Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Pendekatan Artificial Neural Network dan Logistic Regression (Studi Kasus: DAS Citarum, Jawa Barat)

PEMODELAN PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN
LAHAN DENGAN PENDEKATAN ARTIFICIAL NEURAL
NETWORK DAN LOGISTIC REGRESSION
(STUDI KASUS: DAS CITARUM, JAWA BARAT)

FARID RIDWAN

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemodelan Perubahan
Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Pendekatan Artificial Neural Network dan
Logistic Regression (Studi Kasus: DAS Citarum, Jawa Barat) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Farid Ridwan
NIM A14070087

ABSTRAK
FARID RIDWAN. Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Artificial Neural Network dan Logistic Regression (Studi kasus: DAS
Citarum, Jawa Barat). Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan
KOMARSA GANDASASMITA.
Perubahan penutupan/penggunaan lahan terjadi atau sedang terjadi karena
banyak faktor. Perubahan penutupan/penggunaan lahan dapat berakibat positif dan
berakibat negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan
penggunaan lahan yang terjadi di DAS Citarum dari tahun 2000 sampai 2010 dan
memodelkan perubahan penutupan/penggunaan lahan dengan pendekatan
Artificial Neural Network (ANN) dan Logistic Regression (Logit). Selama periode
ini, penutupan lahan yang mengalami penurunan antara lain hutan primer (12.364

ha), hutan sekunder (15.641 ha), sawah (31.873 ha), tambak (2105 ha), dan kebun
teh (31 ha) sedangkan yang mengalami penambahan luas antara lain agroforestri
(1.819 ha), pertanian (6.670 ha), permukiman pedesaan (41.574 ha), permukiman
perkotaan (1.559 ha), tanaman hortikultur (10.308 ha), dan rumput (39 ha).Kedua
model pendekatan ANN dan Logit dapat memprediksi penutupan/penggunaan
lahan tahun 2012 dengan nilai Kappa yang sangat baik, yaitu 0,962 untuk ANN
dan 0,964 untuk Logit.
Kata kunci :

Pemodelan perubahan pentupan/penggunaan lahan, Artificial
Neural Networks, Logistic Regression

ABSTRACT
FARID RIDWAN. Modeling land use/cover change using Artificial Neural
Network and Logistic Regression Approach (A case study of Citarum Watershed,
West Java). Supervised by MUHAMMAD ARDIANSYAH and KOMARSA
GANDASASMITA.
Land use/cover change (LUCC) have occured (or, are occurring) because of
many factors. LUCC can be a positive impact and also have a negative impact.
The objectives of this research were to determine the changes in land use that

occured in the Citarum watershed from 2000 until 2010 and build LUCC
modelling with Artificial Neural Network (ANN) and Logistic Regression (Logit)
approaches. During this period, land cover has decreased are primary forest
(12.364 ha), secondary forest (15.641 ha), paddy (31.873 ha), fishpond (2105 ha),
and tea garden (31 ha) whereas land cover has increased are agroforestry (1.819
ha), agriculture (6.670 ha), rural (41.574 ha), urban (1.559 ha), horticulture
(10.308 ha), and grass (39 ha). Both of modelling approaches, ANN and Logit,
can predict LUCC in 2012 with very good Kappa values, 0,962 for ANN and
0,964 for Logit.
Keywords :

Land use/cover change modeling, artificial neural networks,
logistic regression

PEMODELAN PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN
LAHAN DENGAN PENDEKATAN ARTIFICIAL
NEURALNETWORK DAN LOGISTIC REGRESSION
(STUDI KASUS: DAS CITARUM, JAWA BARAT)

FARID RIDWAN


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Artificial Neural Network dan Logistic Regression
(Studi Kasus: DAS Citarum, Jawa Barat)
Nama
: Farid Ridwan
NIM
: A14070087


Disetujui oleh

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah
Pembimbing I

Dr.Ir. Komarsa Gandasasmita, M. Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
ialah Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Pendekatan

Artificial Neural Network dan Logistic Regression (Studi Kasus: DAS Citarum,
Jawa Barat).
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir.
Muhammad Ardiansyah dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dari awal proses penelitian serta Ibu
Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan
juga memberikan kritik serta saran terhadap skripsi ini. Di samping itu, ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staff Departemen
ITSL yang telah memberikan ilmu serta pengalaman, membimbing dan membantu
penulis selama mengikuti pendidikan di Departemen ITSL. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak-kakak, dan adik atas segala doa
dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih selanjutnya diberikan kepada kakaksenior dan teman yang berada di CCROM, Kak Ikhsan, Kak Sisi, Kak Anter, dan
Tasha yang telah memberi saran serta membantu selama pengumpulan dan
pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Alfaridzi,
Rendra, Rhoma, Suefi, Ilmu Tanah 44, dan Azimuth yang telah membantu dan
menyemangati selama pengerjaan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk kedepannya. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Juni 2014
Farid Ridwan

ABSTRAK

ii

PRAKATA

vi

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan


3

Identifikasi dan Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan

3

Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

4

Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan

5

Artifcial Neural Network (ANN)

5

Logistic Regression (Logit)


6

BAHAN DAN METODE

7

Bahan dan Alat

7

Metode Penelitian

7

Tahap Persiapan

7

Tahap Pengolahan Data


9

Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan
Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas

9
11

Pemodelan dan Proyeksi Penutupan/Penggunaan Lahan

12

Tahap Validasi Peta Proyeksi

15

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

16

Keadaan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum

16

Klimatologi

17

Morfologi Bentuk dan Kelerengan Wilayah Sub DAS Citarum
HASIL DAN PEMBAHASAN

17
19

Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Citarum tahun 2000 dan 2010

19

Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Citarum
Tahun 2000-2010

21

Hubungan Peubah Bebas yang Digunakan dalam Pemodelan
Terhadap Perubahan Penutupan/Peggunaan Lahan di DAS Citarum
Tahun 2000-2010

23

Pemodelan dengan Pendekatan ANN dan Logit

27

Validasi Peta Proyeksi Penutupan/Penggunaan Lahan Pendekatan
ANN dan Logit Berdasarkan Peta Penutupan/Penggunaan Lahan
Tahun 2012

30

KESIMPULAN

32

Kesimpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
No

Teks

Halaman

1.
2.
3.

Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Software yang Digunakan dalam Penelitian
Karakteristik Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan
yang Digunakan (Band 5, 4, 2)
4. Sub Wilayah DAS Citarum
5. Indeks Ratio Kebulatan DAS (Circularity Ratio) setiap sub DAS
di DAS Citarum (Tukayo, 2011)
6. Summary Karakteristik Kelerengan DAS Citarum (Tukayo, 2011)
7. Luas Penutupan/Penggunaan DAS Citarum Tahun 2000 dan 2010
8. Matriks Transisi Luas Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan
dari Tahun 2000 ke Tahun 2010
9. Matriks Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan
10. Luas Penutupan/Penggunaan Lahan Peta Proyeksi
Tahun 2012 ANN dan Logit

7
7
9
17
17
18
20
22
29
30

DAFTAR GAMBAR
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16

Teks

Halaman

Ilustrasi Multi Layer Perceptron (Pijanowski et al., 2002)
Diagram Alir Metode Penelitian
Tampilan Jendela Menu Land Change Modeler (LCM)
tab Change Analysis pada Idrisi Selva
Tampilan Jendela Peubah Dependen yang Dimodelkan
Tampilan Jendela Peubah Bebas yang Dimasukkan ke dalam
Sub Model
Tampilan Jendela Pendekatan Pemodelan yang Dipakai
Tampilan Jendela Markov Chain
Tampilan Jendela Proyeksi Pemodelan
Tampilan Jendela Crosstab
Peta Lokasi Penelitian
Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2000 (a) dan 2010 (b)
Peubah Jarak ke Jalan (a) dengan Perubahan Penutupan/Penggunaan
Lahan Tahun 2000-2010 (b)
Peubah Jarak ke Sungai (a) dengan Perubahan Penutupan/Penggunaan
Lahan Tahun 2000-2010 (b)
Peubah Kepadatan Penduduk Permukiman Pedesaan per Piksel (a);
Kepadatan PendudukPermukiman Perkotaan per Piksel (b); dan
Perubahan Penutupan/Penggunaan LahanTahun 2000-2010 (c)
Peubah Lereng (a) dengan Perubahan Penutupan/Penggunaan
Lahan Tahun 2000-2010 (b)
Peubah Pendapatan Penduduk (a) dengan Perubahan Penutupan/
Penggunaan Lahan Tahun 2000-2010 (b)

6
8
13
13
14
14
14
15
15
16
19
24
24

25
26
26

No

Teks

Halaman

17 Grafik Penambahan dan Pengurangan Luas Tahun 2000-2010
18 Peta: (a) Proyeksi Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012 dengan
ANN (b) Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012 (interpretasi citra)
19 Peta: (a) Proyeksi Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012 dengan
Logit (b) Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012 (interpretasi citra)

28
31
31

DAFTAR LAMPIRAN
No
1.
2.
3.

Teks

Halaman

Peluang Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan ANN dan Logit
37
Validasi Silang Metode Crosstab antara Luas Proyeksi ANN Tahun 2012
dengan Luas Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012
43
Validasi Silang Metode Crosstab antara Luas Proyeksi Logit Tahun 2012
dengan Luas Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Tahun 2012
44

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik materil maupun spiritual. Berbagai
macam perlakuan dari manusia terhadap lahan akan menjadikan lahan tersebut
berubah-ubah pemanfaatannya sesuai dengan kebutuhan manusia (Arsyad, 1989).
Perkembangan sosial, politik, ekonomi, budaya, teknologi, dan keadaan alam
menyebabkan terjadinya perubahan penutupan/penggunaan lahan. Perubahan
penutupan/penggunaan lahan ini dapat menuju ke arah yang positif yaitu
pembangunan yang sesuai dengan perencanaan dan daya dukung lahan namun
juga dapat berakibat negatif seperti degradasi lahan, polusi udara, pencemaran air,
perubahan iklim lokal, dan hilangnya biodiversitas (Hu et al., 2008). Perubahan
penggunaan lahan menyebabkan bertambah luasnya suatu penggunaan lahan
tertentu dan berkurangnya penggunaan lahan yang lain.
Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat dan berperan
sangat penting bagi kehidupan sosial ekonomi di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Citarum mengairi areal irigasi seluas 420.000 ha dan merupakan sumber air baku
80 % penduduk Jakarta. Penduduk yang dilayani Citarum sebanyak 15 juta jiwa di
Jawa Barat dan 10 juta jiwa di DKI Jakarta. Saat ini, jumlah penduduk,
permukiman, dan kegiatan industri di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum
bertambah dan berkembang dengan pesat, yang mana hal ini dapat menyebabkan
perubahan penggunaan lahan, baik itu perubahan menuju positif maupun negatif.
Oleh sebab itu, proyeksi penggunaan lahan di DAS Citarum sangat penting untuk
mengetahui pola penggunaan lahan dimasa datang sehingga perubahan
penutupan/penggunaan lahan yang bersifat negatif dapat dicegah atau dikurangi.
Perubahan penggunaan lahan dapat dianalisis dengan membandingkan dua
peta penggunaan lahan beda waktu atau menggunakan suatu model. Model
merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari sesuatu yang terjadi di alam
ini dan dapat memprediksi keadaan yang akan datang (Munibah, 2008). Model
Perubahan penggunaan lahan dapat menunjukkan sebagian kompleksitas sistem
penggunaan lahan serta dapat menguji stabilitas hubungan sistem sosial dan
ekologi melalui skenario yang dibangun (Veldkamp dan Lambin, 2001). Selain
itu, model perubahan penggunaan lahan sering digunakan sebagai input atau
masukan dalam penelitian dampak lingkungan, misalnya digunakan sebagai input
untuk menghitung polusi udara, emisi, erosi, dan lain-lain (King et al., 1989).
Berbagai pendekatan pemodelan telah banyak digunakan untuk eksplorasi
atau analisis perubahan penggunaan lahan antara lain Markov Chain (Muller dan
Middleton, 1994), Cellular Automata (Clarke et al., 1994), dan model empiris
(Agarwal et al., 2002). Bantayan dan Bishop (1998) menggunakan pendekatan
Analythical Hierarchy Process (AHP) dan Universal Soil Loss Equation (USLE)
untuk proses pengambilan keputusan mengenai penggunaan lahan di hutan
Makiling, Filipina. Iswahyudi (2003) menerapkan model Markov untuk
menganalisis mekanisme perubahan penggunaan lahan Kota Medan dan untuk
mengetahui kecenderungan perubahan penggunaan lahannya pada periode yang
akan datang. Pijanowski et, al (2002) menggunakan Artificial Neural Network
(ANN) untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan di Michigan, Amerika
Serikat. Tasha (2012) juga menggunakan ANN untuk memprediksi dan

2

membangun model penggunaan lahan di Kabupaten Bengkalis. Sementara Hu dan
Lo (2007) menerapkan Logistic Regression (Logit) untuk pemodelan pertumbuhan
permukiman di Atlanta, Amerika Serikat.
Pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan ANN dan Logit. Kedua pendekatan dipilih karena
keduanya umum digunakan untuk proyeksi penggunaan lahan di masa akan
datang. Pendekatan ANN lebih mudah digunakan dibandingkan pendekatan Logit
karena bisa digunakan dengan banyak peubah dari faktor pendorong meskipun
diantaranya ada yang saling berkorelasi. Peubah bebas yang dipakai sebagai faktor
pendorong perubahan penggunaan lahan adalah sama untuk kedua model, yaitu
jarak ke jalan, jarak ke sungai, kepadatan permukiman perkotaan dan permukiman
pedesaan, pendapatan penduduk, dan kemiringan lereng.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi perubahan penutupan/penggunaan
lahan di sekitar DAS Citarum pada periode tahun 2000 dan 2010 dan pemodelan
perubahan penutupan/penggunaan lahan DAS Citarum dengan pendekatan ANN
dan Logit.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan
Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air, dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia di masa
lalu dan sekarang seperti reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang
merugikan seperti tersalinasi (Arsyad, 1989). Menurut FAO dalam Verawaty
(2011) lahan merupakan bagian dari bentang alam dimana lingkungan fisik seperti
iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan keadaan vegetasi alami yang meliputinya
serta secara potensial akan mempengaruhi penggunaan lahan. Lahan adalah suatu
daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer,
atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman, dan hewan serta
hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu
dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi
lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang (Sitorus,
2004).
Clawson dan Stewart dalam Anderson et al. (1976) mengatakan
penggunaan lahan adalah seluruh kegiatan manusia di lahan yang berhubungan
langsung dengan lahan. Lillesand dan Kiefer (1997) mendefinisikan penggunaan
lahan sebagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan suatu bidang lahan.
Penggolongan penggunaan lahan secara umum adalah: pertanian tadah hujan,
pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi. Tipe
penggunaan lahan merupakan penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih
terinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan fisik
dan sosial ekonomi tertentu, yaitu menyangkut pengelolaan, masukan yang
diperlukan, dan keluaran yang diharapkan secara spesifik (Rayes, 2007).
Identifikasi dan Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan
Identifikasi dan pemetaan penutupan/penggunaan lahan dapat dilakukan
melalui penginderaan jauh dengan interpretasi citra satelit. Salah satu citra satelit
yang umum digunakan adalah citra satelit Landsat. Satelit Landsat merupakan
satelit tak berawak pertama yang dirancang untuk memperoleh data tentang
sumberdaya bumi. Program Landsat telah meluncurkan beberapa generasi, yaitu :
generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua
terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, generasi ketiga terdiri dari Landsat 6 dan
Landsat 7 (Lillesand dan Kiefer, 1997). Belum lama ini program Landsat juga
telah meluncurkan Landsat 8.
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra dan menilai arti
penting obyek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1986). Di dalam
pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada rangkaian kegiatan yang
diperlukan yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi adalah pengamatan
atas ada atau tidaknya suatu obyek yang dideteksi dengan menggunakan
keterangan yang cukup yaitu menggunakan unsur interpretasi citra. Pada tahap
analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lint
dan Simonett dalam Sutanto, 1986).

4

Interpretasi citra dapat dilakukan dengan interpretasi visual dan interpretasi
digital. Interpretasi visual adalah pengkajian citra dengan memanfaatkan unsurunsur interpretasi sedangkan interpretasi digital adalah evaluasi kuantitatif tentang
informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi digital berupa
klasifikasi piksel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara
statistik. Pengklasifikasian citra secara digital mempunyai tujuan khusus untuk
mengkategorikan secara otomatis setiap piksel yang mempunyai informasi
spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan
pola spasial, dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau
tema keruangan (spasial) tertentu (Purwadhi dalam As-Syakur, 2007).
Interpretasi digital dapat dilakukan dengan klasifikasi terbimbing dan
klasifikasi tidak terbimbing (Sulistyawati, 1993). Menurut Schowengerdt (1983),
pada pendekatan terbimbing daerah-daerah atau lokasi citra yang akan
diklasifikasikan harus sudah diketahui sebelumnya, misalnya dengan survei
lapang, interpretasi foto udara atau sumber-sumber lainnya. Piksel-piksel penciri
yang telah dianalisis dan diidentifikasi digunakan untuk mengenal piksel-piksel
yang mempunyai ciri sama pada seluruh citra. Menurut Arymurti (1992), salah
satu pendekatan pada klasifikasi tidak terbimbing adalah analisis cluster yaitu
suatu teknik statistik yang mengelompokkan nilai-nilai piksel alamiah secara
otomatis ke dalam kelas-kelas spektral.
Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan
Menurut Hill dalam Edmonds dan Kyle (1998), perubahan penggunaan
lahan adalah fenomena yang kompleks yang sangat berbeda di suatu daerah dan
daerah lainnya. Penyebab perubahan meliputi pilihan personal, perundangundangan, peraturan dan rencana pemerintah, keadaan alam dari daerah itu
sendiri, dan keberadaan teknologi untuk mengembangkan lahan. Sementara
Rustiadi et al. (2007) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab
perubahan penggunaan lahan yaitu (1) tingginya permintaan atas lahan sebagai
akibat dari peningkatan jumlah penduduk, (2) market failure: alih profesi bagi
petani yang kemudian petani tersebut menjual sawahnya, sebagai akibat dari
pergeseran struktur dalam perekonomian dan dinamika pembangunan, dan (3)
government failure : kebijakan pemerintah, misalnya memberikan peluang
investasi di sektor industri namun tidak diikuti dengan kebijakan konversi lahan.
Laju perubahan penggunaan lahan akan semakin cepat seiring dengan
perkembangan pembangunan ekonomi, tidak hanya pada tingkat nasional tetapi
juga internasional. Meningkatnya permintaan akan sumberdaya lahan yang
disebabkan oleh meningkatnya aktivitas pembangunan dan keterbatasan serta
karakteristik sumberdaya lahan yang ada akan mendorong beralih fungsinya
lahan-lahan pertanian ke non-pertanian (Lopulisa, 1995).
Barlowe (1986) mengatakan bahwa dalam menentukan penggunaan lahan
terdapat empat faktor penting yang perlu dipertimbangkan yaitu: faktor fisik
lahan, faktor ekonomi, faktor kelembagaan, dan faktor kondisi sosial dan budaya
masyarakat setempat. Pertambahan jumlah penduduk berarti pertambahan
terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya
lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya
pertambahan penduduk. Demikian pula permintaan terhadap hasil non-pertanian
seperti kebutuhan perumahan dan sarana prasarana wilayah. Peningkatan

5

pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan material ini cenderung
menyebabkan persaingan dalam penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan
dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi
karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya
tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Pemodelan Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan
Sejalan dengan kemajuan teknologi komputasi dan penyimpanan data sejak
tahun 1980-an, para peneliti telah mulai mengembangkan pemodelan untuk
mensimulasikan penggunaan lahan yang terintegrasi (Salvini dan Miller, 2005).
Veldkamp dan Verburg (2004) mengatakan bahwa model perubahan penggunaan
lahan adalah alat untuk memahami dan menjelaskan akibat dan konsekuensi dari
dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan. Pemodelan spasial perubahan
penggunaan lahan merupakan teknik penting untuk menjelaskan proses-proses
perubahan dari segi jumlah maupun untuk menguji pemahaman kita tentang
proses-proses ini. Menurut Batty dan Longley (1994) pemodelan perubahan
penggunaan lahan merupakan alat yang berguna untuk menyelidiki berbagai
mekanisme dari perubahan penutupan/penggunaan lahan yang terjadi serta sosial,
ekonomi, dan peubah spasial yang mempengaruhinya. Model adalah abstraksi dari
sistem dunia nyata yang memiliki kedetilan masalah yang signifikan dengan
masalah yang sedang dipelajari, dan juga memiliki transparansi sehingga
mekanisme dan faktor kunci yang mempengaruhi perubahan dapat diidentifikasi
(Berger et al., dalam Munibah, 2008).
Klasifikasi model adalah model kuantitatif, kualitatif, dan model ikonik.
Model kuantitatif adalah model yang berbentuk rumus-rumus, matematika,
statistik, atau komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar,
diagram atau matriks, yang menyatakan hubungan antar unsur dan tidak
digunakan rumus-rumus, matematika, statistika, atau komputer. Model ikonik
adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan
meskipun skalanya diperbesar atau diperkecil (Muhammadi et al., dalam
Munibah, 2008).
Artificial Neural Network (ANN)
ANN adalah sebuah metode untuk memecahkan masalah yang kompleks
dengan cara yang sama seperti otak manusia. Untuk beberapa tahun kebelakang,
terutama sejak pertengahan abad terakhir, ketertarikan untuk mempelajari
mekanisme dan struktur otak telah meningkat. Perkembangan penelitian ini
membawa kepada perkembangan ANN untuk memecahkan persoalan yang
kompleks seperti pengenalan pola dan untuk mempelajari serta memproses
informasi dengan cepat (Huang, 2009). Neural networks mempunyai kemampuan
untuk mempelajari hubungan matematika antara input dan output. Hal ini bisa
dicapai dengan sebuah pelatihan yang diberikan kepada jaringan tersebut (Tu,
1996). Kemampuan dasar ANN adalah mampu mempelajari contoh input dan
output yang diberikan, kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan sehingga
mampu memecahkan permasalahan yang tidak dapat dipecahkan dengan
pendekatan lain. Selain itu, ANN mampu menyelesaikan permasalahan dimana
hubungan antara input dan output tidak diketahui dengan jelas.

6

Multi Layer Perceptron (MLP) adalah salah satu bentuk arsitektur jaringan
ANN yang paling banyak digunakan. MLP umumnya terdiri dari tiga jenis layer
dengan topologi jaringan seperti Gambar 1, yaitu lapisan masukan (input layer),
lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer) yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan non linier di kehidupan nyata
(Rumelhart, Hinton, dan Williams dalam Tasha 2012).

Gambar 1. Ilustrasi Multi Layer Perceptron (Pijanowski et al., 2002)
Logistic Regression (Logit)
Regresi merupakan salah satu metode untuk menemukan hubungan empiris
antara peubah dependen dengan beberapa peubah bebas dan peubah kontinu
(McCullagh dan Nelder dalam Arsanjani et al., 2013). Agresti (2002) mengatakan
perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat
dikategorikan sebagai peubah biner, kontinu, dan kategori. Ada beberapa cara
untuk memodelkan peubah-peubah ini, salah satu yang penting adalah model
regresi logistik. Model regresi logistik ada dua macam, yaitu regresi logistik
sederhana yang mempelajari hubungan antara satu peubah prediktor dengan satu
peubah dependen dikotomi dan regresi logistik ganda (Multiple Logistic
Regression) yang mempelajari hubungan antara beberapa peubah prediktor
dengan satu peubah dependen dikotomi. Regresi logistik menggunakan peubah
bebas untuk membuat rumus matematika yang memprediksi peluang terjadinya
sebuah peristiwa perubahan penggunaan lahan (Yesilnacar dan Topal, 2005).
Pada prinsipnya, regresi logistik mempunyai tujuan untuk memperkirakan
besarnya probabilitas kejadian tertentu. Penggunaan regresi logistik memiliki
kelebihan dalam hal pelanggaran beberapa asumsi yang harus ada pada regresi
linier biasa. Estimasi nilai Y juga terletak pada range yang sangat luas (dapat
berada di luar interval 0-1). Dengan demikian secara matematis penggunaan
regresi logistik menjadi lebih mudah digunakan (Sugiarto, 2013).
Berdasarkan model regresi, peluang perubahan dapat dihitung untuk setiap
lokasi yang berpotensi mengalami perubahan (Verburg et al., 2004). Menurut
Weisberg (1985) struktur regresi logistik dibagi menjadi 3 bagian yaitu (1) peubah
respon terdiri dari binomial bebas yang menunjukkan perubahan, (2) peluang
perubahan tergantung peubah bebas yang bersifat linier, dan (3) fungsi beberapa
Logit transform yang linier dengan varibel bebas untuk memperkirakan nilai
binomial.

7

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Data
Skala/
Sumber
Resolusi
1.
Citra Landsat TM 7 30 x 30 m www.glovis.usgs
tahun 2000, 2010,
dan 2012
2.
Peta Rupa Bumi
1:50.000
Bakosurtanal/
Indonesia (RBI)
Badan Informasi
Geospasial (BIG)
3.
Data kepadatan
Badan Pusat
penduduk Jawa
Statistik Jawa Barat
Barat Tahun 2010
4.
Data pendapatan
Badan Pusat
penduduk per
Statistik Jawa Barat
Kabupaten Jawa
Barat Tahun 2010
5.
Peta DEM-SRTM
90x90 m
earthexplorer.usgs.
(Digital Elevation
gov
Model-Shuttle
Radar Topograhy
Mission) Tahun

Keterangan
Interpretasi
penggunaan
lahan
Peta dasar,
peubah atau
faktor pendorong
Peubah atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Peubah atau
faktor pendorong
dalam pemodelan
Peubah atau
faktor pendorong
dalam pemodelan

Sementara, perangkat lunak (software) yang digunakan dalam penelitian
yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Software yang digunakan dalam penelitian
No.
Software
Fungsi
1.
Idrisi Selva
Pemodelan perubahan penggunaan lahan
2.
ArcGis 9.3
Interpretasi citra
3.
Microsoft Excel
Pengolahan data atribut

Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pengolahan data, tahap pemodelan, dan proyeksi penutupan/penggunaan lahan,
serta tahap validasi peta penutupan/penggunaan lahan hasil proyeksi dari model.
Secara ringkas tahapan penelitian disajikan pada Gambar 2.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai dari studi literatur dan pengumpulan data yang
dibutuhkan. Studi literatur dilakukan untuk menambah informasi yang berkaitan
dengan penelitian dan memperdalam pemahaman tentang pemodelan dengan
pendekatanANN dan Logit. Data yang dipersiapkan antara lain citra Landsat, peta
RBI, data kepadatan dan pendapatan penduduk, serta DEM-SRTM.

8

Citra Landsat
tahun 2000

Citra Landsat
tahun 2010

DEM-SRTM

interpretasi

Peta penutupan/
penggunaan lahan tahun
2000

Peta jalan

Peta sungai

Peta jarak ke batas
permukiman pedesaan

Peta jarak ke batas
permukiman perkotaan

distance

distance

distance

distance

Jarak ke jalan

Jarak ke sungai

Proporsi=0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak
ke permukiman)/1000)

Peta penutupan/
penggunaan lahan tahun
2010

Peta Lereng
Peta pendapatan
penduduk

Land Change Modeler

Tentukan transisi
(peubah dependen)

Image Calculator

Proporsi Populasi
Image Calculator

running model

Peta peluang perubahan
metode ANN

Peta peluang perubahan
metode Logit

Peta prediksi
penutupan/penggunaan lahan
tahun 2012 dengan metode
ANN

Peta prediksi
penutupan/penggunaan lahan
tahun 2012 dengan metode
Logit

Peubah
bebas

Kepadatan penduduk
Pd = ρ* A * P * C

Peta kepadatan
permukiman
pedesaan

Peta penutupan/
penggunaan lahan
tahun 2012

Validasi
Gambar 2. Diagram Alir Metode Penelitian

Peta kepadatan
permukiman
perkotaan

interpretasi
Citra Landsat
tahun 2012

9

Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data mencakup interpretasi citra Landsat untuk pemetaan
penutupan/penggunaan lahan dan pengolahan data atribut dan spasial untuk
peubah bebas.
Interpretasi Citra untuk Pemetaan Penutupan/Penggunaan Lahan
Interpretasi citra dilakukan secara visual menggunakan band 5,4,2.
Komposisi band ini dipilih agar memudahkan dalam melakukan interpretasi
penutupan/penggunaan lahan pada citra Landsat. Penutupan/penggunaan lahan di
DAS Citarum dibedakan menjadi 12 kelas yaitu agroforestri, hutan primer, hutan
sekunder, kebun teh, pertanian, permukiman pedesaan (permukiman pedesaan),
pemukiman perkotaan (permukiman perkotaan), rumput, sawah, tambak, tanaman
hortikultur, dan tubuh air mengikuti sistem Klasifikasi Penutupan Lahan
Kementrian Kehutanan (SNI 7645:2010). Kelas dan karakteristik
penutupan/penggunaan lahan yang digunakan disajikan pada Tabel 3. Interpretasi
dilakukan pada citra Landsat tahun 2000, 2010, dan 2012. Perubahan
penutupan/penggunaan lahan dari tahun 2000 ke 2010 dijadikan sebagai peubah
dependen dalam model sedangkan hasil interpretasi 2012 digunakan untuk
validasi peta proyeksi kedua pendekatan pemodelan.
Tabel 3. Karakteristik Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan yang Digunakan
(Band 5, 4, 2)
Penggunaan
Lahan

Kenampakan
Foto Lapang
Teks

Warna hijau muda-tua,
tekstur kasar, ukuran
Agroforestri sedang-luas, pola tidak
teratur, di perbukitanpegunungan

Keterangan

Citra

agrf

Hutan
primer

Warna hijau tua, tekstur
kasar, cenderung gelap
karena posisi obyek
berada pada dataran
tinggi/pegunungan

htpr

Hutan
sekunder

Warna hijau muda-tua,
tekstur agak
kasar/kasar,
perbukitan/pegunungan,
biasanya ditandai
dengan adanya jaringan
jalan

htsk

Lahan yang terdiri
dari pepohonan dan
tanaman pertanian
Hutan alam atau
hutan yang tumbuh
dan berkembang
secara alami, stabil,
dan belum
mengalami
gangguan manusia
Hutan yag tumbuh
secara alami sesudah
terjadinya
kerusakan/perubahan
pada tumbuhan
pertama. Hutan yang
telah mengalami
gangguan eksploitasi
oleh manusia

10

Lanjutan Tabel 3. Karakteristik Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan yang
Digunakan (Band 5, 4, 2)
Penggunaan
Lahan

Kenampakan
Foto Lapang
Teks

Warna hijau muda,
tekstur halus, ukuran
Kebun teh
kecil-sedang, bentuk
teratur-tidak teratur,
dataran tinggi
Warna hijau muda-tua,
merah muda, tekstur
sedang, ukuran
sedang-luas, pola tidak
Pertanian
teratur, biasanya
terdapat di sekitar
permukiman
Warna merah muda,
bentuk
kotak/trapesium,
Permukiman
tekstur kasar,
Pedesaan
berkelompok kecil(Permukiman
kecil, terlihat adanya
pedesaan)
pola jalan penghubung
antar kelompok
permukiman
Warna merah muda,
bentuk
Permukiman
kotak/trapesium,
Perkotaan
tekstur kasar, ukuran
(Permukiman
sedang-luas, pola
perkotaan)
teratur-tidak teratur,
jaringan jalan padat
Warna hijau-merah
muda, tekstur halus,
Rumput
ukuran kecil, bentuk
tidak teratur, di
dataran rendah
Warna hijau muda-tua,
bentuk petak persegi
Sawah
panjang, tekstur halus,
ukuran kecil-sedang,
pola teratur
Tambak

Warna biru kehitaman,
bentuk kotak/persegi
panjang, dekat laut

Keterangan

Citra

kbnt

Lahan yang
ditanami
tanaman teh

prtn

Aktivitas
pertanian seperti
tegalan dan
ladang

rurl

Permukiman
yang letaknya
diluar ibu kota
provinsi atau ibu
kota
kabupaten/kota

urbn

Permukiman
yang letaknya di
dalam ibu kota
provinsi atau ibu
kota
kabupaten/kota

rmpt

Lahan yang
terdiri dari
rumput

swah

Lahan yang
ditanami padi,
kadang tergenang
air atau kering

tmbk

Lahan yang
dipakai untuk
budidaya ikan
dan udang

11

Lanjutan Tabel 3. Karakteristik Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan yang
Digunakan (Band 5, 4, 2)
Penggunaan
Lahan

Tanaman
hortikultur

Tubuh air

Kenampakan
Foto Lapang
Teks
Warna hijau mudamerah muda, tekstur
halus, ukuran sedang,
pola teratur-tidak
teratur, biasanya
terdapat di dataran
tinggi dan bertipe
tanah andosol
Warna biru tua
kehitaman, bentuk
tidak teratur, tekstur
halus, ukuran kecilsedang, bentuk tidak
teratur

Keterangan

Citra

tnhr

tbhr

Lahan yang
ditanami
tanaman
hortikultur atau
sayur-sayuran

Lahan yang
berair

Pengolahan Data Atribut dan Spasial untuk Peubah Bebas
Peubah bebas yang dipakai antara lain adalah peta jarak ke jalan utama,
jarak ke sungai, peta kepadatan penduduk, peta lereng, dan peta pendapatan
penduduk. Peubah ini dipakai karena mudah dalam mendapatkan data dan
keterbatasan waktu dalam mengumpulkan data. Sebelumnya, Tasha (2012) juga
pernah menggunakan beberapa peubah bebas dalam penelitiannya mengenai
pemodelan perubahan penutupan/penggunaan lahan dengan ANN yaitu jarak ke
jalan, jarak ke sungai, jarak ke permukiman, dan kepadatan penduduk.
Peta jalan dan sungai diperoleh dari peta RBI skala 1:25.000. Peta jarak ke
jalan dibuat dengan cara memasukkan peta jalan ke modul Distance dengan
memilih menu GIS Analysis-Distance Operator-Distance pada Idrisi Selva. Jarak
dihitung berdasarkan Euclidean, yaitu jarak dari satu objek ke objek yang lainnya.
Satuan yang digunakan untuk jarak adalah meter. Peta jarak ke sungai mengikuti
cara pengolahan peta jarak ke jalan.
Data kepadatan penduduk digunakan untuk membuat peta kepadatan
penduduk. Dalam penelitian ini, kepadatan penduduk dibedakan menjadi
kepadatan penduduk permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan.
Penduduk permukiman pedesaan dan permukiman perkotaan dibedakan
berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 2010. Permukiman perkotaan adalah
penduduk yang bermukim di dalam ibu kota provinsi atau ibu kota
kabupaten/kota. Sementara itu, permukiman pedesaan adalah penduduk yang
bermukim di luar wilayah ibu kota provinsi atau ibu kota kabupaten/kota. Daerah
permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan didapat dari peta penggunaan
lahan tahun 2010. Setelah dipisahkan (clip) berdasarkan kecamatan, peta
kepadatan penduduk dibuat dengan modul Image Calculator pada Idrisi Selva
dengan memasukkan rumus proporsi populasi (Muin, 2009) yaitu:

12

P = 0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pusat pemukiman)/1000)
dimana jarak ke pusat permukiman dalam satuan meter. Peta kepadatan penduduk
per piksel dibuat dengan rumus :
Pd = ρ* A * P * C
dimana
Pd
: peta kepadatan penduduk per piksel
ρ
: kepadatan penduduk (penduduk/km2)
A
: luas wilayah penyebaran populasi (km2) = 3,14 * (2 km)2 =
12,5 km2
P
: proporsi populasi
C
: faktor konversi, dari 1 km2 ke 1 piksel
Kemudian setelah semua kecamatan didapatkan kepadatan penduduknya,
digabungkan kembali menjadi satu peta kepadatan penduduk permukiman
pedesaan dan kepadatan penduduk permukiman perkotaan.
Peta lereng dibuat dari DEM-SRTM 90 m dengan memilih menu GIS
Analysis-Surface Analysis-Topographic Variables-Slope pada Idrisi Selva. Lereng
dikelompokkan dari lereng landai sampai curam dengan simbol gradasi warna
gelap sampai ke terang.
Peta pendapatan penduduk dibuat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
kabupaten di Jawa Barat kemudian diproporsikan berdasarkan jumlah penduduk
per kecamatan. Maksud dari diproporsikan disini adalah PAD kabupaten dibagi
dengan jumlah penduduk kecamatan. Hasil proporsi pendapatan dimasukkan ke
dalam atribut raster peta administrasi kecamatan DAS Citarum.
Pemodelan dan Proyeksi Penutupan/Penggunaan Lahan
Pemodelan dan proyeksi dilakukan dengan menggunakan menu Land
Change Modeler (LCM) di dalam software Idrisi Selva. Tahapan yang digunakan
adalah change analysis, transition potential, dan change prediction. ANN dan
Logit mempunyai tahapan yang hampir sama, hanya berbeda di dalam tahap
transition potential pada saat pemilihan pendekatan yang diterapkan.
Change Analysis. Pada tahap ini, peta penutupan/penggunaan lahan tahun
2000 dijadikan sebagai earlier land cover image dan peta penutupan/penggunaan
lahan tahun 2010 digunakan sebagai later land cover image (Gambar 3). Tahap ini
menghasilkan grafik penambahan dan pengurangan luas dari setiap penggunaan
lahan dan menghasilkan kelas perubahan, yang pada proyeksi
penutupan/penggunaan lahan ini merupakan peubah dependen. Peubah ini
digunakan dalam ANN dan Logit pada tahap selanjutnya.

13

Gambar 3. Tampilan Jendela Menu Land Change Modeler (LCM) tab Change
Analysis pada Idrisi Selva
Transition Potential. Tahapan selanjutnya adalah tahap transition potential
yang bertujuan untuk memprediksi lokasi yang berpotensi mengalami perubahan
penutupan/penggunaan lahan. Dalam tahap ini, peubah dependen dimodelkan satu
per satu yang biasa dinamakan Sub-Model (Gambar 4) dengan peubah bebas
dimasukkan ke dalam masing-masing Sub-Model tersebut (Gambar 5).
Selanjutnya running model dengan memilih pendekatan yang diterapkan,
Multilayer Perceptron (MLP) Neural Network untuk ANN dan Logistic
Regression untuk Logit (Gambar 6).

Gambar 4. Tampilan Jendela Peubah Dependen yang Dimodelkan

14

Gambar 5. Tampilan Jendela Peubah Bebas yang dimasukkan ke dalam SubModel

Gambar 6. Tampilan Jendela Pendekatan Pemodelan yang Dipakai
Change Prediction. Pembuatan proyeksi penggunaan lahan dilakukan
dalam tahap ini. Metode yang digunakan adalah Markov Chain (Gambar 7)
dengan proyeksi ke tahun 2012 (Gambar 8). Pada tahap ini menghasilkan matriks
peluang perubahan yang didasarkan pada perubahan penggunaan lahan tahun
2000-2010. Dalam tahapan ini pula proyeksi dilakukan dengan mengasumsikan
bahwa perubahan yang akan terjadi di masa depan memiliki pola dan peluang
yang serupa dengan pola perubahan yang terjadi selama periode waktu yang
digunakan. Proyeksi dilakukan ke tahun 2012 agar peta proyeksi dapat divalidasi
dengan peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2012.

Gambar 7. Tampilan Jendela Markov Chain

15

Gambar 8. Tampilan Jendela Proyeksi Pemodelan
Tahap Validasi Peta Proyeksi
Validasi peta proyeksi dilakukan dengan crosstab peta proyeksi terhadap
peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2012. Hasil dari crosstab adalah tabel
tabulasi silang luas dan nilai Kappa. Tampilan jendela crosstab disajikan pada
Gambar 9.

Gambar 9. Tampilan Jendela Crosstab

16

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum
DAS Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat,
secara geografis terletak pada 106°51‘ – 107°51‘ BT dan 7°19‘ – 6°24‘ LS. DAS
Citarum meliputi 3 waduk yaitu Waduk Jatiluhur, Cirata, dan Saguling dengan
sungai utamanya Citarum. Sungai Citarum berawal dari mata air di Gunung
Wayang (Kabupaten Bandung) yang mengalir hingga ke bagian tengah provinsi
Jawa Bawat dari selatan ke arah utara sepanjang 269 km hingga akhirnya
bermuara di Laut Jawa (Tommi, 2011). Daerah DAS Citarum berada pada
beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Kota Cimahi (Gambar 10).

Gambar 10. Peta Lokasi Penelitian
DAS Citarum memiliki luas wilayah sekitar 6.540 km2, terbagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Bagian hulu merupakan suatu
cekungan yang dikelilingi oleh komplek pegunungan Tangkuban Perahu (di
bagian Utara), komplek pegunungan Patuha-Malabar (di bagian Selatan),
Pegunungan Krenceng dan Gunung Mandalawangi (di bagian selatan). DAS
Citarum bagian tengah terdiri dari tiga zona depresi yaitu Cekungan Saguling,
Cirata, dan Jatiluhur. DAS Citarum bagian hilir terletak pada kipas aluvium
Citarum dan dataran Pantai Utara Jawa Barat (Purnama, 2005). Tabel 4
menunjukkan wilayah administratif DAS Citarum dan wilayah-wilayah yang
dipengaruhinya.

17

Tabel 4. Sub Wilayah DAS Citarum
No. Sub Wilayah DAS Wilayah yang dilalui
Citarum Hulu
Kab. Sumedang
1.
Kab. Bandung
Kota Bandung
Kota Cimahi
Citarum Tengah
Kab.Bandung
2.
Kab. Cianjur
Kab. Purwakarta
Citarum Hilir
Kab. Purwakarta
3.
Kab. Karawang

Wilayah yang dipengaruhi

Kab. Bekasi
Kota Bekasi
DKI Jakarta
Kab. Subang
Kab. Indramayu

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jawa Baratdalam Tukayo (2011)

Klimatologi
Karakteristik iklim di DAS Citarum adalah tipe monsoon tropis dengan
musim kemarau dari bulan Juli sampai September dan musim hujan dari bulan
Oktober sampai Juni. Variasi hujan tahunan rata-rata terendah pada periode 19862004 adalah 1.458 mm di tahun 1997 dan tertinggi adalah 2.350 mm di tahun
1998 (Narulita,Arif, dan Rizka 2008).
Morfologi Bentuk dan Kelerengan Wilayah Sub DAS Citarum
Bentuk tiap sub DAS dalam DAS Citarum diukur dengan Indeks Circularity
Ratio menurut metode Miller. Indeks ini menggambarkan seberapa bulat bentuk
fisik unit DAS. Secara matematis bentuk DAS dengan indeks = 1,0 berarti bulat
seperti sebuah lingkaran. Hasil perhitungan menurut (Tukayo, 2011) dapat dilihat
pada Tabel 5. Dari 13 sub DAS tidak ada satupun yang indeksnya 1,0 (bulat), 10
sub DAS bentuk DAS memanjang dengan indeks di bawah 0,5, 1 sub DAS
dengan indeks 0,7 bentuk membulat.
Tabel 5. Indeks Ratio Kebulatan DAS (Circularity Ratio) setiap sub DAS di DAS
Citarum (Tukayo, 2011)
No. Sub DAS
IndeksCirculatiry Ratio
1.
Cibeet
0,7
2.
Cikapundung
0,3
3.
Cikaso
0,2
4
Cikundul
0,2
5.
Cimeta
0,2
6.
Ciminyak
0,3
7.
Cirasea
0,4
8.
Cisangkuy
0,3
9.
Cisokan
0,5
10. Citarik
0,4
11. Citarum Hilir
0,6
12. Ciwidey
0,3

18

Menurut hasil analisa tesis Tukayo (2011), kelerengan lapang sub DAS
dalam DAS Citarum disajikan pada Tabel 6. Indikasi lebih lanjut terhadap
kelerengan lahan DAS Citarum adalah mengelompokkan seluruh sub DAS dalam
DAS Citarum dengan melihat kelerengan mana yang dominan. Dalam hal ini yang
diperhatikan adalah kelerengan datar-landai (0-15%) dan kelerengan curam-sangat
curam(>25%), dengan kriteria sebagai berikut:
1. Sub DAS yang >50% luas lahannya berlereng >25%, dikategorikan dalam
tipe morfologi lereng berat
2. Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng >25% dikategorikan dalam
tipe morfologi lereng sedang
3. Sub DAS yang luas lahannya 35-50% berlereng