BAHASA DALAM PEMBENTUKAN ILMU PENGETAHUAN

BAHASA DALAM PEMBENTUKAN ILMU
PENGETAHUAN ZAMAN KLASIK (ABAD XVII-XVIII)
Telaah Konsep The Quadrilateral Language Michel
Foucault
Oleh:

Nurlin Muhamad

Bahasa Sebagai Episteme
Bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari tanpa disadari membentuk caracara kita berpengetahuan, cara-cara kita menganalisis, merumuskan wacana, dan
menentukan pola-pola diskursus tertentu. Hal ini merupakan sebuah fenomena
yang disadari oleh Foucault yang dituangkannya dalam buku The Order of Things.
Buku tersebut bercerita mengenai sistem gramatika bahasa yang mempengaruhi
penyusunan pengetahuan masayarakat Eropa pada abad ke-17. Tak hanya itu
yang menarik dari buku ini adalah telaah Foucault mengenai kemunculan ilmuilmu sosial yang melihat manusia sebagai daging, hasrat, dan sebagai individu.
Menurut Foucault kemunculan ilmu-ilmu yang melihat manusia sebagai individu
yang berdaging dipengaruhi oleh perubahan episteme bahasa. Seperti apa
penjelasannya akan di uraikan di bawah ini.
Menurut Suyono (2002), tafsiran kebahasaan Foucault sebagai dasar
episteme pembentukan ilmu pengetahuan merupakan analisis yang paling berani.
Disamping berani menurut saya bagian ini merupakan bagian yang paling rumit

ditelaah dalam pandangan Foucault dibanding memahami metode arkeologi dan
genaologinya (walaupun kajian The Order of Things merupakan kelanjutan dari
Arkeologi Pengetahuan). Pada abad ke-16, pemahaman manusia tentang bahasa
berkisar pada hubungan ibu-anak atau analisis historis bahasa yang
menyebabkan kelahiran bahasa lain. Misalnya bahasa Yahudi dianggap sebagai
bahasa tertua yang melahirkan bahasa Syiria dan Arab, sedang Yunani melahirkan

bahasa Mesir dan Copitc, bahasa Latin menimbulkan bahasa Itali, Spanyol dan
Prancis, Tetonic melahirkan bahasa Jerman, Inggris maupun Flemis (Suyono,
2002: 233). Namun, memasuki abad ke-17, pemahaman historisitas bahasa
berubah menjadi pemahaman keteraturan struktur bahasa, keteraturan tipologik
kelompok yang menempatkan subjek pada urutan pertama, tindakan di urutan
kedua dan objek di urutan ketiga seperti bahas Inggris, Perancis dan Spanyol.
Dalam tafsiran Foucault keteraturan tipologi yang mewakili semangat
zaman pada waktu itu adalah konstruksi gramatikal Port-Royal Logic yang
menyusun bahasa berdasarkan sistematika model nomenklatur yaitu sistematika
visual berdasarkan urutan dan tabulasi nama-nama. Dengan tabulasi nama-nama
ini hubungang antara elemen-elemen bahasa bisa dibayangkan dikonstruksikan
menjadi hubungan yang benar-benar rigorus dan visible (Suyono, 2002: 234-235).
Melalui visibilitas ini bahasa oleh Port-Royal Logic menjadi sungguh-sungguh

dibangun untuk menjadi bahasa analisis, kombinasi bahasa artikulasi pikiran yang
didalam sistem tanda verbal logika dapat dipakai menjadi simbol-simbol buatan
atau alat operasional pikiran yang universal. Foucault merumuskan hasil
konstruksi pengaturan bahasa oleh Port-Royak Logic sebagai The Quadrilateral
Language.
Analisis Foucault tentang quadrilateral bahasa ini membagi empat fungsi
bahasa yang mengartikulasikan pemikiran verbal manusia yakni: Pertama,
Proposisi, yakni teori yang menjelaskan hakikat bahasa tidaklah bermula dari
ekspresi, tapi dari suatu diskursus atau uraian pikiran. Kata apapun yang terlontar
dari dari mulut manusia menurut teori ini dapat dikenali merupakan elemen dari
sebuah bangunan uraian atau proposisi. Kedua, teroi mengenai Artikulasi yang
menyatakan bahwa betpapun murni, sederhana atau arkaisnya sebuah bunyi
seperti tangisan, pasti bunyi tersebut merepresentasikan artikulasi dan intonasi
tertentu yang merepresentasikan pikiran dibalik bunyi itu. Ketiga, teori mengenai
Designasi yakni teori yang menguraikan persoalan bagaimana bahasa sebagai
sebuah instrumen penunjuk pada asal-mulanya tidak bermula dari ekspresi gerak

alamiah, tapi dari kemampuan manusia untuk menganalisa tanda (bahasa adalah
yang memeberi nama dan melengkapi gerak-gerak dan isyarat-isyarat natural).
Keempat, teori mengenai Derivasi yakni teori yang menjelaskan persoalan

persebaran, mobilitas dan perkembangan bahasa ditentukan oleh dimensi ruang
(bukan dimensi waktu).
Keempat fungsi bahasa tersebut jika digambarkan dalam bentuk bujur
sangkar, maka artikulasi akan berpasangan dengan proposisi pada bagian atas,
sementara designasi dan derivasi berpasangan pada bagian bawah. Selain
hubungan berpasangan ini, terjadi hubungan diagonal yakni artikulasi
perhubungan dengan derivasi, serta proposisi berhubungan dengan designasi.
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar bagan The Quadrilateral
Language di bawah ini.1

Biologi: Deskripsi spesies
Analisa Kekayaan:
Pertukaran
Biologi: Struktur
Analisa kekayaan:
Teori nilai

Artikulasi
designasi


Biologi: designasi
spesies
Analisa Kekayaan
teori tentang hutang

nomenklature
taksonomi
Proposisi
Biologi: Visibilitas
Analisa kekayaan:
Obyek-obyek
Kebutuhan

Derivasi

Biologi: karakter
Analisa kekayaan:
Gagasan tentang harga

Biologi: Pengelompokan

spesies
Analisa kekayaan:
Sirkulasi

1 Lihat Seno Joko Suyono, Tubuh Yang Rasis; Telaah Krtis Michel Foucault atas Dasardasar Pembentukan Diri Kelas Menegah Eropa. (Cet. I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2002), hlm.
254

Gambar di atas memperlihatkan kerumitan hubungan-hubungan fungsi
bahasa yang dijelaskan oleh Foucault. Saya harus membaca berulang-ulang
bagian ini hanya untuk mendapatkan sepercik pemahaman dari segala kerumitan
dan keseriusan analisis Foucault untuk mengungkap episteme bahasa yang
memengaruhi pembentukan ilmu-ilmu pada abad ke-17 dan abad ke-18. Saya
akan menjelaskan makna hubungan-hubungan ini yang kemudian akan
berimplikasi pada kemunculan ilmu-ilmu botani, zoologi, dan ilmu ekonomi.
Artikulasi berpasangan dengan proposisi sebab artikulasi bunyi dan suarasuara dapat memberi isi kepada komponen uraian pikiran atau proposis. Tanpa
artikulasi bunyi, uraian pikiran tidak akan tersampaikan dengan jelas, sehingga
hubungan ini tetap menunjukan bahwa bunyi, suara dalam bahasa
merepresentasikan uraian pemikiran atau proposisi. Hubungan berikutya adalah
designasi dan Derivasi. Designasi (kemampuan menganalisa tanda) akan
memberi nominasi kepada mobilitas bahasa dalam ruang. Misalnya tanda yang

menunjukan jumlah uang pada mata uang, dimana tanda memberi nilai nominal
dalam ruang yakni uang itu sendiri. Contoh lain juga misalnya penghitungan
jumlah serbuk sari pada bunga, dimana tanda-tanda menominasikan kuantitas
serbuk sari dalam ruang yakni bungan itu sendiri.
Selain hubungan berpasang-pasangan tersebut, terdapat juga hubungan
diagonal yakni hubungan antara artikulasi dan derivasi serta hubungan antara
proposisi dan designasi. Hubungan antara artikulasi bunyi-bunyi dan suara-suara
dengan derivasi (mobiltas bahasa dalam ruang) menunjukan progresi bahasa.
Sementara hubungan antara proposisi (uraian pikiran) dan designasi (tandatanda) merupakan hubungan representasi dimana tanda sebagai prepresntasi
dapat merepresentasikan alur pikiran manusia. Fungsi-fungsi bahasa yang
diuaraikan tersebut menurut Foucault mengarahkan ilmu pengetahuan pada
kecenderungan pada analisis penyusunan tanda-tanda, bunyi-bunyi, nama-nama
yang merepresentasikan proposisi-proposisi tertentu atau disebut nomenklat.
Dan menurut Foucault dalam gambar quadrilateral language di atas, fungsi-

fungsi nomenklatura ini berpusat pada titik perpotongan garis diagonal dalam
bujur sangkar (lihat gambar sebelumnya).
Ber-platform-kan episteme bahasa ini yang menata realitas berdasarkan
sistem nomenklatur, maka menurut Foucault dapat diamati bagaimana seluruh
ilmu-ilmu pengetahuan umum periode Klasik menata dan memformat realitas

ilmiahnya dalam batas lingkup nomenklatur bahasa. Sehingga tidak
mengherankan apabila ilmu-ilmu pengetahuan pada periode klasik yang muncul
sebagai format ilmiah pengetahuan adalah: taksonomi (lihat Suyono, 2002: 241242).
Menurut pengamatan Foucault, pengaruh epistemologi The Quadrilateral
Language tersebut dapat dilacak pada sejarah ilmu-ilmu natural yakni studi
mengenai tumbuh-tumbuhan dan hewan serta studi mengenai kekayaan. Studistudi ini kemudian dalam perkembangannya menjadi: ilmu biologi dan ekonomi.
Dalam buku The Order of Things, Foucault berusaha menunjukan bagaimana
ilmu-ilmu di atas tidak keluar dari batas-batas apriori bagan The Quadrilateral
Language.
Studi mengenai tumbuh-tumbuhan dan hewan pada zaman Klasik tidak
mengkaji mengenai organ dalam hewan dan tumbuhan, melainkan memusatkan
diri pada telaah struktur dan karakter tumbuhan dan hewan. Kedua sasaran
pengamatan tersebut merujuk pada hal-hal yang dapat diamati dari tumbuhan
dan hewan yakni dari segi eksternalnya saja atau pada hal-hal yang visible dari
hewan dan tumbuhan. Studi-studi seperti ini hanya mengandalkan kemampuan
panca indra untuk menyerap objek-objek studi. Ditemukannya alat bantu optik
seperti mikroskop yang menandai revolusi ilmiah pada waktu itu lebih
dimaksudkan semata-mata untuk melengkapi keterbatasan panca indra. Dalam
hubungannya dengan The Quadrilateral Language Foucault mengatakan bahwa
pengamatan pada waktu itu menjadi mungkin pertama-tama bukan karena orang

berminat untuk mengamati secara teliti dan detail objek-objek, melainkan karena
orang ingin mengatur dan memberikan nama-nama yang membedakan atau

menyamakan antara objek yang satu denga berbagai objek lainnya sesuai dengan
fungsi bahasa dalam The Quadrilateral Language.
Foucault menjelaskan bahwa untuk memnetukan struktur dan karakter
sebagai satu-satunya sasaran dalam studi botani (tumbuhan) dan zoologi (ilmu
tentang hewan) pada abad Klasik, maka yang harus ditempuh oleh ilmu
taksonomi adalah mengobservasi empat variable verbal elemen-elemen
tumbuhan yakni: bentuk elemen tumbuhan, kuantitas elemen tumbuhan, cara
elemen tumbuhan didistribusikan, serta jarak relatif elemen tumbuhan. Bila
seorang ilmuwan botani akan mempelajari sistem reproduksi tanaman, maka
ilmuwan tersebut harus menghitung berapa jumlah serbuk sari dan putik atau
mencatat kehilangannya (Kuantitas) dalam rangka identifikasi untuk pemberian
nama. Kemudian berturut-turut sang ilmuwan akan memperhatikan bagaimana
posisi geometris tersebarnya putik dan serbuk sari pada bunga apakah
membentuk lingkaran, segitiga atau hexagonal (cara elemen didistribusikan).
Dengan cara yang begitu teliti, sangat diharapkan agar seorang ilmuwan mampu
mendeskripsikan nama-nama identitas partikular dari berbagai jenis tumbuhan
maupun hewan. Tujuannya adalah untuk menemukan nama diri (proper noun)

dari berbagai elemen tumbuhan. Menurut Foucault, tujuan ini bila dicermati
sejalan dengan fungsi Artikulasi dan proposisi bahasa dalam bagan The
Quadrilateral Language.
Observasi karakter pada studi Botani dan Zoologi, dimaksudkan untuk
mencari identitas umum dari berbagai jenis identitas partikular tanaman yang
visible. Bila observasi struktur tumbuhan bertujuan untuk merumuskan proper
noun (nama diri) maka pada observasi karakter bertujuan untuk mencari nama
umum (common noun). Metode ini ditempuh dengan cara membandingkan
secara total berbagai persamaan dan perbedaan elemen-elemen tumbuhan yang
telah diketahui proper noun-nya. Misalnya seorang tokoh botani waktu itu
benama Linneaus menetapak batas minimum jumlah persamaa identitas
partikular elemen-elemen tumbuhan agar dapat dilabeli dengan nama umum.

Linneaus menekankan apabila terdapat sejumlah 38 organ reproduksi yang dapat
menghasilkan 5776 konfigurasi, maka hal ini telah memenuhi persyaratan untuk
memberikan nama umum pada kelompok partikular yang sedang di ukur
tersebut. Prosedur ini pada dasarnya menurut Foucault merpresentasikan fungsi
derivasi dan designasi. Dimana pengelompokan umum tanda-tanda dan
penunjukan bahasa didasarkan pada lokus ruang (spatial). Dengan demikian
Foucaul menjelaskan bahwa kecenderungan pada analisis fungsi bahasa ini

membuat studi-studi Botani dan Zoologi pada abad Klasik belum mengobservasi
perihal anatomi, baru sebatas studi taksonomi.
Selain ilmu Botani dan Zoologi, ilmu ekonomi abas Klasik menurt Foucault
juga mencerminkan keterikatan pada bagan The Quadrilateral Language. Namun
perlu ditegaskan di sini bahwa pemaknaan ilmu ekonomi pada abad Klasik
tidaklah sama dengan pemaknaan sekarang. Ilmu ekonomi pada abad Klasik
ditafsirkan sebagai analisis tentang Kekayaan yang sepenuhnya didasarkan pada
prinsip pertukaran.2 Pada periode ini sesuatu itu bernilai (baik sudah atau masih
dalam kemungkinan) jika memiliki daya tukar. Foucault juga menyadari bahwa
prinsip pertukaran barang ini memiliki latar belakang pada sistem barter yang
merupakan prinsip pertukaran dalam ilmu ekonomi sebelumnya. Dalam sistem
barter, pertukaran melibatkan prinsip apresiasi dan estimasi. Suatu barang dapat
ditukar dengan barang lainya apabila kedua aktor masing mengapresiasi barang
aktor lain sebagai bernilai bagi kepentinganya. Namun apresiasi nilai pada
hubungan fisik semacam lenyap pada periode Klasik dan bergantinya barang
pada pertukaran membuat seuruh persoalan-persoalan parktis seperti persoalan
buruh dalam industri, perosalan kenaikan harga dipandang dengan cara lain.
Keniakan nilai pasar misalnya tidak dilihat sebagai akibat dari tingginya nilai
produksi barang dan jasa atau pada kontribusi kerja buruh melainkan pada
tingginya daya belanja masyarakat di pasar. Maka naik turunnya suatu nilai diukur

dari indikator yang fisik atau kuantitatif seberapa besar lenyap atau berkurangnya
2 Lihat Suyono, Ibid., hlm.248

jumlah barang akibat meningkatknya daya belanja masyarakat (lihat juga Suyono,
2002: 250).
Menurut Foucault jika dicermati, pandangan nilai yang bertumpu pada
pertukaran fisik mengandung kesamaan dengan studi struktur pada studi Botani
dan Zoologi yang bertujuan untuk menemukan nama-nama partikular dari
elemen-elemen tumbuhan dan hewan. Logika ekonomi yang bertumpu pada
prinsip pertukaran fisik mengartikulasikan serta mengatributkan representasi
kesatuan benda yang satu atas benda lainnya, sebagaimana struktur pada studi
Botani dan Zoologi yang memperlihatkan fungsi artikulasi dan proposisi dalam
The Quadrilateral Language.
Searah dengan prinsip pertukaran di atas, persoalan turun-naiknya harga
pada zaman Klasik mendasarkan diri pada jumlah koin uang beserta sirkulisinya.
Pada abad Klasik hakekat uang berbeda dari zaman sebelumnya yakni zaman
Renaissance yang memandang nilai mata uang pada jenis materi logam yang
menyusun mata uang (niali intrinsik), pada abad Klasik terjadi pergeseran nilai
dimana nilai mata uang didasarkan pada nilai cap atau stempel bertera raja pada
mata uang dan cap-cap nilai nominal yang merepresentasikan jumlah kekayaan
tertentu. sejak saat itu, dimulailah era dimana koin-koin uang standar selayaknya
sekarang disirkulasikan negara sebagai alat tukar umum. Bedanya dengan
sekarang adalah adalah perspektif mengenai uang secara verbal menjadi ukuran
paliang menonjol dalam pemikiran ekonomi (Suyono, 2002: 252). Pada saat itu,
koin menjadi alat ukur segala jenis kekayaan termasuk stabilitas dan equilibrium.
Stabilitas dan equilibrium pada abad Klasik ditentukan oleh seberapa
banyak peningkatan atau menyusutnya produksi koin mata uang suatu negara.
Menyustnya jumlah koin-koin mata uang suatu negara, maka negara tersebut
akan dianggap lemah dan miskin, sementara suatu negara yang mampu
memproduksi koin-koin mata uang yang banyak akan dianggap kuat walaupun
tidak memiliki kekayaan lainnya. Penumpukan kekayaan pada koin-koin mata
uang dalam pemikiran ekonomi masa kini akan disebtu sebagai praktek-praktek

merkantilisme. Namun Foucault dengan analisis arkeologisnya berpandangan
lain. Dia menganggap bahwa apa yang disebut orang sebagai merkantilisme
adalah fenomena terepresentasikannya pola bahasa verbal kedalam cara
pandang ekonomi pada periode Kalasik. Dalam hal ini, hubungan benda-benda
secara tak sadar mereproduksi pola-pola bahasa verbal. Teori uang yang dominan
dalam pemikiran ekonomi abad Klasik dipandang Foucault sepadan dengan
kedudukan teori karakter dalam studi Botani dan Zoologi yang mencari namanama umum atas nama-nama partikular elemen-elemen tumbuhan dan hewan.
Kedudukan uang sebagai instrumen subtitusi umum lalu menjadi teori ekonomi
yang paling dominan dan paling absah untuk memahami problematika harga
pada masa itu. Dengan demikian sebagaimana teori karakter, teori uang
merepresentasikan fungsi derivasi dan designasi dalam bagan The Quadrilateral
Language.

Kemunculan Individu: Living Body of Desire
Fenomena mengakarnya episteme bahasa dalam pembentukan ilmu-ilmu
pada zaman Klasik juga berimplikasi pada pandangan ilmu pengetahuan
mengenai manusia. Dalam bukunya The Order of Things Foucault sengaja
meletakan sebuah lukisan yang berjudul Las Meninas karya Verlaques yang
menggambarkan seorang pelukis yang berada dalam satu ruangan berdiri
dihadapan kanvas dan tengah memandang modelnya dalam keadaan hendak
menyapukan kuas lukisannya pada kanvas. Sang pelukis digambarkan menghadap
kepada publik anonim yang menikmati lukisan tersebut. Dengan demikian yang
tampak dalam lukisan hanyalah lukisan seorang pelukis sedangkan model yang
digambarkan oleh pelukis dalam gambar tidak nampak pada lukisan Las Meninas
itu. Posisi model dalam lukisan itu berada didepan pelukis secara imajiner tepat
berada dalam posisi kita ketika kita sedang didepan menyaksikan lukisan
tersebut.

Dari gaya berdirinya yang memegang kuas ditangan kanannya sembari
memegang palet ditangan kirinya, gerakan tangan pelukis digambarkan Verlaques
itu tampak tengah tertahan oleh pandangan matanya yang mengamati seksama
model yang ada didepannya yang tidak kelihatan dalam Las Meninas (Suyono,
2002: 228). Digambarkan juga oleh Suyono bahwa terlihat sang pelukis dalam
lukisan Verlaques itu seperti hendak mempertimbangkan sebuah sentuhan
terakhir kuas pada kanvas atau malahan baru akan menggoreskan kwasnya ke
kanvas. Posisi kanvas dalam Las Meninas berdiri membelakangi publik anonim
yang sedang menikmati lukisan tersebut.3 Menurut Foucault, imajinernya sang
model menggambarkan episteme abad Klasik yang belum menjadikan manusia
sebagai subjek dan objek pengetahuan secara langsung.
Kecenderungan bahasa yang merepresentasikan analisis berdasarkan
bagan fungsi bahasa The Quadrilateral Language yang disebut episteme bahasa
oleh Foucault telah mengarahkan kajian pada hal-hal fisik yang bertujuan untuk
merumuskan keteraturan homogen nama-nama verbal model bahasa membuat
kajian tentang manusia sebagai living being pada abad klasik belum muncul. Figur
individu dalam pandangan Foucault baru sebatas figur terbayangkan. Foucalt juga
mengatakan bahwa munculnya individu sebagai living body of desire muncul
ketika dasar epistemologi The Quadrilateral Language ini dipecahkan oleh uraian
tentang manusia yang menceritakan manusia sebagai individu yang berdaging
dan berkebutuhan. Kehancuran konfigurasi bahasa ini ditandai oleh munculnya
karya-karya transgresif sastrawan yang diidolakan Foucault yakni Sade. Gaya
menulis Sade dengan mengungkapkan secara gamblang fantasi-fantasi yang
brutal, erotis, ekspresi tubuh yang berdarah daging, menulis buah dada, sperma,
persetubuhan, coitus, nafsu menggelinjang antara wanita dan laki-laki, memecah
kecenderungan gugusan konfigurasi episemologi bahasa (The Quadrilateral
Language) yang berpusat pada studi taksonomi.

230

3 Untuk lebih jelasnya mengenai Las Meninas, lihat Seno Joko Suyono, Ibid., hlm, 228-

Sade dalam karya-karya novelnya yang eksotis seperti Justine and Juliette,
The 120 Days of Sodom yang bercerita tentang dorongan-dorongan seksual,
masokis, yang secara detail iduraikan dengan sangat detai sebuah pesta Orgy
yang berlangsung selama 17 minggu. Karya-karya Sade inilah untuk pertama
kalinya orang disodorkan gambaran mengenai panorama terpendam living body
of desire, menggambarkan mengenai kepadatan daging dan isi dari mahluk
hidup. Kesadaran akan pergeseran epistemologi ini mengarahkan Foucault pada
studi-studi selanjutnya seperti Sejarah Seks.