Komoditas Unggulan TINJAUAN PUSTAKA

13 2. Keragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai untuk masing-masing satuan lahan 3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan 4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas baik. 5. Pengambilan keputusan atau penggunaan lahan dapat menggunakan peta kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna lahan. Dari uraian diatas, maka evaluasi lahan harus dilakukan agar rencana tataguna lahan dapat berjalan dengan optimal. Disamping itu, prediksi yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan produksi dan pengelolaan lahan juga akan memberikan makna yang besar bagi program pembangunan. Melalui prediksi ini juga, konsekuensi-konsekuensi sebaliknya dapat diramalkan, sehingga peringatan-peringatan terhadap lahan yang seharusnya tidak diusahakan ditanami dapat dihindari.

2.3 Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis kondisi tanah dan iklim maupun sosial ekonomi dan kelembagaan penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Disamping itu, faktor kemampuan suatu wilayah untuk dapat memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas. Dalam menetapkan suatu komoditas menjadi komoditas unggulan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang paling umum 14 digunakan yaitu metode Location Quotient LQ Hendayana, 2003. Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Berbagai komoditas unggulan di sektor pertanian telah banyak dikaji oleh para peneliti di berbagai lembaga penelitian terutama di lingkungan Kementerian Pertanian. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan Hendayana, 2003. Penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan oleh penentu kebijakan mengingat berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan. Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun kecamatan. Hendayana 2003 telah mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ. Hasilnya menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis yang relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi komoditas unggulan. 2.4 Prospek Pengembangan Perkebunan Lada Piper nigrum L Salah satu komoditas perkebunan yang paling menonjol di Kabupaten Belitung adalah lada. Disamping sangat berperan besar dalam menyumbangkan devisa negara, lada merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting diantara rempah-rempah lainnya dan tidak dapat digantikan dengan rempah lainnya. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil utama lada dan mempunyai peranan penting dalam perdagangan lada dunia. Pasokan lada di Indonesia dalam perdagangan dunia salah satunya dipenuhi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu lada putih dengan sebutan Muntok White 15 Pepper dan dari Propinsi Lampung berupa lada hitam yang dikenal sebagai Lampung Black Pepper sejak sebelum Perang Dunia II. Lada merupakan komoditas ekspor potensial di Indonesia. Pada tahun 2010, produksi lada di Indonesia menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam. Lada menyumbang devisa negara terbesar keempat untuk komoditas perkebunan setelah minyak sawit, karet dan kopi. Lada Indonesia masih mempunyai kekuatan dan peluang untuk dikembangkan karena lahan yang sesuai untuk lada masih cukup luas, biaya produksi lebih rendah dari negara pesaing, tersedianya teknologi budidaya yang efisien serta adanya peluang untuk melakukan diversifikasi produk guna mengantisifasi harga lada yang fluktuatif. Lada adalah “King of Spice”, rajanya rempah-rempah dan komoditas perdagangan dunia. Tanaman lada mempunyai sejarah yang panjang dan terkait erat dengan perjalanan bangsa Indonesia. Lada merupakan produk rempah tertua dan terpenting dalam perdagangan dunia. Lada adalah produk pertama yang diperdagangkan antara Barat dan Timur. Pada tahun 1100-1500, perdagangan lada memiliki kedudukan yang sangat penting. Pada waktu itu, lada bukan hanya digunakan untuk rempah-rempah, tetapi juga sebagai alat tukar dan mas kawin. Menurut George et al. 2005, lada berperan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penghasil devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri, dan untuk konsumsi langsung. Devisa dari lada menempati urutan keempat setelah minyak sawit CPO, karet, dan kopi. Di Indonesia, lada digunakan sebagai bahan baku industri makanan siap saji, obat-obatan, dan kosmetik. Di beberapa negara, khususnya Perancis, industri parfum memiliki ketergantungan yang besar pada lada. Makanan tradisional maupun masakan Eropa yang berkembang di Indonesia juga menggunakan lada sebagai penyedap. Konsumsi lada di Indonesia mencapai 60 gkapitatahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta orang, diperlukan 13.200 ton ladatahun atau 19,6 dari produksi lada nasional. Secara umum lada dapat dikelompokkan menjadi lada putih dan lada hitam. Keduanya dibedakan karena proses pengolahan hasil panennya yang berbeda sehingga produk akhirnya juga berbeda. Lada putih merupakan produk olahan lada yang umum dilakukan dan dihasilkan oleh petani lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya di Kabupaten Belitung. Lada putih ini 16 berbeda pengolahannya dengan lada hitam yang biasa diusahakan dan diproduksi oleh petani lada di Lampung. Pengolahan lada putih di Kabupaten Belitung umumnya masih dilakukan dengan cara tradisional. Menurut Laksamanahardja 1990, proses pengolahan lada putih secara tradisional dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap buah lada yang telah masak petik selama 8-10 hari, yang kemudian diikuti dengan penggilasan dan pencucian dengan menggunakan air mengalir atau kolam air tergenang. Jika proses perendaman telah dianggap cukup waktunya, buah lada diangkat dan dituang ke dalam keranjang rotan atau ke dalam bak kayu untuk digilas agar kulitnya terkelupas. Kemudian biji lada yang sudah terpisah dari kulitnya dibilas dengan air bersih lalu dijemur di bawah sinar matahari selama 4-5 hari tergantung intensitas sinar matahari. Menurut Laksamanahardja 1990, waktu perendaman yang terbaik adalah 8 hari dan sebaiknya tidak melakukan penundaan perendaman artinya buah lada yang terkumpul dari hasil pemanenan langsung direndam. Penundaan perendaman akan menyebabkan kadar minyak atsiri menurun dan aromanya agak berkurang. Perbedaan mendasar lada putih dan lada hitam adalah pada proses pengolahan. Lada putih diolah dengan proses perendaman, penggilasan, pencucian dan penjemuran, sementara lada hitam tidak dilakukan proses pengolahan seperti lada putih. Proses pengolahan lada hitam dilakukan dengan melakukan penjemuran langsung terhadap lada hasil panen sampai benar-benar mengering, tanpa dilakukan perendaman sebagaimana pada pengolahan lada putih Laksamanahardja, 1990. Indonesia merupakan negara pengekspor lada putih terbesar di pasar internasional dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2008. Pada tahun 2002, volume ekspor lada putih Indonesia mencapai 31.343 ton atau 70 dari total ekspor lada putih dunia saat itu yang mencapai angka tertinggi 45.020 ton. Namun, pada tahun 2009 dan 2010, volume ekspor lada putih Indonesia menurun dan berada di urutan kedua di bawah Vietnam. Tahun 2009 dan 2010, total ekspor lada putih Indonesia hanya 11.465 ton dan 13.453 ton, jauh di bawah Vietnam yang mencapai 20.000 ton International Pepper Community, 2012. 17 Mengingat peran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya Kabupaten Belitung dalam kancah perladaan nasional dan internasional cukup besar, maka penurunan areal tanam dan produksi lada putih Piper nigrum L akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi petani lada khususnya, dan perladaan nasional umumnya. Untuk itu, pada penelitian ini akan dibahas arahan dan strategi pengembangan perkebunan lada di Kabupaten Belitung yang diharapkan dapat berkontribusi positif bagi masyarakat daerah tersebut.

2.5 Tinjauan Studi Terdahulu