Karakteristik Kayu Lapis yang Direkat dengan Perekat Epoxy Extreme Demp-x

KARAKTERISTIK KAYU LAPIS YANG DIREKAT DENGAN
PEREKAT EPOXY EXTREME DEMP-X

GISELLA INDIRA MAHARANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik Kayu
Lapis yang Direkat dengan Perekat Epoxy Extreme Demp-x” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Gisella Indira Maharani
NIM E24100059

ABSTRAK
GISELLA INDIRA MAHARANI. Karakteristik Kayu Lapis yang Direkat dengan
Perekat Epoxy Extreme Demp-x. Dibimbing oleh JAJANG SURYANA.
Kayu lapis adalah suatu produk yang dibuat dengan cara menyusun vinir
bersilangan tegak lurus yang direkat dengan perekat. Tujuan dari penelitian ini
adalah menguji dan menganalisis karakteristik kayu lapis yang direkat dengan
perekat epoxy extreme demp-x serta membandingkannya dengan standar SNI 015008.2-2000 dan SNI 01-5008.7-1999. Penelitian ini menggunakan perlakuan
kadar air dengan presentase 8%, 40%, 50%, dan 60% serta berat labur perekat 200
dan 225 g/m2. Karakteristik kayu lapis diuji melalui pengukuran sifat fisis
meliputi kadar air, kerapatan, stabilitas dimensi, dan delaminasi. Pengujian sifat
mekanis meliputi Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR), dan
keteguhan rekat. Kayu lapis yang telah memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000
adalah pengujian delaminasi dan kayu lapis yang memenuhi standar SNI 015008.7-1999 adalah pengujian MOR tegak lurus serat serta keteguhan rekat.
Kata kunci: epoxy extreme demp-x, kayu lapis, sifat fisis, sifat mekanis


ABSTRACT
GISELLA INDIRA MAHARANI. Characteristics of Plywood Bonded by Epoxy
Extreme Demp-x Adhesive. Supervised by JAJANG SURYANA.
Plywood is a product that is obtained by arranging the perpendicular cross
veneer glued with adhesive. The aim of this study was to test and analyze the
characteristics of plywood bonded by epoxy extreme demp-x adhesive and
compare it with the SNI 01-5008.7-1999 and 01-5008.2-2000 standards. 8%,
40%, 50%, and 60% water content and the glue spread of 200 and 225 g/m2 were
used in this research. Characteristics of plywood tested by measuring physical
properties included moisture content, density, dimensional stability, and
delamination. The testing of mechanical properties included Modulus of Elasticity
(MOE), Modulus of Rupture (MOR), and the bonding strength. Delamination of
plywood met the SNI 01-5008.2-2000 standard while the bonding strength and
MOR perpendicular fibers met SNI 01-5008.7-1999 standard.
Keywords: epoxy extreme demp-x, mechanical properties, physical properties,
plywood

KARAKTERISTIK KAYU LAPIS YANG DIREKAT DENGAN
PEREKAT EPOXY EXTREME DEMP-X


GISELLA INDIRA MAHARANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Kayu Lapis yang Direkat dengan Perekat Epoxy
Extreme Demp-x
Nama
: Gisella Indira Maharani
NIM
: E24100059


Disetujui oleh

Dr Ir Jajang Suryana, MSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
ini berjudul “Karakteristik Kayu Lapis yang Direkat dengan Perekat Epoxy
Extreme Demp-x” yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai dengan Juli
2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jajang Suryana, MSc
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis, beserta kepada staf Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu
(TPMK), staf Laboratorium Biokomposit, staf Laboratorium Rekayasa Desain dan
Bangunan Kayu (RDBK) atas bantuannya selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, adik, teman dan
sahabat di Departemen Hasil Hutan 47 khususnya Nursinta Arifiani Rosdiana dan
Vini Alvionita Sihombing atas dukungan dan doanya selama ini. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Tamaella Setiawati, Muhammad Faisal Nurhuda,
dan Ermy Puspita Sari yang telah membantu dan selalu memberikan semangat
selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Gisella Indira Maharani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii


DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat

2


Prosedur Penelitian

2

Persiapan Bahan Baku

2

Pembuatan Kayu Lapis

2

Pembuatan Contoh Uji

3

Prosedur Pengujian

3


Pengujian Sifat Fisis

3

Kadar Air

3

Kerapatan (ρ)

3

Kembang Susut

4

Delaminasi

4


Pengujian Sifat Mekanis

5

Modulus of Elasticity (MOE)

5

Modulus of Rupture (MOR)

5

Keteguhan Rekat

5

Analisis Data

7


HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kadar Air

8

Kerapatan

9

Stabilitas dimensi

10

Pengembangan Dimensi

10

Penyusutan Dimensi

11

Delaminasi

12

Modulus of Elasticity (MOE)

13

MOE sejajar serat

13

MOE tegak lurus serat

14

Modulus of Rupture (MOR)

15

MOR sejajar serat

15

MOR tegak lurus serat

16

Keteguhan Rekat

16

Keteguhan rekat retak kupas terbuka

16

Keteguhan rekat retak kupas tertutup

17

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1. Rasio antara tebal lapisan inti dengan lapisan muka
2. Persyaratan keteguhan rekat kayu lapis

7
7

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Pengambilan contoh uji kayu lapis
Contoh uji MOE dan MOR sejajar serat permukaan kayu lapis
Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus serat permukaan kayu lapis
Contoh uji keteguhan rekat
Nilai kadar air kayu lapis
Nilai kerapatan kayu lapis
Nilai pengembangan dimensi kayu lapis
Nilai penyusutan dimensi kayu lapis
Nilai delaminasi kayu lapis

3
5
6
6
8
9
10
11
12

10. Nilai MOE sejajar serat kayu lapis
11. Nilai MOE tegak lurus serat kayu lapis
12. Nilai MOR sejajar serat kayu lapis
13. Nilai MOR tegak lurus serat kayu lapis
14. Nilai keteguhan rekat retak kupas terbuka
15. Nilai keteguhan rekat retak kupas tertutup

13
14
15
16
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Data sifat perekat epoxy extreme demp-x
Anova kadar air kayu lapis
Anova kerapatan kayu lapis
Anova delaminasi kayu lapis
Anova keteguhan rekat kupas terbuka
Anova keteguhan rekat kupas tertutup
Anova pengembangan dimensi panjang kayu lapis
Duncan pengembangan dimensi panjang kayu lapis
Anova pengembangan dimensi lebar kayu lapis
Anova pengembangan dimensi tebal kayu lapis
Anova penyusutan dimensi panjang kayu lapis
Anova penyusutan dimensi lebar kayu lapis
Anova penyusutan dimensi tebal kayu lapis
Anova MOE sejajar serat kayu lapis
Anova MOE tegak lurus serat kayu lapis
Duncan MOE tegak lurus serat kayu lapis
Anova MOR sejajar serat kayu lapis
Anova MOR tegak lurus serat kayu lapis
Duncan MOR tegak lurus serat kayu lapis

21
21
22
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
25
26
26
26
27
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan manusia akan kayu semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk. Namun hal ini berbanding terbalik dengan
persediaan kayu yang berada di hutan alam yang semakin berkurang. Departemen
Kehutanan (2009) menyebutkan bahwa produksi kayu bulat tahun 2008 sebesar
31.98 juta m3 sedangkan kebutuhan kayunya mencapai 46.32 juta m3. Kondisi
tersebut mendorong upaya pemanfaatan kayu cepat tumbuh dari hutan rakyat yang
kualitas atau kekuatan kayunya lebih rendah dibandingkan kayu dari hutan alam
untuk dijadikan kayu konstruksi. Kayu kurang berkualitas tersebut kekuatannya
dapat dijadikan dengan kayu pada umumnya dengan cara mengolahnya menjadi
produk komposit. Salah satu industri yang dapat mengolah kayu kurang
berkualitas menjadi papan komposit yaitu industri kayu lapis. Industri kayu lapis
di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat pada tahun 1980-an semenjak
diberlakukannya larangan ekspor kayu bulat oleh pemerintah (Simangunsong
2004). Berdasarkan Data Statistik Kehutanan (2010), pada tahun 2010 produksi
kayu lapis sebesar 3.324.889 m3.
Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun vinir
bersilangan tegak lurus yang direkat dengan perekat (BSN 1999). Proses
pembuatan kayu lapis meliputi seleksi log, perlakuan awal pada log, pengupasan
log, penyortiran vinir, pengeringan vinir, perekatan, pengempaan (kempa panas
atau kempa dingin), dan pengkondisian kayu lapis. Pengeringan vinir bertujuan
mengurangi kadar air vinir sehingga dapat mencegah terjadinya blister pada kayu
lapis setelah proses kempa panas (Massijaya 2006), sedangkan proses
pengempaan dilakukan agar kayu dapat lebih merekat. Proses pengeringan vinir,
pengempaan panas, dan pengempaan dingin dilakukan pada suhu 60-80°C, 60180°C, dan suhu kamar. Selain itu, tekanan yang digunakan pada proses kempa
panas dan kempa dingin sebesar 100-250 psi dan 150-350 psi (Tsoumis 1991).
Pembuatan kayu lapis yang melalui proses pengeringan vinir dan pengempaan
panas akan membutuhkan biaya dan energi yang tinggi dalam proses produksi.
Ruhendi et al. (2007) menyatakan bahwa kayu dalam keadaan basah atau
mengandung kadar air yang tinggi saat direkatkan akan menyebabkan
pengenceran terhadap larutan yang dilaburkan sehingga mobilitas perekat menjadi
tinggi dan perekat akan keluar dari garis rekat saat dikempa. Hal ini dapat
mempengaruhi kualitas kayu lapis yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan alternatif
jenis perekat baru yang dapat diaplikasikan pada kayu dengan kadar air yang
tinggi. Salah satu jenis perekat tersebut adalah epoxy extreme demp-x. Perekat
epoxy extreme demp-x merupakan perekat yang memiliki kemampuan untuk
merekatkan bahan dalam kondisi basah. Selain itu, perekat ini juga memiliki daya
rekat yang tinggi untuk merekatkan kayu lapis (CV DMP 2014). Tetapi
sebelumnya, perekat ini belum ada yang pernah menguji atau meneliti kekuatan
perekat yang direkatkan pada kayu. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian
mengenai pembuatan kayu lapis tanpa proses pengeringan vinir dan pengempaan
panas yang direkat mengunakan perekat epoxy extreme demp-x.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalisis karakteristik kayu lapis
yang direkat dengan perekat epoxy extreme demp-x, meliputi sifat fisis dan
mekanis serta membandingkannya dengan standar SNI 01-5008.2-2000 dan SNI
01-5008.7-1999.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi bagi masyarakat
dan industri perkayuan tentang pemanfaatan vinir kayu basah atau vinir kayu
segar untuk pembuatan kayu lapis.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2014 di Laboratorium
Biokomposit, Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, serta
Laboratorium Rekayasa Desain dan Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Bahan
Bahan baku kayu yang digunakan dalam penelitian ialah vinir kayu sengon
(Falcataria moluccana) yang didapatkan dari PT. Sumber Graha Sejahtera,
Serang. Perekat yang digunakan yaitu epoxy extreme demp-x dan air.
Alat
Alat yang digunakan antara lain moisture meter, caliper, oven, waterbath,
desikator, timbangan elektrik, alat kempa dingin, baskom, kape, dan alat uji
Universal Testing Machine (UTM) merk Instron.
Prosedur Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Vinir kayu sengon diberi perlakuan dengan cara pengeringan atau
pencelupan ke dalam air sehingga kadar airnya menjadi 8, 40, 50, dan 60%.
Pembuatan Kayu Lapis
Vinir tersebut dilaburi perekat epoxy extreme demp-x dengan berat labur
perekat 200 dan 225 g/m2. Aplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis dilakukan
dengan cara double spread (pelaburan perekat pada dua sisi permukaan vinir).
Vinir direkat saling tegak lurus serat dengan vinir lainnya. Kayu lapis yang dibuat
terdiri dari 3 (tiga) lapis atau 3 (tiga) vinir. Setelah itu, kayu lapis dikempa dingin
selama 3 jam dengan tekanan 15 kg/cm2 kemudian dilakukan pengkondisian
selama 2 minggu.

3
Pembuatan Contoh Uji
Setelah dilakukan pengkondisian selama 2 minggu, kayu lapis dipotong
sesuai dengan ukuran standarnya untuk diuji sifat fisis dan mekanisnya.

Gambar 1 Pengambilan contoh uji kayu lapis
Keterangan :
A
: Contoh uji kadar air dan kerapatan (100 mm x 100 mm)
B
: Contoh uji delaminasi (75 mm x 75 mm)
C
: Contoh uji keteguhan rekat retak kupas terbuka (100 mm x 25 mm)
D
: Contoh uji keteguhan rekat retak kupas tertutup (100 mm x 25 mm)
E
: Contoh uji stabilitas dimensi (50 mm x 25 mm)
F
: Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus serat (50 mm x (24t mm + 50
mm))
G
: Contoh uji MOE dan MOR sejajar serat (50 mm x (24t mm + 50 mm))
Prosedur Pengujian
Pengujian Sifat Fisis
Pengujian sifat fisis mengacu pada SNI 01-5008.2-2000 tentang kayu lapis
penggunaan umum yang merupakan revisi dari SNI 01-5008.2-1999 tentang kayu
lapis dan papan blok penggunaan umum.
Kadar Air
Contoh uji berukuran 100 x 100 mm dtimbang untuk mengetahui berat awal
(BA). Contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)oC sampai mencapai
berat konstan lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang sehingga
diperoleh berat kering tanur (BKT). Besar nilai kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) =

BA - BKT
x 100
BKT

Keterangan :
BKU : Berat Awal
BKT : Berat Kering Tanur
Kerapatan (ρ)
Contoh uji yang dipakai ukurannya sama dengan contoh uji kadar air yaitu
berukuran 100 mm x 100 mm. Contoh uji diukur panjang, lebar, dan tebalnya
dengan alat pengukur kaliper (VKU). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk

4
mendapatkan nilau berat kering udara (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan
rumus:
Kerapatan (g/cm³) =

BKU
PxLxT

Keterangan :
BKU : Berat Kering Udara (g)
P
: Panjang (cm)
L
: Lebar (cm)
T
: Tebal (cm)
Kembang Susut
Contoh uji berukuran 50 mm x 25 mm diukur tebal, lebar, dan panjang
dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal dalam kondisi
kering udara. Contoh uji direndam dalam air pada suhu 25°C selama 24 jam
kemudian diukur dimensinya kembali sehingga diperoleh dimensi akhir. Nilai
pengembangan volume dihitung dengan rumus:
Pengembangan volume (%) =

DB - DA
x 100
DA

Contoh uji berukuran 50 mm x 25 mm yang telah direndam kemudian
dioven pada suhu 60±3oC selama 24 jam kemudian diukur dimensinya kembali
sehingga diperoleh dimensi akhir. Nilai susut volume dihitung dengan rumus:
Susut Volume (%) =

DA - DB
x 100
DA

Keterangan:
DA
: Dimensi Awal (cm)
DB
: Dimensi Akhir (cm)
Delaminasi
Contoh uji berukuran 75 mm x 75 mm dilakukan perendaman dalam air
mendidih selama 4 jam kemudian contoh uji dikeringkan dalam oven dengan suhu
60 ± 3°C selama 20 jam, selanjutnya dilakukan perendaman kembali kedalam air
mendidih selama 4 jam lalu contoh uji dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ±
3°C selama 3 jam. Contoh uji tersebut diukur presentase lepasnya bagian garis
rekat antar lapisan (rasio delaminasi) dengan rumus:
Rasio delaminasi (%) =

Panjang garis rekat yang terlepas (cm)
Panjang garis rekat yang direkat (cm)

x100

5
Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis kayu lapis mengacu pada SNI 01-5008.7-1999
tentang kayu lapis struktural. Pengujian sifat mekanis ini menggunakan alat UTM
merk Instron.
Modulus of Elasticity (MOE)
Contoh uji yang digunakan untuk pengujian MOE dan MOR berukuran
berukuran 50 mm x (50 mm + 24t mm) diukur tebal dan lebarnya, kemudian
diletakan pada alat uji dengan beban berada ditengah bentang. Pembebanan
dilakukan pada arah vertikal. Nilai MOE dihitung dengan rumus:
MOE (kg/cm2) =

PL3
4Ybh 3

Keterangan:
MOE : Modulus of Elasticity (kg/cm2)
∆P
: Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg)
L
: Jarak bentang (cm)
∆Y
: Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm)
b
: Lebar contoh uji (cm)
h
: Tebal contoh uji (cm)
Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian MOR dilakukan untuk mengetahui kemampuan contoh uji
menahan beban lentur maksimum hingga contoh uji tersebut rusak. Nilai MOR
dihitung dengan rumus:
MOR (kg/cm2) =

3PL
2bh 2

Keterangan :
MOR : Modulus of Rupture (kg/cm2)
P
: Beban maksimum (kg)
L
: Panjang bentang (cm)
b
: Lebar contoh uji (cm)
h
: Tebal contoh uji (cm)

Gambar 2 Contoh uji MOE dan MOR sejajar serat permukaan kayu lapis

6

Gambar 3 Contoh uji MOE dan MOR tegak lurus serat permukaan kayu lapis
Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan
yang diletakkan pada arah vertikal. Berdasarkan jenis perekat yang digunakan,
pengujian perekat epoxy tidak dipersyaratkan dalam kondisi tertentu sehingga
pengujian dilakukan dalam kondisi kering tanpa perlakuan pendahuluan. Nilai
beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan
rekat dihitung dengan rumus:
Keteguhan Rekat (kg/cm2) = Keteguhan Geser Tarik × f
Sedangkan nilai keteguhan geser rekat diperoleh dengan perhitungan:
Keteguhan Geser Tarik (kg/cm2) =

B
PxL

Keterangan:
f
: Koefisien, nilainya tergantung rasio tebal lapisan inti dengan lapisan
muka.
P
: Panjang bidang geser (cm)
L
: Lebar bidang geser (cm)
B
: Beban tarik (kg)

Gambar 4 Contoh uji keteguhan rekat

7
Besaran f pada rumus keteguhan merupakan konstanta yang ditentukan
berdasarkan perbandingan antara tebal lapisan inti dengan lapisan permukaan,
perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Rasio antara tebal lapisan inti dengan lapisan muka
Rasio antara tebal lapisan
No.
Koefisien (f)
inti dan lapisan muka
1.
1.5 -< 2.0
1.1
2.
2.0 -< 2.5
1.2
3.
2.5 -< 3.0
1.3
4.
3.0 -< 3.5
1.4
5.
3.5 -< 4.0
1.5
6.
4.0 -< 4.5
1.7
7.
≥ 4.5
2.0
Tabel 2 Persyaratan keteguhan rekat kayu lapis
No.

Keteguhan rekat rata-rata (kg/cm2)

1.
2.

>7
3.5 – 7

Kerusakan kayu ratarata (%)
Tidak dipersyaratkan
> 50

SNI 01-5008.2-2000

Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 2 (dua) faktor perlakuan, yaitu kadar air kayu (A) dan
berat labur perekat (B). Faktor A yakni kadar air 8% (A1), 40% (A2), 50% (A3),
dan 60% (A4). Faktor B meliputi berat labur 200 g/m2 (B1) dan 225 g/m2 (B2).
Tiap perlakuan dilakukan perulangan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan. Model
statistika rancangan percobaan ialah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βi + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan ke-1 yang disebabkan oleh taraf ke-i faktor α dan taraf
ke-j faktor β
µ
: Nilai rata-rata sebenarnya
α
: Kadar air (faktor 1)
β
: Berat labur perekat (faktor 2)
i
: 1,2,3,4 (α)
j
: 1,2 (β)
k
: Ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3
αi
: Pengaruh faktor kadar air pada taraf ke-i
βj
: Pengaruh faktor berat labur perekat pada taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh interaksi pada faktor α pada taraf ke-i dengan faktor β pada
taraf ke-j
εijk
: Kesalahan percobaan

8
Jika perlakuan memberikan pengaruh nyata, dilakukan uji beda rata-rata
menggunakan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap tahap percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air

Kadar Air (%)

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam kayu atau
produk kayu terhadap berat kering tanurnya yang dinyatakan dalam persen
(Haygreen dan Bowyer 2003). Hasil pengujian kadar air menunjukkan nilai kadar
air kayu lapis berkisar antara 9.38–17.25%, sedangkan SNI 01-5008.2-2000
mensyaratkan nilai kadar air maksimum untuk kayu lapis yaitu 14%. Dilihat dari
data penelitian yang didapatkan, nilai kadar air yang memenuhi standar hanya
pada perlakuan kadar air 8%. Perlakuan kadar air 40, 50, dan 60% tidak
memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000. Kadar air yang masih belum memenuhi
standar tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, vinir yang digunakan adalah
vinir basah dengan kadar air lebih tinggi atau 40-60%. Kedua, waktu
pengkondisian yang kurang lama yaitu hanya kurang lebih dua minggu. Waktu
tersebut belum cukup menurunkan kadar air hingga kadar air kesetimbangan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Haygreen dan Bowyer (2003) yang menyatakan
bahwa banyaknya air yang tinggal di dalam dinding sel suatu produk akhir
tergantung pada tingkat pengeringan selama pembuatan dan lingkungan tempat
produk tersebut di tempatkan di kemudian hari. Hasil penelitian kadar air tersebut
dapat dilihat pada Gambar 5.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

14.98

15.76

16.2
16.29

17.02

17.25

SNI 2000

9.38 9.4

200 g/m²
225 g/m²

8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 5 Nilai kadar air kayu lapis
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kayu lapis dengan perlakuan kadar air
8% dan berat labur 200 g/m2 memiliki nilai kadar air yang paling rendah dengan
nilai 9.38%. Rosihan (2005) menyatakan bahwa kadar air kayu lapis berbanding
lurus dengan nilai kadar air kayu penyusunnya. Kayu lapis dengan perlakuan
kadar air 8% sebelum dilaburi perekat, vinir kayu dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan oven hingga kadar air mencapai 8%, dengan demikian ketika
dilakukan pengujian kadar air, kayu lapis tersebut memiliki nilai kadar air yang

9
terendah. Sedangkan kayu lapis dengan perlakuan kadar air 60% dan berat labur
225 g/m2 memiliki nilai kadar air yang paling tinggi yaitu 17.25%.
Berdasarkan analisis keragaman (anova), perbedaan perlakuan kadar air,
berat labur, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada
pengujian kadar air. Kadar air dipengaruhi oleh faktor dari kayu dan faktor di luar
kayu. Faktor dari kayu adalah sifat higroskopis kayu, dimana kayu memiliki
kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan air sehingga kadar air dapat
berubah sesuai dengan kondisi suhu dan kelembaban di lingkungannya (Sam 2001
dalam Fauziah 2011).
Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara berat kayu dengan volumenya
yang dapat mempengaruhi sifat kekuatan pada kayu (Haygreen & Bowyer 2003).
Nilai kerapatan kayu lapis berdasarkan pengujian berkisar antara 0.36-0.39 g/cm3.
SNI (2000) tidak mensyaratkan nilai kerapatan dalam kriteria standar kayu lapis
penggunaan umum sehingga belum ada batasan yang jelas mengenai nilai
kerapatan yang dapat menghasilkan kayu lapis dengan kualitas yang baik.
Kerapatan (g/m³)

0.5
0.4

0.38 0.39

0.38 0.39

0.37 0.38

0.36

0.37

0.3
0.2

200 g/m²

0.1

225 g/m²

0
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 6 Nilai kerapatan kayu lapis
Berdasarkan analisis keragaman (anova), perbedaan kadar air, berat labur
dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kerapatan kayu lapis. Gambar 6 menunjukkan bahwa kayu lapis dengan berat
labur 225 g/m2 memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
berat labur 200 g/m2. Mahfuz (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi berat
labur perekat yang digunakan, maka semakin tinggi nilai kerapatannya. Selain itu
tinggi rendahnya kerapatan kayu lapis ini diduga pula oleh kerapatan dan berat
jenis perekat yang digunakan. Epoxy memiliki berat jenis yang tinggi sebesar 1,69.
Hal ini didukung oleh Tan (1992) yang menyatakan bahwa kerapatan kayu lapis
ditentukan oleh vinir, komponen perekat dan proses pembuatannya. Kualitas vinir
yang baik dengan cacat yang rendah, ketebalan homogen dan kualitas perekat baik
serta pelaburan yang relatif merata akan memperoleh kerapatan kayu lapis yang
relatif sama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kayu solid juga dapat
mempengaruhi kerapatan kayu lapis. Seperti yang dikemukakan oleh Haygreen
dan Bowyer (2003), faktor tersebut antara lain kondisi tempat tumbuh kayu,
lokasi dalam pohon, dan sumber-sumber genetik.

10
Stabilitas dimensi

Pengembangan Dimensi (%)

Pengembangan Dimensi
Kayu memiliki sifat higroskopis yang dapat menyerap atau melepaskan uap
air sesuai dengan kadar air di lingkungannya sehingga kayu mudah mengalami
perubahan dimensi, terutama jika terjadinya perubahan kadar air dibawah titik
jenuh serat. Perubahan dimensi dapat terjadi dalam bentuk pengembangan atau
penyusutan dimensi panel. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan
kayu lapis terhadap kelembaban dan cuaca lingkungan sekitar.
Pengembangan dimensi kayu lapis terdiri atas pengembangan panjang, lebar,
dan tebal. Nilai pengembangan dapat diperoleh dengan cara membandingkan
dimensi kayu kering udara panel terhadap dimensi kayu basah panel. Hasil nilai
pengembangan dimensi panjang berkisar antara 0.40-0.94%. Nilai pengembangan
dimensi lebar berkisar antara 0.93-1.13%. Nilai pengembangan dimensi tebal
menunjukkan besaran nilai yang berkisar antara 2.42-5.17%. Hasil nilai
pengembangan dimensi pada kayu lapis dapat diamati pada grafik yang tersaji
pada Gambar 7.
6

5.16

5.17

5
4
2.88

3
2

1.13

1 0.8

1.13
0.94

1.06
0.4

2.99

3.46

3.45

3.02
2.42

0.94
0.41

0.97
0.4

0.98
0.46

0.93
0.66

Panjang

1.1
0.74

Lebar
Tebal

0
A1

A2

B1

B2

C1

C2

D1

D2

Perlakuan Kadar Air
Keterangan:
A1 = Kadar air 8% + berat labur 200 g/m2
A2 = Kadar air 8% + berat labur 225 g/m2
B1 = Kadar air 40% + berat labur 200 g/m2
B2 = Kadar air 40% + berat labur 225 g/m2

C1 = Kadar air 50% + berat labur 200 g/m2
C2 = Kadar air 50% + berat labur 225 g/m2
D1 = Kadar air 60% + berat labur 200 g/m2
D2 = Kadar air 60% + berat labur 225 g/m2

Gambar 7 Nilai pengembangan dimensi kayu lapis
Berdasarkan uji analisis keragaman (anova), nilai pengembangan panjang
dipengaruhi oleh perbedaan kadar air tetapi perbedaan berat labur dan interaksi
keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan
panjang. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air 8% memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pengembangan panjang kayu lapis lainnya tetapi
memberikan pengaruh yang sama pada kayu lapis dengan kadar air 60%.
Sedangkan nilai pengembangan tebal setelah diuji analisis keragamannya (anova)
menghasilkan perbedaan kadar air, berat labur dan interaksi keduanya yang tidak
berpengaruh yang nyata.
Hasil analisis keragaman (anova), nilai pengembangan tebal dipengaruhi
oleh kadar air dan berat labur tetapi interaksi keduanya tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar air 8%
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap delaminasi kayu lapis lainnya.

11
Selain itu, kayu lapis pada kadar air 40, 50, dan 60% memberikan pengaruh yang
sama terhadap delaminasi kayu lapis.
Gambar 7 menjelaskan bahwa kayu lapis dengan perlakuan kadar air 8%
menghasilkan nilai pengembangan dimensi yang tinggi. Hal ini diduga karena
faktor sifat perekat yang kental. Pelaburan perekat tidak merata sehingga masih
ada rongga sel kayu yang tidak terkena perekat, ini yang menyebabkan mudahnya
air masuk ke dalam kayu. Dapat dilihat pula, pengembangan terbesar adalah
pengembangan pada dimensi tebal. Sekino et al. (1997) mengemukakan bahwa
pengembangan tebal disebabkan karena perubahan dimensi akibat pengembangan
dinding sel atau perubahan rongga akibat menyerap air, rongga akan mengecil
pada saat pengempaan mudah kembali ke ukuran semula karena perekat tidak
dapat memasuki rongga dan mengikatnya dengan baik sehingga pengembangan
tebal menghasilkan nilai pengembangan dimensi yang terbesar.

Penyusutan Dimensi (%)

Penyusutan Dimensi
Nilai penyusutan dimensi diperoleh dengan cara membandingkan dimensi
kering udara panel terhadap dimensi kering oven panel. Hasil perhitungan
menunjukkan penyusutan dimensi panjang berkisar antara 0.50–0.94 %. Nilai
penyusutan lebar berkisar antara 0.80–1.06%. Sedangkan nilai penyusutan
dimensi lebar berkisar antara 1.44–1.87%.
1.85

2

1.87
1.49

1.44

1.5
1.06

1 0.93

0.99
0.94

0.92
0.5

0.5

1.49
0.96

0.8
0.48

0.51

1.49
0.95
0.5

1.48

1.47
0.93

0.85
0.51

0.48

Panjang
Lebar

Tebal
0
A1

A2

B1

B2

C1

C2

D1

D2

Perlakuan Kadar Air
Keterangan:
A1 = Kadar air 8% + berat labur 200 g/m2
A2 = Kadar air 8% + berat labur 225 g/m2
B1 = Kadar air 40% + berat labur 200 g/m2
B2 = Kadar air 40% + berat labur 225 g/m2

C1 = Kadar air 50% + berat labur 200 g/m2
C2 = Kadar air 50% + berat labur 225 g/m2
D1 = Kadar air 60% + berat labur 200 g/m2
D2 = Kadar air 60% + berat labur 225 g/m2

Gambar 8 Nilai penyusutan dimensi kayu lapis
Hasil analisis ragam (anova) penyusutan panjang, lebar dan tebal
menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat labur, dan interaksi antar
keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Oleh karenanya, tidak
dilakukan uji lanjut Duncan pembeda masing-masing faktor. Nilai pengembangan
dan penyusutan yang bervariasi diduga dipengaruhi oleh kurang meratanya
distribusi perekat pada setiap permukaan vinir sehingga bagian permukaan papan
yang tidak terkena perekat menjadi tidak stabil akibat masuknya air ke dalam
papan yang dihasilkan. Sifat epoxy yang kental menyebabkan perekat sulit masuk
ke dalam rongga kayu. Rendahnya nilai penyusutan dimensi kayu lapis ini
dipengaruhi oleh kerapatan kayu sengon yang rendah yaitu 0.33 g/cm3. Menurut

12
Haygreen dan Bowyer (1996), variasi nilai penyusutan dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran dan bentuk contoh uji, laju pengeringan kayu,
serta kerapatan atau berat jenis kayu dimana semakin tinggi nilai berat jenis atau
kerapatan kayu, nilai susutnya akan semakin besar begitu pula sebaliknya,
Pengembangan dan penyusutan kayu lapis arah panjang memiliki nilai yang
terkecil jika dibandingkan dengan arah lebar dan arah tebal. Tsoumis (1991)
menyatakan bahwa nilai pengembangan dan penyusutan kayu lapis pada arah
panjang atau lebar 10–25 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan
ketebalannya. Semakin kecil pengembangan dan penyusutan kayu lapis yang
dihasilkan maka akan semakin baik dalam penggunaannya di kehidupan seharihari.
Delaminasi
Delaminasi merupakan mengelupasnya vinir pada bagian tepi kayu lapis.
Pengujian delaminasi dilakukan untuk melihat faktor ketahanan perekat terhadap
tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya kelembaban dan panas
yang tinggi (Vick 1999). Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil pengujian
delaminasi keseluruhannya bernilai nol. Kayu lapis yang dihasilkan dalam
penelitian ini juga telah memenuhi standar SNI 01-5008.2-2000 yang
mensyaratkan bagian contoh uji delaminasi kayu lapis yang mengelupas maksimal
yaitu 25 mm, sedangkan panjang bagian yang mengelupas pada kayu lapis pada
penelitian ini adalah 0 mm atau permukaan vinir yang dilaburi perekat tidak
terdelaminasi sama sekali. Hal ini membuktikan perekat epoxy extreme demp-x
tergolong perekat yang kuat karena antar vinir pada kayu lapis tidak ada yang
mengelupas walaupun telah diuji dalam perlakuan yang ekstrim. Myal (1989)
menyatakan bahwa perekat epoxy memiliki daya rekat yang permanen, tahan
panas maupun cuaca dingin, tahan air, tahan minyak, tahan alkali, dan merupakan
tipe perekat eksterior.

Delaminasi (%)

0.5
0.4
0.3
0.2

200 g/m²
225 g/m²

0.1
0

0

0

0

0

0

0

0

0
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 9 Nilai delaminasi kayu lapis
Epoxy mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya masa tunggu rekat
yang waktunya dapat disesuaikan, ikatan rekat yang lebih kuat pada spesies yang
susah direkatkan, dan dapat digunakan untuk merekatkan kayu dengan benda lain
seperti logam (Pizzi 1994). Berdasarkan analisis keragaman (anova), hasil uji
delaminasi menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat labur, dan interaksi

13
keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap delaminasi
kayu lapis.
Modulus of Elasticity (MOE)
MOE sejajar serat
Hasil nilai pengujian MOE pada arah sejajar serat kayu lapis berkisar antara
35 361 – 72 622 kg/cm2. Nilai MOE arah sejajar serat yang tertinggi adalah kayu
lapis dengan perlakuan kadar air 40% dan berat labur 225 g/m2, sedangkan nilai
MOE yang terendah pada kayu lapis dengan perlakuan kadar air 50% dan berat
labur 200 g/m2 (Gambar 10). Standar SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai
MOE kayu lapis arah sejajar serat sebesar 80 000 kg/cm2. Berdasarkan standar
tersebut, nilai hasil pengujian MOE sejajar serat tidak memenuhi standar.

MOE (kg/cm²)

100000
80000
60000

55218

57954

72622

SNI 1999

58388

52409

44843

45056

35361

40000

200 g/m²
225 g/m²

20000
0

8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 10 Nilai MOE sejajar serat kayu lapis.
Nilai MOE yang rendah diduga karena kerapatan kayu lapis dan kayu
penyusunnya. Kerapatan yang semakin tinggi mengakibatkan nilai MOE yang
semakin tinggi pula, begitu pun sebaliknya. Menurut Pandit dan Kurniawan
(2008), sengon merupakan kayu cepat tumbuh yang memiliki kelas kuat IV-V
dengan kerapatan sebesar 0.33 g/cm3. Kerapatan kayu sengon yang tergolong
reandah tersebut mengakibatkan nilai MOE yang rendah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Haygreen dan Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa penentu utama
sifat MOE adalah kerapatan kayu dan kadar perekat. Semakin banyak kadar
perekat maka semakin tinggi kekuatan kayunya. Berat labur perekat 225 g/m2
menghasilkan nilai MOE yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat labur 200
g/m2, sehingga berat labur yang lebih banyak menghasilkan garis rekat yang lebih
banyak dan ikatan rekat yang lebih kuat karena perekat dapat lebih banyak masuk
ke dalam kayu. Menurut Martawijaya (2005), MOE kayu solid sengon dalam
kondisi basah sebesar 33 000 kg/cm2 dan dalam kondisi kering sebesar 44 500
kg/cm2. Nilai MOE kayu lapis sengon lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
solid sengon. Hal ini diduga oleh adanya perekat pada vinir yang dapat
meningkatkan kekuatan kayu lapis. Nugraha (2014) menyatakan bahwa nilai
MOE yang besar diduga karena vinir yang lebih tipis memiliki ikatan rekat yang
lebih kuat akibat banyaknya garis perekat dan penetrasi perekat yang lebih baik
sehingga saat diberikan beban akan lebih kuat menahan gesekan antar lapisan.

14
Hasil analisis keragaman (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat
labur, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap MOE sejajar serat kayu lapis yang dihasilkan.
MOE tegak lurus serat
Hasil pengujian MOE tegak lurus serat berkisar antara 4731–6776 kg/cm2.
Nilai MOE tegak lurus serat yang tertinggi terdapat pada kayu lapis dengan
perlakuan kadar air 8% dan berat labur 225 g/m2, sedangkan nilai MOE tegak
lurus serat yang terendah pada kayu lapis dengan perlakuan 60% dan berat labur
200 g/m2. Hasil pengujian pada Gambar 11 menunjukkan adanya penurunan MOE
kayu lapis dengan adanya peningkatan kadar air kayu lapis. Kadar air dapat
mempengaruhi nilai kekuatan kayu lapis. Kadar air yang semakin tinggi diduga
mengakibatkan nilai MOE yang semakin rendah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Bowyer et al. (2003) yang menyatakan bahwa kadar air berpengaruh
terhadap kekuatan kayu atau produk kayu. Kadar air kayu lapis berkisar antara
14.98-17.25%. Kadar air yang tinggi ini diduga yang menyebabkan nilai MOE
rendah. Selain itu, kerapatan bahan baku juga mempengaruhi nilai MOE. Menurut
Kelly (1977), besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh besarnya kerapatan
bahan baku asal dan kandungan perekat yang digunakan. Berdasarkan SNI 015008.7-1999, syarat nilai sifat kekakuan kayu pada arah orientasi tegak lurus serat
akan memenuhi kriteria jika memiliki nilai lebih dari 10 000 kg/cm2. Nilai
pengujian MOE kayu lapis arah tegak lurus serat yang diperoleh tidak memenuhi
standar. Hasil penelitian selengkapnya ditampilkan pada Gambar 11.

MOE (kg/cm²)

12000
10000
8000

SNI 1999

6756 6776
5679

6000

5770

5674 5695

4730

4731
200 g/m²

4000

225/m²

2000
0
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 11 Nilai MOE tegak lurus serat kayu lapis
Hasil uji analisis keragaman (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kadar
air memberikan pengaruh yang berbeda nyata, namun perbedaan berat labur dan
interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
MOE tegak lurus serat. Nilai MOE sejajar serat yang dihasilkan lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai MOE tegak lurus serat. Pada keteguhan sejajar serat,
panjang bentang contoh uji sejajar dengan permukaan atas (face) maupun bawah
(back) kayu lapis. Ketiga lapisan kayu lapis ini mengalami tegangan yang berbeda.
Pada lapisan atas terjadi tegangan tekan, lapisan tengah terjadi tengangan netral,
dan lapisan bawah terjadi tegangan tarik. Kondisi kritis terjadi pada bagian bawah
kayu lapis. Bagian bawah kayu lapis terjadi gaya yang menarik kayu pada arah
sejajar seratnya, karena kayu mempunyai kekuatan tarik sejajar serat yang lebih

15
tinggi daripada kekuatan tarik tegak lurus serat maka kayu lapis akan memiliki
keteguhan sejajar serat yang tinggi pula. Sebaliknya pada keteguhan tegak lurus
serat, bagian yang mengalami tegangan tarik adalah kayu pada arah tegak lurus
seratnya yang diketahui mempunyai keteguhan yang rendah. Nuryawan et al.
(2008) menyebutkan bahwa nilai kekuatan lentur sejajar serat akan lebih tinggi
dibandingkan dengan kekuatan lentur tegak lurus serat. Hal ini terjadi karena pada
pengujian kekuatan lentur sejajar serat beban seolah-olah memotong serat,
sedangkan pada pengujian kekuatan lentur tegak lurus serat beban seolah-olah
membelah serat. Beban yang memotong serat lebih sulit dibandingkan dengan
membelah serat.
Modulus of Rupture (MOR)

MOR (kg/cm²)

MOR sejajar serat
MOR merupakan kemampuan bahan untuk menahan beban hingga batas
maksimum atau bahan mengalami kerusakan. Berdasarkan hasil penelitian, MOR
sejajar serat berkisar antara 169.05–290.69 kg/cm2.
350
300
250
200
150
100
50
0

272.9

248.54

290.69

263.7

196.68

244.67

283.3 SNI 1999

169.05
200 g/m²
225 g/m²

8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 12 Nilai MOR sejajar serat kayu lapis
Standar SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOR sejajar serat
memiliki nilai minimum sebesar 320 kg/cm2. Nilai MOR sejajar serat yang
dihasilkan tidak memenuhi standar SNI. Hal ini diduga disebabkan oleh kerapatan
kayu penyusunnya. Semakin rendah kerapatan kayu maka MOR sejajar serat
semakin rendah pula. Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa semakin besar
nilai kerapatan maka semakin kuat kayu tersebut karena adanya perbedaan
ketebalan dinding sel dan lumennya. Menurut Ruhendi (2007), kayu yang
memiliki dinding sel tebal dan lumen kecil memiliki kerapatan yang tinggi,
sebaliknya kayu yang memiliki dinding sel tipis dan lumen besar memiliki
kerapatan yang rendah. Diameter lumen sengon lebih besar dibandingkan dengan
tebal dinding selnya. Martawijaya (2005) menyebutkan bahwa sengon memiliki
diameter lumen sebesar 39.4 µ dan tebal dinding sel sebesar 3.3 µ. Hal ini yang
diduga menjadi penyebab nilai MOR kayu lapis rendah atau tidak memenuhi
standar. Gambar 12 juga menunjukkan bahwa berat labur 225 g/m2 memberikan
nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat labur 200 g/m2. Berat
labur yang semakin tinggi menghasilkan nilai MOR sejajar serat yang semakin
tinggi pula. Berdasarkan hasil uji analisis keragaman (anova), perbedaan kadar air,

16
berat labur, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap MOR sejajar serat.

MOR (kg/cm²)

MOR tegak lurus serat
Gambar 13 memperlihatkan bahwa nilai MOR tegak lurus serat permukaan
kayu lapis berkisar antara 78.09–136.27 kg/cm2.
160
140
120
100
80
60
40
20
0

128.16

136.27

103.46 106.87
78.09 83.58

79.21 82.41
200 g/m²
225 g/m²

SNI 1999
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 13 Nilai MOR tegak lurus serat kayu lapis
Nilai MOR yang paling rendah terdapat pada kayu lapis dengan perlakuan
kadar air 50% dan berat labur 200 g/m2. Hal ini disebabkan oleh kadar air kayu
lapis dan kadar air kayu penyusunnya. Semakin tinggi kadar air kayu maka
semakin rendah nilai MOR kayu lapisnya. Menurut Mardikanto et al. (2011),
semakin kering kayu yang berada dibawah titik jenuh serat maka kekuatan kayu
akan semakin tinggi karena ketika air keluar dari dinding sel, molekul di dalam
kayu bergerak saling mendekat dan membentuk ikatan yang lebih kuat. Selain itu,
penambahan berat labur pada kayu lapis menghasilkan nilai kekuatan yang
semakin meningkat. SNI 01-5008.7-1999 mensyaratkan nilai MOR kayu lapis
pada arah tegak lurus serat yaitu 10 kg/cm2. Berdasarkan hal tersebut, nilai MOR
tegak lurus serat pada penelitian ini telah memenuhi syarat. Menurut Hindrawan
(2005), nilai MOR yang semakin tinggi maka bahan tersebut dapat menahan
beban yang lebih berat atau beban maksimum. Berdasarkan analisis keragaman
(anova), perbedaan kadar air memberikan pengaruh yang berbeda nyata namun
perbedaan berat labur tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
MOR tegak lurus serat.
Keteguhan Rekat
Keteguhan rekat retak kupas terbuka
Nilai keteguhan rekat kayu lapis retak kupas terbuka berdasarkan hasil
pengujian berkisar antara 16.98–23.76 kg/cm2. Gambar 14 menunjukkan bahwa
kayu lapis dengan perlakuan kadar air 50% dan berat labur 225 g/m2 memiliki
nilai keteguhan rekat yang paling tinggi dibandingkan ketiga perlakuan lainnya.
Dapat dilihat pula bahwa berat labur yang lebih banyak dapat menghasilkan nilai
keteguhan rekat kayu lapis yang lebih tinggi pula. Bowyer et al. (2003)
menyatakan bahwa sifat keteguhan rekat akan semakin baik dengan bertambahnya
jumlah perekat yang digunakan. Jika dibandingkan dengan SNI 01-5008.7-1999
yang mensyaratkan batas minimal nilai keteguhan rekat sebesar 7 kg/cm2, nilai

17

Keteguhan rekat (kg/cm²)

keteguhan rekat kayu lapis hasil pengujian telah memenuhi standar. Pizzi (1994)
menyatakan bahwa perekat epoxy memiliki ikatan rekat yang kuat maka kayu
lapis dengan perekat epoxy akan memiliki keteguhan yang baik sehingga nilai
yang dihasilkan memenuhi standar SNI.
25

21.98

19.82
20

23.76
19.95

16.98 17.34

17.29

17.52

15

SNI 1999

10

200 g/m²

5

225 g/m²

0
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 14 Nilai keteguhan rekat retak kupas terbuka
Berdasarkan hasil penelitian, kayu lapis yang memiliki kadar air yang tinggi
(40-60%) ternyata mampu menghasilkan nilai keteguhan rekat yang tinggi. Hal ini
disebabkan kayu lapis tersebut direkat dengan perekat epoxy extreme demp-x.
Hasil penelitian ini dapat membantah standar SNI yang menyebutkan bahwa batas
kadar air vinir untuk pembuatan kayu lapis yaitu dibawah 14%, karena dapat
dibuktikan pada hasil penelitian ini bahwa vinir berkadar air tinggi dapat
menghasilkan kayu lapis dengan keteguhan rekat yang tinggi. Perekat epoxy ini
dirancang untuk penggunaan bahan baku dalam kondisi yang basah. Hasil uji
analisis keragaman (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kadar air, berat labur,
dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
keteguhan rekat retak kupas terbuka.

Keteguhan rekat (kg/cm²)

Keteguhan rekat retak kupas tertutup
Hasil pengujian keteguhan rekat kayu lapis pada orientasi retak kupas
tertutup berkisar antara 8.02–23.11 kg/cm2. Nilai keteguhan rekat selengkapnnya
dapat dilihat pada Gambar 15.
23.11

25
20
14.66
15

11.16

8.16

10

14.95

13.1

12.22

SNI 1999

8.02

200 g/m²
225 g/m²

5
0
8%

40%

50%

60%

Perlakuan Kadar Air

Gambar 15 Nilai keteguhan rekat retak kupas tertutup

18
Berdasarkan SNI 01-5008.7-1999 nilai keteguhan rekat kayu lapis
disyaratkan minimum 7 kg/cm2, maka seluruh kayu lapis pada penelitian ini telah
memenuhi syarat nilai keteguhan rekatnya. Menurut Palupi (2003), nilai
keteguhan rekat kayu lapis yang tinggi akibat dari keberhasilan perekat memasuki
pori kayu. Hasil uji analisis keragaman (anova) memperlihatkan bahwa perbedaan
kadar air dan berat labur memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
keteguhan rekat retak kupas tertutup.
Nilai keteguhan rekat kayu lapis pada arah orientasi retak kupas tertutup ini
juga lebih rendah dibandingkan dengan nilai keteguhan rekat kayu lapis pada arah
orientasi retak kupas terbuka. Hal ini diduga karena aksi bersikunci (interlocking)
pada dua lapisan yang berbeda (permukaan tight dan loose) kurang kuat
dibandingkan dengan orientasi retak kupas terbuka yang kedua permukaannya
sama-sama loose.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik kayu lapis yang direkat dengan perekat epoxy extreme demp-x
pada perlakuan kadar air 40% dan berat labur perekat 225 g/m2 memiliki sifat fisis
dan mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kadar air dan berat
labur lainnya. Nilai delaminasi kayu lapis yang dihasilkan telah memenuhi standar
SNI 01-5008.2-2000 serta nilai MOR tegak lurus serat dan keteguhan rekat kayu
lapis yang dihasilkan juga telah memenuhi standar SNI 01-5008.7-1999.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan jenis kayu lain,
tekanan dan waktu kempa yang bervariasi serta mengenai sifat keawetan kayu
lapis menggunakan rayap dan jamur untuk mengetahui sifat dan keawetan kayu
lapis yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, Shmulssky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood
Science. An Introduction, Fourth Edition. Iowa (US): A Blackwell Publishing
Company.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. Kayu Lapis Struktural. Jakarta (ID):
Badan Standardisasi Nasional.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Kayu Lapis Penggunaan Umum.
Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[CV DMP] CV Dwitunggal Mitra Perkasa. 2014. Perekat Epoxy Extreme Demp-x
[Internet]. [diunduh 2014 Nov 3]; Tersedia pada: http://www.dempxepoxy.com.

19
Damanik RI. 2005. Kekuatan Kayu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera
Utara.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Kehutanan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Fauziah WH. 2011. Karakteristik kayu lapis dari jenis kayu berdiameter kecil
(small diameter log) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haygreen JG dan JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu
Pengantar. Hadikusumo SA. Penerjemah: Prawiro Hatmojo, Editor.
Terjemahan: Forest Product and Wood Science : An Introduction. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press.
Hindrawan P. 2005. Pengujian sifat mekanis panel struktrural dari kombinasi
bambu tali (Gigantochloa apus Bl. ex. (Schult. F.) Kurz) dan kayu lapis.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kelly MW. 1997. Critical Literature Riview of Relationship Between Processing
Parameters and Physical Properties of Particleboard. General Technical Report
FLL-10
Kliwon S. 2000. Pengembangan tanin sebagai bahan perekat kayu lapis dan papan
partikel. Prosiding Seminar Nasional III MAPEKI; Jatinagor, 22-23 Agustus
2000. Bogor (ID): Pusat Penelitian Hasil Hutan. Hlm 307-315.
Kollman FFP and WA Cote JR. 1984. Principles of Science and Technology. Vol
I. Solid Wood. Springer- Verlag Berlin Heidelberg New York.
Mahfuz. 2008. Penggunaan Bambu Sebagai lnti (Core) Kayu Lapis. Kumpulan
Hasil Penelitian Bidang Kayu, Rotan dan Bambu. Hal 76-86. Balai Riset dan
Standardisasi Industri, Banjarbaru. Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Press.
Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 2005. Atlas
Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Departemen Kehutanan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutnanan.
Massijaya MY. 2006. Plywood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu. Program
Studi Ilmu pengetahuan Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Myal MC. 1989. The Ultimate Glue in Wood Air Craft Building Technique.
Oshkosh (US): The EAA Aviation Foundation Inc.
Nugraha PY. 2006. Studi pembuatan bambu lapis dari anyaman bambu tali
(Gigantochloa apus (J.A & J.H. schulter Kurz) dengan menggunakan perekat
UF dan MF. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugraha RB. 2014. Pengaruh Perlakuan Perebusan dan Variasi Ketebalan Vinir
Terhadap Karakteristik Vinir Lamina Kayu (Falcataria moluccana (Miq.) B.
Grimes) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuryawan A, Massijaya MY, Hadi YS. 2008. Sifat Fisis dan Mekanis Oriented
Strand Board (OSB) dari Akasia, Ekaliptus dan Gmelina Berdiameter Kecil:
Pengaruh Jenis Kayu dan Macam Aplikasi Perekat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Hasil Hutan 1 (2): 60-66.
Palupi NP. 2003. Produksi dan karakteristik perekat berbahan baku karet siklo dan
aplikasinya pada pembuatan kayu lapis [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

20
Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai
Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Perdagangan Indonesia. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Pizzi A, Mittial KL. 1994. Handbook of Adhesive Technology. New York (US):
Marcel Dekke Inc.
Rosihan HA. 2005. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu lapis dari empat jenis
kayu tanaman. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ruhendi S, Koroh DN, Syamani FA, Yanti H, Nurhaida, Saad S, Sucipto T. 2007.
Analisis Perekatan Kayu. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sekino N, M Inoue, M Irle. 1997. Thickness Swelling and Internal Bond Strength
of Particleboards from Steam-Pretreated Particles. Mokuzai Gakkaishi 43(12):
1009-1015.
Tan Lieke. 1992. Ekstraksi dan Identifikasi Tanin Kulit Kayu Beberapa Jenis
Pohon Serta Penggunannya Sebagai Perekat Kayu Lapis Eksterior. [tesis].
Program Pascasarjana IPB. Tidak dipublikasikan.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,
Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Vick CB. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials.Wood Handbook, Wood as
an Engineering Material. Chapter 9. USA (US): Forest Product Society.

21

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data sifat perekat epoxy extreme demp-x
No
Pengujian perekat
1
Kenampakan
2
3
4
5
6
7

Hasil pengujian
Warna putih, halus, tidak ada debu, lengket,
sangat kental, dan bau tidak terlalu menyengat
11
Lebih dari 200 poise
1.69
98.91 %
96.56 %
7 menit

Keasaman atau pH
Kekentalan
Berat jenis
Sisa penguapan
Kadar abu
Waktu gelatinasi

Perhitungan:
Berat jenis

(Berat pikno dan perekat −berat pikno kosong )

=

(Berat pikno dan air −berat pikno kosong )

(57.94−15.85)

=

(40.74−15.85)

Berat perekat setelah dioven

Sisa penguapan =

Berat perekat awal
2.73

=
Kadar Abu

=

= 1.69

2.76

x 100% = 98.91%

Berat perekat setelah di tanur
Berat perekat sisa penguapan
28.60

=

29.62

x 100%

x 100% = 96.56%

Lampiran 2 Anova kadar air kayu lapis
Type III Sum
Source
of Squares
Corrected Mo