12
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan di awali berdirinya Bank Syariah pada tahun 1992 oleh bank yang di beri nama dengan Bank Muamalat Indonesia BMI, sebagai pelopor berdirinya
perbankan yang berlandaskan sistem syariah, kini bank yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat
mempesonakan. Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di
awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tanwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam
bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majelis Ulama Indonesia MUI berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syariah, yang
dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan dibahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada
Musyawarah Nasional IV MUI yang belangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah menurut mereka, hanyalah produk-produk pada bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada
tataran teorinya saja, sedangkan prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil
dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
13 pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi barometer
bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut lebih disebabkan pada tuntutan
yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan dengan basis pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan
bagi bank syariah. Agar bagaimana sistem bagi hasil menjadi karakteristik operasional bank
syariah, tentunya banyak hal yang harus dibenahi dan dipersiapkan, disamping perbaikan pada sistem, jaringan dan manajemen, mempersiapkan sumber daya
manusia yang paham dan mengerti ekonomi dan keuangan syariah, baik teori dan praktek merupakan kondisi mendasar bagi bank syariah untuk dipersiapkan.
Penghimpunan dana masyarakat diperbankan syariah menggunakan instrumen yang sama dengan penghimpun dana pada perbankan konvensional,
yaitu instrumen giro, tabungan, dan deposito. Ketiga jenis ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga DPK. Kendati menggunakan instrumen yang sama,
mekanisme kerja masing-masing instrumen penghimpun bank konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpun dana syariah
terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan oleh bank konvensional dalam memberikan keuntungan kepada nasabah. Ketentuan tentang larangan
haramnya menggunakan mekanisme bunga bagi bank syariah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional DSN dalam fatwa Nomor 1 tentang Giro, Nomor 2
tentang Tabungan, dan Nomor 3 tentang Deposito Rizal, 2014:25.
Universitas Sumatera Utara
14 Pada masing-masing fatwa tersebut, juga difatwakan mekanisme alternatif
yang dibenarkan prinsip syariah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 1 Tahun 2000 tentang Giro, disebutkan bahwa mekanisme giro yang dibenarkan berdasarkan
prinsip syariah adalah giro yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Selanjutnya, berdasarkan fatwa DSN Nomor 2 Tahun 2000 tentang Tabungan,
mekanisme tabungan yang dibenarkan bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Adapun untuk deposito, dinyatakan
dalam fatwa DSN Nomor 3 Tahun 2000, bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah. Oleh karena mekanisme
penghimpun dana pihak ketiga hanya mengenal dua jenis, yaitu wadi’ah titipan dan mudharabah bagi hasil, secara teori pengklasifikasian penghimpun dana di
bank syariah didasarkan pada penghimpunan berdasarkan wadi’ah dan dana penghimpunan berdasarkan mudharabah.
Tabungan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Sama halnya dengan giro,
mekanisme tabungan yang dibenarkan oleh DSN bagi bank syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah. Tabungan
mudharabah harus mengikuti ketentuan mudharabah yang ditetapkan DSN, sedangkan tabunganwadi’ah harus mengikuti ketentuan wadi’ah yang difatawakan
Universitas Sumatera Utara
15 DSN. Dalam praktik perbankan syariah di Indonesia, sebagian besar bank syariah
menggunakan skema tabungan mudharabah. Pada prinsipnya, dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan tetapi
agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan
apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati dalam akad. Sedangkan pengembalian dana syirkah temporer
dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri. Jika dari pengelolaan dana syirkah
temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil
usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian, kerugian financial menjadi tanggungan pemilik
dana. Prinsip pembagian hasil mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip
bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto groos profit bukan total pendapatan usaha omset. Adapun
dalam bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana modal mudharabah.
Pembayaran imbalan bank syariah kepada deposan pemilik dana dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh bank
sebagai mudharibatas pengelolaan mudharabah tersebut, apabila bank syariah
Universitas Sumatera Utara
16 memperoleh hasil usaha yang besar maka distribusi hasil usaha didasarkan pada
jumlah yang besar, sebaliknya apabila bank syariah memperoleh hasil usaha yang sangat kecil maka distribusi hasil usaha didasarkan pada jumlah yang kecil. Hal ini
berbeda dengan bank konvensional, dimana pembayaran imbalan dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap, tidak terpengaruh pendapatan yang diterima
oleh bank konvensional. Bank syariah menjalankan fungsi sebagai manager investasi dari pemilik dana deposan karena besar kecilnya pendapatan atau
imbalan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada keahliankeprofesionalisan para pengola bank syariah. Sarana untuk melakukan
perhitungan distribusi hasil usaha antara pemilik dana shihabul maal dengan pengelola dana mudharib ini yang lazimnya disebut dengan “Perhitungan
Distribusi Hasil Usaha” Profit Distribution. Konsep ini terdapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang
diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik dana dan pengelola dana sehingga besarnya benefit yang diperoleh deposan sangat
tergantung kepada kemampuan bentuk dalam menginvestasikan dana-dana yang diamanahkan kepadanya.
Belum adanya standar pola operasi yang dikeluarkan oleh otoritas moneter menjadikan bank-bank syariah pada saat ini sudah beroperasi melakukan adopsi
atau menyusun pola operasi secara sendiri-sendiri. Ketidakseragaman pola operasi yang diterapkan pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter, pemilik dana
Universitas Sumatera Utara
17 serta bank yang bersangkutan melakukan kontrol serta mengukur tingkat
kepatuhan dan keberhasilan dari usaha bank-bank tersebut. Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai
seorang wali amanah, yakni dengan harus berhati-hati atau bijaksana serta bertindak baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat
kesalahan atau kelalaiannya. Disamping itu bank syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh
keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar batas syariah. Pembiayaan memiliki peranan penting dalam mengelola dana deposito dan tabungan, karena
pembiayaan merupakan bagian terbesar dari pendapatan bank dan tentunya pula berpengaruh terhadap bagi hasil yang diterima nasabah pemilik dana. Apabila
bank syariah tidak mampu menyalurkan pembiayaannya, sementara dana yang terhimpun dari shahibul maal dana pihak ketiga terus bertambah, maka akan
terdapat banyak dana idle mengangur, yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan dari margin bagi hasil. Hal ini pula yang menyebabkan penurunan
dana pihak ketiga DPK pada Bank Syariah. Dari hasil pembiayaan, bank syariah akan membagihasilkan kepada
pemilik dana atau pemilik deposito sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan telah dituangkan dalam akad pembukuan rekening. Dalam mengelola dana
tersebut, bank tidak bertanggungjawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila terjadi itu adalah miss management salah
urus, oleh karena itu bank bertanggungjawab penuh atas kerugian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
18 Tabungan merupakan salah satu instrumen keuangan utama bank islam
dalam mengarahkan dana masyarakat, juga dianggap sebagai instrumen keuangan yang utama untuk menarik dana pihak ketiga yang lain bagi sistem perbankan
islam. Oleh karena itu bank harus lebih giat untuk mengembangkan kegiatan operasioanalnya dalam hal untuk menarik minat masyarakat agar dapat
menginvestasikan dananya berupa tabungan. Dalam menabung, nasabah memiliki beragam motif dan tujuan. Seperti untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian
yang akan datang, untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan, ataupun untuk mengakumulasikan kekayaannya.
Dengan menabung, maka seseoarang rela mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapatkan hasil return di masa yang akan
datang. Demikian pula seseorang akan mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkan dananya pada sektor produktif. Perbankan
syariah menekankan pada profit sharing, dengan pengertian bahwa simpanan yang ditabung atau didepositokan pada bank syariah nantinya akan digunakan untuk
pembiayaan ke sektor rill oleh bank syariah kemudian hasil atau keuntungan yang didapat akan dibagi menurut nisbah yang disepakati bersama. Jika keuntungan
yang didapat besar maka bagi hasil yang didapat juga besar, berbeda dengan bank umum konvensional yang menerapkan sistem bunga dalam pengambilan
keuntungannya, sehingga keuntungan yang didapat oleh para nasabahnyapun bersifat tetap tanpa memperdulikan apakah bank tersebut memperoleh keuntungan
besar ataupun kecil. Akan tetapi, walaupun resikonya cukup besar, banyak
Universitas Sumatera Utara
19 masyarakat sekarang yang menjadikan bank syariah sebagai ladang bisnis yang
menggiurkan dan lebih berminat untuk mendepositokan dananya pada bank syariah yang dikarenakan tingkat keuntungan dari dana yang di investasikan lebih
besar. Seperti bank konvensional, bank syariah juga memberikan jasa-jasa
pembiayaan. Jasa-jasa pembiayaan yang diberikan bank syariah jauh lebih beragam daripada jasa-jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank
konvensional. Mengenai jasa pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank Islam bukan saja pembiayaan dalam bentuk apa yang disebut dalam istilah perbankan
konvensional sebagai kredit, tetapi juga memberikan jasa-jasa pembiayaan yang biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan multi finance company, seperti
leasing, hire purchase, pembelian barang oleh nasabah bank kepada bank Islam yang bersangkutan dengan cicilan, pembelian barang oleh bank Islam kepada
perusahaan manufaktur dengan pembayaran di muka, penyertaan modal equity participation atau venture capital.
Jasa-jasa perbankan Islam terkait dengan jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah dikemas dalam produk-produk yang ada dalam bank syariah,
salah satunya adalah pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah merupakan jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan.
Sedangkan pola pelayanannya dengan memakai jenis pembelian berdasarkan pesanan. Pada perjanjian murabahahatau mark-up, bank membiayai pembelian
barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu
Universitas Sumatera Utara
20 dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan
menambah suatu mark-up atau keuntungan. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit.
Akutansi memiliki kerangka teori konseptual yang menjadi dasar pelaksanaan tekhnik-tekhniknya, kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar
tekhnik, prinsip dan praktik yang sudah diterima oleh umum karena kegunaannya dan kelogisannya. Standar itu disebut dengan standar akuntasi, di
Indonesia berlaku Prinsip Akuntansi Indonesia diganti menjadi Standar Akuntansi Keuangan SAK Indonesia kemudian diganti menjadi Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan PSAK. Standar akuntasi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua
pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan kepuasan terhadap laporan keuangan. Standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangan dan tuntutan
masyarakat. Dalam penyusunan standar akuntansi ini ada tiga kemungkinan:
1. Diserahkan sepenuhnya kepada kekuatan atau mekanisme pasar;
2. Diserahkan kepada swastaprofesi; atau
3. Diserahkan pada pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
21 Standar akuntansi ini pada umumnya disusun oleh lembaga resmi yang
diakui pemerintah, profesi, dan umum. Kalau di Indonesia yang berwenang menyusun ini adalah Dewan Standar Akuntansi Keuagan yang berada dibawah
naungan IAI Ikatan Akuntansi Indonesia. Dewan Standar Akuntansi menyerahkan hasil kerjanya kepada komite pengesahan Standar Akuntansi
Keuangan Indonesia dan akhirnya akan ditetapkan dan disahkan dalam kongres IAI.
Dari dasar inilah penulis berinisiatif untuk mengangkat sebuah judul skripsi tentang “ Analisis Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah,
Murabahah dan Perlakuan Akuntansinya Pada Bank Syariah yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah