Pendirian Perseroan Terbatas Tinjauan Yuridis Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

65 Dengan demikian jelaslah bahwa prinsip-prinsip duty of care, and loyality, prudent principle, duty abiding the law, no conflict of interest, tanggungjawab pribadi dan renteng serta doktrin pembelaan berdasarkan business judgment rule berlaku pula terhadap direksi. Selain diatur dalam UUPT, hubungan antara Direksi dan Dewan Komisaris juga diderivasi dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, misalnya dalam melakukan tindakan-tindakan pengurusan tertentu, Direksi wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris. Demikian pula bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk jangka waktu tertentu, misalnya dalam hal terjadi kekosongan seluruh anggota Direksi, maka sampai dengan dipilih dan diangkatnya anggota Direksi yang baru, maka Dewan Komisaris berwenang untuk melakukan tindakan pengurusan perseroan. Dengan menjalankan tugas untuk mengurus perseroan maka Dewan Komisaris mempunyai konsekuensi sebagaimana yang melekat pada Direksi. Selain itu Komisaris bertanggung jawab kepada pihak ketiga dalam kapasitasnya sebagai pengurus. Ia mewakili kepentingan perseroan di dalam maupun di luar Pengadilan.

4. Pendirian Perseroan Terbatas

Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Perseroan Terbatas ditegaskan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 dua orang atau “lebih”dengan akta notaris yang dibuat Universitas Sumatera Utara 66 dalam bahasa Indonesia. Dalam definisi atau persyaratan ini terdapat unsur-unsur pokok: “oleh dua orang orang”, “akta notaris” dan “bahasa Indonesia” 83 . Sekurang-kurangnya harus 2 dua orang karena dalam mendirikan Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, atau yangdisebut asas kontraktual sesuai pasal 1313 Kitab Undang-undangHukum Perdata, dimana suatu perjanjian adalah suatu perbuatandengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian Perseroan Terbatas hanya dibuat oleh satu orang saja. Yang dimaksud “orang” disini adalah orang perseorangan atau badan hukum. Dalam perjanjian pendirian Perseroan Terbatas diperlukan akta notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna. 84 Artinya bahwa apa yang ditulis di dalam akta tersebut harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan tambahan alat bukti lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan akta pendirian Perseroanterbatas dapat ditolak oleh Menteri Kehakiman, sehingga akanberakibat Perseroan Terbatas tidak berbadan hukum.Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan olehpara pendiri tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan “Akta Pendirian”. Akta Pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan 83 I.G.Rai Widjaya, ibid, halaman 23. 84 R. Subekti, Hukum Pembuktian, , Jakarta, PT. Pradnya Paramita 1978, halaman 27. Universitas Sumatera Utara 67 dalam mengelola dan menjalankan Perseroan Terbatas tersebut. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Perseroan Terbatas.Pasal tersebut menegaskan bahwa akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan. Dalam Pasal 8 ayat 2 “keterangan lain” tersebut memuatsekurang-kurangnya : a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan; b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yangpertama kali diangkat; dan c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telahditempatkan dan disetor. Undang-Undang Perseroan Terbatas juga mengatur tentang hal-hal yang tidak boleh dimuat di dalam akta pendirian. Adapun hal-hal yang tidak boleh dimuat dalam akta pendirian sebagaimana ditetapkan Pasal 15 ayat 3 UUPT yaitu : a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri ataupihak lain. Dalam mendirikan Perseroan Terbatas tidak cukup dengan caramembuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik.Merupakan suatu keharusan setelah Universitas Sumatera Utara 68 akta pendirian PerseroanTerbatas selesai dibuat, mendapat pengesahan dari Menteri agar Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum.Selanjutnya untuk dapat memperoleh pengesahan tersebut,menurut Pasal 9 ayat 1 Undang-undang Perseroan Terbatas prosedur yang harus ditempuh adalah para pendiri Perseroan Terbatas tersebut secara bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi system administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri denganmengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya : a. nama dan tempat kedudukan perseroan; b. jangka waktu berdirinya perseroan; c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. alamat lengkap perseroan. Terhadap permohonan ini Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Perseroan Terbatas menetapkan jangka waktu pemrosesannya dalam waktu paling lama 60 enampuluh hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai “dokumen pendukung”. Apabila “dokumen pendukung” telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Maksudnya adalah bahwa permohonan yang diajukan tersebut sudah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya apabila dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri Universitas Sumatera Utara 69 langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepadapemohon secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 tigapuluh hari terhitung sejak tanggal pernyataan “tidak keberatan” Menteri, pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri “dokumen pendukung”. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 empatbelas hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hokum perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Dengan diperolehnya pengesahan dari Menteri yang berarti berlakunya Anggaran Dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan dengan perseroan, maka praktis Anggaran Dasar perseroan telah menjadi “Undang-undang” bagi semua pihak. 85 Status badan hukum Perseroan Terbatas tersebut mempengaruhi tanggungjawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya. Terhadap kerugian yang diderita Perseroan Terbatas berakibat para pemegang saham bertanggungjawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya ketentuan sebelumnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang Perseroan Terbatas juga mewajibkan dilaksanakannya pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan pengumuman tersebut diselenggarakan oleh Menteri, 85 Ahmad Yani Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT RajaGrafindoWidjaja, Tahun 1999, halaman.30. Universitas Sumatera Utara 70 sesuai Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-undang Perseroan Terbatas. Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita NegaraRepublik Indonesia adalah : 1. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri; 2. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri; 3. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima Pemberitahuannya oleh Menteri.Pengumuman oleh Menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14 empatbelas hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri atau sejak diterimanya pemberitahuan.

D. Prosedur Pembubaran Perseroan Terbatas

Praktek pembubaran Perseroan menurut Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 akibat keputusan RUPS ternyata terdapat inkonsistensi pelaksanaan pasal 152 ayat 5 UU 402007 yang mengatur tentang pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dalam Daftar Perseroan. Pembubaran Perseroan dalam UU 402007 diatur dalam pasal 142 sampai dengan pasal 152, dimana yang berbeda dengan pengaturan dalam UU 11995 pasal 114 sd pasal 124 adalah mengenai berakhirnya status badan hukum Perseroan. Dalam UU 402007 ditegaskan bahwa Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan yaitu setelah mendapatkan pemberitahuan dari Likuidator tentang hasil akhir proses likuidasi yang dicantumkan dalam RUPS terakhir. Untuk lebih jelasnya berikkut ini diuraikan langkah-langkah pembubaran PT berdasarkan RUPS : Universitas Sumatera Utara 71 1. Pelaksanaan RUPS dengan materi acara Pembubaran PT diikuti dengan penunjukan Likuidator untuk melakukan proses likuidasi pasal 142 ayat 1 dan 2 2. Dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, Likuidator harus mengumumkan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia serta memberitahukan kepada Menteri pasal 147 ayat 1. Catatan : Dalam tahap ini Menteri hanya mencatat bahwa Perseroan dalam likuidasi. 3. Dalam tahap pemberesan harta kekayaan Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI mengenai Rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi pasal 149 . 4. Dan terakhir diadakan RUPS tentang pertangggung jawaban Likuidator dalam melaksanakan proses likuidasi, sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada Likuidator; yang diikuti pengumuman dalam Surat Kabar mengenai hasil akhir proses likuidasi dan pemberitahuan kepada Menteri.pasal 152 ayat 3 5. Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan diikuti dengan pengumuman dalam BNRI pasal 152 ayat 5 jo ayat 8. Singkatnya Likuidator harus mengumumkan 3 kali dalam Surat Kabar mengenai pembubaran, rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dan hasil akhir proses likuidasi dan 1 kali dalam BNRI mengenai pembubaran, serta Universitas Sumatera Utara 72 memberitahukan kepada Menteri 2 kali mengenai pembubaran dan hasil akhir likuidasi. Dalam praktek ketika memasukkan data untuk memenuhi ketentuan pasal 152 ayat 3 proses pemberitahuan hasil akhir likuidasi ternyata data di database sisminbakum telah dihapus. Rupanya pada waktu pertama kali melaporkanmemberitahukan pembubaran Perseroan, seketika itu pula Menteri melalui Sisminbakum melakukan pencatatan berakhirnya status badan hukum Perseroan. seharusnya Menteri hanya melakukan pencatatan bahwa Perseroan dalam proses likuidasi. Jadi dalam praktek Berita Acara RUPS terakhir yang berisi hasil akhir proses likuidasi dan pelunasan serta pembebasan likuidator tidak dapat diberitahukan kepada Menteri melalui Sismnbakum, oleh karena data Perseroan telah dihapus. Perseroan Terbatas Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa Perseroan sesungguhnya adalah : a badan hukum b persekutuan modal, dan c wadah perwujudan kerja sama dari para pemegang saham. Dengan memperhatikan bahwa Perseroan adalah persekutuan modal, sudah sewajarnya bahwa RUPS selaku organ Perseroan yang merupakan wadah perwujudan kepentingan para pemegang saham mempunyai segala wewenang dalam Perseroan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang Universitas Sumatera Utara 73 ditentukan dalam undang-undang Perseroan dan atau anggaran dasar Perseroan Pasal 1 angka 4 dan Pasal 75 ayat 1 UU PT No. 402007. Dengan memperhatikan bahwa RUPS adalah organ yang mewakili kepentingan para pemegang saham, maka sudah sewajarnya bahwa semua keputusan yang berkaitan dengan struktur organisasi Perseroan dan kepentingan para pemegang saham, misalnya perubahan anggaran dasar, permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, pembubaran Perseroan, penambahan modal Perseroan dan pengeluaran saham baru dan penggunaan laba Perseroan adalah wewenang RUPS. Namun demikian, tentunya menjadi permasalahan jika pembubaran Perseroan dalam hal saham perseroan dimiliki oleh dua kubu pemegang saham yang memiliki masing-masing 50 lima puluh persen saham, yang menyebabkan RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah. Pembubaran Perseroan Menurut Pasal 142 Undang -Undang Nomor 4 Tahun 2007, pembubaran Perseroan dapat terjadi:

1. Berdasarkan Keputusan RUPS

a. Direksi, Dewan Komisaris atau 1 pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 110 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. b. Keputusan RUPS: 1. Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah mufakat. Universitas Sumatera Utara 74 2. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 34 bagian dari jumlah seluruh pemegang saham hadir dengan hak suara atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 34 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan lain. 3. Jika quorum 34 tidak tercapai, maka dapat diadakan RUPS kedua yang dianggap sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 23 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 34 dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan lain. 4. Jika quorum RUPS rapat kedua tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan agar ditetapkan quorum untuk RUPS ketiga 5. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai quorum yang ditetapkan dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri. 2. Karena jangka waktu berdirinya PT berakhir. 3. Berdasarkan penetapan pengadilan. a. Atas permohonan kejaksaan dengan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan; Universitas Sumatera Utara 75 b. Permohonan pihak yang berkepentingan, dengan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian; c. Permohonan Pemegang Saham, Direksi, atau Dewan Komisaris dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. 4. Dengan dicabutnya kepalitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. 5. Karena harta perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau 6. Karena dicabutnya izin usaha PT Jika hal tersebut ditelaah lebih lanjut dengan ketentuan-ketentuan di atas, maka suatu perseroan yang yang sahamnya dimiliki oleh dua kubu pemegang saham yang memiliki masing-masing 50 lima puluh persen saham dan salah satu dari kubu pemegang saham menghendaki pembubaran Perseroan, maka upaya yang dapat dilakukan tentunya adalah berdasarkan penetapan Pengadilan melalui pengajuan permohonan pembubaran Perseroan. Mengingat alasan pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS tidak akan dapat pernah tercapai. Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana proses pembubaran perseroan yang sahamnya dimiliki oleh 2 dua kubu pemegang saham yang memiliki masing-masing 50 lima puluh persen saham. Kita perlu merujuk kembali ke UU PT. Universitas Sumatera Utara 76 Dalam Pasal 146 ayat 1 huruf c UU PT No. 402007, disebutkan bahwa Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan pemegang saham, Direksi, atau Dewan Komisaris dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Adapun caranya adalah melalui proses permohonan pembubaran perseroan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dapat diajukan oleh Pemegang Saham, Direksi, atau Dewan Komisaris dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. Mengenai alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan lebih lanjut ternyata diatur dalam penjelasan Pasal 146 ayat 1 c UU PT No. 402007, yang menyebutkan bahwa: Yang dimaksud dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan, antara lain: a. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha non-aktif selama 3 tiga tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak; b. Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dupanggil melalui iklan dalam Surat Kabar sehingga tidak dapat diadakan RUPS; c. Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan sedemikian rupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 dua kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50 lima puluh persen saham; atau. d. Kekayaan Perseroan telah berkurang sedemikian rupa sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya. Dengan memperhatikan penjelasan dari ketentuan Pasal 146 ayat 1 c UU PT No. 402007, maka yang menjadi dasar atau alasan-alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan adalah tidak berlaku secara kumulatif. Hal ini terlihat jelas dari penggunaan kata antara lain dan kata atau sebagai kata penyambung antara poin c Universitas Sumatera Utara 77 dan d. Dengan demikian bilamana salah satu dari alasan tersebut terpenuhi, maka menurut hukum Perseroan dimaksud seharusnya dapat dibubarkan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan kapan status badan hukum suatu Perseroan benar-benar berakhir; yaitu bukan oleh karena pencatatan yang dilakukan oleh Menteri namun pada saat telah dilakukan pemberesan dan pertanggungjawaban likuidator telah diterima oleh RUPS demikian sesuai pasal 143 UU 402007 ayat 1. Universitas Sumatera Utara 78

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PERSEROAN

TERBATAS YANG BUBAR A . Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas Yang Bubar Sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas dianggap seolah-olah sebagai suatu person atau subyek hukum tersendiri artificial person yang mandiri sehingga mempunyai hak untuk menjadi pemegang hak dan kewajibannya sendiri, sedangkan Direksi sebagai bagian dari organ perseroan terbatas adalah satu-satunya organ perseroan yang berhak dan berwenang untuk mewakili perseroan sebenarnya hanyahlah sub dari suatu subyek hokum yang bernama perseroan terbatas. Dari pengertian di atas maka dalammelakukan kewajibannya untuk melakukan pengurusan perseroan maka ada pembatasan kewenangan bagi Direksi bahwa ia tidak diperkenankan untuk bertindak diluar maksud dan tujuan dari perseroan serta untuk melakukan tindakan yang berada di luar kewenangannya sebagaimana ditentukan didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar, dan Peraturan lain yang berlaku. Dengan dipenuhinya syarat-syarat pembatasan kewenangan yang berlaku maka setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota Direksi Perseroan akan dianggap tetap mengikat perseroan. Ini berarti perseroan harus tetap menanggung segala akibat hukumnya sehingga berdasaran hal ini maka untuk menciptakan kepastian hukum mengenai kewenangan bertindak untukdan atas nama perseroan, pada banyak negara telah diberlakukan mekanisme keterbukaan disclosure tertentu yang mewajibkan perseroan untuk mengumumkan 78 Universitas Sumatera Utara 79 kewenangan bertindak Direksi dan setiap anggotanya termasuk pihak-pihak lainnya yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk bertindakuntuk dan atas nama perseroan serta pembatasan kewenang-kewenangannya. Indonesia ketentuan mengenai keterbukaan informasi ini dapat dilihat di dalam UUPT. Dengan adanya ketentuan mengenai keterbukaan atau disclosure diharapkan dapat mengurangi seminimal mungkin resiko-resiko hukum yang tidak diharapkan. Direksi memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan semuatugasnya untuk kepentingan dan tujuan perseroan, dan tindakannya tersebut didasarkan itikad baik serta mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tugas responsibility adalah segala tindakan atau perbuatan direksi dalam manajemen, dan dilakukan untuk tujuan dan kepentingan perseroan perusahaan. Semua tugas direksi didasarkan wewenang yang didapatnyabaik atas Anggaran dasar perseroan atau atas dasar fiduciary duty. Tugas direksi dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu : 86 1. Tugas yang didasarkan kepercayaan fiduciary duties, trust and confidence. 2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan duties of skill, care and diligence. 3. Tugas-tugas yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Statutoryduties . 86 I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, Jakarta, Mega Poin 2002, halaman 220-221. Universitas Sumatera Utara 80 Untuk lebih lanjut mengenai kelompok tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Direktur harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkankepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan kelompok. b. Direktur tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang mengakibatkan.terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan pribadi conflict of interest atau tugas dan kepentingannya. c. Direktur harus menggunakan wewenang dan asset yang dipercayakan kepadanya untuk maksud yang telah diberikan dan bukan untuk tujuan lain. 2. Tugas-tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas direktur agar tidak lalai negligent dalam pelaksanaan fungsinya.b. Bahwa secara konsep “the duty to be skillfull” berbeda dengan “theduty to be care” dan “the duty to be diligence”. 3. Diamanatkan oleh Undng-undang by the act seperti direktur harus melaksanakan “reasonable diligence” dalam tugas jabatannya atau “disclosure”. 87 Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan artinyabahwa secara fiduciary harus melaksanakan standar of care. Fiduciary duryadalah tugas yang dijalankan oleh direktur dengan penuh rasa tanggung jawab dan dengan itikad baik untuk kepentingan benefit orang atau pihak lainperseroan Di dalam UUPT 87 IbidI halman 33. Universitas Sumatera Utara 81 tidak dijelaskan mengenai pengertian itikad baik tersebut. Menurut J. Satrio itikad baik itu dapat diartikan sebagai berikut : 88 1. Itikad baik yang subyektif, yaitu berkaitan sikap batinnya, apakah yangbersangkutan sendiri menyadari atau sadar akan tindakannya, bahwa tindakannya bertentangan dengan itikad baik. 2. Itikad baik yang obyektif, yaitu berkaitan dengan pendapat umum, apakahumum menganggap tindakan yang seperti itu bertentangan dengan itikad baik. 3. Itikad baik membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi. 4. Itikad baik menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan. 5. Melaporkan kepada perseroan tentang kepemilikan sahamnya, dan keluarganya baik yang ada di dalam perseroan maupun di luar perseroan. 6. Wajib meminta persetujuan dari RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang, seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga. Kaitannya dengan pengurusan perseroan kewenangan bertindak yang ada di dalam diri direksi menjadi sangat penting terutama jika dihubungkan dengan konsekuensi hukum apabila direksi melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga dalam lapangan hukum perjanjian demi terpenuhinya syarat subyektif sahnya suatu 88 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian, Bandung ; PT Citra Aditya Bakti, 1995, halaman 177-179. Universitas Sumatera Utara 82 perjanjian. Hukum Perjanjian dan lazimnya peraturan perundang-undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak memenuhi syarat ini dengan ancaman kebatalan atau dapat dibatalkan. Sebagai organ dari perseroan, keberadan direksi bergantung sepenuhnya pada keberadaan perseroan, dan sebaliknya perseroan baru dapat menjalankan kegiatannya jika ada direksi yang mengurus dan mengelolanya. Berdasarkan paparan di atas maka direksi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perseroan atas tindakan yang mengatasnamakan perseroan. Perseroan yang dirugikan oleh tindakan, perbuatan, atau perikatan yang dibuat oleh direksi, dapat mengajukan gugatan terhadap anggota direksi berkenaan, baik selama ia menjabat maupun setelah diberhentikan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham. Pertanggungjawaban Accountability atas tindakan direksi dapatdiketahui dari apakah tindakan yang dilakukannya berdasarkan wewenang authority, termasuk di dalamnya didasarkan pada prinsip fiduciary duty atau tidak, dan tindakan tersebut didukung oleh keadaan yang seimbang antara tugas dan kewajiban dengan kemampuan melaksanakan tugas dan kemampuan capability atau tidak. Menurut Moelyatno, adanya kemampuan bertanggung jawab harus memenuhi syarat 89 1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik danyang buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. 89 Moeljatno, Asas-asas Hukum Perdata,Jakarta : Rineka Cipta, 2000, halaman 165. Universitas Sumatera Utara 83 2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Kepailitan perseroan terbatas baik secara langsung ataupun tidak langsung akan menimbulkan akibat hukum bagi para pengurusnya terutama bagi direksi perseroan. Ada banyak persoalan tentang akibat hukum yang timbul dari putusan mengenai kepailitan perseroan terbatas salah satuya adalah mengenai sejauh mana pertanggungjawaban terhadap adanya kepailitan perseroan terbatas, apakah badan hukumnya itu sendiri yang akan memikul tanggung jawab ataukah organ perseroan dalam hal ini direksi yang akan bertanggung jawab secara pribadi. Dalam menjawab persoalan ini kita dapat memakai asas umum : tindakan hukum yang dilakukan oleh organ di luar batas-batas kewenangannya, badan hukum hanya dapat dipertanggungjawabkan jika : 1. Kemudian ternyata dari tindakan itu menguntungkan badan hukum. 2. Suatu organ yang lebih tinggi kehendaknya menyetujui tindakan ini. Persetujuan dari organ yang lebih tinggi itu harus masih dalam batas- bataskompetensinya Pasal 1656 KUHPer. Dengan disahkannya perbuatan di luar wewenangnya oleh organ yang berkedudukan lebih tinggi, perbuatan yang batal itu menjadi berlaku bahkan pengesahan itu mempunyai kekuatan berlaku surut sampai pada saat perbuatan di luar wewenangnya itu dilakukan. 90 90 R. Ali Rido, Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf,Bandung: Alumni, 2001, halaman 19. Universitas Sumatera Utara 84 Sebagai ujung tombak dalam pengurusan Perseroan, direksi bertanggung jawab penuh untuk mewakili perseroan baik di dalam atau di luar pengadilan. Akibat hukum terhadap adanya kepailitan suatu perseroan yangdikelolanya maka direksi dapat dikenai tanggung jawab baik secara Perdata dan Pidana. Adapun kriteria tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut : 1. Tanggung jawab itu timbul jika perusahaan itu melalui prosedur kepailitan. 2. Harus ada kesalahan atau kelalaian. 3. Tanggung jawab itu bersifat residual, artinya tanggung jawab itu timbul jika nanti ternyata asset perusahaan yang diambil itu tidak cukup. 4. Tanggung jawab itu secara renteng artinya walaupun hanya seorangkreditur yang bersalah, direktur lain dianggap turut bertanggung jawab. 5. Presumsi bersalah dengan pembuktian terbalik. Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh pengadilan terhadap suatuperseroan terbatas maka akan ada akibat hukum yang timbul dari putusan pailit tersebut terhadap direksi perseroan, dalam bab ini akan diuraikan mengenai akibat hukum kepailitan perseroan dan pertanggungjawaban direksi atas kepailitan tersebut. Di dalam hukum tentang Perseroan terbatas dikenal adanya doktrin mengenai ruang lingkup tanggung jawab dari direksi perseroan terbatas yaitu :

a. Doktrin Ultra Virres dan Intra Virres

Prinsipnya direksi bertanggung jawab penuh dalam menjalankan perseroan dan direksi bertanggung jawab pribadi bila melanggar kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang atau anggaran dasar. Dalam tugas dan kegiatan pengurusan Universitas Sumatera Utara 85 perseroan berdasarkan undangn-undang tetapi ada kemungkinan tindakan pengurus yang dilakukan untuk kepentingan dan tujuan perseroan atau dalam Anggaran Dasar, sehingga muncul berbagai macam pertanyaan, apakah tindakan hukum Direktur tersebut sudah masuk dalam pengertian “ultra virres” atau masih dalam lingkup wewenangnya yaitu “intra virres”.Maksud dari ultra virres adalah apabila tindakan yang dilakukan berada di luar kapasitas perusahaan yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan perusahaan yang tercantum dalam Anggaran Dasar. Kewenangan direksi sebagaimana yang digambarkan dalam doktrin ultra virres menunjukkan bahwa kewenangan direksi telah ditentukan dalam Anggaran dasar, maupun disebutkan dalam peraturan yang berlaku UUPT. Tentang pengaturan wewenang Direksi tidaklah mungkin dapat dirinci secara pasti, artinya bahwa ada hal-hal yang secara tegas disebutkan dan ada juga hal-hal yang tidak secara tegas dapat disebuttermasuk tentang kewenangan Direksi. 91

b. Prinsip Fiduciary Duty

Sebagaimana halnya seorang pemegang kuasa, yang melaksanakan kewajibannya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kuasa untuk bertindak sesuai dengan perjanjian pemberian kuasa danperaturan perundang- undangan yang berlaku, demikian pula direksi perseroan sebagai pemegang fiduciary duties dari pemegang saham perseroan, bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan pengelolaan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan, dan untuk menjalankan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya dengan itikad baik 91 I.G. Rai Widjaja, Op.Cit, halaman 226 Universitas Sumatera Utara 86 sesuai dengan ketentuan anggaran Dasar atau peraturan yang berlaku.Prinsip fiduciary duty berlaku bagi direksi perseroan dalam menjalankan tugasnya baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen, yaitu dalam memimpin perusahaan maupun sebagai representasi, yaitu mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. 92 Keadaan yang melingkupi seorang direksi perseroan sangat kompleks, karena di satu pihak harus bertindak untuk dan atas nama serta untuk kepentingan perusahaan, dan harus bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan, dan juga harus bertindak secara profesionald alam menjalankan perusahaan yang dipimpinnya. Namun ada keadaan di mana Komisaris dapat dinyatakan bertanggung jawab. Ini keadaan khusus apabila komisaris bertindak atas nama perseroan, umpamanya dalam kasus adanya kepentingan yang bertentangan antara para direktur dan perseroan Pasal 100 ayat 2 UUPT. Keadaan ini komisaris mempunyai hak, wewenang dan tanggungjawab seperti seorang direktur Pasal 100 ayat 3 UUPT. Tindakan menyetujui atau memberi wewenang untuk membuat keputusan pengurusan menurut Pasal 100 ayat 1 UUPT dan anggaran dasar tidak dengan sendirinya merupakan suatu perbuatan pengurusan oleh komisaris. Suatu keputusan yang keliru atau tidak benar dari para direktur tidak 92 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung : PT. Aditya Bakti, 2002, halaman 32. Universitas Sumatera Utara 87 dengan sendirinya dapat dihubungkan dengan komisaris semata-mata dengan alasan bahwa Komisaris menyetujuinya. Penerimaan pembukuan tahunan biasanya membebaskan komisaris dari tanggung jawab mereka kepada perseroan dalam pelaksanaan tugas pengawasan mereka selama tahun keuangan yang bersangkutan.1. Pertanggungjawaban Direksi Secara Perdata Terhadap Kepailitan Perseroan Sebagai suatu proyek hukum kepailitan perseroan berarti adalah kepailitan dirinya sendiri, akan tetapi apabila dapat dibuktikan bahwa kepailitan terjadi karena adanya salah urus dan tidak dipenuhinya asas kehati-hatian oleh Direksi perseroan maka dimungkinkan oleh Undang-Undang bahwa Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban atas terjadinya kepailitan perseroan. Pertanggungjawaban Direksi terhadap adanya kepailitan Perseroan dapat jugakita lihat di dalam ketentuan Pasal 90 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Perseroan Terbatas : Ayat 2 “Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Ayat 3 “Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukankarena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut”. Berdasarkan penjelasan dua pasal yang telah disebutkan di atas ternyata Undang-Undang Perseroan Terbatas hanya menyebutkan istilah “kesalahan”atau “kelalaian” tanpa penjelasan yang lebih lanjut. Ketentuan Pasal 85 ayat 1 Undang- Universitas Sumatera Utara 88 Undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan usaha dari perseroan dipercayakan dan dibebankan kepada setiap anggota Direksi tanpa kecuali, sehingga apabila terjadi kelalaian maupun kesalahan seorang atau lebih anggota Direksi berakibat bahwa seluruh Direksi, yaitu masing-masing anggota Direksi harus menanggung akibatnya. Tanggungjawab kolegial Collegiale aansprakelijkheid ini yang dimaksud oleh Pasal 90 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas, akan tetapi ada suatu pendapat lainnya mengenai tanggung jawab Direksi terhadap kepailitan Perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 90 ayat 2 bahwa pada prinsipnya Perseroan tetap bertanggung jawab secara tanggung renteng dengan Direksi kepada pihak ketiga terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Direksi dan telahterbukti bahwa perbuatan Direksi tersebut diluar kewenangan anggaran dasarnya. Merujuk pada rumusan Pasal 85 ayat 2 dan Pasal 90 ayat 2Undang- Undang Perseroan Terbatas tampaknya Undang-undang memberikan kewajiban bahwa yang harus membuktikan adanya kepailitan yang telah terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi Perseroan adalah Pihak yang mendalilkannya. Apabila pihak dimaksud berhasil membuktikan hal tersebut, maka sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat 3 Undang-Undang Perseroan Terbatas beban pembuktian ada pada anggota Direksi tersebut. Universitas Sumatera Utara 89 Menurut Jerry Joff, Kepailitan menjadi tanggung jawab pribadi dari direksi apabila dalam melaksanakan tugas kepengurusannya : 93 1. Secara sengaja atau tidak hati-hati dalam melaksanakan tugas-tugas pokok pengurusan, seperti melakukan pembukuan yang layak dan pencatatan lainnya; 2. Tanpa persiapan yang layak, melaksanakan keputusan yang akan mempunyai akibat keuangan yang luas; 3. Membiarkan para direktur yang jelas tidak mampu untuk mengikat perseroan tanpa batas jumlah keuangan; 4. Gagal untuk memberikan informasi kepada Komisaris, sehingga mencegah mereka untuk secara layak melakukan tugas-tugas pengawasan mereka; 5. Mengabaikan batas-batas kredit; 6. Gagal mengambil tindakan pencegahan yang layak dan pada waktunya terhadap resiko yang jelas dan dapat diduga; 7. Gagal untuk menyelidiki kemampuan keuangan mitra kontrak kepada siapa perseroan menyerahkan barang-barang atau jasa-jasa dengan kredit, atau memperpanjang kredit untuk suatu jangka waktu yang terlalu lama. 93 Jerry Hoff, Undang-undang Kepailitan di Indonesia, penerjemah Kartini Mulyadi, Jakarta PT. Tata Nusa, 2000, halaman 161. Universitas Sumatera Utara 90 B . Perseroan Terbatas Sebagai Suatu Badan Hukum Berkaitan Erat Dengan Pertanggungjawaban Suatu kegiatan yang telah dilakukan oleh badan hukum perseroan terbatas tersebut. Pasal 1 ayat 1 UUPT menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan statusnya sebagai badan hukum maka berarti perseroan berkedudukan sebagai subyek hukum yang mampu mendukung hak dan kewajibannya sebagaimana halnya dengan orang dan mempunyai hartakekayaan tersendiri terpisah dari harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham, dan para pengurusnya, atau dapat dikatakan dalam badan hukum korporasi atau perseroan. Akan tetapi dalam UUPT tidak akan kita temui batasan apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan badan hukum tersebut. Berdasar ketentuan UUPT, Perseroan Terbatas, dalam hal kepailitan PT dan kelangsungan usaha tidak diteruskan, Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS dengan alasan bahwa perseroan tidak lagi berjalan selama jangka waktu tertentu karena telah dihentikannya usaha PT pailit oleh panitia kreditur. Cara pembubaran PT dalam hal kepailitan juga dapat ditemui di dalam ketentuan UU PT yaitu adanya permohonan dari kreditur kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan Perseroan dengan alasan 94 : 1. Perseroan tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit; 94 http:mkn-unsri.blogspot.com diakses tertanggal 11 Desember 2011 Universitas Sumatera Utara 91 2. Harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Berdasar hal-hal tersebut diatas menurut UU PT, pailit tidak mengakibatkan perseroan bubar selama harta kekayaan perseroan setelah kepailitan berakhir masih ada dan dapat digunakan untuk menjalankan perseroan. Kepailitan perseroan hanya menjadi alasan tidak mampu membayar hutang kepada kreditur. Perseroan sebagai institusi berbadan hukum dalam Undang - undang,telah menempatkan Perseroan sebagai subyek hukum sehingga dianggap cakap bekwaam untuk melakukan perbuatan hukum dan dapat bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dibuatnya. 95 Dengan kata lain para pemegang saham yang menyertakan modalnya dalam bentuk perseroan hanya bertanggung jawab sebatas modal yang disertakan yang menjadi harta Perseroan, bilamana terjadi gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga terhadap Perseroan. UUPT Pasal 97 mengatur bahwa kepengurusan mana yang dipercayakan kepada Direksi harus dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab, maka Direksi mana terbukti salah atau lalai dalam menjalankan kepengurusannya beriktikad tidak baik mengakibatkan perseroan rugi, pemegang saham Perseroan sesuai ketentuan yang ada berhak menggugat direksi bersangkutan untuk dimintai pertanggung jawaban secara penuh, sampai dengan harta pribadinya. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahannya yang mengakibatkan 95 I.G.Ray Widjaya, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang Hukum Perusahaan, Pemakaian Nama PT, Tata Cara Mendirikan PT, Tata Cara Pendaftaran Perusahaan,TDUP SIUP, cet. 3,Jakarta, Kesaint Blanc, 2003, halaman. 140 Universitas Sumatera Utara 92 Perseroan rugi, dalam hal ini pailit. Namun pada kenyataannya, penerapan pasal tersebut tidak semudah yang tertera. Pada praktiknya dikaitkan dengan Undang- undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan. Menurut Jerry Joff, Kepailitan menjadi tanggung jawab pribadi dari direksi apabila dalam melaksanakan tugas kepengurusannya : 96 1. Secara sengaja atau tidak hati-hati dalam melaksanakan tugas-tugas pokok pengurusan, seperti melakukan pembukuan yang layak dan pencatatan lainnya; 2. Tanpa persipan yang layak, melaksanakan keputusan yang akan mempunyai akibat keuangan yang luas; 3. Membiarkan para direktur yang jelas tidak mampu untuk mengikat perseroan tanpa batas jumlah keuangan; 4. Gagal untuk memberikan informasi kepada Komisaris, sehingga mencegah mereka untuk secara layak melakukan tugas-tugas pengawasan mereka; 5. Mengabaikan batas-batas kredit; 6. Gagal mengambil tindakan pencegahan yanglayak dan pada waktunya terhadap resiko yang jelas dan dapat diduga; 7. Gagal untuk menyelidiki kemampuan keuangan mitra kontrak kepada siapa perseroan menyerahkan barang-barang atau jasa-jasa dengan kredit, atau memperpanjang kredit untuk suatu jangka waktu yang terlalu lama. Terhadap adanya tuntutan kepailitan terhadap Perseroan di dalam praktiknya banyak putusan yang menyatakan bahwa tuntutan kepailitan tidak dapat dikabulkan karena adanya unsur kelalaian yang dilakukan oleh jajaran Direksi Perseroan sehingga Direksi dalam kedudukannya sebagai pribadi bertanggung jawab secara tanggung renteng. Alasan dari adanya kelalaian yang dilakukan oleh Direksi diantaranya adalah tidak adanya persetujuan dari Dewan Komisaris sebagaimana ditentukan di dalam Anggaran Dasarnya Akibat hukum lainnya selain dari pertanggung jawaban secara pribadi apabila karena kelalaian Direksi perseroan 96 Jerry Hoff, Undang-Undang Kepailitan di Indonesia, penerjemah Kartini Mulyadi,Jakarta, PT. Tata Nusa, 2000, halaman. 161 Universitas Sumatera Utara 93 menjadi pailit adalah bahwa sebagai seorang mantan anggota direksi yang perseroannya pailit dianggap seolah-olah kepailitan tersebut adalah kepailitan terhadap diri pribadinya sehingga dengan adanya kepailitan menjadikan hak-hak dia dibatasi. Hal ini dapat kita jumpai di dalam ketentuan Pasal 93 Ayat 1 Undang- Undang Perseroan Terbatas yang mensyaratkan bahwa seseorang tidak dapat diangkat menjadi anggota Direksi apabila ia pernah dinyatakan pailit, mejadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris Perseroan yang dinyatakan pailit, dan pernah dihukum melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara. Dalam hal ini kreditur tentunya tidak boleh dirugikan dengan adanya keadaan tidak mampu membayar ini. Oleh karena itu apabila perseroan pailit sehingga tidak mampu membayar hutangnya, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada Pengadilan Negeri. Berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri suatu perseroan dapat dibubarkan. Pembubaran tersebut diikuti dengan pemberesan sehingga kreditur berhak mendapatkan pelunasan dari hasil pemberesan tersebut. Karena perseroan adalah suatu badan hukum maka atas setiap perseroan yang bubar perlu dilakukan pemberesanlikuidasi. Keberadaan status badan hukum perseroan yang bubar tetap ada untuk kebutuhan proses likuidasi tetapi perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk pemberesan kekayaannya dalam proses likuidasi. Apabila perseroan bubar, maka likuidator dalam waktu paling lambat 30 tiga puluh hari wajib : Universitas Sumatera Utara 94 a. Mendaftarkan dalam daftar perusahaan sesuai dengan Pasal 21 UU PT juncto UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan; Lebih lanjut mengenai pelaksanaan pendaftaran serta dokumen yang harus dilampirkan, dapat diketahui melalui BAN XII, Wajib daftar Perusahaan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 12 Tahun 1998. b. Mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia; c. Mengumumkan dalam dua surat kabar harian; dan d. Memberitahukan kepada Menteri Kehakiman. Cara menghitung jangka waktu 30 hari tersebut adalah sebagai 97 berikut : 1. Apabila perseroan dibubarkan oleh RUPS, maka jangka waktunyadihitung sejak tanggal pembubaran oleh RUPS; atau 2. Apabila perseroan dibubarkan berdarakan penetapan pengadilan, jangka waktunya dihitung sejak tanggal penetapan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Selama pendaftaran dan pengumuman tesebut belum dilakukan,maka bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila likuidator lalai mendaftarkan dalam dalam daftar perusahaan sesuai dengan UU No. 3 Tahun 1982, maka sebagai akibatnya likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. 97 Ratnawati Prasojo, Ibid, .halaman 63 Universitas Sumatera Utara 95 Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksudkan diatas, nama dan alamat likuidator wajib disebutkan. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan UU PT sertamengumumkan dalam dua surat kabar harian. Universitas Sumatera Utara 96

BAB IV TANGGUNG JAWAB PERSEROAN TERBATAS DALAM

MENYELESAIKAN UTANG KEPADA PIHAK KETIGA JIKA TERJADI PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

A. Pengaturan perundang -undangan Pembubaran Perseroan Terbatas

Ketika sebuah Perseroan dibubarkan, dimana pembubaran Perseroan tersebut bukanlah akibat dari penggabungan dan peleburan. Perseroan yang dinyatakan telah bubar tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka pembubaran. Menurut ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas 98 dapat dikelompokan, suatu Perseroan bubar karena :

1. Berdasarkan Keputusan RUPS

Dokumen yang terkait

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

6 141 96

Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

5 99 110

Tinjauan Yuridis Atas Akuisisi Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

3 101 142

Tinjauan Yuridis Tentang Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Video Konferensi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 69 136

Tinjauan Yuridis Business Judgement Rule Pada Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

4 67 72

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

1 40 16

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 19