Status Perlindungan Pembahasan .1 Lokasi pemasaran

Hasil penelitian juga menunjukkan perbedaan corak pada reptilia juga menjadi daya tarik dikalangan pecinta reptilia, untuk jenis Python reticulatus saja terdiri dari bermacam corak. Perbedaan harga jenis kura-kura antara yang bercorak dan tanpa corak bisa mencapai Rp 2-3 juta Sinaga 2008. Jenis Python reticulatus yang berasal dari Sumatera, Buton dan Ambon mempunyai corak yang berbeda dan tentunya harga yang berbeda. Jenis Python reticulatus yang berasal dari Pulau Jawa dihargai Rp 200.000, sedangkan jenis Python reticulatus dari Pulau Buton diharagai sampai Rp 750.000. Ketidakseimbangan harga juga tercatat untuk jenis Python regius, untuk jenis tanpa corak tertentu dihargai Rp 900.000 namun untuk corak spinner, harga mencapai Rp 19.000.000. Jenis yang dilindungi seperti Cuora galbinifrons mempunya harga penawaran yang sangat tinggi, kura-kura ini dihargai Rp 5.500.000. Hal sama pada jenis Pyxis arachnoides dihargai dengan Rp 21.000.000. Tingginya harga diduga karena Cuora galbinifrons dan Pyxis arachnoides merupakan jenis kura- kura langka yang tercatat di daftar merah IUCN berstatus Critically Endangered dan termasuk dalam Apendiks I CITES. Perdagangan reptilia perlu dihentikan, agar kelestariannya terjaga Soehartono Mardiastuti 2003. Penelitian Sinaga 2008 dijumpai jenis Geochelone radiata harga mencapai Rp 32.000.000. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga jual reptilia : 1 Jenis asing biasanya mempunyai harga yang lebih tinggi. 2 Corak reptilia, semakin menarik semakin tinggi harganya 3 Jenis reptilia yang dilindungi meningkat harga jualnya. 4 Reptilia di pasar tradisional harganya cenderung ditawarkan lebih murah daripada reptilia di toko hewan peliharaan .

5.2.4. Status Perlindungan

Sebanyak lima jenis reptilia yang diperdagangkan di pasar tradisional dan toko hewan peliharaan termasuk dari 31 jenis reptilia yang dilindungi oleh PP No. 7 tahun 1999 Dephut 1999. Kelima jenis ini bisa dikategorikan sebagai reptilia langka yang populasi sangat terancam di alam. Menurut PP No. 7 tahun 1999 menyatakan bahwa satwa yang ada dalam daftar satwa yang dilindungi merupakan satwa yang populasi yang kecil, jumlah individu yang menurun dan daerah penyebaran terbatas endemik. Perdagangan untuk kelima jenis tersebut perlu dikurangi atau seharusnya dihilangkan karena memang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, oleh sebab itu perlu diadakan pengawasan yang intensif untuk mencegah perdagangan. Daftar merah IUCN menyebutkan terdapat enam reptilia yang tergolong kedalam status populasi Critically Endangerd kritis yaitu kategori yang diberikan kepada satwa yang mengalami ancaman kepunahan yang tinggi dalam rentang waktu dekat. Keadaan status yang kritis ini, seharusnya tidak ada pemanfaatan dalam hal ini perdagangan karena memang ancaman kepunahan yang tinggi dan populasinya yang terus menurun. Sebanyak lima jenis reptilia diklasifikasi ke status Endangered genting yaitu yang tidak tergolong kritis namun ancaman kepunahan tinggi di alam, sedangkan untuk kategori status populasi Vulnerable rentan yaitu satwa yang tidak tergolong dalam kedua kategori diatas namun rentan terhadap kepunahan di alam, terdapat sepuluh jenis reptilia. Sebanyak empat reptilia yang diperdagangkan pada pada pasar tradisional dan toko hewan peliharaan termasuk dalam kategori Apendiks I. Regulasi CITES menjelaskan tidak ada pemanfaatan terhadap satwa tersebut karena memang populasi sudah sangat menurun dan tergolong langka Waryono 2008 dan satwa yang jumlahnya sangat terbatas dan tidak bisa diperdagangkan dengan komersil Soehartono Mardiastuti 2003. Regulasi tersebut hanya berlaku untuk perdagangan antar negara, sedangkan untuk perdagangan lokal diatur oleh PP No 7 Tahun 1999. Regulasi CITES hanya mengatur perdagangan reptilia antar negara. Jenis Batagur baska merupakan yang berasal dari Indonesia dalam hal ini tidak melanggar ketentuan CITES karena hanya perdagangan lokal saja, namun jika diketahui jenis tersebut tidak berasal dari Indonesia, maka dinyatakan melanggar ketentuan CITES. Tidak demikian pada jenis Geochelone radiata, Geochelone yniphora, dan Pyxis arachnoides merupakan reptilia yang asalnya bukan dari Indonesia. Perdagangan ketiga jenis ini telah melanggar konvensi CITES. Jenis reptilia yang tergolong kategori Apendiks II juga harus diperhatikan dikarenakan jenis tersebut merupakan jenis yang tidak terancam punah namun bisa terjadi kepunahan jika tidak diawasi perdagangannya Soehartono Mardiastuti 2003. Kategori Apendiks III ketentuannya sama dengan ketentuan perdagangan satwa pada Apendiks II. Dua jenis reptilia yang termasuk dalam kategori status perdagangan Apendiks III yaitu Graptemys pseudogeographica di negara Amerika Serikat Van dijk 2000 dan Mauremys sinensis pada negara China ATTWG 2010. Regulasi perdagangan untuk keduanya, hanya berlaku pada negara tersebut yang telah menetapkan status perdagangan Apendiks III. Saat pengamatan juga dijumpai reptilia yang dilindungi, di pasar Kartini pedagang dengan sengaja menyimpan seekor Python molurus bivittatus. Jenis ini dilindungi pemerintah dalam PP No. 7 Tahun 1999, Apendiks II CITES. Hasil wawancara menyatakan bahwa masih ada inspeksi mendadak dari Dinas Kehutanan. Hal sama diutarakan Waryono 2008 bahwa para pedagang di perkotaan memang menjual jenis yang dilindungi secara tersembunyi. Goh dan O’Riordan 2007 mencatat jenis yang dilindungi dan berharga mahal tidak diletakkan pada display untuk menjamin keselamatan penjual. Sebanyak tiga jenis kura-kura yang dilindungi pemerintah dalam PP No. 7 Tahun 1999 Batagur baska, Elseya novaguineae dan Carettochelys insculpta. Jumlah yang sama dijumpai pada penelitian Sinaga 2008 yaitu jenis Batagur baska, Ortilia borneensis dan Carettochelys insculpta, sedangkan pada penelitian Sheperd dan Nijman 2007 ditemukan enam jenis reptilia yang dilindungi. Jenis Batagur baska, Geochelone platynota dan Geochelone radiata merupakan tiga dari 25 kura-kura di dunia yang tergolong dalam Extremely high risk of extinction Rhodin et al. 2011. Tingginya perdagangan terhadap reptilia yang sudah dilindungi PP No. 7 Tahun 1999, IUCN dan CITES menjadi sangat mengkhawatirkan. Tidak menutup kemungkinan jenis-jenis yang dilindungi akan terancam punah. Kecenderungan untuk memelihara jenis yang dilindungi oleh para pecinta reptilia Sinaga 2008, menjadi faktor tambahan yang menyebabkan perdagangan jenis-jenis yang dilindungi akan semakin tinggi. Nijman dan Sheperd 2007 juga mencatat hal yang serupa, yakni jenis yang dilindungi akan semakin tinggi peminatnya dan harga akan melambung tinggi. Diperlukan upaya pencegahan yang efektif terhadap perdagangan reptilia. Keberadaannya di dunia perdagangan reptilia harus mendapat perhatian lebih, dikarenakan populasi yang sangat menurun dan ancaman kepunahan yang sangat tinggi.

5.2.5 Cyber market