Model usahatani Sayuran Dataran Tinggi Berbasis Konservasi di Daerah Hulu Sungai Cikapundung (Studi Kasus : Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung Kawasan Bandung Utara )

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI
BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI
CIKAPUNDUNG
(Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng
di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara)

Hendi Supriyadi
Nana Sutrisna
Santun R.P .Sitorus

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA BARAT
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1

PEN D AH ULUAN
Latar
Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah
topografi, menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di
atasnya, ke sungai utama yang bermuara ke danau atau laut (Manan, 1977).

Asdak (1999) menyatakan bahwa DAS merupakan suatu ekosistem yang di
dalamnya terjadi interaksi antara unsur biotik dan unsur abiotik, dimana
interaksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan antara masukan dan
keluaran berupa air dan sedimen.
DAS biasanya berlereng curam, sehingga alirannya cepat hingga sangat cepat.
Berdasarkan karakteristik, morfologi, dan aliran sungai, DAS terdiri atas dua
bagian, yaitu bagian hulu dan hilir.
Daerah hulu DAS mempunyai ciri antara lain: berlereng curam, batasannya jelas,
tanahnya tipis, curah hujan tinggi, dan evapotranspirasi rendah. Lahan di daerah
hulu DAS biasanya berupa lahan kering dan berfungsi sebagai daerah
konservasi, sehingga aktivitas pemanfaatannya akan berpengaruh terhadap
lingkungan di bagian hilir DAS.
2

Wilayah Sub DAS Cikapundung bagian hulu terletak di Bandung bagian
utara, merupakan bagian dari Kawasan Bandung Utara.
Luas arealnya sekitar 9.401 ha; terdiri dari 253,49 ha (2,7%) lahan basah
digunakan untuk sawah dan 9.147,51 ha (97,3%) berupa lahan kering
digunakan untuk hutan alam, hutan pinus, perkebunan kina, tegalan,
lahan budidaya sayuran dan palawija, serta pemukiman.

Sumberdaya lahan di kawasan budidaya sub DAS Cikapundung bagian
hulu sangat potensial. Tanahnya relatif subur, berasal dari batuan
volkanik (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 2000) dan keadaan iklim
sangat mendukung, sehingga sangat cocok untuk kegiatan usahatani.
Jenis usahatani yang berkembang adalah usahatani tanaman pangan,
sayuran, dan buah-buahan.
Usahatani sayuran paling dominan diusahakan petani, karena bernilai
ekonomi tinggi dan jangka waktu dari mulai tanam hingga panen lebih
singkat dibandingkan jenis tanaman lainnya.

3

Ke sa la h a n da la m pe n ggu n a a n la h a n ( m isu se ) da n pe n ggu n a a n la h a n ya n g
be r le bih a n ( ove r u se ) a k a n be r da m pa k t e r h a da p k u a lit a s t a n a h , a ir , da n
lin gk u n ga n dise k it a r n ya . D a m pa k n e ga t if a k iba t pe r u ba h a n / k e sa la h a n
pe n ggu n a a n la h a n da n pe n ggu n a a n la h a n ya n g be r le bih a n a n t a r a la in :
m e m pe n ga r u h i r e sa pa n a ir , k e k e r in ga n , de bit pe r k ola si, ba nj ir , e r osi, da n
pe n u r u n a n k e su bu r a n t a n a h .
Ak t ivit a s bu dida ya sa yu r a n pa da la h a n be r bu k it da n be r le r e n g cu r a m
be r pe n ga r u h t e r h a da p pe n in gk a t a n la j u e r osi. Se m a k in t in ggi k e le r e n ga n la h a n ,

se m a k in t in ggi la j u e r osi ya n g t e r j a di ( Ta be l 1 ) .
Tabel 1. Laju Erosi pada Lahan Sayuran Dataran Tinggi tanpa Teknik Konservasi
Lokasi

Jenis Tanah

Lereng
%

Pola Tanam

Erosi
t/ha/tahun

Pacet-Cianjur1

Hapludands

9-22


Buncis - Kubis

252

Sukaresmi-Cianjur2

Dystropepts

9-15

Cabai – Kc. Merah

65

Pangalengan-Bandung3

Dystrandepts

30


Kentang - Kubis

218

Sumber: 1Suganda et al., (1997); 2Suganda et al., (1999); 3Sinukaban et al., (1994)

4

Merancang model usahatani sayuran dataran tinggi berbasis konservasi yg
mampu menjaga dan melestarikan sumberdaya lahan dan lingkungan,
sehingga lahan tersebut dapat digunakan secara berkelanjutan tanpa
menurunkan kualitas sekaligus meningkatkan produktivitas dan pendapatan
usahatani di hulu Sub DAS Cikapundung Kawasan Bandung Utara

5

Pendekatan:
Menggunakan pendekatan sistem dengan tahapan
sebagai berikut:
1)Analisis


kebutuhan

2)Identifikasi
3)Formulasi
4)Rancang

sistem

masalah

bangun sistem usahatani konservasi

6

Metode Penelitian:
Metode penelitian adalah survei dan percobaan lapang
Pelaksanaan dibagi ke dalam 7 tahapan:
1)
2)

3)
4)

5)
6)
7)

Overlay Peta (peta Satuan Lahan Homogen/SLH)
Survei (Biofisik, sosial ekonomi, dan kelembagaan)
Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan existing menurut
kesesuaian lahannya
Menganalisis komponen yang paling berpengaruh pada masing-masing
subsistem usahatani konservasi tanaman sayuran (dalam hal ini
subsistem usahatani dan subsistem konservasi)
Merancang alternatif model usahatani sayuran dataran tinggi berbasis
konservasi
Pemilihan model usahatani sayuran dataran tinggi berbasis konservasi
Merancang model usahatani sayuran dataran tinggi berbasis
konservasi dan mengujicobakannya di lapang.
7


Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di hulu sub DAS Cikapundung (Gambar 1). Sub
DAS Cikapundung terletak di Bandung bagian utara yang merupakan
bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU). Luas kawasan sekitar 9.401 ha
berada pada ketinggian 800-2.200 m dari permukaan laut (dpl). Posisi
geografis terletak pada 06°45′16′′-06°53′12′′ LS dan 107°35′30′′-107°44′58′′
BT. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada MP 2009.
Peta Kabupaten dan Kota Bandung

Lokasi
Penelitian

Wilayah Studi

Luas: 9.401 ha
Ketinggian: 800-2.200 m dpl
Posisi geografis:
06045’16’’-06053’12’’ LS
dan 107035’30’’-107044’58’’ BT

Cakupan Areal:
Kab. Bandung: 3 kec;15 desa
Kota Bandung: 2 kec; 2 desa

Daerah Hulu Sub DAS Cikapundung

8

PELAKSANAAN

Percobaan Lapang
Kegiatan percobaan lapang model usahatani sayuran dataran tinggi
berbasis konservasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan demplot.
Pendekatan ini dilakukan untuk mengkaji kelayakan teknis (produktivitas
tanaman dan besarnya erosi yang terjadi) dan kelayakan finansial.
Percobaan dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Desa Mekarwari dan
Gunungputri Kecamatan Lembang.
Model yang diuji coba di lapangan ada dua, yaitu:
Model C: Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan
memotong lereng, menggunakan pupuk kandang+kapur,

dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran
tumpangsari/tumpang gilir kelompok I+III atau II+III, untuk lahan
dengan kemiringan lereng 15-25%, dan
Model E: Sistem usahatani konservasi teras gulud, bedengan
searah lereng, menggunakan pupuk kandang+kapur, dipasang
mulsa plastik, sistem penanaman sayuran tumpangsari/tumpang
gilir kelompok I+III atau II+III, untuk lahan dengan kemiringan
lereng 8-15% .
9
Luas masing-masing lokasi uji coba 0,25 ha yang dalam pelaksanaannya

Jenis sayuran yang ditanam di dua lokasi adalah: Selada dan Brokoli
(kelompok I), Tomat dan Cabai Rawit (kelompok II). Sistem penanaman
adalah tumpang gilir. Jenis tanaman yang pertama ditanam adalah
Selada dan Tomat. Setelah kedua jenis tanaman berumur 2 minggu,
ditanami Cabai Rawit. Brokoli ditanam setelah panen Tomat. Jumlah
populasi tanaman di dua lokasi disajikan pada Tabel 1.
Ta be l 1 . Ju m la h M a sin g- m a sin g Je n is Ta n a m a n
No


Lok a si

1.

D e sa M e k a r w a ngi

2.

D e sa Gun un gput r i

Ke m ir in ga n Le r e n g
8-15%

15-25%

Je nis Ta na m a n

Popula si Ta na m a n

Sa la da

5 .6 0 0

Tom a t

2 .8 0 0

Ca ba i Ra w it

2 .8 0 0

Br ok oli

5 .6 0 0

Sa la da

7 .0 0 0

Tom a t

3 .7 0 0

Ca ba i Ra w it

3 .7 0 0

Br ok oli

7 .0 0 0

10

Te k n ik bu dida ya ya n g dit e r a pk a n , se la in k om pon e n di da la m m ode l
a da la h pe m be r ia n EM 4 , pu pu k a n or ga n ik , da n pe m e lih a r a a n t a n a m a n
( pe n yia n ga n gu lm a da n pe n ge n da lia n h a m a / pe n ya k it ) .
Ta k a r a n pe m be r ia n k a pu r , pu pu k k a n da n g, da n pu pu k a n or ga n ik
disa j ik a n pa da Ta be l 2 .
Ta be l 2 . Ta k a r a n Pe m be r ia n Ka pu r , Pu pu k Ka n da n g, da n Pu pu k An or ga n ik se r t a
Te k n ik Pe m be r ia n n y a

No
1.

Lok a si/
Ke m ir in ga n le r e n g
M e k a r w a ngi/ 8 - 1 5 %

Je n is
Ka pu r
Pupuk Ka n da ng

Ta k a r a n*
( k g/ h a )

Ca r a Pe m be r ia n

3 .0 0 0

D ia du k m e r a t a de n ga n t a n a h

3 0 .0 0 0

D ia du k m e r a t a de n ga n t a n a h

300

D ibe n a m k a n k e da la m t a n a h
pa da se t ia p lu ba n g t a n a m

4 .0 0 0

D ia du k m e r a t a de n ga n t a n a h

4 0 .0 0 0

D ia du k m e r a t a de n ga n t a n a h

300

D ibe n a m k a n k e da la m t a n a h
pa da se t ia p lu ba n g t a n a m

Pupuk N PK
2.

Gunung Put r i/ 1 5 - 2 5 %

Ka pu r
Pupuk Ka n da ng
Pupuk N PK

Ke t e r a nga n : * = dit e n t u k a n be r da sa r k a n ha sil a na lisis t a na h

11

• Pe m e lih a r a a n t a n a m a n dise su a ik a n de n ga n k on disi di
la pa n g
• Pe n yia n ga n gu lm a le bih m u da h k a r e n a m e n ggu n a k a n m u lsa
pla st ik , se h in gga h a n ya dila k u k a n di se k it a r pe r t a n a m a n da n
pa da ba gia n la h a n ya n g t ida k dit a n a m i
• Pe n ge n da lia n h a m a da n pe n ya k it m e n ga cu pa da sist e m
pe n ge n da lia n h a m a t e r pa du ( PH T) , k e cu a li pa da sa a t t e r j a di
le da k a n se r a n ga n h a m a se pe r t i pa da t a n a m a n t om a t
• Pe n ge n da lia n h a m a / pe n ya k it t om a t dila k u k a n se ca r a
be r k a la se t ia p m in ggu dim u la i pa da sa a t t a n a m a n m u la i
be r bu a h sa m pa i m e n j e la n g pa n e n
• Pe m a n e n a n dila k u k a n se su a i u m u r fisiologis t a n a m a n .
Pa n e n Sa la da dila k u k a n se t e la h t a n a m a n be r u m u r 5 7 h a r i,
se da n gk a n pa n e n Tom a t dila k u k a n se t e la h bu a h be r w a r n a
m e r a h ( se k it a r 8 0 h a r i se t e la h t a n a m )
12

H ASI L D AN PEM BAH ASAN
Ka r a k t e r ist ik Usa h a t a n i
Sistem usahatani sayuran yang dilakukan oleh petani sudah berorientasi
agribisnis.
Penggunaan lahan semakin intensif, karena kegiatan usahatani yang dilakukan
tidak sekedar memenuhi kebutuhan hidup petani tetapi sudah lebih berorientasi
pada keuntungan.
Dengan semakin intensifnya penggunaan lahan, maka petani sudah
melaksanakan pengelolaan tanaman dan pemilihan jenis tanaman yang paling
sesuai.
Hasil pengamatan di lapang dan wawancara dengan responden menunjukkan
bahwa umumnya petani menerapkan sistem tumpang gilir (penanaman lebih dari
satu jenis tanaman dalam satu hamparan lahan dengan waktu tanam yang
berbeda) dan tumpangsari (penanaman lebih dari satu jenis tanaman dalam satu
hamparan lahan dengan waktu tanam yang sama).
Sistem pertanaman juga menentukan besarnya penutupan tajuk. Penutupan
tajuk sangat mempengaruhi banyaknya air yang menembus tajuk dan sampai ke
permukaan tanah secara langsung dan sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan
kerapatan tanaman. Semakin luas penutupan tajuk dan semakin rapat pertanaman,
jumlah air yang lolos menembus tajuk dan sampai ke permukaan tanah semakin
kecil. Dengan demikian besarnya erosi yang terjadi juga akan semakin kecil.
13

Alt e r n a t if M ode l Usa h a t a n i Sa yu r a n D a t a r a n Tin ggi
be r ba sis Kon se r va si
Berdasarkan hasil sintesis dari analisis parsial setiap komponen yang paling
berpengaruh pada subsistem usahatani konservasi, diperoleh lima alternatif model
usahatani konservasi tanaman sayuran di hulu sub DAS Cikapundung. Kelima
alternatif model usahatani konservasi tanaman sayuran disajikan pada Tabel 3.
Ta be l 3 . Alt e r na t if M ode l Usa h a t a n i Sa yu r a n D a t a r a n Tinggi be r ba sis Konse r va si

Model

Komponen

Pembeda

A

Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng, menggunakan
pupuk kandang+kapur, sistem penanaman sayuran tumpangsari/tumpang gilir kelompok
I+III atau II+III.

•Teras bangku
•Tanpa mulsa

B

Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng, menggunakan
pupuk kandang, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran tumpangsari/tumpang
gilir kelompok I+III atau II+III.

•Teras bangku
•Tanpa kapur

C

Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng, menggunakan
pupuk kandang+kapur, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran tumpangsari/
tumpang gilir kelompok I+III atau II+III.

•Teras bangku
•Lengkap

D

Sistem usahatani konservasi teras gulud, bedengan memotong lereng, menggunakan
pupuk kandang+kapur, sistem penanaman sayuran tumpangsari/tumpang gilir kelompok
I+III atau II+III.

•Teras gulud
•Tanpa mulsa

E

Sistem usahatani konservasi teras gulud, bedengan memotong lereng, menggunakan
pupuk kandang+kapur, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran tumpangsari
tumpang gilir kelompok I+III atau II+III.

•Teras gulud
•Lengkap

Model A , B, dan C diarahkan untuk lahan dengan kemiringan lereng 15-25%, sedangkan model D dan E untuk lahan kemiringan lereng 8-15%.
14

H a sil Pe r coba a n La pa n g
1 .Ke r a ga a n Pe r t u m bu h a n Ta n a m a n
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman Salada, Tomat, dan
Cabai Rawit pada 2 model usahatani konservasi sayuran yang berbeda tergolong
baik, meskipun hampir sepanjang pertanaman. Pertumbuhan tanaman pada lahan
yang memiliki kemiringan lereng 8-15% relatif lebih baik dibandingkan dengan pada
lahan yang memiliki kemiringan lereng 15-25% seperti terlihat pada Gambar 2 dan
3.

Gambar 2. Keragaan Pertumbuhan Tanaman Pada
Umur 20 Hari Setelah Tanam pada Model E
(kemiringan lereng 8-15%)

Gambar 3. Keragaan Pertumbuhan Tanaman Pada Umur 20 Hari
Setelah Tanam pada Model C (kemiringan lereng 15-25%)
15

2 . Pr odu k t ivit a s Ta n a m a n
Jenis tanaman yang sudah dipanen adalah selada dan tomat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas selada dan tomat pada Model E
(lahan yang memiliki kemiringan lereng 8-15%) lebih tinggi dibandingkan dengan Model
C pada lahan yang memiliki kemiringan lereng 15-25% (Tabel 4).
Tabel 4. Produktivitas tanaman selada dan tomat pada 2 model usahatani sayuran dataran tinggi
berbasis konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung

Pr odu k t ivit a s ( t / h a )
No

Je n is Ta n a m a n

M ode l E
8-15%

M ode l C
15-25%

1.

Se la da

1 6 ,6 4

1 1 ,6 0

2.

Tom a t

2 7 ,7 2

2 4 ,9 2

16

Pr odu k t ivit a s t a n a m a n , ba ik se la da m a u pu n t om a t pa da M ode l C
le bih r e n da h diba n din gk a n de n ga n m ode l E. H a l in i a n t a r a la in
dise ba bk a n ole h t in gk a t k e su bu r a n t a n a h pa da m ode l C m e n u r u n
a k iba t pe m bu a t a n t e r a s. Ada ba gia n t a n a h pa da la pisa n a t a s ya n g
t e r ca m pu r ole h t a n a h ba gia n ba w a h ya n g t in gk a t k e su bu r a n n ya
r e n da h , se pe r t i dit u n j u k k a n pa da Ga m ba r 4 . M e sk ipu n pe m be r ia n
ba h a n or ga n ik be r a sa l da r i pu pu k k a n da n g sa pi pa da m ode l C
le bih t in ggi diba n din gk a n de n ga n m ode l E, n a m u n pa da t a h u n
pe r t a m a pu pu k k a n da n g be lu m t e r u r a i se ca r a se m pu r n a .

Gambar 4. Teras Bangku pada Model C dengan Kemiringan
lereng 22%di Hulu Sub DAS Cikapundung
17

Ta be l 5 m e n u n j u k k a n ba h w a h a sil u j i coba m ode l C, pr odu k t ivit a s
se la da se be sa r 1 1 ,6 0 t / h a , le bih r e n da h diba n din gk a n de n ga n
m ode l u sa h a t a n i sa a t in i ( 1 2 ,6 7 t / h a ) . N a m u n Tom a t
pr odu k t ivit a sn ya le bih t in ggi, ya it u 2 4 ,9 2 t / h a diba n din gk a n
de n ga n m ode l u sa h a t a n i sa a t ini se be sa r 2 1 ,2 5 t / ha .
Pa da m ode l u sa h a t a n i k on se r va si sa yu r a n M ode l E, pr odu k t ivit a s
se la da ya it u 1 6 ,6 4 t / h a le bih t in ggi diba n din gk a n de n ga n m ode l
u sa h a t a n i sa a t in i ( 1 2 ,6 7 t / h a ) . Pr odu k t ivit a s Tom a t j u ga
t e r golon g t in ggi, ya it u 2 7 ,7 2 t / h a , le bih t in ggi diba n din gk a n
de n ga n m ode l u sa h a t a n i sa a t in i, ya it u 2 1 ,2 5 t / h a .
Se ca r a fin a n sia l k e du a m ode l u sa h a t a n i ya n g diu j i coba k a n
m e n gu n t u n gk a n . H a l in i dit u n j u k k a n de n ga n BC r a t io > 1 , ya it u
1 ,1 2 pa da m ode l C da n 1 ,4 pa da m ode l E.

18

3 . Ke la ya k a n Te k n is ( Be sa r n ya Er osi ya n g Te r j a di)

Salah satu indikator kelayakan teknis yang digunakan adalah besarnya erosi
yang terjadi.Menurut Sinukaban et al. (1994), suatu tindakan atau model usahatani
konservasi dapat dikatakan layak sehingga dapat direkomendasikan jika besarnya
erosi yang terjadi lebih kecil dari erosi yang masih diperbolehkan atau tolerable soil
loss (TSL).
Hasil prediksi erosi menunjukkan bahwa penerapan model usahatani
konservasi model C pada lereng 15-25% mampu mengendalikan erosi dari 69,93
menjadi 7,18 t/ha/tahun atau sebesar 89,73% dibandingkan dengan model
usahatani konservasi yang biasa diterapkan oleh petani. Penerapan model
usahatani konservasi model E juga mampu menurunkan erosi dari 37,41 menjadi
15,27 t/ha/tahun atau sebesar 59,18% (Gambar 5).

19

Gambar 5. Hasil Prediksi Erosi Penerapan Model Usahatani Sayuran Dataran
Tinggi Bebasis Konservasi di Hulu Sub DAS Cikapundung

Jika hasil prediksi erosi pada model C dan E dibandingkan dengan nilai TSL,
maka model usahatani konservasi C dan E layak direkomendasikan di hulu sub
DAS Cikapundung. Model C direkomendasikan pada lahan yang memiliki lereng
15-25% dan model E pada lahan yang memiliki lereng 8-15%. Hal ini berarti
bahwa model usahatani sayuran yang merupakan kombinasi dari vegetasi (jenis
tanaman sayuran), sistem penanaman, teras, bedengan, dan mulsa plastik sangat
baik untuk konservasi di hulu sub DAS Cikapundung.
20

KESI M PULAN
1. Komponen yang paling berpengaruh pada subsistem usahatani adalah jenis tanaman,
sistem penanaman, dan penggunaan bahan amelioran, sedangkan pada subsistem
konservasi adalah konservasi mekanik dan penggunaan mulsa.
2. Alternatif model usahatani konservasi sayuran di hulu sub DAS Cikapundung ada 5, yaitu:
• Model A: Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng,
menggunakan pupuk kandang+kapur, sistem penanaman sayuran tumpangsari/tumpang gilir
kelompok I+III atau II+III.
• Model B: Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng,
menggunakan pupuk kandang, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran
tumpangsari/tumpang gilir kelompok I+III atau II +III.
• Model C: Sistem usahatani konservasi teras bangku, bedengan memotong lereng,
menggunakan pupuk kandang + kapur, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran
tumpangsari/tumpang gilir kelompok I+III atau II+III.

Model D:Sistem usahatani konservasi teras gulud, bedengan memotong lereng,
menggunakan pupuk kandang + kapur, sistem penanaman sayuran tumpangsari kelompok
I+III atau II+III.
• Model E:Sistem usahatani konservasi teras gulud, bedengan memotong lereng,
menggunakan pupuk kandang + kapur, dipasang mulsa plastik, sistem penanaman sayuran
tumpangsari/tumpang gilir kelompok I+III atau II+III. Model A , B, dan C diarahkan untuk
kemiringan lereng 15-25%, sedangkan model D dan E untuk kemiringan lereng 8-15%.
3. Model C usahatani konservasi tanaman sayuran layak secara teknis dan finansial
digunakan pada lahan dengan kemiringan lereng 15-25% dan model E pada lahan dengan
kemiringan lereng 8-15% di hulu sub DAS Cikapundung.
21

Survei Biofisik
Tanah

22

Participatory Rural Appraisal (PRA)

Menggali Potensi dan Permasalahan Usahatani Konservasi
di Hulu Sub DAS Cikapundung
23

Percobaan Lapang
Model C (Kemiringan lereng 15-25%

Kondisi Awal

Setelah dibuatkan teras
24

Umur 3 minggu
Tomat Siap Dipanen

Setelah 2 > bulan

25

Pembuatan Guludan

Guludan Siap Dipasang Mulsa

Model E (Kemiringan lereng 8-15%)

26

Pemasangan Mulsa Plastik

Lahan Siap Ditanami
27

Pengendalian Hama/Penyakit (PHT)

Pengamatan Hama/Penyakit

Dilakukan Tindakan Pengendalian Jika
Diperlukan Berdasarkan Hasil
Pengamatan

28

Umur Tanaman 80 hst

29

Tomat Siap Dipanen

30

31

Sarana
Produksi yang
Digunakan

32

33