvinawati 2012, yang diduga dicapai pada umur 11 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ikan yang tertangkap belum matang gonad. Hasil analisis beberapa penelitian sebelumnya mengenai parameter ikan tembang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa hasil penelitian Sumber Lokasi Koefisien pertumbuhan bulan -1 Panjang asimptotik mm Syakila 2009 Teluk Palabuhanratu 1,07 170,02 Cresidanto 2010 Teluk Banten 0,59 180,22 Penelitian ini 2012 Selat Sunda 0,26 190,45 Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan di beberapa perairan yang berbeda. Diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu sebesar 1,07 bulan -1 dengan L 170,02 mm, sedangkan di Perairan Teluk Banten diperoleh nilai K 0,59 bulan -1 dengan L 180,22 mm. Berdasarkan selang kepercayaan 95 Lampiran 6, L ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda tidak berbeda nyata dengan kedua penelitian sebelumnya pada dua wilayah yang berbeda. Penelitian lain mengenai parameter pertumbuhan ikan 25 tembang di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan -1 dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers 2000, ikan tembang yang tertangkap di Perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan -1 dengan nilai L 225 mm. Sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema 1999 yaitu ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimptotiknya L . Pada kurva pertumbuhan Gambar 8 dan 9 dapat dilihat bahwa terdapat empat titik panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian, panjang rata-rata inilah yang digunakan dalam menduga parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Terdapat juga umur dugaan pada keempat titik tersebut Lampiran 9 dan 10. Berdasarkan umur dugaan tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan-ikan yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten merupakan ikan-ikan yang berumur tua. Pada kurva juga terlihat perbedaan laju pertumbuhan ikan tembang selama rentang hidupnya. Pertumbuhan panjang ikan tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotik, dimana ikan tidak akan bertambah panjang lagi. Pertumbuhan cepat bagi ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak Jalil et al. 2001. Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan tersebut akan berlainan pada tahun yang berlainan juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Dwiponggo 1982 in Harahap dan Djamali 2005. Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan Suman et al. 2006. 26 JICA 2009 menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan bukan hanya dengan tidak melakukan kegiatan penangkapan untuk tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, namun dalam kondisi yang berkesinambungan tetap dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan yang sesuai dengan nilai tangkapan maksimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya MSY. Sehingga kegiatan penangkapan dan pengelolaan untuk mempertahankan stok sumberdaya perikanan di laut dapat berlangsung secara berkesinambungan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang di Peraiaran Selat Sunda adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap ukuran ikan yang tertangkap, yaitu dengan memodifikasi alat tangkap yang lebih selektif. Ikan- ikan yang boleh ditangkap adalah ikan-ikan yang sudah mencapai ukuran matang gonad L m atau minimal sudah pernah satu kali melakukan siklus pemijahan. Pada penelitian kali ini panjang ikan pertama kali matang gonad adalah 180 mm Shelvinawati 2012. Selain itu, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi upaya penangkapan pada bulan-bulan tertentu, yaitu ada bulan Juni-Juli, karena diduga pada bulan-bulan tersebut terjadi puncak musim pemijahan ikan tembang di Perairan Selat Sunda Shelvinawati 2012.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Hubungan panjang bobot ikan tembang di Selat Sunda memiliki persamaan W = 0,00001 L 2,927 . Pada selang kepercayaan 95 nilai b ini berkisar antara 2,572-3,282. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian di beberapa perairan lain di Indonesia. 2. Berdasarkan kurva pertumbuhan model Von Bertalanffy, dapat diketahui bahwa panjang asimptotik L ikan tembang jantan sebesar 181,94 mm dan 190,45 mm untuk ikan betina. 3. Setidaknya pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan ikan tembang di sekitar Perairan Selat Sunda.

5.2 Saran

Penelitian pertumbuhan ini hendaknya mengambil ikan contoh yang berumur muda hingga yang berumur tua, sehingga nilai K yang diperoleh akan lebih akurat. Selain itu, ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim sehingga informasi yang diperoleh lebih menyeluruh. Untuk mengkonfirmasi dugaan musim pemijahan pada bulan April atau Mei, perlu dilakukan penelitian tingkat kematangan gonad ikan tembang secara peiodik terutama antara bulan Januari sampai dengan Juni.