Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA
GENETIKA DALAM PEMODELAN KALIBRASI
(Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

BARTHO SIHOMBING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

2

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Jaringan Syaraf Tiruan
dan Algoritma Genetika dalam Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat
Temulawak) adalah karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari komisi
pembimbing serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi dimana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh pihak lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Bartho Sihombing
NRP G151080041

ABSTRACT

BARTHO SIHOMBING. Artificial Neural Network and Genetic Algorithm on
Calibration Spectroscopy (Case Study: Curcuma Medicinal Plant). Supervised by
ERFIANI and UTAMI DYAH SYAFITRI.
The problems in prediction of calibration model are multicolinearity and
the number of variables is larger than the number of observations. Principal
Component Analysis-Artificial Neural Network-Genetic Algorithm (PCA-ANNGA) models were applied for the relationship between sample of concentration
which is limited and transmittance data which is in large dimensions. A large
number of variables were compressed into principal components (PC’s). From
these PC’s, the ANN was employed for prediction of concentration. The principal
components computed by PCA were applied as inputs to a backpropagation neural

network with one hidden layer. The models was evaluated using GA for the best
network structure on hidden layer. Root Mean Square Error (RMSE) for 80%
training set and 20% testing set are 0.0314 and 0.5225, respectively. Distribution
of data according to the percentage of training data and testing data were also very
influential to obtain the best network structure with the smallest RMSE
achievement. The best model for these methods is two layers Neural Network
with eight neuron in the hidden layer.
Keywords : Principal Component Analysis, Artificial Neural Network, Genetic
Algorithm, RMSE

RINGKASAN

BARTHO SIHOMBING. Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam
Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak). Dibimbing oleh
ERFIANI dan UTAMI DYAH SYAFITRI.
Pada pendugaan kalibrasi permasalahan yang sering muncul adalah kasus
multikolinieritas dan jumlah pengamatan contoh jauh lebih kecil dari jumlah
peubah bebas. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mereduksi
dimensi peubah bebas.
Analisis Komponen Utama (AKU) adalah salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mereduksi dimensi peubah yang besar. AKU adalah teknik yang
digunakan untuk menyederhanakan suatu data dengan cara mentransformasi
secara linier sehingga terbentuk system koordinat baru dengan keragaman
maksimum. AKU dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa
mengurangi karakteristik data tersebut secara signifikan. Pada AKU data akan
direduksi ke dalam beberapa komponen utama. Pereduksian dilakukan dengan
cara memproyeksikan data asli ke dalam ruang komponen utama yang berdimensi
rendah.
Salah satu metode pemodelan kalibrasi adalah Jaringan Syaraf Tiruan (JST).
JST dapat digunakan untuk menduga kandungan senyawa aktif tanaman obat
temulawak berdasarkan data persen transmitan. JST tidak diprogram untuk
menghasilkan keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik
oleh jaringan didasarkan pada pengalamannnya selama mengikuti proses
pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke dalam JST dimasukkan pola-pola
(input dan ouput) lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa
diterima. Dalam penelitian ini, komponen utama yang diperoleh melalui AKU
digunakan sebagai input pada jaringan untuk menduga nilai target. Data hasil
pemrosesan AKU dibagi dalam dua bagian, data training dan data testing.
Pembagian data menjadi data training dan data testing memberikan pengaruh
terhadap kebaikan model. Metode backpropagation pada JST merupakan salah

satu metode pelatihan yang baik untuk mengatasi masalah pengenalan pola-pola
kompleks (Siang 2009).
Penggunaan Algoritma Genetika (AG) dalam optimasi JST dilakukan untuk
mendapatkan struktur neuron pada lapis tersembunyi yang mendekati optimal.
Tingkat pengenalan JST dalam pendugaan yang tinggi akan didapat apabila
seluruh neuron pada lapis tersembunyi memberikan nilai kontribusi objektif, yaitu
nilai R2. Penghilangan neuron yang kurang bermanfaat dapat dilakukan dengan
membuang bobot dari neuron yang terhubung yang memberikan kontribusi R2
kecil.
Pada percobaan JST dengan optimasi AG, kelompok data dengan jumlah
data training 80% dan komponen utama ysng digunakan sebagai input pada
jaringan menjelaskan 99,8555% data asal diperoleh model terbaik dengan RMSE
minimum dan R2 paling besar. AG sangat baik digunakan untuk memperoleh
struktur jaringan yang terbaik jika dibandingakan dengan tanpa menggunakan
AG, hal ini dapat dievaluasi dari nilai RMSE dan R2 yang diperoleh.

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh hasil karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA
GENETIKA DALAM PEMODELAN KALIBRASI
(Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)

BARTHO SIHOMBING

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Yenni Angraini, S.Si, M.Si.

Judul Tesis
Nama
NRP

: Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam Pemodelan
Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak)
: Bartho Sihombing
: G151080041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Utami Dyah Syafitri, M.Si.
Anggota

Dr. Ir. Erfiani. M.Si.

Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala rahmat-Nya
sehingga tesis berjudul Jaringan Syaraf Tiruan dan Algoritma Genetika dalam

Pemodelan Kalibrasi (Studi Kasus: Tanaman Obat Temulawak) berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Erfiani, M.Si dan Ibu
Utami Dyah Syafitri, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran. Tak lupa penulis sampaikan
penghargaan dan terimakasih kepada Ibu Yenni Angraini, M.Si selaku penguji
luar komisi dan Dr. Ir. Aji Hamim Wigena selaku perwakilan Program Studi
Statistika pada ujian tesis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
staf pengajar dan pegawai Program Studi Statistika atas bimbingan dan kerjasama
selama penulis mengikuti pendidikan.
Akhirnya, ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis berikan kepada
seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan
studi. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Juni 2011

Bartho Sihombing

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumban Sihite pada tanggal 31 Maret 1977 dari ayah
T.Sihombing dan Ibu E.Sitorus. Penulis merupakan anak kelima dari tujuh
bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri Parongil dan pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada jurusan Matematika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, lulus tahun
2000. Pada tahun 2005, penulis menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kopertis
Wilayah I NAD-SUMUT sebagai tenaga pengajar di Fakultas Teknik Universitas
Sisingamangaraja XII, Medan. Pada tahun 2008 penulis masuk program magister
pada Program Studi Statistika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa BPPS dan menyelesaikannya pada tahun 2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL..................................................................................... .......

vi

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................


vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................
Tujuan Penelitian .......................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa Aktif pada Temulawak ...............................................................
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared).....................................
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) ................................
Analisis Komponen Utama (AKU) ............................................................
Algoritma Genetika (AG) ..........................................................................
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) .....................................................................
Neuron........................................................................................................
Komponen JST...........................................................................................
Arsitektur Jaringan.....................................................................................
Metode Backpropagatioan.........................................................................

Fungsi Aktivasi pada Backpropagation......................................................

5
5
7
7
8
10
11
11
12
13
14

DATA DAN METODE
Data ...........................................................................................................
Metode .......................................................................................................

17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Deskripsi Spektrum Kurkumin...................................................................
Reduksi Peubah Penjelas............................................................................
Nilai Dugaan Terhadap Nilai HPLC...........................................................

21
22
23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ....................................................................................................
Saran ...........................................................................................................

29
29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

31

LAMPIRAN .....................................................................................................

33

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daerah identifikasi spektra IR kurkumin ................................................. ..

6

2. Populasi awal dengan kromosom 6 bit.......................................................

9

3. Contoh proses crossover ............................................................................

10

4. Ragam kumulatif komponen utama ...........................................................

22

5. Perbandingan rata-rata RMSE dengn AKU-JST-AG ...............................

24

6. Perbandingan rata-rata RMSE dengan AKU-JST tanpa AG .....................

25

7. Nilai RMSEtesting dan R2 berdasarkan jumlah KU ......................................

27

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3. Arsitektur backpropagation banyak lapisan ............................................ ..

13

4. Arsitektur backpropagation banyak lapisan dengan bobot........................

14

3. Diagram Alur Penelitian ............................................................................

20

4. Spektra kurkumin serbuk temulawak .........................................................

21

5. Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data training...................

23

6. Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data testing .....................

24

7. Perbandingan nilai rata-rata R2 dengan AKU-JST-AG dan AKU-JST ....

25

8. Perbandingan nilai RMSEtesting metode AKU-JST-AG dan AKU-JST......

26

9. Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi .................................................

26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada beberapa percobaan kimia, penelitian kandungan senyawa aktif suatu
tanaman obat memerlukan tahapan yang panjang dan rumit. Selain itu tidak
sedikit biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan selama persiapan contoh
sampai pada pengukuran menggunakan

HPLC (High Performance Liquid

Chromatography).

dikembangkan

Pemodelan

kalibrasi

untuk

mengatasi

permasalahan waktu dan biaya.
Kandungan senyawa aktif suatu tanaman obat dapat diketahui dengan
metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan FTIR (Fourier
Transform Infrared). Penggunaan HPLC membutuhkan proses yang lama dan
biaya yang mahal untuk memperoleh konsentrasi suatu unsur atau senyawa dari
tanaman obat sedangkan FTIR yang relatif lebih sederhana dan murah namun
keluaran yang dihasilkannya hanya berupa spektrum yang menunjukkan besarnya
nilai serapan saat contoh disinari inframerah (persen transmitan) dengan alat
spektrometer FTIR (Sunaryo 2005). Dengan metode HPLC, suatu senyawa dapat
diketahui secara kualitatif dan kuantitatif yaitu dengan mengetahui pola
kromatogram dan memperbandingkan luas area terhadap suatu standar senyawa
yang diketahui, sedangkan spektroskopi FTIR memberikan informasi yang
mencerminkan gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa aktif dan
kuantitatif melalui nilai absorbannya. Data keluaran FTIR merupakan data
kontinu terhadap bilangan gelombang. Oleh karena itu diperlukan suatu metode
alternatif yang lebih murah, mudah dan cepat untuk memperoleh dugaan
kandungan senyawa aktif dalam tanaman obat.
Salah satu metode alternatif yang dapat menyatakan hubungan antara
konsentrasi senyawa aktif hasil pengukuran HPLC dengan persen transmitan yang
diukur dengan menggunakan FTIR adalah model kalibrasi.Model kalibrasi
merupakan suatu bagian dari kemometrik yang fokus untuk mencari hubungan
antara suatu himpunan pengukuran yang diperoleh melalui proses yang relatif
mudah atau murah dan himpunan pengukuran lain yang memerlukan waktu lama

2

dan biaya mahal dalam memperolehnya (Naes et al. 2002). Tujuan pemodelan
kalibrasi adalah menemukan model yang dapat digunakan untuk memprediksi
konsentrasi senyawa secara akurat berdasarkan informasi persen transmitan
senyawa yang dianalisis (Erfiani, 2005). Dalam penyusunan model kalibrasi
masalah yang sering timbul adalah adanya multikolinieritas antara peubah bebas.
Selain itu muncul juga masalah bahwa banyaknya peubah bebas jauh lebih besar
dari banyaknya pengamatan.
Terdapat beberapa metode pendekatan untuk menyusun model kalibrasi
peubah ganda antara lain metode Partial Least Square (PLS) dan Jaringan Syaraf
Tiruan (JST).

Beberapa peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah

mengembangkan model kalibrasi untuk kasus yang berbeda. Arnita (2005)
melakukan koreksi pencaran pada senyawa aktif gingerol serbuk rimpang jahe,
model kalibrasi yang dibentuk dari data yang dikoreksi pencarannya mampu
memberikan nilai RMSEP yang lebih kecil dibanding model kalibrasi yang
dibentuk dari data yang tidak dikoreksi pencarannya. Atok (2005) menggunakan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan metode pra-pemrosesan Analisis Komponen
Utama (AKU) untuk mencari pemodelan kalibrasi untuk data HPLC dan FTIR
dari zat aktif serbuk jahe, kajian dilakukan hanya didasarkan pada bangkitan data
yang konvergen sehingga hasil yang diperoleh dapat diterapkan jika algoritma
pembelajaran pada JST menjamin kekonvergenan tersebut. Erfiani (2005)
mengembangkan model kalibrasi dengan pendekatan Bayes dengan menggunakan
pendekatan regresi terpenggal untuk mereduksi dimensi data, sedangkan Sunaryo
(2005) menggunakan Regresi Komponen Utama dengan metode Wavelet
digunakan untuk pra-pemrosesan, hasil yang diperoleh memperbaiki nilai RMSEP
yang diperoleh oleh Arnita (2005). Mukid (2009) menerapkan regresi proses
Gaussian dengan kajian terhadap penggunaan berbagai fungsi peragam, Santi
(2010) menggunakan metoda GA-PLS untuk pendugaan model kalibrasi. Peneliti
lain yang telah mempublikasikan metode kalibrasi adalah Habibi et.al. yang
dalam penelitiannya membandingkan aplikasi AKU-Algoritma Genetika (AG)JST dengan AKU-AG-Multiple Linear Regression dengan kesimpulan bahwa
pemodelan

dengan

menggunakan

AKU-AG-JST

relatif

lebih

baik.

3

Dengan memperhatikan berbagai penelitian pemodelan kalibrasi yang
telah dilakukan, penulis akan menggunakan aplikasi AKU-JST-AG untuk
menduga model kalibrasi pada pengukuran konsentrasi kurkumin pada tanaman
temulawak berdasarkan data persen transmitannya. Prapemrosesan akan dilakukan
dengan AKU, kemudian dimodelkan dengan JST. Arsitektur dari JST akan
dievaluasi oleh AG dengan harapan diperoleh arsitektur yang baik dengan RMSE
minimum.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membangun model kalibrasi dengan
menggunakan JST yang dioptimasi menggunakan Algoritma Genetika pada
pengukuran konsentrasi kurkumin temulawak berdasarkan persen transmitannya.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Senyawa Aktif pada Temulawak
Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang temulawak dapat dibagi
menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna
kekuningan temulawak disebabkan adanya kurkuminoid. Kandungan utama
kurkuminoid

terdiri

dari

senyawa

kurkumin,

desmetoksikurkumin

dan

bisdesmetoksikurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa
kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati,
dan mineral. Kadar masing-masing zat tersebut tergantung pada umur rimpang
yang dipanen serta juga dipengaruhi oleh letak dan ketinggian tempat temulawak
berada.
Menurut Darwis et al. (1991), temulawak mempunyai berbagai macam
khasiat, yaitu sebagai: antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu
untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Selain itu
temulawak digunakan juga sebagai pengobatan gangguan pada hati atau penyakit
kuning, memperlancar aliran air empedu, obat demam, obat diare, gangguan perut
karena dingin dan radang dalam perut atau kulit. Khasiat temulawak tersebut telah
dibuktikan melalui teknik ilmu pengetahuan modern baik oleh ilmuwan dalam
maupun luar negeri.

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)
FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah. Instrumentasi
spektrum inframerah dibagi kedalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat
(bilangan gelombang 12800-4000 cm-1), inframerah pertengahan (bilangan
gelombang 4000 - 200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200-10
cm-1) (Nur & Adijuawana 1989). FTIR termasuk dalam kategori radiasi
inframerah pertengahan.
Spektrum

inframerah

senyawa

tumbuhan

dapat

diukur

dengan

spektrofotometri inframerah yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan
(dalam kloroform, karbontetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nujol,
atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Daerah pada spektrum

6

inframerah di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita spektrum atau puncak yang
disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang
ditelaah (Harbone, JB 1996).
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen akan menyerap
berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah.
Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda.
Karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa yang berbeda terletak dalam
lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak akan ada dua molekul yang berbeda
strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum
inframerah yang tepat sama.
Jika I0 adalah intensitas IR yang masuk kedalam contoh dan I adalah
intensitas IR yang diteruskan (transmitted) oleh contoh, maka :
Absorban (A) = Log (I0 / I) dan transmitan (T) = 100 (I/I0). Sehingga hubungan
absorban dengan transmitan adalah : A = - log ( T/100).
Kegunaan penting dari spektrum inframerah adalah untuk mendeteksi
tentang gugus fungsi dari suatu molekul. Dari struktur kurkuminoid yang khas,
maka spektrum inframerah yang dihasilkan dengan FTIR juga khas. Menurut
Socrates (1994), daerah identifikasi spektra inframerah (IR) untuk kurkuminoid
adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Daerah identifikasi spektra IR kurkumin
Bilangan

No

Jenis Vibrasi

1

Ikatan hidrogen OH

3600-3300

m-s

2

C-H alkana

3000-2850

s

3

C=O keton

1820-1660

vs

1660-1450

s

4

Gelombang cm-1

Aromatic–C=C- rentangan

Intensitas

5

R – O-Ar

1300-1000

m

6

Sidik jari

900-700

s

Keterangan: (s) kuat; (m) medium; (vs) sangat kuat
Karena kekuatan serapan proporsional terhadap konsentrasi, maka FTIR
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif yang menghubungkan konsentrasi
dengan absorban atau persen transmitan. Untuk menduga konsentrasi suatu

7

senyawa tertentu dalam contoh, diperlukan pengukuran nilai-nilai absorban dari
contoh pada berbagai bilangan gelombang.

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan komponen-komponen suatu
campuran, komponen-komponen tersebut akan terdistribusi diantara dua fase.
Salah satu fase dibuat diam dan dinamakan fase diam atau fase stasioner, fase
lainnya disebut fase gerak atau fase mobil yang bergerak diantara celah-celah atau
pada permukaan fase stasioner. Pergerakan fase mobil ini mengakibatkan
pergerakan diferensial dari komponen-komponen contoh (Nur dan Adijuwana
1989). Fase diam pada kromatografi dapat berupa cair atau padatan sedangkan
fase gerak dapat berupa cair atau gas. Berdasarkan jenis fasenya kromatografi
dapat digolongkan menjadi empat jenis yaitu: cair-padatan, gas-padatan, cair-cair,
dan gas-cair.

Analisis Komponen Utama (AKU)
Analisis Komponen Utama (AKU) adalah teknik yang digunakan untuk
menyederhanakan suatu data, dengan cara mentransformasi data secara linier
sehingga terbentuk sistem koordinat baru dengan keragaman maksimum. AKU
dapat digunakan untuk mereduksi dimensi suatu data tanpa mengurangi
karakteristik data tersebut secara signifikan. AKU juga sering digunakan untuk
menghindari masalah multikolinearitas antar peubah bebas dalam model regresi
berganda.

Dalam

AKU

peubah-peubah

yang masih

saling berkorelasi

ditransformasi menjadi satu set peubah baru yang tidak berkorelasi lagi, peubahpeubah baru itu disebut sebagai Komponen Utama (KU) (Johnson & Wichren
1982).
Pada AKU data akan direduksi kedalam beberapa komponen utama.
Pereduksian dilakukan dengan cara memproyeksikan data asli ke dalam ruang
komponen utama yang berdimensi rendah.
Misalkan

adalah suatu vektor acak berdimensi p

dengan matriks kovarian S. Jika λ1, λ2, …, λp adalah akar ciri dari S dengan λ1 ≥ λ2

8

≥ …≥ λp ≥ 0, dan ai adalah vektor ciri dari S yang berhubungan dengan λi,
i=1,2,…,p. Maka Komponen Utama ke-i dinyatakan sebagai :

dimana

Dipilih sedemikian hingga varians dari

maksimum.

dengan

dan
Berdasarkan proporsi dari total keragaman populasi, akan diambil k
komponen utama pertama untuk mengganti p variabel asal.

Algoritma Genetika (AG)
AG merupakan metode adaptif yang biasa digunakan untuk memecahkan
suatu pencarian nilai dalam sebuah masalah optimasi (Suyanto 2005). Algoritma
ini didasarkan pada proses genetik yang ada dalam makhluk hidup; yaitu
perkembangan generasi dalam sebuah populasi yang alami, secara lambat laun
mengikuti proses seleksi alam atau “siapa yang kuat, dia yang bertahan (survive)”.
Dengan meniru teori evolusi ini, AG dapat digunakan untuk mencari
permasalahan-permasalahan dalam dunia nyata. Algoritma ini bekerja dengan
sebuah populasi yang terdiri dari individu-individu, masing-masing individu
mempresentasikan sebuah solusi yang mungkin bagi persoalan yang ada. Dalam
kaitan ini individu dilambangkan dengan sebuah nilai fitness yang akan digunakan
untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang ada. AG pertama kali
dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York.
Sebagaimana halnya proses evolusi di alam, suatu algoritma genetika
terdiri dari tiga operasi yaitu: operasi Evolusi yang melibatkan proses selection
(seleksi) didalamnya, operasi crossover (persilangan), dan operasi mutation
(mutasi). Struktur umum dari suatu algoritma genetika dapat didefenisikan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :

9

Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi
yang mungkin dari permasalahan yang diangkat. Individu bisa dikatakan
sama dengan kromosom, yang merupakan kumpulan gen. Gen ini bias
bersifat biner.
Mendefinisikan nilai fitness, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah
individu atau baik-tidaknya solusi yang didapatkan. Nilai fitness ini yang
dijadikan acuan dalam mencapai nilai optimal dalam algoritma genetika.
Algoritma genetika bertujuan mencari individu dengan nilai fitness yang
paling tinggi.
Membangkitkan populasi awal secara random
Membentuk generasi baru dengan menggunakan operasi selection
(seleksi), cross-over (perkawinan silang) dan mutation (mutasi) gen hingga
kriteria berhenti terpenuhi.
Bila kriteria berhenti belum terpenuhi maka akan dibentuk lagi generasi
baru dengan mengulangi operasi seleksi, perkawinan silang dan mutasi.
Kriteria berhenti pada proses AG yang sering digunakan antara lain :


Berhenti pada generasi tertentu



Berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan
nilai fitness tertinggi tidak berubah.



Berhenti bila dalam n generasi berikutnya tidak diperoleh nilai fitness
yang lebih tinggi.

Dalam populasi terdapat individu-individu yang dinamakan kromosom.
Kromosom ini secara lambat laun mengalami iterasi ’Perkembangbiakan’ dalam
sebuah generasi. Tabel 2 merupakan contoh suatu populasi awal sebanyak 4
individu dengan masing-masing kromosom individu terdiri dari 6 bit.

Tabel 2 Populasi awal dengan kromosom 6 bit
No

Populasi Awal

1

011001

2

100100

3

101010

4

010101

10

Agar menghasilkan generasi dengan kualitas yang lebih baik, maka perlu
dilakukan crossover (kawin silang). Pertama-tama father dan mother dipilih
secara acak. Selanjutnya tentukan posisi untuk crossover dalam kromosom.
Semua bit yang berada di sebelah kiri posisi crossover dari kromosom father dan
semua bit sebelah kanan posisi crossover dari kromosom mother ditransfer
sedemikian rupa sehingga dihasilkan keturunan baru. Sepasang parent akan
menghasilkan 2 keturunan baru.
Tabel 3 Contoh proses crossover
Sebelum

Sesudah

crossover

crossover

X1

011|001

011|100

X2

100|100

100|001

Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
JST adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari
pengetahuan tentang sel syaraf biologis dalam otak. Istilah JST digunakan karena
jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer
yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses
pembelajaran, cara kerja jaringan syaraf tiruan meniru cara kerja otak manusia
(Siang 2009). Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan syaraf biologis
adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada JST yang saling terhubung dan
beroperasi secara paralel. Ini meniru jaringan syaraf biologis yang tersusun dari
sel-sel syaraf (neuron).
JST tidak diprogram untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua
keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pada
pengalamannya

selama

mengikuti

proses

pembelajaran.

Pada

proses

pembelajaran, kedalam JST dimasukkan pola-pola (input dan output) lalu jaringan
akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima. Di dalam JST, input
akan diproses oleh neuron-neuron JST dengan bobot tertentu. Secara umum cara
kerjanya adalah dengan memproses sinyal yang diterima kemudian didistribusikan
melewati jaringan dan disimpan sebagai bobot disetiap neuron. Selama proses

11

pelatihan, dilakukan proses penyesuaian bobot dan batas nilai-nilai diperoleh
output yang diinginkan.
JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf
biologi dengan asumsi bahwa :
Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron)
Sinyal

dikirimkan

diantara

neuron-neuron

melalui

penghubung-

penghubung
Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal
Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi
yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini
selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Neuron
Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam
pengoperasian jaringan syaraf tiruan (Siang 2009). Neuron terdiri dari 3 elemen
pembentuk :
1. Himpunan unit-unit yang dihubungkan dengan jalur koneksi. Jalur-jalur
tersebut memiliki bobot/kekuatan yang berbeda-beda. Jumlah, struktur dan
pola hubungan antar unit-unit tersebut akan menentukan arsitektur
jaringan (dan juga model jaringan yang terbentuk).
2. Suatu unit penjumlah yang akan menjumlahkan input-input sinyal yang
sudah dikalikan dengan bobotnya
3. Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron
akan diteruskan ke neuron lain ataukah tidak.
Komponen JST
Input, merupakan data masukan, data awal sebelum diproses. Setiap input
diproses ke satu atribut tunggal.
Output, merupakan data keluaran, berisis solusi untuk permasalahan dari
input.
Bobot, menunjukkan nilai matematik dari input data atau banyaknya
koneksi yang memindahkan data dari satu lapisan ke lapisan lainnya.

12

Fungsi Penjumlahan, menghitung jumlah dari semua elemen input yang
dimasukkan pada setiap pemrosesan elemennya, merupakan perkalian
setiap nilai input dan bobotnya.
Fungsi Transfer/Fungsi Aktivasi. Fungsi Penjumlahan menghitung tingkat
aktivasi

dari

neuron.

Berdasarakan

tingkatan

ini,

neuron

bisa

menghasilkan suatu output dan bisa juga tidak. Hubungan antara tingkat
aktivasi internal dan output dapat berupa linear atau non linear. Hubungan
tersebut dinamakan Fungsi Transfer.
Berdasarkan algoritma pembelajarannya, JST dikelompokkan menjadi 2
macam pelatihan yang dikenal yaitu :


Terawasi (supervised) , dalam hal ini terdapat sejumlah pasangan data
(masukan – target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan
hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut
merupakan pemberi informasi dan melatih hingga diperoleh bentuk
yang terbaik. Pada kategori ini penentuan bobot masing-masing
neuron berdasarkan keluaran yang diawasi agar nilainya sedekat
mungkin dengan target yang ditentukan.



Tak terawasi (unsupervised). Pada kategori ini, penentuan bobot
masing-masing neuron berdasarkan karakteritik masukan.

Arsitektur Jaringan
JST dirancang dengan mengunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh
dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur
jaringan akan menentukan target yang akan dicapai karena tidak semua
permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.
Jaringan dengan lapisan tunggal, hanya memiliki satu lapisan dengan
bobot terhubung, jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung
akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi.
Jaringan dengan banyak lapisan, memiliki satu atau lebih lapisan terembunyi yang
terletak

diantara

lapisan

input

dan

lapisan

output

13

Metode Backpropagation
Merupakan salah satu metode pelatihan dalam JST. Metode ini sangat baik
dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks (Siang 2009).
Algoritma perhitungan JST backpropagation terdiri atas dua langkah yaitu
perambatan maju dan perambatan mundur. Kedua langkah ini dilakukan pada
jaringan untuk setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan.
Cara kerja dari backpropagation adalah dengan menginisialisai jaringan dengan
bobot yang diset dengan bilangan acak. Kemudian data pelatihan dimasukan
kedalam jaringan. Data pelatihan tediri atas pasangan input dan output target.
Keluaran dari jaringan berupa sebuah nilai output aktual. Selanjutnya nilai output
aktual jaringan dibandingkan dengan nilai target untuk mengetahui apakah output
jaringan sudah sesuai dengan output target. Error yang timbul akibat perbedaan
antara nilai output dengan target tersebut kemudian dihitung dan digunakan untuk
mengubah bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali
error. Setiap perubahan bobot diharapkan dapat mengurangi besar error. Siklus
seperti ini dilakukan pada semua set pelatihan samapi unjuk kerja jaringan
mencapai tingkat yang diinginkan atau sampai kondisi berhenti terpenuhi. Setelah
proses pelatihan selesai, barulah diterapkan algoritma aplikasi. Dari respon
jaringan dapat dinilai kemampuan memorisasi dan generalisasi jaringan dalam
menebak output berdasarkan pada apa yang telah dipelajarinya selama ini.

Nilai Input

Lapisan input

Lapisan Hiden

Lapisan Output

Nilai output

Gambar 1 Arsitektur backpropagation banyak lapisan

15

Y1

Yk

Ym

W 1j

m1

11

W k1

W

10

W
W m0

W

W

W
k0

W kj

W mp
mj

W kp
W 1p

1

Z1

V j1

Vj

V ji
i

V

V1

pi

X1

1

Vp

V 11
V p0

1

Zp

n

V j0

V 10

Zj

Xi

n
Vp

V 1n

Xn

Gambar 2 Arsitektur backpropagation banyak lapisan dengan bobot

Fungsi Aktivasi pada Backpropagation
Dalam JST, fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahapan
perhitungan keluaran suatu algoritma. Fungsi aktivasi harus memenuhi syarat :
kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun.
Beberapa fungsi aktivasi yang sering dipakai adalah fungsi Sigmoid Biner
dengan turunan
dan

fungsi

Sigmoid

dengan nilai interval (0,1)
Bipolar

dengan

turunan

dengan nilai interval (-1,1). Fungsi Identitas dipakai
apabila kita menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil,
fungsinya adalah

.

Menurut Siang (2009), algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu
layar tersembunyi (dengan fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut:
Langkah 0 : inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil
Langkah 1 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi,lakukan langkah 29
Langkah 2 : untuk setiap pasang data pelatihan, lakukan langkah 3-8

15

Fase 1 : Propagasi maju
Langkah 3 : tiap unit masukan menerima sinyal dan meneruskannya ke
unit tersembunyi diatasnya
Langkah 4 : hitung semua keluaran di unit tersembunyi z j (j = 1,2,…p)

Langkah 5 :hitung semua keluaran di unit yk (k = 1, 2, …, m)

Fase II : Propagasi mundur
Langkah 6 :
hitung faktor

unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit keluaran

yk (k=1, 2, ..,m)

.

merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam perubahan bobot
layar dibawahnya (langkah 7).
(yang akan dipakai nanti untuk merubah

Hitung suku perubahan bobot
bobot

) dengan laju percepatan .

Langkah 7 : Hitung faktor

unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di

setiap unit tersembunyi zj (j= 1, 2,…, p)
Faktor

unit tersembunyi :

.

Hitung suku perubahan bobot vji (yang akan dipakai nanti untuk merubah
; j = 1, 2,…, p ; i = 0, 1, …,n

bobot vji)

Fase III : Perubahan bobot
Langkah 8 : Hitung semua perubahan bobot
Perubahan

bobot

Perubahan

bobot

garis

garis

yang

yang

menuju

menuju

ke

ke

unit

unit

keluaran

:

tersembunyi

:

16

DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan bagian dari data penelitian Hibah Pascasarjana tahun 2003-2005 hasil
kerjasama antara Departemen Statistika IPB dengan Pusat Studi Biofarmaka
LPPM IPB. Penelitian tersebut didanai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional. Data yang digunakan adalah persen transmitan
kurkumin dari serbuk temulawak hasil pengukuran spektrometer FTIR dan data
konsentrasi senyawa aktif kurkumin yang diukur dengan menggunakan HPLC.
Temulawak yang dijadikan contoh diambil dari beberapa daerah sentra tanaman
obat, yaitu Bogor, Sukabumi, Kulon Progo, Karanganyar, Cianjur dan Balitro.
Data-data tersebut diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka Institut pertanian Bogor.

Metode
Penggunaan algoritma genetika dalam optimasi jaringan syaraf tiruan
dilakukan untuk mendapatkan struktur neuron pada lapis tersembunyi yang
mendekati optimal. Tingkat pengenalan JST dalam pendugaan yang tinggi akan
didapat apabila seluruh neuron pada lapis tersembunyi memberikan nilai
kontribusi objektif yang tinggi, dalam hal ini penulis akan menekankan nilai R2.
Apabila neuron yang memberikan kontribusi R2 yang kecil dapat dihilangkan,
sedangkan yang memberikan kontribusi R2 besar dapat dipertahankan, maka
jaringan syaraf tiruan ini dapat diharapkan memberikan nilai R2 yang lebih tinggi.
Penghilangan neuron yang kurang bermanfaat ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan membuang sejumlah bobot dari setiap neuron yang memberi
kontribusi R2 kecil atau dengan membuang sejumlah neuron yang berarti
membuang seluruh bobot dari neuron yang terhubung yang kurang bermanfaat
(Apriyanti 2005). Pada penelitian ini digunakan pendekatan kedua yaitu
membuang bobot dari neuron yang terhubung yang memberikan kontribusi R2
kecil.
Pada proses AG pengkodean yang akan dipakai adalah string biner, dengan
tiap bit dalam

string kromosom merepresentasikan sebuah neuron. Bit yang

18

bernilai 1 merepresentasikan neuron yang dipertahankan dan bit yang bernilai 0
merepresentasikan neuron yang dibuang. Penggunaan parameter seperti dijelaskan
diatas diharapakan mencukupi bagi AG untuk melakukan pencarian solusi optimal
bagi jumlah neuron lapis tersembunyi.
Pada penelitian ini langkah pertama yang akan dikerjakan adalah melakukan
prapemrosesan dengan PCA untuk mereduksi dimensi dari peubah bebas yang
dalam hal ini adalah persen transmitan yang dihasilkan oleh FTIR. Pada
prapemrosesan AKU pengambilan Komponen Utama dilakukan untuk berbagai
keragaman kumulatif komponen tersebut menerangkan keragaman data asli. Data
dari hasil prapemrosesan dibagi 2 bagian : bagian pertama terdiri dari beberapa
pengamatan untuk pemodelan dalam tahap pelatihan (training) dan bagian kedua
untuk testing. Pembagian data pengamatan ke dalam kelompok data training dan
data testing dicobakan dalam berbagai komposisi yaitu 60%, 70% dan 80% pada
data training.
Selanjutnya, JST dengan algoritma backpropagation
memproses hubungan

digunakan untuk

antara peubah-peubah baru hasil PCA dengan respon.

Dilakukan pendugaan terhadap nilai target (HPLC). Pendugaan untuk
memperoleh nilai dugaan mendekati nilai target dilakukan dengan cara
menyesuaikan bobot pada masing-masing neuron. Spesifikasi JST yang
digunakan :
Arsitektur yang digunakan adalah Feed Forward Neural Network
(FFNN) banyak lapisan, dalam hal ini neuron-neuron disusun dalam
lapisan-lapisan dan sinyal-sinyal mengalir dari input ke lapisan
pertama, kemudian ke layer kedua, dan seterusnya.
Masukan merupakan hasil prapemrosesan AKU. Pada JST dua lapis,
pengkodean string biner sepanjang 16 bit diambil dari jumlah neuron
maksimum lapisan tersembunyi. Hal ini berdasarkan penelitian
Kusumoputro (2004). Lapisan keluaran menggunakan satu neuron
sesuai dengan target, yaitu setiap observasi terhubung dengan satu nilai
target (HPLC).

19

Algoritma pembelajaran yang digunakan adalah Backpropagation
dengan fungsi transfer/aktivasi untuk lapis tersembunyi adalah sigmoid
biner (logsig) dan fungsi transfer linear untuk lapis keluaran.
Teknik inisialisasi yang digunakan adalah inisialisasi Nguyen-Widrow.
Algoritma ini memberikan bobot awal pada neuron dengan nilai antara
-0,5 sampai 0,5, sedangkan bobot-bobot dari masukan ke lapis
tersembunyi dirancang sedemikian rupa sehingga mempercepat proses
pembelajaran (Fauset 1994). Inisialisasi Nguyen-Widrow didefinisikan
sebagai persamaan berikut:


Hitung harga faktor pengali

0.7 p

1

n

dengan p banyaknya

jumlah neuron lapisan tersembunyi dan n banyaknya neuron
pada lapisan input.


Untuk setiap unit tersembunyi (j=1, 2, ... ,p), dihitung vij (lama)
yaitu bilangan acak diantara -0.5 dan 0.5 (atau di antara - dan
+ ). Pembaharuan bobot vij (lama) menjadi vij baru yaitu:
vij (baru )



vij (lama)
vij (lama)

Tetapkan Bias, voj = Bobot pada bias bernilai antara - dan .

Respon yang diambil dalam penelitian ini adalah nilai R2 yang dicapai
oleh JST setelah dilakukan optimasi oleh algoritma genetika berdasarkan
presentase data training, persentase keragaman AKU yang digunakan dan nilai
pembelajaran. Sedang fungsi fitness yang dipakai adalah memaksimumkan nilai
R2. Dalam penggunaan data training dan data testing dievaluasi dengan mencari
Root Mean Square Error (RMSE) yang didefenisikan dengan :

RMSE

1
N cal

Ncal

yˆ cal,n

ycal,n

2

n 1

dimana:
ycal,n

= nilai pengamatan berdasarkan n sampel kalibrasi.

yˆ cal,n

= nilai dugaan pengamatan dengan menghilangkan sebanyak n sampel dari
sekumpulan N sampel kalibrasi.

np

=

banyak

sampel

yang

digunakan

dalam

model

validasi.

20

Diagram alur penelitian adalah sebagai berikut :
Data

Pemilihan/Pengelompokan Data

Reduksi Data dengan PCA

Proses JST

Testing dengan JST Tanpa AG

Hasil Testing JST Standar

Analisis R2 dan RMSE JST

Proses optimasi JST dengan GA

Testing dengan JST Optimasi

Hasil Testing JST Optimasi

Analisis R2 dan RMSE JST

Gambar 3 Diagram Alur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Spektrum Kurkumin
Spektrum kurkumin diambil dari 20 sampel serbuk temulawak yang berasal
dari berbagai daerah sentra tanaman obat dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4 spektrum kurkumin dari berbagai daerah tersebut sebagian
besar memiliki pola yang hampir sama kecuali untuk beberapa spektrum yang
menunjukkan pola yang agak berbeda. Terlihat bahwa spektrum kurkumin dari
sampel serbuk temulawak yang diambil dari daerah Cianjur (sampel C2) dan
Bogor (sampel B2) agak berbeda.
Data persen transmitan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan
FTIR pada 1866 bilangan gelombang yang berkisar antara 4000 – 400 cm-1. Pada
indeks bilangan gelombang disekitar 1500 cm-1 ketika spektrum kurkumin serbuk
temulawak dari sebagain besar sampel memiliki pola grafik yang cekung ke atas,
tetapi temulawak yang diambil dari daerah Cianjur menujukkan pola grafik yang
cekung kebawah. Tampak juga bahwa spektrum kurkumin serbuk temulawak
yang diambil dari daerah Bogor (sampel B2) menunjukkan pola yang cenderung
konstan di setiap bilangan gelombang.

Gambar 4 Spektra kurkumin serbuk temulawak

22

Reduksi Peubah Penjelas
Data persen transmitan diukur pada 1866 bilangan gelombang yang dalam
pemodelan kalibrasi ini berperan sebagai peubah penjelas. Ada beberapa alasan
utama mengapa reduksi jumlah peubah penjelas ini dilakukan. Pertama, besar
kemungkinan antara peubah penjelas satu dengan lainnya tidak saling bebas.
Kedua, bekerja dengan sedikit peubah penjelas akan menyederhanakan proses
komputasi.
Analisis Komponen Utama (AKU) digunakan untuk mereduksi banyaknya
peubah penjelas dengan persentase keragaman kumulatif yang mampu dijelaskan
digunakan sebagai kriteria untuk menentukan banyaknya komponen utama. Tabel
4 menjelaskan bahwa pada bilangan gelombang 4000–400 cm-1 dengan
menggunakan 1 komponen utama, keragaman yang dapat dijelaskan sebesar
89,7592% dan apabila menggunakan 2 komponen utama keragaman yang dapat
dijelaskan sebesar 95,1612% sedangkan apabila menggunakan 3 komponen utama
keragaman yang dapat dijelaskan sebesar 99,2061% dari keragaman pada data
asal.
Tabel 4 Ragam kumulatif komponen utama
Komponen
Utama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Ragam yang
dijelaskan (%)
89,75924
5,401949
4,044904
0,544743
0,104654
0,062432
0,030868
0,030398
0,009928
0,003334
0,002995
0,001876
0,001062
0,000704
0,000374
0,000181
0,000169
0,000118

Ragam
Kumulatif (%)
89,7592
95,1612
99,2061
99,7508
99,8555
99,9179
99,9488
99,9792
99,9891
99,9924
99,9954
99,9973
99,9984
99,9991
99,9995
99,9996
99,9998
99,9999

23

Nilai Dugaan Terhadap Nilai HPLC
Pemodelan menggunakan JST dengan optimasi AG dilakukan dalam
berbagai kelompok data. Pada percobaan JST dengan optimasi AG, kelompok
data dengan jumlah data training sebanyak 80% dan komponen utama yang
digunakan sebagai input pada jaringan menjelaskan 99,8555% data asal, diperoleh
model terbaik dengan nilai rata-rata RMSEtraining 0,0314 dan nilai RMSEtesting
0,5225, dengan nilai rata-rata R2 yang diperoleh 49,93%. Gambar 5 dan Gambar
6 merupakan histogram frekuensi rata-rata RMSE yang diperoleh pada kelompok
80% data training dan data testing.

Gambar 5 Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data training

24

Gambar 6 Histogram frekuensi rata-rata nilai RMSE pada data testing

Percobaan dilakukan dengan mengamati pembagian kelompok data
menurut data training dan data testing lainnya. Pada kelompok data training
70%, diperoleh nilai RMSEtraining 0,0297 dan RMSEP 0,5556, nilai R2 yang
diperoleh adalah 0,3964 (39,644%). Demikian juga dengan menggunakan
kelompok data pada data training

60% diperoleh rata-rata nilai RMSEtraining

sebesar 0,0326 dan RMSEP 0,5844, dengan nilai R2 yang diperoleh sebesar
0,2789 (27,89%). Pembagian kelompok data menjadi data training relatif
berpengaruh terhadap pencapaian R2, sesuai dengan penelitian Apriyanti (2005)
yang menyimpulkan bahwa pembagian data menjadi data training dan testing
cukup berpengaruh terhadap peningkatan nilai R2. Peneliti sebelumnya yang
dilakukan oleh Mukid (2009) menghasilkan nilai RMSEP terbaik untuk berbagai
jenis fungsi peragam dengan menggunakan seluruh gugus data adalah 0,5913.
Tabel 5 merupakan tabel perbandingan nilai rata-rata RMSE yang diperoleh
sesuai dengan pengelompokan data.
Tabel 5 Perbandingan rata-rata RMSE dengan AKU-JST-AG
Kelompok Data
1 (60% data training)
2 (70% data training)
3 (80% data training)

RMSEtraining RMSEtesting
0,0326
0,5844
0,0297
0,5556
0,0304
0,5225

R2
0,2789
0,3964
0,4993

25

Algoritma genetika sangat baik dilakukan untuk memperoleh struktur
jaringan yang baik dengan nilai RMSEtesting minimum Jika dibandingkan dengan
jaringan tanpa menggunakan AG, hasil yang diperoleh JST optimasi AG relatif
lebih baik. Pada kelompok data training 80%, dilakukan percobaan AKU-JST
tanpa menggunakan AG, diperoleh rata-rata nilai RMSEtraining 0,0282 dan
RMSEtesting 0,6117 dengan rata-rata R2 sebesar 0,4064. Hasil ini tidak lebih baik
dibanding dengan program AKU-JST dengan menggunakan AG. Tabel 6
merupakan tabel perbandingan nilai rata-rata RMSE yang diperoleh sesuai
pengelompokan data tanpa menggunakan AG.

Tabel 6 Perbandingan rata-rata RMSE dengan GA-JST tanpa AG
Kelompok Data
1 (60% data training)
2 (70% data training)
3 (80% data training)

RMSEtraining RMSEtesting
0,0304
0,7698
0,0282
0,6198
0,0282
0,6117

R2
0,1867
0,2860
0,4065

Gambar 7 dan gambar 8 merupakan plot perbandingan nilai R2 dan RMSEP
sesuai pengelompokan data untuk jaringan menggunakan optimasi AG dan tanpa
menggunakan AG.

Gambar 7 Perbandingan nilai rata-rata R2 dengan AKU-JST-AG dan
AKU-JST

26

Gambar 8 Perbandingan nilai RMSEtesting metode AKU-JST-AG dan
AKU-JST
Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi metode AKU-JST-AG yang
menghasilkan rata-rata RMSEtesting minimum untuk melihat kecenderungan
jumlah neuron yang memberikan hasil dugaan paling mendekati nilai target
diperlihatkan pada Gambar 8. Secara umum metode AKU-JST-AG lapis banyak
rata-rata menghasilkan delapan neuron pada lapis tersembunyi dalam arsitektur
JST yang menghasilkan rata-rata RMSEtesting paling minimum.

Gambar 9 Sebaran jumlah neuron lapis tersembunyi
Pemilihan n-komponen utama pertama yang dijadikan input pada jaringan
memberikan hasil yang berbeda. Tabel berikut menyajikan sebelas model yang

27

disusun dengan mencobakan setiap komponen utama pada sebagai input pada
model.
Tabel 7 Nilai RMSEtesting dan R2 berdasarkan jumlah KU
Model ke-i
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

n-peubah
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

RMSEtesting
0,7392
0,5440
0,5162
0,5225
0,6246
0,6003
0,5944
0,5538
0,5515
0,5495
0,5260
0,6046
0,5459
0,5754
0,6209
0,5715
0,7560

R2
0,3342
0,4672
0,4651
0,4994
0,4226
0,3687
0,4873
0,3979
0,4223
0,4519
0,4276
0,4367
0,4941
0,4149
0,3878
0,4216
0,3684

Tabel 7 memperlihatkan bahwa model ketiga dan keempat adalah model
yang baik. Model keempat memberikan nilai R2 yang lebih tinggi dengan
RMSEtesting 0,5225 yang memberikan sumber keragaman terbesar dengan
kumulatif keragaman sebesar 99,8555%.

28

29

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Algoritma Genetika dapat digunakan untuk mengoptimalkan kerja JST, dalam
hal ini dilakukan pada struktur neuron pada lapis tersembunyi untuk memperoleh
model terbaik yang diukur dengan nilai RMSE yang diperoleh. Pembagian
kelompok data menjadi data training dan data testing memberikan hasil yang
relatif berbeda.

Saran
Penelitian ini menggunakan metode AKU-JST-AG dengan harapan untuk
mendapatkan pemodelan kalibrasi terbaik. Banyak metode lain yang perlu untuk
dikembangkan lagi sehingga diperoleh pemodelan kalibrasi terbaik. Pemilihan
prapemrosesan lain untuk mereduksi dimensi data yang besar sangat diperlukan
untuk mendapatkan pendugaan yang terbaik. AG perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan komponen utama yang paling berpengaruh sebelum dilakukan
pendugaan oleh JST.

30

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti N. 2005. Optimasi Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Algoritma Genetika
Untuk Peramalan Curah Hujan [Skripsi]. Bogor : Program Sarjana
Institut Pertanian Bogor.
Arnita. 2005. Koreksi Pencaran dalam Model Kalibrasi Peubah Ganda pada Data
Senyawa Aktif Gingerol Serbuk Rimpang Jahe (Zingiber Officinale
Roscue) [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Atok. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Pemodelan Kalibrasi Dengan
Prapemrosesan Analisis Komponen Utama dan Transformasi Fourier
Diskret [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Erfiani. 2005. Pengembangan Model Kalibrasi dengan Pendekatan Bayes (Kasus
Tanaman Obat) [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Fauset L 1994. Fundamentals of Neural Networks. P