Pemodelan Persamaan Simultan Dengan Metode Pendugaan 2sls Dan 3sls Untuk Kesejahteraan Nelayan Di Indonesia.

PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE
PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN
NELAYAN DI INDONESIA

WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Persamaan
Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan
Nelayan di Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Widyawan Candra Yunianto
G152130504

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

RINGKASAN
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Pemodelan Persamaan Simultan dengan
Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia.
Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan SASMITO HADI WIBOWO.
Nilai tukar nelayan (NTN) telah ditetapkan sebagai salah satu sasaran
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional, sehingga menjadi indikator
kesejahteraan nelayan yang sangat penting. Selama ini, NTN dihitung berdasarkan
harga barang dan jasa baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga
yang dikumpulkan setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada
volume tahun dasar. Sebagai akibatnya, NTN kurang akurat untuk
menggambarkan kondisi aktual.

Di sisi lain, sehubungan dengan perencanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), pemerintah perlu mengetahui bagaimana asumsi-asumsi
ekonomi makro mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah model komprehensif yang mampu
menghubungkan sisi produksi dan indikator-indikator ekonomi makro secara
simultan untuk meramalkan NTN. Fokus perhatian lainnya adalah untuk meneliti
metode pendugaan parameter yang lebih baik antara Two Stage Least Squares
(2SLS), sebagai pendekatan persamaan tunggal, dan Three Stage Least Squares
(3SLS), sebagai pendekatan sistem. Pada bagian akhir studi ini, model terbaik
yang diperoleh digunakan untuk menyusun simulasi kebijakan.
Penelaahan terhadap data Indonesia sejak Januari 2008 – Juni 2014
menunjukkan adanya hubungan simultan yang nyata antara produksi, indikator
ekonomi makro, dan NTN. Metode 3SLS menghasilkan dugaan parameter yang
lebih baik karena memiliki Mean Square Error (MSE) yang lebih kecil dengan Rsq = 99.13%. Meskipun demikian, metode 2SLS dan 3SLS memiliki keakuratan
yang relatif sama untuk meramalkan NTN.
Simulasi kebijakan memperlihatkan bahwa kondisi asumsi makro ekonomi
ideal yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan adalah:
menguatnya nilai rupiah terhadap USD, terjaganya stablitas harga barang
konsumsi, dan turunnya harga minyak dunia.
Kata Kunci: nilai tukar nelayan, model persamaan simultan, 2SLS, 3SLS


SUMMARY
WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO. Simultaneous Equations Modelling
Using 2SLS and 3SLS Methods for Fishermen’s Term of Trade of Indonesia.
Supervised by I MADE SUMERTAJAYA and SASMITO HADI WIBOWO.
After being set as one of national targets, Fishermen’s Term of Trade
(NTN) has become a vital indicator for fishermen's welfare. For years, NTN is
calculated based on the price of goods and services both in terms of production,
costs, and household consumption. While cost of consumption is based on actual
data which was collected every month, the production refers to the volume of the
base year, so it is less accurate in describing the actual condition.
On the other side, dealing with State Budget planning, the government
needs to know how macroeconomic assumptions affect fishermen’s welfare.
Therefore, the purpose of this study is to find a comprehensive model that
simultaneously links the production side and economic indicator to predict NTN.
Another focus is to investigate which estimation method is better, between Two
Stage Least Squares (2SLS), as a single equation approach, and Three Stage Least
Squares (3SLS), as a system approach. At the end of the study, policy simulation
is arranged to implement the best model.
Studying the Indonesian data from January 2008 – June 2014 shows that

there are significant simultaneous relationships among production, macro
assumption and NTN. The 3SLS gives better parameter estimates since it has less
Mean Square Error (MSE) with R-sq=99.13%. But, in order to fit the NTN, the
2SLS and 3SLS have the same accuracy.
Policy simulation shows that in order to achieve an increase in the welfare
of fishermen that are reflected in NTN, the ideal conditions of macroeconomic
assumptions that are expected: strengthen the rupiah against the USD, maintain
price stability of consumer goods, and decline world oil price.
Keywords: fishermen terms of trade, simultaneous model, 2SLS, 3SLS

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


PEMODELAN PERSAMAAN SIMULTAN DENGAN METODE
PENDUGAAN 2SLS DAN 3SLS UNTUK KESEJAHTERAAN
NELAYAN DI INDONESIA

WIDYAWAN CANDRA YUNIANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erfiani, MSi

Judul Tesis
Nama

NIM

: Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan
2SLS dan 3SLS untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia
: Widyawan Candra Yunianto
: G152130504

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Ketua

Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan


Dr Ir Indahwati, MSi

Tanggal Ujian : 18 September 2015

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pemodelan Persamaan Simultan dengan Metode Pendugaan 2SLS dan 3SLS
untuk Kesejahteraan Nelayan di Indonesia”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
dan Bapak Dr Ir Sasmito Hadi Wibowo, MSc selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran. Di samping itu, penulis
menyampaikan penghargaan kepada rekan-rekan di Subdirektorat Harga

Perdesaan Badan Pusat Statistik (BPS) atas bantuan penyediaan data, dan
tentunya terima kasih kepada Pimpinan BPS atas kesempatan yang diberikan
untuk menempuh pendidikan jenjang Magister Statistika Terapan. Ungkapan
terima kasih penulis sampaikan kepada istri tercinta Larasati, kepada orang tua,
dan teman-teman seperjuangan di Statistika IPB atas kasih sayang, pengertian,
bantuan, dan kebersamaannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu saran dan masukan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian selanjutnya
dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Besar harapan penulis agar penelitian
ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Bogor, September 2015
Widyawan Candra Yunianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS
Masalah Identifikasi
Metode Pendugaan Parameter
Metode Two-Stage Least Squares (2SLS)
Metode Three-Stage Least Squares (3SLS)
Nilai Tukar Nelayan (NTN)

3
3
5
5
6
7
8

3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis

9

9
9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia
Eksplorasi Peubah Penelitian
Model Persamaan Simultan
Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro,
dan Nilai Tukar Nelayan
Keakuratan Peramalan
Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan
Indonesia Tahun 2015

13
13
13
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

26

18
19
21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Daftar peubah penelitian
Identifikasi persamaan struktural
Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS
Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS
Nilai statistik Durbin Watson pada ketujuh persamaan struktural
Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS
Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS
NTN hasil simulasi menurut berbagai alternatif nilai kurs rupiah dan
harga barang konsumsi

10
16
16
16
17
20
21
23

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur model simultan
2 Alur penelitian
3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia
Januari 2008 – Desember 2014
4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan
5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan
6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari
7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan ramalannya dengan
metode 2SLS dan 3SLS
8 Nilai ramalan dan aktual NTN 2015

9
12
13
14
14
15
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Eksplorasi peubah berdasarkan ACF, PACF, dan CCF
2 Analisis ragam (ANOVA) untuk metode pendugaan 2SLS
3 Simulasi kebijakan menurut pergerakan harga minyak dunia

26
31
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dengan dua pertiga
wilayahnya berupa lautan. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia No. KEP. 18/MEN/2011, luas wilayah laut Indonesia adalah
5,8 juta km2, dengan panjang pantai 95.181 km. Kondisi alam ini menjadikan
Indonesia memiliki potensi perikanan dan berbagai sumber daya laut yang sangat
besar. Sebagai amanah konstitusi, potensi-potensi tersebut harus diupayakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan sumber daya perikanan dan
kelautan yang optimal tercermin pada peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai
pelaku kegiatan ekonomi yang langsung berhubungan dengan sumber daya
tersebut. Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah salah satu proxy indicator untuk
mengukur tingkat kesejahteraan nelayan.
Kesejahteraan nelayan kini mendapat perhatian pemerintah secara lebih nyata.
Mulai tahun 2014, dalam Pasal 38 UU No. 23 Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014 dan Pasal 32 UU
No. 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun Anggaran 2015, secara eksplisit
disebutkan bahwa peningkatan NTN merupakan salah satu tujuan pembangunan
nasional dan pertumbuhan ekonomi. Ini berarti bahwa seberapa besar peningkatan
NTN yang diinginkan menentukan nilai-nilai asumsi ekonomi makro, yang pada
gilirannya mempengaruhi postur anggaran pemerintah.
NTN, yang merupakan komponen dari Nilai Tukar Petani (NTP), diperoleh
dari perbandingan antara indeks harga yang diterima nelayan (IT) dan indeks
harga yang dibayar oleh nelayan (IB) dikali dengan seratus. Jika NTN suatu
daerah di atas seratus, itu berarti bahwa nelayan mengalami surplus. Harga
produksi meningkat lebih cepat dari kenaikan harga konsumsi. Pendapatan
nelayan meningkat lebih cepat daripada pengeluaran. Semakin tinggi NTN yang
diraih suatu wilayah, maka semakin sejahtera tingkat kehidupan nelayan di
wilayah tersebut dan sebaliknya. NTN dihitung berdasarkan harga barang dan jasa
baik dari segi produksi, biaya, dan konsumsi rumah tangga yang dikumpulkan
setiap bulan, sedangkan volume produksi mengacu pada volume tahun dasar,
sehingga kurang akurat untuk menggambarkan kondisi aktual. Oleh karena itu
perlu melibatkan volume produksi secara berkala (bulanan) untuk melihat
kesejahteraan yang sebenarnya.
Penyusunan indeks baru NTN dengan memasukkan indeks unsur kuantitas
dalam bentuk indeks produksi dan indeks konsumsi bulanan masih terkendala
masalah kesepakatan bersama, ketersediaan data dan analisis (Bappenas 2013).
Hal ini mendorong peneliti untuk menghubungkan NTN dengan berbagai faktor
yang mempengaruhi, terutama dari sisi produksi, dan mengaitkannya dengan
indikator-indikator penyusun asumsi ekonomi makro yang mengarah pada
simulasi kebijakan untuk perencanaan pembangunan.
NTN baru mulai disusun sejak tahun 2008. Ketersediaan runtun data bulanan
ini dirasa masih belum cukup panjang apabila dikaji menggunakan analisis deret
waktu (time series). Sebagai alternatif solusi, penyusunan model NTN secara

2

simultan berdasarkan faktor-faktor sisi produksi yang mempengaruhi dan juga
dengan berbagai indikator ekonomi dapat digunakan untuk meramalkan NTN.
Model persamaan simultan memungkinkan terjadinya hubungan dua arah
antara peubah dependen dan idependen. Selain itu. peubah dependen pada suatu
persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah independen dalam persamaan
lain. Dengan demikian terjadi keraguan mana yang benar-benar merupakan
peubah dependen atau peubah independen. Penggunaan metode Ordinary Least
Square (OLS) untuk menduga parameter dalam konteks persamaan simultan
menjadi tidak tepat, karena terdapat asumsi yang dilanggar yaitu tak ada korelasi
antara peubah penjelas dengan galat stokastiknya. Jika dipaksakan terus
menggunakan metode OLS, maka hasil penaksiran akan memberikan penduga
yang bias dan tak konsisten.
Untuk mengatasi masalah dari OLS ini, pendugaan dapat dilakukan dengan
metode persamaan tunggal maupun pendekatan sistem. Dalam model sistem
persamaan simultan, setiap persamaan secara individu mungkin sangat baik tetapi
model sebagai suatu keseluruhan dapat sangat buruk dalam meniru data historik.
Sebaliknya mungkin terjadi suatu persamaan secara individu dari model adalah
sangat buruk, tetapi ketika model digunakan sebagai suatu keseluruhan dapat
meniru data time series dengan sangat baik. Sebagaimana ditekankan oleh
Pindyck dan Rubinfeld (dalam Nadapdap 1990), bahkan jika semua persamaan
secara individu cocok dengan data dengan baik secara statistika, tidak ada jaminan
bahwa model sebagai suatu keseluruhan akan dapat meniru rangkaian data yang
sesungguhnya secara baik. Untuk itu, agar diperoleh model simultan yang paling
baik perlu dibandingkan berbagai metode pendugaan. Dalam penelitian ini
dibatasi pada Two Stage Least Squares (2SLS) untuk metode persamaan tunggal
dan Three Stage Least Squares (3SLS) untuk metode sistem.

Identifikasi Masalah
1. Bagaimana model ekonomi yang mampu menjelaskan hubungan produksi dan
indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap nilai tukar nelayan?
2. Bagaimana pendugaan parameter model dengan pendekatan persamaan
tunggal (2SLS) dan dengan pendekatan sistem (3SLS)? Metode manakah yang
menghasilkan ramalan yang lebih baik?
3. Bagaimana simulasi kebijakan perencanaan pembangunan yang mampu
dirumuskan oleh model tersebut?

Tujuan Penelitian
1. Memperoleh model ekonomi yang mampu menjelaskan pengaruh dan
keterkaitan secara menyeluruh antara faktor-faktor pada sisi produksi dan
indikator-indikator asumsi ekonomi makro terhadap kesejahteraan nelayan.
2. Menduga parameter model dan membandingkan hasil ramalan kesejahteraan
nelayan antara pendekatan 2SLS dan 3SLS pada model simultan.
3. Membuat simulasi kebijakan asumsi makro untuk kesejahteraan nelayan tahun
2015.

3

Manfaat Penelitian
1. Penyusunan model NTN secara simultan yang melibatkan produksi perikanan
dari waktu ke waktu dan berbagai indikator asumsi makro dapat menjadi
pendekatan alternatif untuk meramalkan nilai NTN yang lebih mencerminkan
kesejahteraan nelayan yang sebenarnya.
2. Model yang dihasilkan dan simulasi kebijakan yang dilakukan dapat
digunakan oleh stock holder dalam hal ini Badan Pusat Statistik (BPS) dan
stake holder (Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, dan Komisi XI DPR) dalam penetapan asumsi makro ekonomi
untuk penyusunan APBN terkait dengan target kesejahteraan nelayan yang
ingin dicapai.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan Simultan, Masalah Bias dan Ketidakkonsistenan Penduga OLS
Model persamaan simultan adalah suatu model yang memiliki lebih dari satu
persamaan yang saling terkait. Dalam model ini, peubah respon pada suatu
persamaan dapat juga bertindak sebagai peubah penjelas pada persamaan lainnya
(Gujarati 2004).
Model sistem persamaan simultan dalam bentuk struktural dengan G peubah
endogen dan K peubah eksogen (predetermined), secara umum dapat dituliskan
sebagai berikut (Seddighi et al. 2000):

(1)

apabila ditulis dalam matriks menjadi:

[
atau
dengan:

][

]

[

][

]

[

]

(2)

, t = 1,2, … , n
(3)
adalah matriks GxG dari koefisien peubah endogen
adalah vektor Gx1 dari peubah endogen untuk waktu t
adalah matriks GxK dari koefisien peubah eksogen
adalah vektor Kx1 dari peubah eksogen (predetermined)
pada waktu t

4

adalah vektor Gx1 dari galat struktural pada waktu t
Model ini dibangun dengan didasari asumsi galat yang sama dengan asumsi pada
regresi klasik, yaitu:

(

)

, untuk semua t, dan i=1,2, … , G dimana
, untuk t≠s, dan i=1,2, … , G
, untuk semua t dan i,j =1,2, … , G dimana

(4)

yang dalam bentuk matriks menjadi:
[

, dan

, dengan

] (5)

Karena model (1) lengkap, maka umumnya persamaan dapat diselesaikan untuk
peubah-peubah endogennya. Penyelesaian ini disebut model bentuk sederhana
(reduced form), dan ditulis sebagai:

(6)

apabila ditulis dalam matriks menjadi:

[

]

][

[

]

[

]

, t = 1,2, … , n

atau

(7)

(8)

dengan adalah matrik GxK dari koefisien-koefisien reduced form ( ), dan
adalah vektor Gx1 dari galat reduced form pada waktu t.
Jika kembali ke persamaan (3) yang kemudian dapat ditulis menjadi:
(9)
dan dengan asumsi matriks
dan

ada, maka dari (8) dan (9) dapat diperoleh
(10)

Persamaan (10) memperlihatkan bahwa koefisien-koefisien dari reduced form
adalah fungsi dari koefisien persamaan struktural, dan setiap galat dari reduced
form merupakan fungsi linier dari seluruh galat persamaan struktural. Dengan
demikian, sifat-sifat stokastik dari galat reduced form bergantung pada sifat-sifat
stokastik dari galat persamaan struktural.

5

Terkait dengan pendugaan parameter, konsekuensi dari adanya
simultanitas adalah suatu peubah endogen biasanya berkorelasi dengan galat dari
persamaan yang memasukkan peubah endogen tersebut sebagai peubah penjelas.
Dalam hal ini metode OLS tidak dapat diterapkan karena penduga yang dihasilkan
bias dan tidak konsisten. Gujarati (2004) menunjukkan dengan ilustrasi model
Keynes untuk penentuan pendapatan, bahwa penduga OLS yang dihasilkan
berbias dan tidak konsisten, dan biasnya tidak akan hilang dengan seberapa pun
besarnya ukuran sampel.

Masalah Identifikasi
Masalah identifikasi adalah masalah apakah parameter persamaan struktural
dapat diduga dari persamaan bentuk sederhana (reduced form) yang diketahui.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk suatu persamaan yang dapat
diidentifikasi, yaitu syarat order dan rank. Syarat order, dalam Seddighi et al.
(2000), dinyatakan bahwa dalam suatu model yang terdiri dari G persamaan
simultan dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined, sebuah
persamaan yang melibatkan g peubah endogen dan k peubah predetermined dapat
teridentifikasi jika jumlah dari peubah predetermined yang dikeluarkan dari
persamaan (K-k) tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan
dalam persamaan dikurangi satu (g-1), atau dinyatakan dengan K-k ≥ g-1.
Syarat order hanya merupakan syarat perlu (necessary condition) tetapi belum
merupakan syarat cukup (sufficient condition) jika tidak menyertakan syarat rank.
Syarat rank menghendaki bahwa dalam suatu model dengan G persamaan
simultan, sebuah persamaan dapat teridentifikasi jika dan hanya jika ada matriks Δ
yang memiliki rank sama dengan jumlah persamaan dikurangi satu. Matriks ini
dibentuk dari koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan
tersebut tetapi dimasukkan pada persamaan lain dalam model.
Secara singkat, kemungkinan identifikasi dari sebuah persamaan adalah:
1. Overidentified
: jika K-k > g-1 dan rank (Δ) = G-1
2. Exactly identified : jika K-k = g-1 dan rank (Δ) = G-1
3. Underidentified : jika K-k ≥ g-1 dan rank (Δ) < G-1, atau jika K-k < g-1
Metode Pendugaan Parameter
Untuk mengantisipasi bias dan ketidakkonsistenan pendugaan parameter
dengan metode OLS secara langsung, Seddighi et al. (2000) dan Greene (2003)
mengelompokkan metode pendugaan parameter persamaan struktural menjadi
dua, yaitu:
1. Metode persamaan tunggal, yaitu metode yang menduga setiap persamaan
dalam model sendiri-sendiri tanpa memperhatikan informasi dari persamaan
lain dalam sistem (limited information methods). Metode yang termasuk di
dalamnya adalah:
- OLS, khusus hanya untuk model rekursif
- Indirect Least Square (ILS), khusus untuk model yang exactly identified
- Instrumental Variable (IV)

6

- Two Stage Least Square (2SLS)
- Limited Information Maximum Likelihood (LIML)
2. Metode sistem, yaitu metode yang menduga semua persamaan dalam model
secara simultan dengan memanfaatkan seluruh informasi yang terkandung
dalam semua persamaan (full information methods). Metode yang termasuk di
dalamnya adalah:
- Three Stage Least Square (3SLS)
- Full Information Maximum Likelihood (FIML)
Dengan demikian, sebagai solusi untuk persamaan-persamaan yang overidentified
dapat digunakan antara lain 2SLS sebagai metode persamaan tunggal dan 3SLS
sebagai metode sistem.
Metode Two-Stage Least Squares (2SLS)
Sebagai ilustrasi, persamaan berikut dengan g peubah endogen dan k
peubah predetermined, adalah persamaan yang overidentified dalam model
struktural dengan G peubah endogen dan K peubah predetermined.
(11)
] dan
[
]
[
dengan
[
],
],
[
]
[
Jika
adalah penduga bagi
,maka langkah-langkah 2SLS adalah sebagai
berikut:
Langkah 1. Menerapkan metode OLS pada persamaan bentuk sederhana berikut
ini
, untuk i = 1,2, … , g
(12)
untuk memperoleh penduga koefisien bentuk sederhana
,
dengan
adalah dugaan bagi
, dan menggunakan dugaan ini untuk
̂
memperoleh nilai dugaan , yaitu
.
Langkah 2. Menggunakan nilai dugaan
untuk membentuk matriks ̂
̂ ] dan kemudian menerapkan metode
] dengan ̂

[̂ ̂
OLS pada persamaan
̂
̂
(13)
dengan = komponen galat, untuk mendapatkan penduga 2SLS
̂
̂ ̂
(14)
Dengan demikian, penduga 2SLS yang dinyatakan dalam nilai peubah asal untuk
persamaan ke-i dapat ditulis sebagai:
̂
̂ ̂
]
[
(15)
̂ ̂
dan
var-cov (
)=
dengan
(16)
Untuk persamaan yang exactly identified dapat ditunjukkan bahwa penduga 2SLS
sama dengan penduga Indirect Least Square (ILS), dan dapat diintepretasikan
sebagai sebuah penduga Instrumental Variable (IV) (Johnston 1984 dalam
Seddighi et al. 2000).

7

Metode Three-Stage Least Squares (3SLS)
Dengan mengulang persamaan (11), sebuah model struktural dapat ditulis
sebagai:


(17)

] dan
[
]
[
Sistem ini juga dapat ditulis sebagai
dengan

[

],

[

],

[

],

[ ]

(18)

Untuk menghindari masalah korelasi antara peubah penjelas endogen
dengan
, untuk i= 1, 2, …,G, dapat digunakan nilai dugaan
, dari regresi
dengan
semua peubah predetermined dalam model, pada peubah penjelas endogen yang
bersesuaian. Sehingga dapat dituliskan sebagai:
̂
̂
̂
̂

(19)
̂
̂

̂
] dan
[
].

Sistem (19), yang tidak menyertakan berbagai fungsi identitas yang mungkin,
̂
dapat ditulis sebagai
(20)
̂
̂
dengan
[ ], ̂
,
[ ],
[ ]
̂ ]

[

Sistem di atas menghasilkan penduga 2SLS yang konsisten, yaitu
̂
̂ ̂
(21)
Jika diketahui sebuah penduga yang konsisten dari matriks
, yang
merupakan penduga matriks ragam peragam dari galat pada (20), maka kemudian
kita dapat menggunakan penduga generalized least square (GLS) Aitken, yaitu:
̂
̂
̂
(22)
Dengan mengetahui penduga 2SLS yang konsisten pada (21), maka dapat dihitung
penduga yang konsisten dari , yaitu W yang mengikuti:

[

]

(23)
untuk i,j=1,2, … , G dan

8

Dengan mensubstitusikan (23) ke (22) diperoleh penduga 3SLS sebagai berikut:
̂
̂
̂
(24)
̂
̂
(25)
dengan var-cov
Nilai Tukar Nelayan (NTN)
NTN merupakan komponen penyusun dari NTP, sehingga formula dan
intepretasinya pun sama. Pengukuran NTN dinyatakan dalam bentuk indeks
sebagai berikut:
(26)
dengan IT dan IB masing-masing adalah indeks harga yang diterima nelayan dan
indeks harga yang dibayar nelayan. IT dan IB diukur oleh BPS dengan
memodifikasi indeks Laspeyres sebagai berikut:




(27)

=harga bulan ke (ndengan:
=harga bulan ke n untuk jenis barang ke i,
= relatif harga bulan ke n untuk jenis barang ke
1) untuk jenis barang ke i,
i, =harga tahun dasar untuk jenis barang ke i,
= kuantitas pada tahun dasar
untuk jenis barang ke i, dan m=Banyaknya jenis barang yang tercakup dalam
paket komoditas.
Modifikasi indeks Laspeyres dilakukan dengan pertimbangan untuk
kemudahan operasional pengumpulan data di lapangan. Dengan mengasumsikan
bahwa kuantitas komoditas (Q) baik untuk yang dihasilkan maupun yang
dikonsumsi adalah tetap (sama dengan tahun dasar ( )), maka formula indeks
pada pembilang adalah jumlah dari relatif harga dikalikan dengan nilai konsumsi
periode sebelumnya. Formula ini mempermudah pengumpulan data karena cukup
dengan mencatat perkembangan harga komoditas dari bulan ke bulan. Kemudahan
lainnya adalah bahwa penggunaan asumsi nilai konsumsi yang tetap dapat
memungkinkan untuk melakukan penggantian komoditas tertentu yang sejenis
apabila komoditas tersebut tidak dihasilkan/dikonsumsi pada bulan tertentu.
Penelitian tentang NTN ini menggunakan pendekatan model persamaan
simultan yang strukturnya dibangun dengan memberikan penekanan pada sisi
produksi penangkapan ikan dan pengaruh dari indikator ekonomi makro. Sofia
(2010) menyebutkan dalam studinya bahwa produksi penangkapan ikan di
antaranya dipengaruhi oleh harga BBM, harga jual ikan, pegeseran musim, dan
kondisi cuaca. Elyerviana (2011) dan Ispahdianto (2012) menekankan faktor
eksternal yang mempengaruhi hasil tangkapan nelayan adalah kecepatan angin,
gelombang, kecerahan, dan suhu. Bappenas (2013) dalam skemanya menyebutkan
bahwa harga jual produk dan tingkat upah berpengaruh pada pendapatan usaha
dan pergerakan harga barang berpengaruh pada pola konsumsi petani/nelayan.
Pergerakan harga secara umum biasa ditunjukkan oleh laju inflasi. Simulasi
OECD-FAO tahun 2008 juga menunjukkan pengaruh signifikan harga BBM
terhadap harga produk pertanian (Colman 2009).

9

Berdasar hal-hal di atas, maka kerangka model simultan yang dibangun
adalah sebagai berikut:
Kecepatan
Angin (X1)
Curah Hujan
(X2)

Asumsi Makro

: Endogenous

Suhu (X4)

: Eksogenous/predetermined
Produksi
(Y1)

: Indikator ekonomi makro

Sunshine
(X3)
Harga Hasil
Produksi
(Y4)

Produksi
Minyak
Bumi (X5)

Indeks yg
diterima
(Y6)

Harga BBM
DN (Y2)
Harga
Minyak
Dunia (X6)
Inflasi (Y3)

Kurs Rupiah
(X7)

NTN (Y8)

Upah Buruh
(Y5)

Indeks yg
dibayar
(Y7)
Harga Barang
Konsumsi (X8)

Gambar 1 Struktur model simultan

3 METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
bersumber dari BPS, BMKG, Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian ESDM,
Bank Indonesia, dan US Energy Information Administration (USEIA). Series data
untuk pemodelan adalah mulai Januari 2008 sampai dengan Juni 2014. Data
harga yang digunakan untuk BBM dalam negeri (diwakili oleh bensin) dan harga
barang konsumsi adalah harga yang diukur di tingkat perdesaan. Sementara itu,
data inflasi yang digunakan adalah laju inflasi dari bulan ke bulan (month to
month). Tahun dasar yang digunakan dalam perhitungan NTN adalah tahun 2012.

Metode Analisis
Peubah-peubah yang digunakan dalam kajian model simultan ini adalah:

Kesejahteraan
Nelayan

10

Tabel 1. Daftar peubah penelitian
Peubah

Nama Peubah

Endogen 1. Produksi perikanan
tangkap (Y1)

2. Harga BBM DN (Y2)
3. Inflasi (Y3)
4. Rata-rata harga hasil
produksi
penangkapan ikan
(Y4)
5. Indeks upah buruh
penangkapan ikan
(Y5)
6. Indeks yg diterima
Nelayan (Y6)
7. Indeks yg dibayar
Nelayan (Y7)
8. Nilai Tukar Nelayan
(Y8)
Eksogen 1. Kecepatan Angin (X1)
2. Curah hujan (X2)
3. Lama penyinaran
matahari/Sunshine
(X3)
4. Suhu (X4)
5. Produksi minyak
bumi dan kondensat
(X5)
6. Harga minyak dunia
(X6)
7. Kurs tengah (X7)
8. Harga barang
konsumsi (X8)

Satuan

Tipe

Sumber Data

ton

Numerik Ditjen Perikanan
Tangkap,
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan.
rupiah/liter Numerik BPS
persen
Numerik BPS
rupiah
Numerik BPS

-

Numerik BPS

-

Numerik BPS

-

Numerik BPS

-

Numerik BPS

knot
mm
jam

Celsius
barel

Numerik BMKG
Numerik BMKG
Numerik BMKG

Numerik BMKG
Numerik Kementerian
ESDM

USD/barel Numerik USEIA
rupiah per
USD
rupiah

Numerik BI
Numerik BPS

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi Data
Eksplorasi dilakukan dengan mengamati perkembangan setiap series data dan
mengitung korelasi antar peubah untuk memperoleh gambaran hubungan yang
mungkin terjadi. Pada tahap ini, peneliti menelaah plot dari Autocorrelation
Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF) dari peubahpeubah endogen untuk mengetahui kemungkinan adanya regresi diri
(autoregression). Pola Cross Correlation Function (CCF) juga dilihat untuk
mengetahui keterlambatan pengaruh peubah eksogen terhadap endogennya.

11

2. Formulasi/Spesifikasi model
Berdasarkan skema pada Gambar 1, dibentuk tujuh persamaan struktural awal
dalam bentuk linier di luar NTN, dengan tujuh peubah endogen (G), dan
delapan peubah predetermined (K), yaitu:
i. Produksi penangkapan ikan:
ii. Harga BBM dalam negeri (bensin):
iii. Laju Inflasi:
iv. Harga jual produk perikanan:
v. Upah buruh penangkapan ikan:
vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
harga yang diterima nelayan:
vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
yang dibayar nelayan:
NTN (Y8) dalam hal ini berlaku sebagai identitas, namun tidak linier. Formula
persamaan struktural di atas kemudian dilengkapi dengan komponen lag dari
peubah endogen maupun eksogen berdasarkan hasil penelaahan ACF, PACF,
dan CCF pada tahap eksplorasi data.
3. Identifikasi Persamaan
Persamaan teridentifikasi jika jumlah peubah predetermined yang dikeluarkan
dari persamaan tidak kurang dari jumlah peubah endogen yang dimasukkan
dalam persamaan dikurangi satu, dan rank matriks yang dibentuk dari
koefisien dari semua peubah yang dikeluarkan dari persamaan tersebut tetapi
dimasukkan pada persamaan lain dalam model sama dengan jumlah
persamaan dikurangi satu (rank (Δ) = G-1) (Seddighi et al. 2000).
4. Pendugaan parameter
Parameter-parameter dari model lalu diduga dengan metode persamaan
tunggal 2SLS dan metode sistem 3SLS.
5. Pemeriksaan asumsi kenormalan, kehomogenan ragam, dan non-autokorelasi.
6. Pemilihan model terbaik
Untuk mendapatkan model terbaik, dilakukan dengan dua cara:
i. Penelaahan terhadap goodness of fit: Mean Square Error (MSE) dan R-sq
dari kedua metode. Mengingat metode 2SLS merupakan pendugaan
persamaan tunggal maka penghitungan MSE didekati dengan mencari
gabungan jumlah kuadrat galat (Sum square error (SSE)) yang diboboti
oleh kuadrat tengah total dan membaginya dengan total derajat bebas galat.
Sementara untuk menghitung R-sq, jumlah kuadrat total (Sum square total
(SST)) yang digunakan adalah gabungan SST dari seluruh persamaan.
ii. Ketepatan untuk meramalkan NTN (Y8), yang diukur dengan:
a. Root Mean Square Percentage Error:
̂

√ ∑

(28)

b. Mean Absolute Percentage Error:


|

̂

|

(29)

12

Model yang lebih baik adalah model yang memiliki MSE lebih kecil, R-sq
lebih besar, RMSPE dan MAPE yang lebih kecil.
7. Simulasi kebijakan asumsi makro ekonomi
Simulasi dilakukan untuk meramalkan NTN dengan menggunakan berbagai
kemungkinan nilai dari peubah-peubah eksogen yang mempengaruhi, terutama
terkait asumsi-asumsi makro ekonomi.
Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SAS melalui
prosedur SYSLIN.

Mulai

Eksplorasi data NTN, peubah terkait produksi/penerimaan,
peubah terkait pengeluaran, indikator makro ekonomi

Formulasi/Spesifikasii Model

Metode Persamaan Tunggal
(Limited information methods):
1. OLS
2. ILS
3. IV
4. 2SLS
5. LIML

Identifikasi Sistem Persamaan

Order Conditions

Metode Sistem
(Full information methods):
1. 3SLS
2. FIML

Rank Conditions
Model Terbaik

Unidentified

Exactly Identified

Overidentified

Pendugaan Parameter Model

Gambar 2 Alur penelitian

Simulasi Kebijakan
Asumsi Makro

Selesai

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Kesejahteraan Nelayan Indonesia
Secara umum, kesejahteraan nelayan di Indonesia dari Januari 2008 –
Desember 2014 terus meningkat. Ini tercermin dari NTN yang cenderung naik
dari bulan ke bulan. NTN Indonesia telah naik sebesar 13.5 poin pada akhir tahun
2014 dibandingkan awal tahun 2008. Kesejahteraan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober 2014 dengan NTN sebesar 106.66.
Pada bulan November setiap tahunnya, nelayan selalu mengalami
penurunan kesejahteraan dibanding bulan Oktober. Ini terjadi karena penerimaan
nelayan menurun yang tercermin dari penurunan IT. Salah satu penyebabnya
adalah penurunan produksi penangkapan ikan. Akan tetapi berbeda dengan tahuntahun sebelumnya, penurunan kesejahteraan pada November 2014 tidak
disebabkan oleh penurunan IT. Turunnya kesejahteraan pada bulan tersebut
disebabkan oleh peningkatan yang tajam pada komponen biaya yang harus
dikeluarkan nelayan (IB). Hal ini tentu tidak terlepas dari kebijakan pemerintah
yang menaikkan harga premium dan solar pada pertengahan bulan November
2014 lalu.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Gambar 3 Perkembangan NTN, IT, dan IB Indonesia
Januari 2008 – Desember 2014
Eksplorasi Peubah Penelitian
Sebagai tahap awal dalam pemodelan, eksplorasi dapat menentukan
apakah suatu peubah layak dimasukkan ke dalam persamaan struktural. Secara
umum, eksplorasi yang telah dilakukan pada peubah-peubah penelitian melalui
ACF dan PACF menunjukkan indikasi pola autoregresi pada semua peubah
endogen. Sementara itu berdasar CCF, semua peubah penjelas berpengaruh
langsung tanpa keterlambatan waktu terhadap responnya, kecuali pada persamaan
laju inflasi.

14

Untuk produksi penangkapan ikan, plot ACF pada Gambar 4 menunjukkan
adanya pola berulang setiap 12 lag yang cenderung menurun (dies down) dan ada
pola sinus di antara 12 lag tersebut. Sementara itu, plot PACF pada Gambar 5
memperlihatkan adanya pola cut off pada lag ke 12. Hal ini menunjukkan bahwa
data produksi memiliki pola autoregresi musiman dengan lag 12 bulan.

Gambar 4 Plot ACF untuk produksi penangkapan ikan

Gambar 5 Plot PACF untuk produksi penangkapan ikan

15

Cross Correlation Function for Y1, X3
1.0
0.8

Cross Correlation

0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-15

-10

-5

0
Lag

5

10

15

Gambar 6 Plot CCF antara produksi dengan lama penyinaran matahari
Keterlambatan pengaruh dari peubah-peubah penjelas tidak ditemukan
pada persamaan produksi penangkapan ikan. Ini terlihat dari pola CCF antara
produksi dengan peubah penjelasnya yang memiliki korelasi paling besar pada lag
0. Salah satunya ditunjukkan oleh Gambar 6 yang memperlihatkan pola CCF
antara produksi dengan lama penyinaran matahari.
Untuk persamaan harga BBM sampai persamaan indeks harga yang
dibayar nelayan, hasil eksplorasi berdasarkan plot ACF, PACF, dan CCF dapat
dilihat secara rinci pada lampiran. Beberapa temuan penting pada eksplorasi ini di
antaranya adalah bahwa harga BBM dalam negeri dan laju inflasi mengalami pola
autoregresi sampai ordo kedua (AR2). Keterlambatan pengaruh peubah penjelas
ditemukan pada persamaan inflasi, yaitu lag 1 bulan dari harga BBM berkorelasi
dengan laju inflasi.

Model Persamaan Simultan
Berdasar eksplorasi di atas, tersusun model persamaan simultan dengan tujuh
peubah endogen (G), dan 12 peubah predetermined (K), yaitu:
i. Produksi penangkapan ikan:
(
)
ii. Harga BBM dalam negeri (bensin):
(
)
iii. Laju Inflasi:
(
)
iv. Harga jual produk perikanan:
(
)
v. Upah buruh penangkapan ikan:
(
)
vi. Nilai tukar komponen penerimaan nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
harga yang diterima nelayan:
vii. Nilai tukar komponen pembayaran nelayan yang ditunjukkan oleh indeks
yang dibayar nelayan:

16

Tabel 2 Identifikasi persamaan struktural
Persamaan k g K -k
g - 1 Rank Δ
Kesimpulan
Y1
3 1
9
>
0
6
Overidentified
Y2
4 1
8
>
0
6
Overidentified
Y3
4 1
8
>
0
6
Overidentified
Y4
1 3 11 >
2
6
Overidentified
Y5
1 3 11 >
2
6
Overidentified
Y6
0 2 12 >
1
6
Overidentified
Y7
1 3 11 >
2
6
Overidentified
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ketujuh persamaan struktural
adalah overidentified, oleh karenanya metode pendugaan 2SLS dan 3SLS sudah
sesuai untuk digunakan.
Table 3 Nilai dugaan parameter dengan metode 2SLS dan 3SLS
Koefisien
Persamaan
2SLS
3SLS
Struktural
PRODUKSI (Y1)
Intercept
-822650 * -832923
Y1LAG12
0.511288 * 0.485501
X3
32286.73 * 34554.42
X4
33807.65 * 34216.89
BBM DN (Y2)
Intercept
63.14846
209.814
Y2LAG1
1.093822 * 0.968414
Y2LAG2
-0.34402 * -0.30795
X6
4.367446 * 6.703584
X7
0.118327 * 0.140012
INFLASI (Y3)
Intercept
0.513785
0.874063
Y3LAG1
0.535613 * 0.440865
Y3LAG2
-0.48025 * -0.41162
Y2LAG1
-0.00016
-0.00027
X8
0.000045 * 0.000062

Keterangan:

Galat Baku
2SLS
3SLS
*
*
*
*

332388.4
0.100234
7343.502
12832.84

326154.4
0.098721
7210.502
12590.16

216.2797 206.2503
* 0.124811 0.096691
* 0.127858 0.097328
* 1.353438 1.103358
* 0.04875 0.034263

*
*
*
*

0.630869
0.110117
0.110477
0.00011
0.000022

0.617672
0.089036
0.081784
0.000105
0.00002

Koefisien
Persamaan
2SLS
3SLS
Struktural
HPROD (Y4)
Intercept
74.8613
27.48428
Y4LAG1
1.02072 * 1.018228
Y1
-0.00081 * -0.00063
Y3
116.846 * 119.1337
UPAH (Y5)
Intercept
-2.55134 ** -2.11982
Y5LAG1
1.03271 * 1.027317
Y1
-1.1E-06 * -8.5E-07
Y3
-0.0888
-0.11278
INDEKS DITERIMA (Y6)
Intercept
24.5013 * 23.72462
Y4
0.0046 * 0.004642
INDEKS DIBAYAR (Y7)
Intercept
-140.049 * -133.054
Y2
0.00111 * 0.001555
Y5
2.20125 * 2.103367
X8
0.00073 * 0.000714

Galat Baku
2SLS
3SLS

*
*
*

149.0063
0.011255
0.000321
36.51181

148.3969
0.011152
0.000314
35.84448

1.365966 1.355269
*
0.015206 0.015052
** 4.858E-07 4.749E-07
** 0.058284 0.057451

*
*

1.429605
0.000087

1.399287
0.000085

*
*
*
*

10.5569
0.000301
0.131988
0.000043

9.671609
0.000275
0.120617
0.000039

Lag1 = t-1
Lag2 = t-2
Lag12 = t-12
* Signifikan pada taraf nyata 5%
** Signifikan pada taraf nyata 10%

Tabel 3 menunjukkan bahwa metode 3SLS menghasilkan dugaan peubahpeubah yang signifikan lebih banyak daripada metode 2SLS. Nilai-nilai galat baku
dugaan koefisien yang dihasilkan oleh metode 3SLS semuanya lebih kecil
daripada 2SLS. Ini berarti bahwa penggunaan metode sistem 3SLS telah
meningkatkan efisiensi pendugaan, sehingga metode ini lebih baik daripada 2SLS.
Tabel 4 Ukuran kebaikan model (goodness of fit) 2SLS dan 3SLS
Metode Pendugaan
MSE
R-sq
2SLS
1.1026
66.25%
3SLS
1.0641
99.13%
Output SAS pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan,
dengan metode 3SLS, peubah-peubah mampu menjelaskan sistem secara

17

bersama-sama sebesar R-sq= 99.13% dengan MSE sebesar 1.0641. Untuk metode
2SLS, dihasilkan gabungan MSE=1.1026 dan R-sq=66.25%. Dari nilai MSE dan
R-sq ini, kita dapat mengatakan bahwa metode 3SLS lebih baik secara statistika
daripada metode 2SLS untuk menjelaskan hubungan antar peubah di dalam
sistem.
Yang kemudian perlu mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah
masih ditemukannya indikasi autokorelasi pada beberapa persamaan yaitu untuk
persamaan produksi (Y1), indeks yang diterima (Y6), dan indeks yang dibayar
(Y7). Ini ditunjukkan dengan nilai statistik Durbin Watson yang masih lebih kecil
dari batas bawah (dL), berturut-turut sebesar 1.07, 0.24, dan 0.61. Penambahan
peubah lag endogen terbukti efektif untuk menghilangkan autokorelasi pada
persamaan lainnya. Sementara untuk persamaan Y6 dan Y7, lag endogenous tidak
ditambahkan untuk mempertahankan keberadaan peubah-peubah penjelas lainnya
dalam persamaan tersebut.
Tabel 5 Nilai statistik Durbin Watson (d) pada ketujuh persamaan struktural
Persamaan dL dU
d
Keputusan
Y1
1.51 1.70 1.071865 Autokorelasi positif
Y2
1.48 1.73 1.623976 Tidak dapat disimpulkan
Y3
1.48 1.73 1.797568 Tidak ada autokorelasi
Y4
1.51 1.70 2.191195 Tidak ada autokorelasi
Y5
1.51 1.70 1.876009 Tidak ada autokorelasi
Y6
1.57 1.63 0.238552 Autokorelasi positif
Y7
1.51 1.70 0.612175 Autokorelasi positif
Keterangan: dL = batas bawah
dU = batas atas
Upaya-upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran asumsi di
atas adalah dengan: (1) memasukkan komponen lag 1 dari Y1 untuk menangkap
efek autoregresi reguler, dan (2) melakukan diferensiasi pada Y6 dan Y7. Pengaruh
upaya (1) terhadap sistem persamaan yaitu:
- R-sq masih tetap sebesar 99.13%
- MSE meningkat dari 1.0641 menjadi 1.0643
- Nilai d untuk Y1 membaik dari 1.07 menjadi 1.26, akan tetapi masih terdapat
indikasi autokorelasi positif
- Nilai d untuk Y6 dan Y7 justru menurun.
Sementara itu, upaya (2) justru memperparah pelanggaran asumsi. Enam dari
tujuh persamaan struktural mengalami autokorelasi positif. Persamaan Y6 adalah
satu-satunya persamaan yang mengalami peningkatan nilai d.
Upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan secara umum tidak
menyelesaikan masalah autokorelasi. Dengan sedikit mengorbankan efisiensi
karena indikasi autokorelasi, model dengan pendugaan 3SLS dan 2SLS ini masih
dipertahankan atas pertimbangan untuk melihat pengaruh dan hubungan dari
peubah-peubah yang telah ditetapkan sebelumnya. Di samping itu, dugaan
parameter yang dihasilkan masih bersifat tak bias dan konsisten meskipun kurang
efisien.

18

Keterkaitan Sisi Produksi, Indikator Ekonomi Makro,
dan Nilai Tukar Nelayan
Persamaan-persamaan yang dihasilkan dengan metode pendugaan 3SLS,
yang dinyatakan lebih baik, dapat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan
sisi produksi, indikator ekonomi makro, dan pembentukan nilai tukar nelayan.
Untuk sisi produksi perikanan tangkap, dugaan persamaannya adalah:
(30)
Lamanya penyinaran matahari/sunshine dan suhu berpengaruh positif pada
produksi penangkapan ikan. Semakin lama cuaca cerah dan semakin hangat suhu
laut, memberikan kesempatan lebih banyak kepada nelayan untuk melaut,
sehingga kecenderungan produksi penangkapan ikan akan bertambah. Sementara
itu, kondisi curah hujan dan kecepatan angin belum cukup bukti memberikan
pengaruh yang signifikan pada produksi, sehingga tidak masuk dalam persamaan.
Produksi perikanan tangkap ternyata mengikuti pola musiman yang ditunjukkan
dengan munculnya peubah lag produksi (
). Produksi pada bulan
sekarang dapat dijelaskan oleh produksi 12 bulan (1 tahun) yang lalu. Produksi
bulan sekarang akan cenderung meningkat ketika produksi satu tahun lalu juga
meningkat.
Sementara itu, harga bahan bakar dalam negeri, yang dalam hal ini
diwakili oleh harga bensin dipengaruhi secara positif oleh indikator ekonomi
makro harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap USD. Harga BBM
juga dijelaskan oleh harga BBM satu dan dua bulan yang lalu, sebagaimana
ditunjukkan oleh persamaan:
(31)
Dalam kasus ini, produksi minyak dalam negeri (X5) belum cukup bukti
mempengaruhi harga BBM. Hal ini dapat dimaklumi mengingat sampai saat ini
Indonesia masih menjadi negara net-importer minyak. Produksi minyak sendiri
belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri sehingga
lebih banyak dipenuhi dari impor. Semakin tinggi harga minyak dunia tentunya
harga BBM di dalam negeri juga meningkat. Setiap kenaikan harga minyak dunia
1 USD per barel akan berdampak pada naiknya harga BBM dalam negeri sebesar
6.70 rupiah per liter ketika faktor lain tetap.
Harga BBM dalam negeri bersama-sama dengan harga barang konsumsi
lainnya mempengaruhi nilai inflasi. Hanya saja ada keterlambatan pengaruh dari
harga BBM. Harga BBM bulan sebelumnya berpengaruh nyata pada nilai inflasi
bulan sekarang.
(32)
Dalam penelitian ini harga barang konsumsi diwakili oleh rata-rata geometrik
harga sembilan bahan pokok yang meliputi: beras, daging sapi, daging ayam,
telur, susu, minyak goreng, cabe merah, cabe rawit, dan gula pasir. Penggunaan
rata-rata geometrik dimaksudkan untuk mengantisipasi rentang harga yang jauh
berbeda.

19

Laju inflasi dan produksi penangkapan ikan kemudian bersama-sama
mempengaruhi harga produksi hasil perikanan. Semakin tinggi inflasi maka harga
produsen perikanan juga meningkat, sedangkan semakin tinggi produksi
penangkapan ikan maka harga jualnya semakin murah. Dengan persediaan hasil
penangkapan ikan yang melimpah, tentunya harga menjadi turun. Sebagaimana
digambarkan oleh persamaan (33) berikut:
(33)
Harga produsen perikanan dalam hal ini diwakili oleh rata-rata geometrik dari
harga-harga lima produk perikanan tangkap yang utama yaitu: ikan kembung, ikan
selar, ikan tengiri, ikan teri, dan ikan tongkol.
Produksi penangkapan ikan dan inflasi juga mempengaruhi upah buruh
penangkapan yang diwakili oleh indeks upah.
(34)
Besaran upah sangat dipengaruhi oleh besaran pada periode sebelumnya. Ini
ditunjukkan oleh sangat signifikannya peubah Y5Lag1.
Komponen penerimaan nelayan yang digambarkan oleh indeks yang
diterima (Y6) sangat dipengaruhi oleh besarnya harga produsen perikanan.
(35)
Persamaan (35) menunjukkan bahwa kenaikan harga produsen perikanan akan
meningkatkan penerimaan nelayan. Jika faktor lain dianggap tetap, setiap
kenaikan seribu rupiah rata-rata harga produsen hasil perikanan tangkap akan
menaikkan indeks yang diterima nelayan sebesar 4.642 poin.
Untuk komponen pengeluaran nelayan, indeks yang dibayar nelayan (Y7)
dapat dijelaskan secara sangat baik oleh harga BBM dalam negeri, indeks upah
buruh penangkapan ikan, dan harga barang konsumsi.
(36)
Koefisien bernilai positif untuk ketiga penjelas berarti bahwa semakin tinggi harga
BBM dalam negeri, upah buruh, dan harga barang konsumsi, secara bersamasama akan meningkatkan indeks yang dibayar nelayan.
Harga BBM dalam negeri, laju inflasi, harga minyak dunia, dan nilai tukar
(kurs) rupiah terhadap USD adalah asumsi-asumsi ekonomi makro dalam
penyusunan APBN. Melalui persamaan-persamaan simultan yang tersebut di atas
dapat diramalkan bagaimana pergerakan indeks yang diterima dan indeks yang
dibayar nelayan apabila asumsi-asumsi makro ekonomi itu diubah-ubah.
Pergerakan Y6 dan Y7 ini kemudian akan menentukan NTN (Y8) sebagai indikator
kesejahteraan nelayan yang menjadi perhatian kita.

Keakuratan Peramalan
Perhatian berikutnya dalam penelitian ini adalah; belum tentu model yang
baik secara statistika mampu mengikuti data historik dengan baik pula. Dalam hal
ini, metode 3SLS yang sudah ditunjukkan lebih baik belum tentu akan
menghasilkan ramalan yang lebih baik daripada 2SLS.

20

Tabel 6 Ukuran keakuratan peramalan dengan metode 2SLS dan 3 SLS
Metode Pendugaan
RMSPE
MAPE
2SLS
1.35%
1.13%
3SLS
1.42%
1.19%
Tabel 6 menunjukkan bahwa model persamaan simultan yang diduga baik dengan
metode 2SLS maupun 3SLS menghasilkan nilai RMSPE dan MAPE yang sangat
kecil dengan nilai yang hampir sama. Nilai MAPE yang jauh di bawah 10%
menunjukkan bahwa kedua metode sangat akurat untuk memprediksi nilai NTN.
Ini berarti keakuratan peramalan kedua metode pendugaan dapat dikatakan sama.
Kesamaan akurasi ini secara jelas ditunjukkan oleh berhimpitnya nilai prediksi
NTN dengan kedua metode pada gambar di bawah ini:

Gambar 7 Produksi perikanan tangkap, nilai aktual NTN dan
ramalannya dengan metode 2SLS dan 3SLS
Apabila dipasangkan dengan nilai produksi perikanan tangkap, nilai-nilai
prediksi NTN cenderung bergerak mengikuti pola produksi. Ini berbeda dengan
nilai aktual NTN yang relatif kurang sensitif dengan perubahan nilai produksi.
Ketika produksi ikan meningkat, idealnya kesejahteraan nelayan pada saat itu juga
meningkat, yang digambarkan dengan naiknya NTN, demikian juga sebaliknya
ketika produksi turun.
Meskipun terlihat akurat, penggunaan model persamaan simultan ini masih
perlu sangat hati-hati mengingat masih adanya indikasi autokorelasi pada
beberapa persamaan. Autokorelasi bisa terjadi karena spesifikasi model yang
kurang tepat atau ada peubah penting yang tidak diikutsertakan. Kesalahan
spesifikasi yang serius dalam satu persamaan dapat mempengaruhi pendugaan
parameter semua persamaan dalam model. Sehingga keputusan menggunakan
sistem pendugaan membutuhkan suatu trade-off antara keuntungan dalam efisiensi
dan beban potensial galat spesifikasi. Secara umum, dalam penelitian ini, model
yang diduga dengan 3SLS cukup baik untuk menjelaskan hubungan antara sisi
produksi, asumsi makro dan indeks harga yang diterima dan yang dibayar
nelayan.

21

Simulasi Kebijakan Ekonomi Makro untuk Kesejahteraan Nelayan
Indonesia Tahun 2015
Model terbaik digunakan untuk melakukan simulasi kebijakan, dalam hal
ini adalah persamaan-persamaan reduced form yang dihasilkan oleh pendugaan
3SLS. Penggunaan persamaan bentuk sederhana dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana perubahan nilai-nilai peubah endogen apabila terjadi shock atau
perubahan pada peubah eksogen yang menjadi perhatian. Persamaan-persamaan
reduced form yang dimaksud sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut ini:
Tabel 7 Koefisien-koefisien persamaan reduced form dengan metode 3SLS
Persa
maan

KOEFISIEN
Intercept Y1LAG12

Y1

-832923.00

Y2

209.81

0

Y3

0.87

0

Y4

654.75

Y5
Y6
Y7

X3

X4

Y2LAG1 Y2LAG2

0.485501 34554.42 34216.89

0

X6

X7

X8

Y4LAG1 Y5LAG1

0

0

0

0

0

0 0.968414 -0.30795 6.703584 0.140012

0

0

0

0

0

0

0 -0.00027

0 0.440865 -0.41162

0.000062

0

0

0.007385 1.018228

0

0

0

Y3LAG1 Y3LAG2
0

-0.0003 -21.7026 -21.4906 -0.03211

0

0

0

0

0

0.00003

0

0

0 -0.04972 0.046421 -6.99E-06

26.76 -1.42E-06 -0.10074 -0.09976 -0.00015

0

0

0 0.243808 -0.22764

-1.51 -4.12E-07

-0.0293 -0.02901

-135.91 -8.66E-07 -0.06163 -0.06103

52.5219 -49.0382

0.00157 -0.00048 0.010424 0.000218 -0.10458 0.097641

0 1.027317

0.000034 0.004727
0.000699

0

0

0 2.160825

Tabel 7 menunjukkan terdapat lima peubah eksogen yang signifikan dalam
simulasi ini, yaitu: lama penyinaran matahari (X3), suhu (X4), harga minyak dunia
(X6), kurs rupiah (X7), dan harga barang