Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional Basyarnas

C. Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional Basyarnas dan

Pengadilan Agama

1. Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional Basyarnas

Pengadilan yang berwenang melaksanakan eksekusi putusan arbitrase syariah adalah Pengadilan Agama. Mahkamah Agung memberi kewenangan tersebut kepada Pengadilan Agama. Penunjukan Pengadilan Agama ini berdasarkan UU No 3 Tahun 2006, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Penunjukan Pengadilan Agama tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA No 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Selain memastikan wewenang eksekusi putusan Basyarnas di tangan Pengadilan Agama, SEMA No 8 Tahun 2008 ini juga menegaskan bahwa putusan Badan Arbitrase Syariah bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Karena itu, para pihak harus melaksanakan putusan Basyarnas secara sukarela. Dalam hal putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, Ketua Pengadilan Agama mengeluarkan perintah eksekusi atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Hal ini sesuai dengan Pasal 60 UU No 30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak Putusan Basyarnas tidak bisa dilaksanakan begitu saja. SEMA No 8 Tahun 2008 mengajukan beberapa syarat yaitu dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan Basyarnas diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya ke panitera Pengadilan Agama. Kedua, penyerahan dan pendaftaran dilakukan dengan mencatat dan menandatangani pada bagian pinggir atau akhir putusan. Ketiga, arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter kepada Panitera Pengadilan Agama. Prosedur tersebut harus dilaksanakan. Jika tidak, bisa berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran dibebankan kepada para pihak. SEMA No 8 Tahun 2008 juga menyatakan bahwa setelah menerima permohonan eksekusi dari salah satu pihak, Ketua Pengadilan Agama wajib memeriksa terlebih dahulu tiga hal. Setelah memeriksa ketiga hal inilah baru Ketua Pengadilan Agama menerbitkan perintah pelaksanaan eksekusi putusan, ketiga hal tersebut adalah: a. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui Basyarnas dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak; b. Memastikan apakah sengketa tersebut adalah sengketa di bidang ekonomi syariah dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang- undangan dikuasai sepenuhnya pihak yang bersengketa; c. Memeriksa apakah putusan Basyarnas tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah. Dengan demikian, Ketua Pengadilan Agama tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan Basyarnas. Pada tahun 2008 Mahkamah Agung menjawab keresahan masyarakat terkait masalah eksekusi putusan Basyarnas dengan SEMA Nomor 8 Tahun 2008, yang isinya terkait dengan kewenangan eksekutorial putusan Basyarnas ada pada Pengadilan Agama. Namun pada tahun 2009, pembuat konstitusi membuat UU No 48 Tahun 2009. Dalam Pasal 59 Ayat 1 UU No 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh paran pihak yang bersengketa. Dalam Ayat 3 menyatakan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Penjelasan Pasal 59 Ayat 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan arbitrase dalam ketentuan ini termasuk juga arbitrase syariah. Hal ini menegaskan bahwa eksekusi putusan arbitrase syariah berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri. Hal ini kembali memberi pelajaran hukum bagi kita untuk tidak menerima secara mentah produk hukum, namun perlu koreksinya kembali. Dadan Muttaqien, dalam hal ini juga mengajukan permohonan judicial review Penjelasan Pasal 59 Ayat 1 dan Pasal 59 Ayat 3 UU No 48 Tahun 2009 kepada Mahkamah Konstitusi agar masyarakat tidak dibuat kebingungan dengan produk hukum negara kita Achmad Cholil, Dualisme Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, http:www.hukumonline.comberitabacahol1872dualismepenyelesaian -sengketa-perbankan-syariah diakses tanggal 25 Maret 2010 pukul 19:00 wib. Dua bulan setelah pengajuan judicial review oleh Dadan Muttaqien terkait penjelasan Pasal 59 Ayat 3 UU No 48 Tahun 2009. Ia mengajukan penarikan kembali permohonan judicial review, dan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut dengan Surat Ketetapan Nomor 9PUU-VIII2010 yang isinya adalah mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon, menyatakan bahwa perkara pengajuan judicial review terhadap UU No 48 Tahun 2009 ditarik kembali dan tidak dapat diajukan kembali. Berdasarkan uraian di atas maka eksekusi putusan Basyarnas dilakukan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Agama berdasarkan SEMA No 8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Basyarnas. Sehingga undang-undang yang dibuat