± ± Longivitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Friesian Holstein, Simmental, dan Brahman dalam Semen Beku Menggunakan Pengencer Skim.

12 Tabel 1 Motilitas spermatozoa dari FH, Simmental, dan Brahman yang diikubasi pada suhu 37 o C selama 5 jam Waktu Pengamatan Jam Jenis Sapi FH Simmental Brahman 50.00 ± 0.00 a 43.50 ± 2.42 b 43.33 ± 2.50 b 1 41.88 ± 2.58 a 34.00 ± 2.24 b 33.33 ± 2.58 b 2 32.35±2.44 a 21.00±4.18 c 25.90±3.54 b 3 18.00 ± 6.75 a 12.50 ± 2.64 b 13.33 ± 4.08 ab 4 6.00 ± 3.16 a 3.75 ± 2.31 a 5.00 ± 3.54 a 5 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a Huruf kecil superskrip yang berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menyatakan perbedaan yang nyata p0,05 Hasil inkubasi spermatozoa pada suhu 37 o C menunjukkan penurunan motilitas spermatozoa pada seluruh jenis sapi yang diteliti hingga motilitas menunjukkan nilai nol pada pengamatan jam ke-5 Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan waktu memiliki hubungan terhadap penurunan motilitas spermatozoa. Penurunan motilitas spermatozoa sapi FH, Brahman dan Simmental berkisar antara 3.75 sampai dengan 13 tiap jam. Penurunan signifikan persentase motilitas spermatozoa dari semen beku yang diinkubasi pada suhu 37 o C terjadi karena suhu 37 o C merupakan suhu optimal metabolisme spermatozoa. Pengujian longivitas spermatozoa di Balai Inseminasi Buatan Lembang pada suhu 37 o C incubator test mensyaratkan pada jam ke 4 spermatozoa memiliki motilitas minimal 10 sehingga semen beku dapat didistribusikan. Namun, seluruh semen beku yang dievaluasi pada penelitian ini memiliki motilitas dibawah 10 pada jam ke 4 pengamatan, yaitu motilitas 6.00 ± 3.16 sapi FH, motilitas 3.75 ± 2.31 sapi Simmental dan motilitas 5.00 ± 3.54 sapi Brahman. Penurunan motilitas dari ketiga bangsa sapi, terlihat sapi FH memiliki nilai motilitas lebih baik dibandingkan dengan sapi Simmental dan Brahman pada setiap jam pengamatan. Penurunan motilitas spermatozoa Gambar 7 terjadi karena terjadi kerusakan spermatozoa selama kriopreservasi dan thawing. Penyebab utama kerusakan sel selama kriopreservasi adalah pembentukan es intraseluler Mazur Schneider 1984 , menyebabkan kerusakan membran dan hilangnya keutuhan akrosom Szasz et al. 2000 dan adanya peningkatan tekanan osmotik dan pengaruh toksik dari gliserol yang sering digunakan sebagai krioprotektan pada bahan pengencer semen Hammerstedt et al. 1990, Wundrich et al. 2006. Apabila membran plasma spermatozoa sudah mengalami 13 kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu dan mulai kehilangan motilitasnya sehingga mengakibatkan kematian spermatozoa Yulnawati Setiadi 2005. Spermatozoa yang mati mengurangi konsentrasi sperma yang fertil, juga toksik bagi sperma lain yang masih hidup Arifiantini et al. 2005b. Ekor spermatozoa merupakan penggerak spermatozoa. Mitokondria yang terdapat pada bagian midpiece ekor spermatozoa memproduksi energi untuk menggunakan aksonema dan menyebabkan spermatozoa bergerak maju Garner Hafez 2000. Ketika terjadi perubahan suhu yang signifikan cold shock karena proses pembekuan dan thawing akan mempengaruhi membran plasma spermatozoa, yaitu terjadinya perubahan konfigurasi membran plasma. Jika terjadi perubahan konfigurasi membran plasma pada midpiece, maka enzim aspartat aminotransferase yang berfungsi merubah ATP menjadi ADP akan keluar dari sel, sehingga energi yang dibutuhkan untuk pergerakan spermatozoa tidak akan terbentuk dan spermatozoa akan kehilangan motilitasnya Colenbrander et al. 1992. Spermatozoa menggunakan energi yang didapatkan dari proses metabolisme untuk bertahan hidup dan melakukan aktifitasnya selama penyimpanan Nazlie 2004. Selama proses penyimpanan, akan terjadi penurunan motilitas spermatozoa yang disebabkan oleh akumulasi sisa metabolisme spermatozoa itu sendiri. Bersamaan dengan lamanya waktu penyimpanan, kebutuhan energi yang tersedia pada bahan pengencer akan 10 20 30 40 50 60 1 2 3 4 5 M o ti li ta s Waktu Inkubasi Jam FH Simmental Brahman Gambar 7 Grafik Longivitas Spermatozoa Sapi Friesian Holstein, Simmental, dan Brahman 14 semakin berkurang, sedangkan asam laktat sebagai sisa metabolisme akan semakin bertambah. Asam laktat merupakan sisa metabolisme spermatozoa yang dapat menurunkan pH. Rendahnya pH pengencer dapat menjadi toksik bagi spermatozoa dan dapat merusak enzim metabolisme spermatozoa tersebut Eiriani et al. 2008. Selain diakibatkan oleh akumulasi sisa metabolisme, selama preservasi akan terjadi peroksidasi lipid berupa reactive oxygen species ROS yang juga menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa Soeradi 2004. Viabilitas Spermatozoa Viabilitas spermatozoa viable sperm adalah salah satu indikator untuk menguji spermatozoa yang hidup dengan membran yang masih utuh. Viabilitas spermatozoa biasanya dinilai dengan memeriksa motilitas dan rasio hidupmati Barth Oko 1989. Evaluasi persentase hidup mati spermatozoa memungkinkan untuk prediksi kesuburan potensial dalam sampel semen, karena membran plasma yang utuh diperlukan untuk pembuahan Challah Brillard 1998. Viabilitas spermatozoa diuji dengan pewarnaan eosin nigrosin Tamuli Watson 1994. Pewarnaan eosin nigrosin merupakan salah satu teknik pewarnaan sel yang sering dikembangkan untuk evaluasi kerusakan spermatozoa yang disebabkan proses kriopreservasi dan evaluasi viabilitas spermatozoa WHO 1999. Komponen warna eosin akan masuk ke dalam sel yang mengalami kerusakan membran plasma dan membentuk warna merah muda keunguan, sedangkan nigrosin akan mewarnai latar bidang yang dievaluasi, bukan mewarnai spermatozoa Bjorndahl et al. 2004. Evaluasi viabilitas spermatozoa dimulai saat semen beku di-thawing sampai motilitas spermatozoa bernilai nol dalam rentang waktu 1 jam. Evaluasi viabilitas spermatozoa post thawing jam ke-0 menunjukkan viabilitas spermatozoa sapi FH sebesar 82.39±3.12 lebih tinggi P0.05 dibandingkan Gambar 8 a dan b Gambar Spermatozoa mati, c Gambar spermatozoa hidup dengan pewarnaan Eosin Nigrosin a b c 15 sapi Simmental 62.57±3.98 dan sapi Brahman 64.65±4.62. Kemudian terjadi penurunan persentase viabilitas spermatozoa seiring pertambahan waktu inkubasi semen Tabel 2. Pengamatan viabilitas spermatozoa pada jam ke-1, ke-2, dan ke-3 menunjukkan perbedaan viabilitas antara ketiga bangsa sapi. Pada jam ke-4 setelah inkubasi spermatozoa sapi FH memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan sapi Simmental dan Brahman. Ketiga breed memiliki viabilitas yang cenderung seragam pada jam ke-5 setelah inkubasi. Penurunan persentase viabilitas spermatozoa sapi FH, Simmental dan Brahman berkisar antara 1.5- 11.6 pada setiap jam pengamatan. Hal ini terjadi karena pada suhu 37 o C spermatozoa mengalami aktivitas seluler yang hampir optimal sehingga substrat energi cepat habis dan terdapat akumulasi asam laktat sebagai sisa metabolisme. Tabel 2 Viabilitas spermatozoa dari FH, Simmental, dan Brahman yang diikubasi pada suhu 37 o C selama 5 jam Waktu Pengamatan Jam Jenis Sapi FH Simmental Brahman 82.39±3.12 a 62.57±3.98 b 64.65±4.62 b 1 74.39±3.23 a 55.31±3.08 c 63.11±4.07 b 2 65.52±4.66 a 49.14±6.84 c 59.06±5.73 b 3 60.62±7.63 a 41.68±4.28 c 48.62±5.29 b 4 48.96±7.74 a 39.65±5.00 b 43.27±4.22 b 5 42.98±2.18 a 33.58±3.20 a 32.26±12.97 a Huruf kecil superskrip yang berbeda yang mengikuti angka pada baris yang sama menyatakan perbedaan yang nyata p0,05 Proses kriopreservasi semen memiliki dampak negatif dan positif terhadap kualitas spermatozoa Blottner et al. 2001. Kriopreservasi dapat mengubah fluiditas membran sehingga spermatozoa pasca pencairan kehilangan fluiditas lebih cepat dari yang baru ejakulasi spermatozoa, sehingga mengurangi waktu kelangsungan hidup post thawing spermatozoa Buhr et al. 1994. 16 Selama proses kriopreservasi, kerusakan membran terjadi ke daerah akrosom spermatozoa Blottner et al. 2001. Pendinginan dan pemanasan kembali yang terjadi pada proses pembuatan semen beku dan thawing akan merusak lipoprotein yang ada pada membran spermatozoa. Kerusakan integritas membran sel akan mempengaruhi fungsi komponen membran sel spermatozoa yang terdiri dari 43 lipid, 48 protein dan 9 karbohidrat Park Graham 1992. Apabila membran plasma spematozoa sudah mengalami kerusakan, maka metabolisme spermatozoa akan terganggu dan mulai kehilangan motilitasnya sehingga mengakibatkan kematian spermatozoa Yulnawati Setiadi 2005. Spermatozoa yang mati ditandai dengan hilangnya permeabilitas membran spermatozoa, sehingga zat warna eosin bebas masuk mewarnai kepala spermatozoa. Pada spermatozoa yang mati tidak terdapat perbedaan potensial ion natrium dan kalium antara di dalam dan di luar sel sehingga eosin nigrosin yang berikatan dengan natrium akan dengan mudah berdifusi ke dalam spermatozoa dan menunjukkan penyerapan warna pada kepala saat diberi pewarnaan Achmadi 2001. Pada waktu pencampuran, sel-sel spermatozoa yang hidup tidak atau sedikit sekali menyerap warna, sedangkan sel-sel spermatozoa yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding sel meningkat waktu mati Hafez 2000. Ketersediaan sumber energi dan perlindungan spermatozoa dari bahan pengencer semen merupakan faktor yang mempengaruhi persentase viabilitas 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 P e rs e n ta se H id u p Ma ti Waktu Inkubasi Jam FH Simmental Brahman Gambar 9 Grafik Viabilitas Spermatozoa Sapi Friesian Holstein, Simmental, dan Brahman 17 spermatozoa yang semakin menurun seiring dengan lamanya waktu inkubasi Gambar 9. Bahan pengencer semen beku yang lazim digunakan pada pembuatan semen beku di berbagai balai inseminasi buatan di Indonesia adalah susu Skim, glukosa, kuning telur, gliserol, antibiotika Penicillin dan Streptomycin dan aquabidest. Sumber energi pada bahan pengencer semen beku pada penelitian ini adalah glukosa yang akan terus berkurang jumlahnya seiring pertambahan waktu inkubasi. Fruktosa ataupun glukosa sebagai sumber energi bagi pergerakan spermatozoa cepat habis dan menghasilkan hasil sampingan berupa asam laktat yang dapat menurunkan pH bahan pengencer Bearden et al. 2004. Penambahan susu skim dan kuning telur pada bahan pengencer berperan sebagai penambah volume semen yang akan dibekukan dan mampu mereduksi pengaruh negatif plasma semen yang terjadi pada proses penyimpanan semen Rigby et al. 2001. Pada akhir evaluasi, nilai viabilitas spermatozoa masih tinggi tetapi motilitas sudah 0. Persentase spermatozoa hidup lebih tinggi daripada persentase spermatozoa motil Bearden Fuquay 2000 karena spermatozoa yang hidup belum tentu motil, tetapi sejumlah spermatozoa yang tidak motil terkadang masih hidup Campbell et al. 2003. Hal ini menunjukkan secara fungsional spermatozoa kemungkinan besar masih mampu membuahi, namun spermatozoa tidak dapat bergerak karena mitokondria yang terdapat di dalam midpiece ekor sudah tidak menghasilkan energi. Pengencer yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu Skim, penelitian yang dilakukan oleh Arifiantini et al. 2005a, menggunakan Tris Raffinosa-kuning telur, Tris Fruktosa-kuning telur, dan bahan pengencer komersial berbasis soya lechitin, longivitas sapi FH pada jam ke-5 menunjukkan motilitas 5.47±3.54, 3.53±3.11, dan 17.68±15.57. Ketiga bahan pengencer tersebut dinilai dapat mempertahankan longivitas spermatozoa lebih baik, dibandingkan pengencer skim yang digunakan dalam penelitian ini. Tingginya viabilitas pada akhir pengamatan menggunakan pengencer susu Skim, disebabkan kemampuan komponen lemak susu Skim dalam melindungi spermatozoa dengan lebih baik, sehingga bahan pewarna akan sulit menembus membran. Spermatozoa yang masih memiliki viabilitas tinggi masih bisa dimanfaatkan menggunakan teknologi reproduksi lain, seperti Intra Cytoplasmic Sperm Injection ICSI. Berdasarkan hasil ini, sebaiknya dalam evaluasi fertilitas spermatozoa tidak hanya menggunakan satu parameter. 18 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari ketiga bangsa sapi, sapi FH memiliki kemampuan pemulihan post thawing yang paling baik jika dibandingkan sapi Simmental dan Brahman. Longivitas dan viabilitas merupakan dua hal yang berkaitan, keduanya menurun seiring pertambahan longivitas. Longivitas spermatozoa dari ketiga bangsa sapi yang diinkubasi pada suhu 37 o C adalah 5 jam. Saran Pengujian kualitas spermatozoa sebaiknya tidak hanya menggunakan satu paramerter dan perlu dilakukan pengujian longivitas dan viabilitas dari bangsa sapi lainnya. 19 DAFTAR PUSTAKA Achmadi AS. 2001. Kaji banding kualitas dan keutuhan membran plasma semen beku sapi pada setiap jalur distribusi [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Arifiantini I, Yusuf TL dan Graha N. 2005a. Recovery Rate dan Longivitas Pasca Thawing Semen Beku Sapi FH Friesian Holstein Menggunakan Berbagai Bahan Pengencer. Jakarta, Bul Peternakan Vol. 29 2, 2005. Arifiantini I, Yusuf TL, Indah O. 2005b. Kaji banding dua teknik pengemasan menggunakan tiga macam pengencer untuk pembekuan semen sapi Friesian Holstein FH. Seminar Nasional Teknologi Pertanian dan Veteriner 2005. Asturiano JF. 2007. Effect of sperm cryopreservation on the European eel sperm viability and spermatozoa morphology. Reprod Domest Anim 42:162-166. Ball PHJ, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle 3 rd edition. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd. Barth A D, Oko RJ. 1989. Abnormal Morphology of Bovine Spermatozoa. USA: Iowa State University Press. Bearden HJ, Fuquay JW. 2000. Applied Animal Reproduction 5 th ed. Missisippi State University. New Jersey. Pp 24-143. Bearden HJ, Fuquay JW, Willard ST. 2004. Applied Animal Reproduction. 6 th Ed. Pearson Education Inc: New Jersey. Birkhead TR, Hosken DJ, Pitnick S. 2009. Sperm Biology: An Evolutionary Perspective. United Kingdom: Elsevier Ltd. Björndahl I, Söderlund I, Johansson S, Mohammadieh M, Pourian MR, Kvist U. 2004. Why the WHO recommendation for eosin-Nigrosin staining techniques for human sperm vitality assessment must change. J Androl 2004;25:671 – 8 Blottner S, Warnke C, Tuchscherer A, Heinen V, Torner H. 2001. Morphological and functional changes of stallion spermatozoa after cryopreservation during breeding and non-breeding season. Anim Reprod Sci.65:75-88. Buhr MM, Curtis EF, Kakuda SN. 1994. Composition and behaviorof head membrane lipids of fresh and cryopreserved boar sperm. Cryobiology. 31:224-238. Campbell JR, Campbell KL, Kenealy MD. 2003. Artificial Insemination in : Animal Sciences 4 th Edition. New York:Mc Graw-Hill. Challah T, Brillard JP. 1998. Comparison of assessment of fowl sperm viability by eosin-Nigrosin and dual fluorescence SYBR-14PI. Theriogenology 1998;50:487 –93. Colenbrander, Fazeli AR, Van Buiten A, Parlevliet J, Gadella BM. 1992. Assesment of sperm cell membran integrity in the horse. Acta Ve. Scand Suppl. 88: 49-58. Cowell RL, Tyler RD. 2002. Diagnostic Cytology and Hematology Second edition. USA: Mosby, Inc. 20 Eiriani K, Boediono A, Djuwita I, Sumarsono SH, Al-Azhar. 2008. Development of domestic cat embryo produced by preserved sperms. J Biosciences 15:155-160. Fikar Samsul, Ruhyadi D. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Foote RH, 2003: Fertility estimation: a review of past experience and future prospects. Anim Reprod Sci 75 119 –139. Gage MJG, Macfarlane CP, Yeates S, Ward RG, Searle JB, Parker GA. 2004. Spermatozoal traits and sperm competition in Atlantic salmon: relative sperm velocity is the primary determinant of fertilization success. Curr Biol. 14: 44-47. Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma. Page 96-109 in Reproduction in Farm Animals. 7th edition. Lippincott Williams and William: Philadelphia, PA. Gardner DK, Weissman A, Howless M, Shoham Zeev. 2001. Textbook of Assisted Reproductive Techniques Laboratory and Clinical Perspectives. United Kingdom: Martin Dunitz Ltd. Gordon Ian. 2005. Reproductives Technologies in Farm Animals. UK: Cromwell Press. Graham JK. 1996. Analysis of stallion semen and its relation to fertility. Vet Clin North Am, Equine Pract. 12:119-130. Hafez ESE. 2000. Preservation and Cryopreservation of Gametes and Embryos. In Reproduction in Farm Animals. 7 th ed B HafezESE Hafez, editor. USA: Lippincott Wiliams Wilkins. Hammerstedt RH , Graham JK, Kunze E.1990. Analysis of sperm cell viability, acrosomal integrity and mitochondrial function using flow cytometry. Biol Repord 1990;43:55 – 64. He S, Woods C. 2004. Changes in motility, ultrastructure, and fertilization capacity of striped bass Morone saxatilis spermatozoa following cryopreservation. Aquaculture 236 2004 677 –686 Mazur P, Schneider V. 1984. Osmotic consequences of cryoprotectant permeability andits relation to the survival of frozen-thawed embryos. Theriogenology 1984;21:68-79. Morell JM, Rodriguez-Martinez H. 2009. Biomimetic Techniques for Improving Sperm Quality in Animal Breeding: A Review. The Open Andrology J 2009, Volume 1. Nazlie C S. 2004. Kajian kualitas spermatozoa kucing asal epididimys dan duktus deferens setelah preservasi pada suhu 4C [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nilna. 2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Semen. [terhubung berkala] http:disnak.sumbarprov.go.id?disnak=profilid=85 [18 Januari 2012]. Park JE, Graham JK. 1992. Effects of cryopreservation procedures on sperm membranes. J. Theriogenology. 38: 2009-222. 21 Parks JE, Lynch DV, 1992. Lipid composition and thermotropic phase behavior of boar, bull, stallion and rooster sperm membranes. Cryobiology 29, 255 – 266. Rigby SL, Brinsko SP, Cochran M, Blanchard TL, Love CC, Varner DD. 2001. Advances in cooled semen technologies: seminal plasma and semen extender. Anim Reprod Sci. 68:171-180. [SNI]. 2005. Semen beku sapi SNI 01-4869.1-2005.[terhubung berkala] pphp.deptan.go.id…5.pdf [15 Januari 2012]. Soeradi O. 2004. Radikal bebas pada pria infertil. Di dalam: Paradigma Terkini Genetika dan Reproduksi. Jakarta: Departemen Biologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran, UI. Hlm 95-101. Sudarmono AS, Sugeng YB. 2008. Sapi Potong Cet.17 Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Syarif EK, Harianto B. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah.Jakarta: AgroMedia Pustaka. Szasz F, Sirivaidyapong S, Chen FP, Voorhout WF, Marks A, Colenbrander B, Solti L, Gadella BM. 2000. Detection of calcium ionophore induced membrane changes in dog sperm as a simple method to predict the cryopreservability of dog semen. Mol Reprod Dev. 55:289-298. Tamuli M, Watson P. 1994. Use of a simple staining technique to distinguish acrosomal changes in the live sperm sub-population Anim Reprod Sci 1994. 35:247-254. [WHO] World Health Organization. 1999. WHO laboratory manual for the examination of human semen and sperm cervical mucus interactions. 4 th edn. Cambridge University Press, Cambridge, UK. Wundrich K, Paasch V, Leicht M, Glander HJ. 2006. Activaton of caspaces in human spermatozoa duringcryopreservation and immunoblot study. Cell Tissue Bank 7:81-90. Yulnawati, Setiadi MA. 2005. Motilitas dan Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Epididimis Kucing Selama Penyimpanan Pada Suhu 4°C. Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 3, September 2005. 22 LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Friesian Holstein Waktu Jam Sampel Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 50-45 50 50-45 55-50 50 55-50 55-50 50-45 50-45 50-45 50.00±0.00 81.63 84.80 84.89 80.43 85.71 77.70 83.70 76.87 83.69 84.43 82.39±3.12 1 45-40 45-40 40 45 40 45 40 40 45 40 41.88±2.58 78.43 77.61 78.60 71.75 76.15 72.18 74.26 68.87 73.34 72.67 74.39± 3.23 2 30-25 30 30 40-35 35 30 35 30 40-35 30 31.43±2.44 69.05 66.84 74.70 68.02 65.97 63.24 64.86 63.13 61.96 57.38 65.52 ±4.66 3 15 25 20 20 25 20 25 15 10 5 18.00 ±6.75 62.23 65.02 70.19 65.33 58.86 59.09 62.22 60.29 61.83 41.15 60.62 ±7.63 4 5 10 5 10 5 5 10 5 5 6.00 ± 3.16 47.27 52.36 46.89 55.21 54.46 55.37 53.93 51.15 42.36 30.61 48.96 7.74 5 0.00 ± 0.00 44.36 44.72 40.94 43.52 42.35 44.23 46.28 40.52 39.87 42.98 2.18 Lampiran 2 Persentase Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Simmental Waktu Jam Sampel Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 40 45 45 45 45 40 45 45 40 45 43.50 ±2.42 55.50 60.49 60.00 66.97 59.60 61.54 65.71 63.64 63.25 68.97 62.57 ±3.98 1 30-25 35-30 35-30 35-30 35-30 35 35 30 35 35 34.00 ±2.24 52.07 57.80 52.41 52.17 55.56 58.42 61.02 55.32 55.78 52.52 55.31 ±3.08 2 20-15 15 20-15 25-20 25 20-15 20 25 25 25 22.50 ±4.18 49.96 51.79 44.60 50.68 52.41 43.42 36.52 61.07 55.19 46.07 49.14 ±6.84 3 15 15 10 15 15 15 10 10 10 10 12.50 ±2.64 40.14 37.88 39.77 45.83 36.70 42.59 35.71 46.34 43.86 47.97 41.68 ±4.28 4 5 5 5 10-5 5 10-5 5 5 3.75 ± 2.31 44.09 42.78 37.97 41.22 38.46 43.24 36.36 43.92 27.59 40.85 39.65 ±5.00 5 0.00 ± 0.00 35.65 30.09 28.11 37.28 32.45 35.84 35.87 33.33 - - 33.58±3.20 23 Lampiran 3 Persentase Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Brahman Waktu Jam Sampel Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 45 45 45 40 45 40 45 45-40 40 45 43.33 ± 2.50 60.44 64.84 74.58 63.86 64.60 58.14 68.58 66.23 60.84 64.41 64.65±4.62 1 35-30 35 30 30 35-30 35-30 35 35 35-30 35 33.33 ± 2.58 57.42 68.71 61.17 65.52 57.84 58.66 63.58 65.13 67.07 65.98 63.11 ±4.07 2 30-25 30-25 20 25-20 25-20 25 30-25 30-25 30-25 30-25 22.50 ± 3.54 59.79 65.50 54.46 65.77 52.43 54.39 52.00 58.50 60.36 67.44 59.06± 5.73 3 20 20-15 15 15-10 20-15 10 15 10 15-10 10 13.33 ± 4.08 51.35 48.31 40.07 51.96 51.60 38.24 49.16 49.07 53.71 52.77 48.62 ±5.29 4 10-5 10 10 5 5 5 5 5 5.00 ± 3.54 45.45 46.15 42.93 42.86 39.01 37.19 45.99 46.75 49.18 37.18 43.27 ±4.22 5 0.00 ± 0.00 42.23 37.16 38.51 39.71 39.00 26.19 33.34 - 34.25 - 32.26±12.97 Lampiran 4 Analisis Motilitas Sapi Jam 0 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 10 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 11 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam0 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0.02482667 0.01241333 22.33 .0001 Error 27 0.01501000 0.00055593 Corrected Total 29 0.03983667 R-Square Coeff Var Root MSE jam0 Mean 0.623211 5.189600 0.023578 0.454333 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0.02482667 0.01241333 22.33 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 12 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam0 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0.000556 Number of Means 2 3 Critical Range .02164 .02273 24 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 0.49500 10 f B 0.43500 10 s B B 0.43300 10 b Jam 1 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 13 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 14 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam1 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0.05554167 0.02777083 54.29 .0001 Error 27 0.01381250 0.00051157 Corrected Total 29 0.06935417 R-Square Coeff Var Root MSE jam1 Mean 0.800841 6.297356 0.022618 0.359167 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0.05554167 0.02777083 54.29 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 15 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam1 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0.000512 Number of Means 2 3 Critical Range .02075 .02181 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 0.42000 10 f B 0.33000 10 b B B 0.32750 10 s Jam 2 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 16 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 25 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 17 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam2 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0.06481167 0.03240583 25.15 .0001 Error 27 0.03479250 0.00128861 Corrected Total 29 0.09960417 R-Square Coeff Var Root MSE jam2 Mean 0.650692 13.58886 0.035897 0.264167 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0.06481167 0.03240583 25.15 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 18 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam2 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0.001289 Number of Means 2 3 Critical Range .03294 .03461 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 0.32350 10 f B 0.25900 10 b C 0.21000 10 s Jam 3 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 25 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 26 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam3 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0.01608500 0.00804250 3.67 0.0388 Error 27 0.05912250 0.00218972 Corrected Total 29 0.07520750 R-Square Coeff Var Root MSE jam3 Mean 0.213875 31.51143 0.046794 0.148500 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0.01608500 0.00804250 3.67 0.0388 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 27 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam3 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0.00219 Number of Means 2 3 Critical Range .04294 .04511 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis 26 A 0.18000 10 f A B A 0.14050 10 b B B 0.12500 10 s Jam 4 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 28 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 29 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam4 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0.00105167 0.00052583 0.55 0.5841 Error 27 0.02588500 0.00095870 Corrected Total 29 0.02693667 R-Square Coeff Var Root MSE jam4 Mean 0.039042 58.79039 0.030963 0.052667 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0.00105167 0.00052583 0.55 0.5841 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 30 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam4 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0.000959 Number of Means 2 3 Critical Range .02841 .02985 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 0.06000 10 f A A 0.05250 10 b A A 0.04550 10 s Jam 5 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 31 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 32 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam5 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 0 0 . . Error 27 0 0 Corrected Total 29 0 R-Square Coeff Var Root MSE jam5 Mean 0.000000 . 0 0 27 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 0 0 . . hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 33 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam5 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 0 Number of Means 2 3 Critical Range 0 0 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 0 10 b A A 0 10 f A A 0 10 s Lampiran 5 Analisis Viabilitas Sapi Jam 0 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 34 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 35 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam0 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 2372.468409 1186.234205 75.91 .0001 Error 27 421.912515 15.626389 Corrected Total 29 2794.380925 R-Square Coeff Var Root MSE jam0 Mean 0.849014 5.657872 3.953023 69.86767 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 2372.468409 1186.234205 75.91 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 36 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam0 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 15.62639 Number of Means 2 3 Critical Range 3.627 3.811 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 82.386 10 f B 64.651 10 b B B 62.566 10 s Jam 1 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 37 The ANOVA Procedure 28 Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 38 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam1 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 1840.883230 920.441615 75.69 .0001 Error 27 328.353250 12.161231 Corrected Total 29 2169.236480 R-Square Coeff Var Root MSE jam1 Mean 0.848632 5.426256 3.487296 64.26707 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 1840.883230 920.441615 75.69 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 39 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam1 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 12.16123 Number of Means 2 3 Critical Range 3.200 3.362 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 74.388 10 f B 63.107 10 b C 55.306 10 s Jam 2 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 40 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 41 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam2 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 1360.372722 680.186361 20.13 .0001 Error 27 912.462982 33.794925 Corrected Total 29 2272.835704 R-Square Coeff Var Root MSE jam2 Mean 0.598535 10.03890 5.813340 57.90817 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 1360.372722 680.186361 20.13 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 42 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam2 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 33.79493 Number of Means 2 3 Critical Range 5.334 5.604 29 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 65.516 10 f B 59.064 10 b C 49.144 10 s Jam 3 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 43 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 44 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam3 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 1836.406706 918.203353 26.33 .0001 Error 27 941.568195 34.872896 Corrected Total 29 2777.974901 R-Square Coeff Var Root MSE jam3 Mean 0.661060 11.73847 5.905328 50.30747 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 1836.406706 918.203353 26.33 .0001 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 45 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam3 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 34.8729 Number of Means 2 3 Critical Range 5.419 5.693 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 60.620 10 f B 48.623 10 b C 41.679 10 s Jam 4 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 46 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 47 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam4 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 440.660632 220.330316 6.44 0.0052 Error 27 923.902635 34.218616 Corrected Total 29 1364.563268 R-Square Coeff Var Root MSE jam4 Mean 0.322932 13.30695 5.849668 43.95950 30 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 440.6606322 220.3303161 6.44 0.0052 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 48 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam4 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 34.21862 Number of Means 2 3 Critical Range 5.368 5.639 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 48.960 10 f B 43.269 10 b B B 39.649 10 s Jam 5 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 49 The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values jenis 3 b f s Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 50 The ANOVA Procedure Dependent Variable: jam5 Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr F Model 2 791.201416 395.600708 1.82 0.1809 Error 27 5858.942413 216.997867 Corrected Total 29 6650.143830 R-Square Coeff Var Root MSE jam5 Mean 0.118975 46.72529 14.73085 31.52650 Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr F jenis 2 791.2014162 395.6007081 1.82 0.1809 hasil penelitian 21:20 Thursday, June 18, 2012 51 The ANOVA Procedure Duncans Multiple Range Test for jam5 NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 216.9979 Number of Means 2 3 Critical Range 13.52 14.20 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N jenis A 38.680 10 f A A 29.039 10 b A A 26.861 10 s 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi merupakan ternak ruminansia dari famili Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau Bubalus, kerbau Afrika Syncherus, dan anoa. Secara umum bahwa ternak sapi dapat dikelompokkan dalam empat bagian besar berdasarkan tujuannya yaitu ternak sapi potong, sapi perah, sapi pekerja dan sapi dwiguna. Jenis sapi yang dikembangkan di Indonesia antara lain Sapi Friesian Holstein FH, Sapi Brahman, Sapi Simmental, Sapi Limousin, Sapi Peranakan Ongol PO, Sapi Brangus, Sapi Angus, Sapi Bali dan Sapi Madura. Inseminasi Buatan IB merupakan salah satu metode peningkatan produksi ternak yang lazim dan mudah diaplikasikan di Indonesia. Keberhasilan IB diantaranya dipengaruhi oleh kualitas semen yang digunakan. Di Indonesia saat ini sebagian besar program IB menggunakan semen beku dan terdapat standar mutu yang ditetapkan dalam SNI 01-4869.1-2005, yaitu motilitas spermatozoa dari semen beku setelah thawing atau disebut post thawing motility PTM minimal 40 dan gerakan individu spermatozoa minimal 2 skala 1-5. Penetapan standar mutu semen beku yang didistribusikan ke masyarakat juga menggunakan manajemen mutu ISO 17025:2005 yaitu melalui uji antar laboratorium dengan kompetensi dan standar laboratorium yang sama secara berkala. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan menjamin kualitas semen beku yang dihasilkan oleh suatu instansi. Fertilisasi adalah proses terjadinya pembuahan ovum oleh spermatozoa. Menurut Morell dan Rodriguez-Martinez 2009 spermatozoa yang memiliki kromatin yang utuh, morfologi normal, serta memiliki viabilitas dan motilitas yang baik adalah populasi spermatozoa yang memiliki kemampuan fertilisasi. Keberhasilan pembekuan semen juga bisa dilihat dari nilai recovery rate RR yaitu jumlah spermatozoa yang berhasil pulih dari proses pembekuan Hafez 2000 dan daya tahan hidup spermatozoa in vitro setelah di-thawing yang disebut dengan longivitas Arifiantini et al. 2005a. Mengingat pentingnya pengujian kualitas semen beku dalam menentukan keberhasilan IB, dan banyaknya semen beku sapi FH, Simmental dan Brahman yang digunakan saat ini di masyarakat peternak, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji motilitas, viabilitas dan longivitas spermatozoa dari semen beku sapi FH, Simmental dan Brahman yang diproduksi oleh salah satu balai IB di Indonesia. 2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji motilitas, viabilitas dan longivitas spermatozoa dari semen beku sapi FH, Simmental dan Brahman yang diproduksi oleh salah satu balai IB daerah dan mempelajari hubungan antara motilitas dan viabilitas spermatozoa dari ketiga bangsa sapi tersebut. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi daya tahan spermatozoa dari tiga bangsa sapi berbeda yang banyak dikembangbiakkan di Indonesia. 3 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum sapi FH, Simmental, dan Brahman Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein FH berasal dari provinsi Belanda Utara dan provinsi Friesland Barat. Ciri sapi FH antara lain rambutnya berwarna belang hitam putih. Di bagian dahi terdapat warna putih berbentuk segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, serta memiliki tanduk pendek yang mengarah ke depan. Sapi FH tergolong sapi yang lambat dewasa. Sifat sapi FH yang tenang dan jinak memudahkan pengendalian sapi saat diberi perlakuan. Sapi FH memiliki kuantitas produksi susu yang paling tinggi dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Di Amerika Serikat produksi susunya dapat mencapai 5.755 kg dalam satu masa laktasi ± 10 bulan. Sedangkan di Indonesia, rata-rata produksi sapi FH adalah 10 liter per ekor per hari Syarif Harianto 2011. Sapi Simmental Sapi Simmental merupakan sapi bangsa Bos taurus yang berasal dari Swiss. Sapi ini cocok dipelihara di daerah beriklim sedang dan bersifat dwiguna, yaitu menghasilkan daging dan memiliki produksi susu yang baik. Sapi Simmental memiliki warna coklat muda kemerahan dengan bagian wajah, tubuh bagian bawah, lutut, hingga ujung ekor berwarna putih. Sapi ini memiliki tubuh besar, kekar, dan berotot. Pertumbuhannya sangat baik dengan persentase karkas tinggi dan sedikit lemak. Bobot badan Simmental dewasa dapat mencapai 1200 kgekor Fikar Ruhyadi 2010. Gambar 1 Sapi Friesian Holstein Sumber: www.foodandcommerce.com 4 Sapi Brahman Sapi Brahman merupakan keturunan sapi zebu Bos indicus yang berasal dari India. Sapi Brahman ditandai dengan punuk yang besar di atas bahu, tetapi pada betina punuk tersebut lebih kecil. Di rahang hingga ujung dada tumbuh gelambir yang lebar dengan banyak lipatan, memiliki berukuran tubuh besar dan panjang. Kulit sapi jantan berwarna putih keabuan, sedangkan kulit sapi betina berwarna putih keabuan dan kemerahan. Kepala panjang dengan telinga besar dan rebah menghadap ke bawah Fikar Ruhyadi 2010. Sapi Brahman cocok dengan kondisi Indonesia. Seperti sapi kelompok zebu, sapi Brahman mudah beradaptasi terhadap suhu panas, makanan yang sederhana, dan tahan gigitan caplak Sudarmono Sugeng 2008. Gambar 2 Sapi Simmental Sumber: www.teara.govt.nz Gambar 3 Sapi Brahman Sumber: planetanimalzone.blogspot.com 5 Semen Beku Semen beku adalah semen yang telah melalui proses pengenceran dan disimpan dalam nitrogen cair yang memiliki suhu -196 o C. Proses pembuatan semen beku meliputi : pemeriksaan semen segar, pengenceran, pencetakan label, pengisian dan pengemasan straw serta pembekuan. Pemeriksaan semen segar dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Kemudian semen yang memenuhi standar akan dicampurkan dengan bahan pengencer yang mengandung sumber energi, krioprotektan, zat untuk menjaga tekanan osmotik spermatozoa dan antibiotika dengan volume tertentu yang sesuai dengan konsentrasi spermatozoa. Pengenceran dilakukan untuk meningkatkan volume semen sehingga jumlah betina yang dibuahi semakin banyak dan efisien dalam dosis yang sesuai untuk inseminasi buatan. Semen yang digunakan untuk IB yang melalui tahap kriopreservasi dikemas dalam straw yang memiliki volume 0,25 ml dan mengandung 20 juta sel spermatozoa Ball Peters 2004. Straw yang digunakan memiliki warna yang berbeda-beda untuk tiap bangsa sapi, misalnya warna abu-abu untuk bangsa FH, warna putih transparan untuk bangsa Simmental dan warna biru tua untuk sapi dari bangsa Brahman. Straw terlebih dahulu diberi keterangan mengenai jenis dan nama pejantan, kode pejantan, batch number dan produsen semen beku. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pengisian dan pengemasan, yaitu semen cair dimasukkan ke dalam straw dan dilakukan penutupan ujung straw, diequilibrasi dan dilanjutkan proses pembekuan semen kemudian disimpan dalam Nitrogen cair Nilna 2010. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan semen beku adalah pencegahan kristalisasi air yang terdapat dalam sel. Karena itu bahan pengencer semen ditambahkan gliserol yang berguna untuk mendehidrasi spermatozoa sebelum membeku dan mengubah bentuk kristal es yang dapat membunuh spermatozoa Campbell et al. 2003. Viabilitas dan Longivitas Viabilitas spermatozoa viable sperm adalah salah satu indikator untuk menguji spermatozoa yang hidup dengan membran yang masih utuh. Viabilitas spermatozoa biasanya dinilai dengan memeriksa motilitas dan rasio hidupmati Barth Oko 1989. Viabilitas spermatozoa dapat diuji dengan berbagai macam cara diantaranya dengan menggunakan uji flow cytometri Gardner et al. 2001, 6 pewarnaan Flourscent He Woods 2004, pewarnaan bizBenzimide Hoechst Asturiano 2007 atau menggunakan pewarnaan eosin nigrosin Barth Oko 1989. Komponen warna eosin nigrosin akan masuk ke dalam membran sel yang rusak dan akan mewarnai membran sel menjadi merah ungu. Sel spermatozoa yang memiliki membran utuh tidak menyerap warna yang diberikan sehingga tetap jernih dan terlihat kontras dengan latar gelap yang ditimbulkan oleh nigrosin pada pewarnaan eosin nigrosin. Keutuhan membran plasma spermatozoa merupakan hal yang sangat memengaruhi fungsi spermatozoa; proses pembekuan dan thawing dapat merusak struktur membran plasma Gordon 2005. Longivitas atau daya tahan hidup adalah kemampuan spermatozoa bertahan dalam temperatur tertentu Arifiantini et al. 2005a. Longivitas spermatozoa biasanya diuji pada suhu 37 o C, Balai Inseminasi Buatan Lembang menyebutnya incubator test, yaitu selama 4 jam masih harus memiliki motilitas spermatozoa sebanyak 10, untuk bisa didistribusikan semen bekunya ke Peternak. Arifiantini et al. 2005a, melakukan uji longivitas spermatozoa dari semen beku sapi FH dengan berbagai bahan pengencer dan bertahan sampai dengan 9 jam . Menurut Birkhead et al. 2009 Longivitas merupakan respon adaptasi spermatozoa dalam kompetisi sperma. Longivitas dapat ditentukan dengan mengetahui kapan metabolisme spermatozoa kembali aktif dengan menggunakan sumber energinya, atau dengan mengetahui sperm senescene peningkatan risiko kematian dan penurunan efisiensi fertilisasi hingga spermatozoa mati, selain aspek-aspek lain yang memengaruhi kematian spermatozoa. Longivitas spermatozoa dapat dievaluasi dengan melihat motilitas progresif spermatozoa dalam interval 1 jam pada suhu 37 o C Cowell Tyler 2002. Motilitas spermatozoa merupakan indikator penting dari keberhasilan fertilisasi Gage et al. 2004. 7 MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Maret 2012, di Laboratorium Fisiologi Reproduksi, Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Sampel Penelitian ini menggunakan 30 straw semen beku dari salah satu balai IB daerah, masing-masing 10 straw sapi FH, 10 straw sapi Brahman dan 10 straw sapi Simmental yang menggunakan pengencer susu skim. Sampel disimpan dalam container Nitrogen cair dengan suhu -196 o C. Metode Thawing Semen Beku Straw semen beku diambil dari container menggunakan pinset, kemudian di-thawing dalam air bersuhu 37 o C selama 30 detik. Semen dalam straw dikeluarkan dengan cara menggunting sumbat laboratorium yang terdapat pada bagian ujung dari straw, bagian yang terbuka diarahkan ke tabung eppendorf lalu sumbat pabrik digunting hingga seluruh semen yang terdapat dalam straw masuk dalam tabung tersebut. Tabung eppendorf selanjutnya disimpan dalam water bath suhu 37 o C. Pengujian Kualitas a. Motilitas Sebanyak 10 µL semen diambil menggunakan mikro pipet diteteskan pada object glass yang telah dihangatkan kemudian ditutup dengan cover glass. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop perbesaran objektif 10x10 dalam 10 lapang pandang. Penilaian diberikan dalam kisaran 0-100. b. Viabilitas Sebanyak 10µL semen diletakkan pada glass object, ditambah pewarna eosin nigrosin 20µL, dihomogenkan dan dibuat preparat ulas dari campuran tersebut dalam waktu 15 detik, dan dikeringkan diatas heating table hingga kering. Preparat diamati di bawah mikroskop menggunakan perbesaran 8 10x40. Spermatozoa yang hidup tidak menyerap warna dan spermatozoa yang mati akan menyerap warna. Spermatozoa yang hidup dan mati dihitung dalam 10 lapang pandang, dan evaluasi dilakukan setiap 60 menit. Persentase spermatozoa hidup dihitung menggunakan rumus: c. Longivitas Logivitas spermatozoa diketahui dengan mengevaluasi motilitas spermatozoa yang diinkubasi pada suhu 37 o C setiap 60 menit hingga motilitas spermatozoa 0 Arifiantini et al. 2005a. Analisis Data Penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap RAL. Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan Anova dan uji lanjut Duncans program SAS 9.1.3., data disajikan dalam bentuk rataan ± simpangan baku. 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Sapi merupakan ternak yang dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu sumber protein hewani. Sapi FH, Simmental dan Brahman merupakan tiga dari beberapa bangsa sapi yang dikembangkan di Indonesia yang memiliki keunggulan masing-masing. Kualitas, kuantitas dan efisiensi produksi menjadi hal penting dalam budidaya ternak sapi. Oleh karena itu, dibutuhkan indukan yang unggul sehingga dapat menghasilkan keturunan yang unggul dan menguntungkan. Salah satu cara meningkatkan kualitas keturunan adalah menggunakan teknologi inseminasi buatan menggunakan semen yang terjamin kualitasnya. Semen beku adalah semen yang telah ditambahkan bahan pengencer, dikemas dalam kemasan tertentu dan disimpan pada nitrogen cair -196 o C . Kualitas spermatozoa yang diproduksi oleh suatu balai inseminasi buatan dievaluasi secara berkala ISO 17025:2005 melalui uji banding antar laboratorium dengan parameter pemeriksaan motilitas, gerakan individu dan persentase hidup mati spermatozoa. Selain parameter-parameter tersebut, yang biasa dilakukan segera setelah thawing adalah evaluasi daya tahan dan kualitas spermatozoa yang dapat diketahui melalui evaluasi longivitas dan viabilitas spermatozoa. Spermatozoa yang berkualitas adalah spermatozoa yang mampu memfertilisasi ovum. Syarat spermatozoa yang mampu memfertilisasi adalah spermatozoa yang memiliki kromatin utuh, morfologi normal, serta memiliki viabilitas dan motilitas yang baik Morell Rodriguez-Martinez 2009. Pemeriksaan motilitas dan viabilitas merupakan cara mendapatkan spermatozoa yang berkualitas dan mendekati syarat spermatozoa yang memiliki kemampuan fertilisasi. Kualitas Semen Beku Sapi FH Pada penelitian ini, sapi FH memiliki motilitas post thawing sebesar 50.00±0.00 dan viabilitas 82.39±3.12. Motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi FH semakin menurun sejalan dengan waktu inkubasi, hingga persentase motilitas mencapai nol pada pengamatan jam ke-5 Gambar 4. Penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa pada semen sapi FH antar jam pengamatan adalah sebesar 10 dan 7.88. 10 Kualitas Semen Beku Sapi Simmental Motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi Simmental post thawing menunjukkan nilai 43.50±2.42 dan 62.57±3.98. Sapi Simmental mampu mempertahankan motilitas longivitas hingga pengamatan pada jam ke-5. Selama inkubasi pada suhu 37 o C, terlihat penurunan viabilitas spermatozoa Gambar 5. Penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi Simmental adalah antara 8.70 dan 5.79 untuk setiap jam selama 5 jam inkubasi. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 P e rs e n ta se Waktu Inkubasi Jam Motilitas Viabilitas 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 P e rs e n ta se Waktu Inkubasi Jam motilitas viabilitas Gambar 4 Grafik Longivitas Spermatozoa Sapi Friesian Holstein Gambar 5 Grafik Longivitas Spermatozoa Sapi Simmental 11 Kualitas Semen Beku Sapi Brahman Pada evaluasi post thawing, semen beku sapi Brahman memiliki motilitas 43.33±2.50 dan viabilitas 64.65±4.62. Pada Gambar 6, terlihat penurunan persentase motilitas dan viabilitas hingga jam ke-5 pengamatan. Rata-rata penurunan motilitas dan viabilitas spermatozoa sapi Brahman setiap jam selama inkubasi adalah 8.67 dan 6.47. Longivitas Spermatozoa Longivitas atau daya tahan hidup adalah kemampuan spermatozoa bertahan dalam temperatur tertentu Arifiantini et al. 2005a. Longivitas spermatozoa diketahui melalui evaluasi motilitas progresif dalam interval 1 jam pada suhu 37 o C Cowell Tyler 2002. Motilitas spermatozoa penting untuk fertilisasi oosit dan menopang perkembangan embrio Foote 2003. Berdasarkan standar mutu semen beku menurut SNI 01-4869.1-2005, yaitu motilitas spermatozoa dari semen beku setelah pencairan atau disebut post thawing motility PTM minimal 40. Hasil evaluasi spermatozoa semen beku sapi FH, Simmental dan Brahman pada penelitian ini menunjukkan nilai yang sesuai dengan persyaratan PTM menurut SNI, yaitu motilitas post thawing jam ke-0 sapi FH 50.00±0.00 , sapi Simmental 43.50±2.42 dan sapi Brahman 43.33±2.50. 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 P e rs e n ta se Waktu Inkubasi Jam motilitas viabilitas Gambar 6 Grafik Longivitas Spermatozoa Sapi Brahman 12 Tabel 1 Motilitas spermatozoa dari FH, Simmental, dan Brahman yang diikubasi pada suhu 37 o C selama 5 jam Waktu Pengamatan Jam Jenis Sapi FH Simmental Brahman 50.00 ± 0.00